Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

SERVISITIS

Disusun Oleh:
M. Wasistha Adriantama, S.Ked 04054821719052

Nina Vella Rizky, S.Ked 04054821719053

Alind Praditya Racha Chintya, S.Ked 04054821719055

Rismitha Andini , S.Ked 04054821719057

Pembimbing:
dr. Khalif Alfansa, SpOG

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYARUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

“Servisitis”

Oleh:

M. Wasistha Adriantama, S.Ked 04054821719052

Nina Vella Rizky, S.Ked 04054821719053

Alind Praditya Racha Chintya, S.Ked 04054821719055

Rismitha Andini , S.Ked 04054821719057

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2018 sebagai salah satu persyaratan guna
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Obstetrik dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang, periode 11 Desember 2017 s/d 19 Februari 2018.

Palembang, Januari 2018

Pembimbing,

dr. Khalif Alfansa, SpOG

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan YME atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Servisitis” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya dalam Departemen Obstetrik
dan Ginekologi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Khalif
Alfansa, SpOG selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran dan
masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat.

Palembang, Januari 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
BAB II STATUS PASIEN................................................................................2
Identifikasi ...........................................................................................2
Anamnesis ............................................................................................2
Pemeriksaan Fisik.................................................................................4
Diagnosis ..............................................................................................6
Prognosis...............................................................................................6
Tatalaksana ...........................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................7
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi genital merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada wanita,
terutama disebabkan karena penyakit menular seksual atau karena hygiene genital
yang kurang. Terdapat kurang lebih 30 jenis patogen yang dapat menyebabkan
infeksi menular seksual. Pada wanita, pathogen ini dpapat menginfeksi sehingga
menyebabkan servisitis, endometritis, salpingitis, pelvic inflammatory disease
(PID), dan lain-lain. Pada laporan kasus kali ini akan fokus membahas servisitis.

Servisitis merupakan peradangan berat pada mukosa dan submukosa serviks


disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan tersering oleh Clamidia trachomatis,
Neisseria gonorrhea, atau dapat disebabkan oleh mikroorganisme lainnya 2. Faktor
risiko untuk pengembangan servisitis termasuk mulai hubungan seksual pada usia
dini, risiko tinggi perilaku seksual, riwayat penyakit menular seksual, dan
memiliki banyak pasangan seks2. Pada pemeriksaan wanita dengan servisitis,
lebih dari 30% ditandai dengan sekret mukopurulen atau mukopurulen cervisitis
(MPC) pada pemeriksaan inspekulo pada endoserviks. MPC ditandai juga dengan
serviks yang rapuh dan mudah berdarah3.

Lima puluh persen wanita yang terinfeksi dengan Neisseria gonorrhea tidak
menunjukkan gejala. Skrining yang tepat, diagnosis dini dan pengobatan sangat
penting pada wanita, karena dapat mengakibatkan komplikasi serius yang dapat
mengakibatkan penyakit radang panggul, kehamilan ektopik dan kemandulan.
Begitu juga dengan servisitis non spesifik yang sering disebabkan oleh Chlamidya
trachomatis sebagian besar asimptomatis dan 75-80% tempat yang paling umum
terkena adalah serviks3. Oleh karena itu penting untuk mengenal servisitis
sehingga diagnosis dan penetalaksanaan yang tepat dan cepat dapat diberikan
untuk mencegah berkembangnya infeksi sehingga lebih parah.

BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI

1
Nama : Ny. NK
Tanggal Lahir : 18 Januari 1970
Umur : 47 tahun
Alamat : Dusun IV, Kel. Tugu Mulyo, Kec. Lempung, Kab. OKI
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan sejak ±1 bulan yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


±1 bulan yang lalu Os datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan.
Perdarahan keluar sebelum atau setelah menstruasi. Banyak perdarahan
sebanyak 3x ganti pembalut tipis, berupa bercak-bercak, warna darah merah
segar. Riwayat keputihan berwarna kuning (+), berbau dan gatal (+), namun
os tidak pernah berobat, riwayat perdarahan setelah senggama (+), riwayat
nyeri perut (-), riwayat nyeri daerah pubis (-), riwayat penurunan berat
badan drastis disangkal. Sebelum muncul perdarahan, os mengeluh terasa
panas dan nyeri saat berkemih. Suami Os bekerja sebagai sopir truk antar
kota. Lalu os datang ke poliklinik di RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu


R/ darah tinggi (-)
R/ darah tinggi saat kehamilan (-)
R/ kencing manis (-)
R/ alergi (-)
R/ keganasan (-)

Status Sosial Ekonomi dan Gizi : sedang


Status Perkawinan : menikah 1 kali, lamanya 24 tahun

2
Status Reproduksi : menarche usia 13 tahun, siklus haid
±28 hari, teratur, lamanya ±5 hari,
Status Persalinan dan kehamilan : P3A0
1. Tahun 1995, laki-laki, cukup bulan, 3200 gram, sehat, lahir spontan, di
bidan
2. Tahun 1999, perempuan, cukup bulan, 3300 gram, sehat, lahir spontan,
di bidan
3. Tahun 2004, perempuan, cukup bulan, 3500 gram, sehat, lahir spontan,
di bidan

Riwayat kontrasepsi : Menggunakan KB pil sejak tahun 2005.

Riwayat dalam Keluarga


Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
Riwayat kencing manis (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
BB : 60 kg
TB : 166 cm
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,5oC

PEMERIKSAAN SPESIFIK
KEPALA
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), pupil isokor 3mm, refleks cahaya
(+/+)
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, secret (-),
perdarahan (-)

3
Mulut : Pucat (-), perdarahan di gusi (-), sianosis (-),
mukosa mulut dan bibir kering (-), fisura (-),
cheilitis (-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-
T1, tonsil tidak hiperemis, detritus (-)
Kulit : CRT <2s
LEHER
Inspeksi : JVP 5-2 mmH2O, pembesaran KGB (-)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

THORAX
Paru-paru
Inspeksi : simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN : pada pemeriksaan ginekologi
EKSTREMITAS
Pucat (-), CRT <2, edema pretibial (-), pembesaran KGB ingunal (-).

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
ABDOMEN
Pemeriksaan Luar : Datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, nyeri
tekan (-), massa (-), tanda cairan bebas (-).
Pemeriksaan Inspekulo :
Portio tidak livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+), E/L/P (+/-/-)
Vaginal toucher :
Portio kenyal, licin, OUE tertutup, cavum douglas tidak menonjol, adnexa
parametrium kanan dan kiri lemas, nyeri (-).

4
IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Pemeriksaan Pap Smear didapatkan hasil :
 Perubahan seluler (+)
 PMN dan MN (++)
Kesan  servisitis kronik non spesifik

2. USG
 Tampak uterus retrofleksi, bentuk dan ukuran normal
 Ukuran 5,4x3,2x3,7cm
 Endometrial line (+), ukuran 0,5cm, stratum basalis reguler
 Portio dan endoserviks normal
 Kedua ovarium normal
 Tidak tampak massa abnormal pada kedua ovarium

Kesan  tidak tampak kelainan organik pada genitalia interna

V. DIAGNOSIS KERJA
Servisitis kronik non- spesifik

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

VII. TATALAKSANA
 Antibiotik Klindamisin 2x500 mg dalam 10 hari
 Kontrol ulang setelah 10 hari, jika tidak membaik lakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan kultur resistensi
 KIE kepada istri dan suami

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

5
1. Anatomi Serviks
Serviks uteri atau biasa disebut serviks terdapat di setengah hingga sepertiga
bawah uterus, berbentuk silindris, dan menghubungkan uterus dengan vagina
melalui kanal endoservikal. Serviks uteri terdiri dari portio vaginalis, yaitu bagian
yang menonjol ke arah vagina dan bagian supravaginal. Panjang serviks uteri kira-
kira 2,5 – 3cm dan memiliki diameter 2 - 2,5cm. Pada bagian anterior serviks
berbatasan dengan kantung kemih. Pada bagian posterior, serviks ditutupi oleh
peritoneum yang membentuk garis cul-de-sac4.

Gambar 1. Anatomi Servix 5


Serviks merupakan bagian dari uterus yaitu bagian segmen bawah uterus yang
terlihat dari vagina berbentuk silinder. Uterus berukuran panjang 7-7,5 cm, lebar 5
cm, dan tebal 2,5 cm. Letak anterofleksi (serviks ke depan membentuk sudut
dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan
serviks uteri).6
Uterus terdiri dari korpus, isthmus dan serviks. Korpus uteri merupakan
bagian atas uterus yang berbentuk yang berbentuk segitiga. Panjang korpus uteri
berbanding serviks uteri pada anak-anak adalah 1:2, pada nullipara 1:1, dan
multipara 1:2.7 isthmus uteri merupakan bagian sempit di antara korpus dan
serviks. Pada saat kehamilan bagian ini akan melebar menjadi segmen bawag
Rahim.7
Serviks uteri merupakan bagian uterus yang berhubungan dengan vagina,
didalamnya terdapat sebuah saluran yang disebut kanalis servikalis. Kanalis
servikalis memiliki panjang 2,5 cm.6 Lubang serviks uteri yang mengarah ke
vagina disebut ostium uteri eksternum, dan lubang ke arah kavum uteri disebut
ostium uteri internum. Kedua pintu ini sangat penting, terutama dalam menilai
persalinan dan abortus. Pada nullipara ostium uteri eksternum berbentuk oval

6
kecil teratur, sedangkan pada multipara ostium uteri eksternum menjadi tidak
teratur, seolah-olah menjadi 2 bibir yaitu bibir depan dan belakang.6

Beberapa fungsi serviks uteri adalah sebagai berikut :


1. Fungsi haid: leher rahim adalah saluran melalui mana darah mengalir dari
rahim.
2. Fungsi statis: melalui keadaannya antara rahim dan vagina, ia
mempertahankan posisi normal dari organ panggul.
3. Fungsi seksual: dengan persarafan kaya, leher rahim merangsang sekresi
beberapa hormon dan sekresi kelenjar serviks.
4. Kehamilan: leher rahim sangat penting baik selama kehamilan, menjadi
pembatas antara vagina dan uterus, juga saat persalinan. Pada saat
persalinan, jaringan kolagen pada serviks akan mengalami disosiasi
menjadi jaringan oto yang menyebabkan serviks menjadi melebar. 6

Serviks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari
bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari:
a. Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mucus
b. Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat
(85%).
c. Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan
memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh
sel epitel skuamos nonkeratin.
Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks
disebut
taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks mengalami
beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut.
Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga berbeda pada perkembangannya.
a. Saat lahir, seluruh serviks yang “terpajan” dilapisi oleh epitel skuamos.
b. Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi
endoserviks. Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga
epitel silindris terpajan dan letak taut berada di bawah eksoserviks.
c. Saat dewasa, dalam perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos
dan silindris. Sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh
ektoserviks dan terpajan, dan letak taut kembali ke tempat awal. Area
tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak taut
saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi8.
Dinding serviks uteri sebagian besar terdiri dari jaringan ikat, jaringan elastik
berupa kolagen, otot polos, dan banyak pembuluh darah. Pada saat kehamilan

7
jaringan kolagen mengalami disosiasi menjadi jaringa otot, sehingga serviks uteri
dapat membuka. Pada serviks yang normal terdapat 10% jaringan otot, sedangkan
pada serviks uteri yang inkompetenjaringan otot sangat banyak.7
Portio vaginalis tertutup oleh epitel gepeng berlapis, pada keadaan normal sel-
sel silinder endoserviks diganti dengan epitel gepeng berlapis dekat ostium uteri
eksternum. Kadang-kadang batas antara sel-sel silinder dan sel-sel gepeng
berlapis terletak diluar ostium uteri eksternum, misalnya ektropion kongenital.
Seringkali kelenjar endoserviks meluas keluar dan jika salurannya tertutup akan
terbentuk retensi yang disebut kista nabothi. Inflamasi dan trauma dapat
menyebabkan sel-sel gepeng berlapis kedalam kanalis servikalis, disebut
epidermidisasi.7
Kelenjar serviks akan menghasilkan lendir yang berguna untuk melindungi
spermatozoa terhadap lingkungan vagina, menyaring spermatozoa yang normal
dan kurang aktif, sebaliknya mempermudah spermatozoa yang normal untuk
bergerak aktif, reservoir spermatozoa, dan mempersiapkan tempat bagi
spermatozoa yang mampu membuahi.7

Gambar 2. Squamocolumnar junction dengan sel matur, epitel skuamosa


dengan glikogen, sel-sel skuamosa metaplastik yang immatur, dan epitel kelenjar
endoserviks berupa sel kolumnar8

8
Gambar 3. Zona transformasi serviks. Skema zona transformasi (atas) gambar
diferensiasi squamocolumnar junction (panah vertikal) area ini (dari kiri - kanan),
sel skuamosa dan diferensiasi sel kolumnar8
Vaskularisasi serviks merupakan percabangan arteri yang juga memperdarahi
uterus secara keseluruhan. Uterus diperdarahi oleh arteri uterine kiri dan kanan
yang terdiri atas ramus asenden dan ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal
dari arteri hipogastrika atau iliaka interna yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira di atas forniks lateralis vagina. 6
Arteri uterina selanjutnya berjalan ke atas sepanjang margo lateralis di dalam
ligamentum latum, dan beranastomosis dengan arteri ovarica yang juga membantu
memberikan suplai darah uterus. Arteri uterine bercabang menjadi sebuah cabang
kecil yang berjalan turun untuk memperdarahi serviks dan vagina. 4 Pembuluh
darah balik yaitu vena yang mengikuti arteri uterine dan bermuara ke dalam vena
iliaca interna. 4
Inervasi serviks sama seperti inervasi uterus. Inervasi uterus terdiri atas
system saraf simpatik dan parasimpatik. System parasimpatik berada di dalam
panggul di sebelah kiri dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sakral 2,3,4 yang
selanjutnya memasuki pleksus Frankenhausser. Sistem simpatik masuk ke dalam
rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan
promontorium terus ke bawah menuju ke pleksus Frankenhausser. Pleksus ini
terdiri atas ganglion berukuran besar dan kecil terletak terutama pada dasar
ligamentum sakrouterina. System simpatik berfungsi dalam menimbulkan
kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan parasimpatik menyebabkan mencegah
kontraksi dan vasodilatasi.6
Saraf yang berasal dari torakal 11,12 mengandung sraf sensorik yang
meneruskan rasa sakit dari uterus ke serebrum. Saraf sensorik serviks dan bagian
atas vagina melalui saraf sakral 2,3,4 6.
Selama fase proliferasi siklus menstruasi, sekresi kelenjar serviks uteri adalah
encer berair. Jenis sekret ini mempermudah sperma melalui kanalis serviks masuk

9
ke dalam uterus. Sebaliknya, selama fase luteal (sekresi), siklus menstruasi dan
kehamilan, sekret kelenjar serviks menjadi kental dan membentuk sumbatan
mukus di dalam kanalis serviks uteri. Hal ini menghambat jalan sperma atau
mikroorganisme dari vagina ke dalam uterus9.

2. Servisitis
a. Definisi
Servisitis merupakan peradangan berat pada mukosa dan submukosa
serviks.2 Dua etiologi utama servisitis adalah akibat infeksi dari gonorrhea dan
Trichomonas. Keduanya merupakan penyebab paling banyak terjadinya
servisitis yang ditransmisikan melalui hubungan seks, infeksi dapat terjadi
sendiri sendiri maupun bersamaan dengan rasio koinfeksi 60%10. Ada dua
jenis servisitis, yaitu servisitis akut dan kronis. Servisitis akut biasanya
merupakan infeksi bakteri atau virus dengan gejala yang spesifik. Servisitis
kronis adalah infeksi jangka panjang yang mungkin tidak memiliki gejala dan
hanya dapat terdeteksi pada pemeriksaan ginekologi rutin. Servisitis adalah
peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput
lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga
lebih mudah terinfeksi dibanding selaput lendir vagina. Penyebab tersering
servisitis adalah Neisseria gonorrhea, Trichomonas vaginalis, dan dapat
disebabkan oleh pathogen lainnya.
Pada awalnya duh tubuh vagina merupakan indikasi adanya infeksi vagina
maupun infeksi serviks. Kemudian baru diketahui bahwa duh tubuh vagina
merupakan petanda adanya infeksi vagina, namun tidak dengan serviks
terutama pada remaja. Tanda-tanda adanya servisitis seperti adanya mukopus
di serviks, erosi serviks, kerapuhan dan perdarahan serviks di antara masa
menstruasi atau selama bersenggama.1
Faktor risiko terjadi servisitis adalah usia kurang dari 21 tahun atau di
beberapa tempat kurang dari 25 tahun, belum menikah, memiliki lebih dari 1
pasangan seksual dalam waktu 3 bulan terakhir, memiliki pasangan seksual
baru dalam waktu 3 bulan terakhir, pasangan seksualnya menderita IMS, tidak
menggunakan kondom saat berhubungan, dan higenitas genital kurang. 1
b. Gejala klinis servisitis

1. Flour atau keputihan hebat, biasanya kental atau purulent dan


biasanya berbau.

10
2. Sering menimbulkan erosi (erythroplaki) pada portio yang tampak
seperti daerah merah menyala.

3. Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang


purulent keluar dari kanalis servikalis.

4. Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.

5. Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah
selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan
oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena
saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau
karena peradangan.

6. Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan


gangguan kemih.

7. Perdarahan saat melakukan hubungan seks

c. Penegakan diagnosis

Anamnesis

Pada wanita, gejala sering tidak khas, asimtomatik, atau sangat ringan.
Bila ada, keluhan dapat berupa duh tubuh genital yang kekuningan. 1
Infeksi klamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30% sampai 50% kasus
dan dapat menetap selama beberapa tahun. Pasien dengan servisitis
mungkin mengeluh keluar cairan vagina, bercak darah, atau perdarahan
pascasenggama. Seperti infeksi klamidia, pasien dengan infeksi gonorea
seringkali tidak mempunyai keluhan tetapi mungkin datang dengan
keluhan cairan vagina, disuria, atau perdarahan uterus abnormal.2

Anamnesis pada pasien dengan dugaan infeksi menular seksual (IMS)


meliputi:1

- Keluhan dan riwayat penyakit saat ini

- Keadaan umum yang dirasakan

- Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal maupun sistemik,


dengan penekanan pada antibiotika

11
- Riwayat seksual

 Kontak seksual, baik di dalam maupun diluar pernikahan


(berganti-ganti pasangan atau banyak kontak seksual)

 Kontak seksual dengan pasangan setelah mengalami gejala


penyakit

 Frekuensi dan jenis kontak seksual (homo-heteroseksual)

 Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital,


anogenital)

 Apakah pasangannya juga merasakan keluhan/gejala yang sama.

- Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan IMS atau


penyakit di daerah genital lain.

- Riwayat penyakit berat lainnya

- Riwayat keluarga: pada dugaan IMS yang ditularkan lewat ibu kepada
bayinya

- Keluhan lainnya yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS


misalnya erupsi kulit, nyeri sendi, dan pada waita tentang nyeri perut
bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya

- Riwayat alergi obat.

Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health


Organization) di beberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien
akan dianggap berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk
satu atau lebih pertanyaan di bawah ini:6
1. Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir.
4. Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.
Pemeriksaan fisik
Pasien perempuan, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik
dalam posisi litotomi.6

12
 Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan inspeksi dan
palpasi mons pubis, labia, dan perineum.

 Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke dua labia,


perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa,
atau duh tubuh.
Pemeriksaan dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya, kemudian baru
memperhatikan genitalia eksterna dan introitus. Bersihkan duh tubuh dengan
kain kasa, dan dengan hati-hati buka dan periksa labia mayora, kemudian
labia minora. Pada saat bersamaan, lakukan palpasi kelenjer bartholini, lihat
muara duktus adakah ada duh tubuh. Masukan spekulum yang telah dibatasi
dengan air. Lihat ektoserviks, apakah ada duh tubuh. Kadang dijumpai
benang AKDR. Lihat dinding vagina, adakah lesi, bagaimana kuantitas dan
kualitas duh tubuh. Uretra diperiksa setelah spekulum dikeluarkan. Kemudian
dilakukan pemeriksaan bimanual, untuk melihat ukuran,bentuk, posisi,
mobilitas, konsistensi, dan kontur uterus, serta mendeteksi kelainan pada
adneksa. Raba dan goyangkan serviks, seharusnya dalam keadaan normal
servik bebas dan tidak nyeri.1

Pasien dengan servisitis pada pemeriksaan serviks mungkin tampak erosi


dan rapuh. Terdapat cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau.2

Pemeriksaan penunjang
Pada pengecatan gram infeksi klamidia memperlihatkan lebih dari 10
leukosit polimorfonuklear per lapangan pencelupan minyak. Biakan dengan
medium selektif merupaka uji terbaik untuk gonore. Lidi kapas steril
dimasukan ke dalam kanal endoserviks selama 15-30 detik kemudian
spesimen diusapkan pada medium. Dapat juga diguakan kulturet tetapi
mungkin sensitifitasnya lebih rendah. Diagnosis ditegakkan dengan
pengecatan gram terlihar diplokoki intraselulaer tetapi sensitivitasnya hanya
sekitar 60%.2
d. Penatalaksanaan
Rekomendasi terapi dari Central for Disease Control and Prevention (CDC)
untuk terapi servisitis dengan infeksi klamidia adalah:2
 Azitromisin 1 gram peroral (dosis tunggal) atau
 Doksisiklin 100 mg peroral 2x sehari selama 7 hari

13
Terapi Alternatif:
 Eritromisin basa 500 mg peroral 4x sehari selama 7 hari atau
 Eritromisin etilsuksinat 800 mg 4x sehari selama 7 hari atau
 Ofloksasin 300 mg peroral 2x sehari selama 7 hari atau
 Levofloksasin 500 mg peroral 1x sehari selama 7 hari.

Pada servisitis akibat infeksi gonore, rekomendasi terapi menurut CDC


adalah:2

 Seftriakson 125 mg i.m. (dosis tunggal) atau


 Sefiksim 400 mg peroral (dosis tunggal) atau
 Siprofloksasin 500 mg peroral (dosis tunggal) atau
 Ofloksasin 400 mg peroral (dosis tunggal) atau
 Levofloksasin 250 mg peroral (dosis tunggal).
Sekarang ini diperkenalkan pengobatan kombinasi, mengingat insidens
infeksi campuran dengan infeksi gonore yang cukup banyak, obat yang
digunakan adalah: 1

 Siprofloksasin 500 mg hari pertama, lalu doksisiklin 2x100 mg selama 7


hari, atau azithromizin 1 gram dosis tunggal.
 Azithromizin 2 gram dosis tunggal
 Tiamfenikol dosis 2,5 gram hari pertama, kemudian 3x500 mg selama 5
hari.
Sedangkan menurut Depkes pada tahun 2011 pada Pedoman Nasional
Penanganan Infeksi Menular Seksual, tatalaksana duh tubuh vagina
karena infeksi serviks seperti yang terlihat pada gambar 1a, 1b, 1c dan
gambar 4.

14
Gambar 4. Duh Tubuh Vagina dengan Pendekatan Sindrom1

15
Gambar 4B. Duh Tubuh Vagina dengan Pemeriksaan Inspekulo1

16
Gambar 4C. Duh Tubuh Vagina dengan Pemeriksaan Inspekulo dan
Mikroskop1

17
Gambar 5. Pengobatan Sindrom Duh Tubuh Vagina karena Servisitis1

e. Komunikasi, Edukasi, Dan Konseling pada pasien IMS


Tujuan konseling adalah untuk membantu pasien mengatasi
masalah yang dihadapi pasien sehubungan dengan IMS yang dideritanya,
sedangkan KIE bertujuan agar pasien mau mengubah perilaku seksual
berisiko menjadi perilaku seksual aman.6
Beberapa pesan KIE IMS yang perlu disampaikan:
♦ Mengobati sendiri cukup berbahaya

♦ IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual.

♦ IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV.

♦ IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas.

♦ Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV.

♦ Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat.

♦ Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien.6

f. Komplikasi
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan
anatomi dan faal genitalia. Infeksi pada serviks (servisitis gonore) dapat
menimbulkan komplikasi salpingitis, ataupun penyakit radang panggul
(PRP). PRP yang simtomatik ataupun asimtomatik dapat mengakibatkan
jaringan parut pada tuba sehingga menyebabkan infertilitas atau kehamilan
ektopik. Selain itu bila infeksi mengenai uretra dapat terjadi paratretritis,

18
sedangkan pada kelenjer Bartholini akan menyebabkan terjadinya
bartholinitis.1
g. SKDI
Standar kompetensi dokter umum dalam menangani servisitis
adalah 3A, yakni lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien bernama Ny. NK, usia 49 tahun datang berobat ke Poliklinik RSMH
dengan keluhan utama keluar darah dari kemaluan sejak ± 1 bulan yang lalu.
Banyak perdarahan sebanyak 3x ganti pembalut tipis, berupa bercak-bercak,
warna darah merah segar. Riwayat keputihan berwarna kuning (+), berbau dan

19
gatal (+), namun os tidak pernah berobat, riwayat perdarahan setelah senggama
(+), riwayat nyeri perut (-), riwayat nyeri daerah pubis (-), riwayat penurunan
berat badan drastis disangkal. Sebelum muncul perdarahan, os mengeluh terasa
panas dan nyeri saat berkemih. Suami Os bekerja sebagai pegawai negeri. Lalu os
datang ke poliklinik di RSMH Palembang.
Pasien Ny. NK memiliki keluhan utama berupa perdarahan diluar masa
mensturasi dan saat bersenggama, gejala tersebut merupakan salah satu
manifestasi klinis yang dapat terjadi pada servisitis akibat infeksi yang terjadi
pada serviks dapat menyebabkan kerapuhan pada dinding serviks sehingga mudah
mengalami erosi dan terjadilah perdarahan dengan darah merah segar.
Selain perdarahan, pasien juga mengeluhkan adanya riwayat keputihan
sebelumnya, keputihan atau disebut juga Leukorea (white discharge, fluor albus,
keputihan) merupakan cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak
berupa darah.
Secara fisiologis dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan
suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang
terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolin. Selain itu sekret vagina juga
disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada vagina yang normal. Pada
perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari tubuh untuk
membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi. Dalam
kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna
kekuningan ketika mengering pada pakaian. Sekret ini non-irritan, tidak
mengganggu, tidak terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Lingkungan dengan
pH asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh lactobacilli.
Perbedaan mendasar leukorea fisiologis dengan patologis adalah jumlah
leukositnya dimana leukorea patologis mengandung leukosit yang lebih banyak
dikarenakan respon inflamasi tubuh akibat patogen yang menginfeksi serviks,
Selain itu, warna, bau, dan rasa gatal menjadikan leukorea patologis berbeda dari
leukorea fisiologis. Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi,
dimana cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-
kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Selain pada penyakit
infeksi genital, leukorea patologis dapat dijumpai pada neoplasma jinak atau
ganas yang telah menginvasi lumen atau saluran dari alat genital. Namun pada
kasus ini, penyakit keganasan dapat disingkirkan karena tidak ditemukan tanda
tanda keganasan pada anamnesis (seperti adanya penurunan berat badan

20
abnormal) dan pemeriksaan ginekologi (seperti permukaan serviks berdungkul
dungkul). Pada servisitis, manifestasi leukorea muncul lebih dahulu sebagai
manifestasi awal infeksi, kemudian setelah mukosa serviks yang terinfeksi
tersebut rapuh maka perdarahan akan mudah terjadi.
Dari hasil pemeriksaan ginekologi didapatkan abdomen datar, lemas,
simetris, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), massa (-), tanda cairan bebas
(-). Pemeriksaan Dalam (Inspekulo) didapatkan portio tidak livide, OUE tertutup,
fluor (-), fluxus (+) E/L/P (+/-/-). Pada Vaginal touche didaparkan portio kenyal,
licin, OUE tertutup, cavum douglas tidak menonjol, adnexa parametrium kanan
dan kiri lemas, nyeri (-).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologi yang
dilakukan disimpulkan bahwa Ny. NK menderita servisitis.
Servisitis sering disebabkan oleh infeksi menular seksual seperti
Chlamidya trachomatis, Neisseria gonorrhea, dan patogen lainnya, namun
servisitis juga dapat disebabkan karena adanya infeksi vagina atau saluran kemih
sebelumnya.
Dengan mempertimbangkan pekerjaan suami pasien sebagai sopir truk antar
kota, maka patut digali informasi lebih dalam apakah faktor resiko servisitis pada
ibu ini merupakan akibat dari infeksi menular seksual yang ditularkan dari
suaminya akibat bergonta ganti pasangan.
Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini yaitu antibiotic klindamisin, 2x
500mg dalam 10 hari. kontrol ulang setelah 10 hari, jika tidak membaik lakukan
pemeriksaan mikrobiologi dan kultur resistensi.
Dikarenakan hubungan seksual merupakan salah satu media yang dapat
menularkan infeksi genital, maka KIE pada pasien dan pasangan penting untuk
dilakukan, dan pasangan seks juga harus dicek dan dilakukan pengobatan segera
jika terbukti terinfeksi. Di antara konseling yang diberikan adalah bahwa IMS
umumnya ditularkan melalui hubungan seksual, namun pada kasus ibu ini, masih
dicari kuman penyebabnya, jika telah dipastikan jenis kuman penyebabnya maka
dapat dilanjutkan terapi definitif. Kita sarankan pasangan seksual pasien (suami)
untuk turut berobat. Selain itu, dapat kita sarankan pada pasien untuk selalu
menjaga hygiene organ genitalia. Kita yakinkan pasien bahwa ia harus diobati
secara paripurna dan tuntas karena komplikasinya dapat membahayakan pasien
seperti terjadi kemandulan dan kehamilan ektopik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penangan Infeksi Menular


Seksual. 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
2. Hakimi M. Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat Genital.
Dalam : Anwar M, Baziad A, Prabowo RA (Ed). Ilmu Kandungan Edisi
Ketiga. Cetakan Kedua . Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014. Hal 224-226.
3. Muriastutik, D. (eds), 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya:
Airlangga University Press.
4. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGc. 2000
5. Putz R & Pabst R. Atlas Anatomi Sobotta Edisi 21, Jilid 2. Jakarta : EGC.
2001. Hal 198

22
6. Rachimhadhi T. Anatomi Alat Reproduksi. Dalam : Saifudin AB (ed). Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Cetakan keempat.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal 115-129.
7. Supono. Anatomi Alat-Alat Reproduksi Wanita. Dalam Ilmu Kebidanan
Fisiologi. Palembang : FK Unsri. Halaman 11-18
8. Mescher, L. A. (2009). Junqueira's Basic Histology Text and Atlas.
English: McGrawHill Medical
9. Eroschenko VP. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta : EGC. 2008
10. American College of Obstetrics and Gynecology: Antibiotics and
Gynecologic Infections. Washington, DC: American College of Obstetrics
and Gynecology; June 2007:263–270. Technical Bulletin 237

23

Anda mungkin juga menyukai