Disusun Oleh:
Abdillah Rizqon
NIM. 1541320097
2019
PROPOSAL SKRIPSI
Abdillah Rizqon
NIM. 1541320097
Mengetahui,
Ketua Panitia Skripsi T.A. 2018/2019
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI
Abdillah Rizqon
NIM. 1541320097
Dewan Penguji
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Mengetahui,
Mengetahui,
Ketua Panitia Skripsi T.A. 2018/2019
iii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Luar.............................................................................................. i
Halaman Sampul Dalam ......................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ............................................................................................... iii
iv
2.7.1 Material Penopang yang Berdiri Vertikal ............................................ 19
2.7.2 Material Pemikul .................................................................................. 23
2.8 Zona Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting ....................................................... 25
2.9 Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting ................................................................ 25
2.10 Pembiayaan Bekisting ............................................................................... 26
2.11 Kinerja Waktu Proyek Konstruksi ............................................................ 27
2.11.1 Jadwal Pelaksanaan Proyek................................................................ 27
2.11.2 Pengaruh Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting Terhadap Jadwal Proyek
....................................................................................................................... 28
BAB III.................................................................................................................. 30
3.1 Deskripsi Daerah Proyek............................................................................. 30
3.1.1 Rincian Proyek / Project Details .......................................................... 30
3.2 Data ............................................................................................................. 32
3.2.1 Data Primer ..................................................................................... 32
3.2.2 Data Sekunder ................................................................................. 32
3.3 Analisis Data .......................................................................................... 32
3.3.1 Dasar Pembagian Zona Pekerjaan ........................................................ 32
3.3.2 Pola Pembagian Zona Pekerjaan .......................................................... 34
3.3.3 Perhitungan Jumlah Pekerja ................................................................. 36
3.3.4 Analisa Harga Material, Peralatan, dan Upah Pekerja ......................... 36
3.3.5 Penjadwalan ......................................................................................... 37
3.3.6 Analisa Upah Borong Pekerjaan .......................................................... 38
3.3.7 Perhitungan Total Peralatan, Material dan Upah yang Dibutuhkan .... 38
3.3.8 Perhitungan Harga Satuan m2/hari ....................................................... 39
3.4 Bagan Alir ................................................................................................... 40
3.4.1 Bagan Alir Pembahasan ....................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN .......................................................................................................... 42
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Skripsi .................................................................................... 42
Lampiran 2 Bill Of Quantity ................................................................................. 43
Lampiran 3 Harga Satuan Pokok Kegiatan Malang 2018 ..................................... 57
Lampiran 4 Metode Pelaksanaan .......................................................................... 66
Lampiran 5 Gambar Perencanaan ......................................................................... 73
Lampiran 6 Rencana Kerja dan Syarat.................................................................. 96
viii
BAB I
Pendahuluan
Pekerjaan fisik yang telah dimulai pada bulan Agustus 2018 ini sekarang
sudah mencapai tahap pekerjaan struktur lantai 3. Pada pekerjaan strukur atas
menggunakan beton bertulang. Dalam pekerjaan kontruksi beton, ada tiga
komponen utama yang harus direncanakan dengan matang karena hal tersebut
akan mempengaruhi keberhasilan suatu pekerjaan struktur. Ketiga komponen
tersebut adalah campuran beton, penulangan beton dan formwork atau bekisting.
Diantara ketiga komponen tersebut, komponen formwork atau bekisting pada
pelaksanaannya membutuhkan biaya yang besar. Karena itu perencanaannya harus
diambil keputusan yang mempunyai nilai ekonomis.( Parani, 2018)
1
Metode bekisting yang biasanya digunakan pada bangunan dengan material
utama beton, adalah metode bekisting konvensional. Bahan yang digunakan pada
bekisting konvensional diantaranya kayu, multiplex, papan dan paku yang mudah
didapat tetapi masa pemakaiannya lebih pendek dikarenakan penyusutan yang
besar. Ini mengharuskan pembelian material berulang kali. Selain itu dalam
pengerjaannya harus dipasang dan dibongkar atau dibuat pada setiap elemen
struktur yang membutuhkan tenaga kerja yang kurang terampil. Sehingga
pengerjaan dengan metode ini memerlukan waktu dan biaya pengerjaan yang
cukup besar. ( Parani, 2018).
Perkembangan tuntutan akan pekerjaan bekisting untuk pekerjaan struktur beton,
telah memicu berkembangnya berbagai sistem dan metode bekisting dengan
penggunaan berbagai jenis material dan alat. Material yang paling dominan dipakai
untuk pekerjaan bekisting adalah kayu. Pengerjaan yang lebih cepat dan harga yang
relatif lebih murah menjadi pertimbangan akan penggunaan kayu sebagai bahan
bekisting (Nashir, 2010).
Pada pekerjaan bekisting untuk konstruksi atau proyek yang besar, biasanya
penggunaan material dan alat bekisting lebih efisien, karena bekisting dapat dipindah
dan dipakai lagi setelah pekerjaan pengecoran dan pembongkaran. Akibat pemasangan,
pabrikasi dan pembongkaran ini, menimbulkan adanya sisa atau waste material dalam
hal ini kayu atau multiplek yang tidak bisa dipakai lagi untuk pekerjaan bekisting
selanjutnya. Khususnya pada pekerjaan konstruksi dalam skala besar, hal ini akan
menjadi masalah serius yang dapat menimbulkan kerugian (Nashir, 2010)
Oleh karena itu perencanaan, pengawasan dan pelaksanaan yang baik serta
metode pelaksanaan yang layak sangat diperlukan untuk dapat mengantisipasi hal ini.
Proyek Apartemen Begawan, merupakan gedung yang memiliki bentuk struktur yang
tipikal pada pada setiap lantainya, pelaksanaan pekerjaan bekisting menjadi lebih
mudah karena metode pekerjaan yang relatif sama pada setiap lantainya. Mobilisasi
perpindahan alat dan material bekisting akan menjadi lebih teratur dibandingkan
dengan gedung yang memiliki bentuk struktur yang berbeda tiap lantainya. Kondisi
seperti ini memungkinkan banyak metode pekerjaan yang dapat diterapkan. Untuk itu,
2
dibutuhkan pemilihan metode pekerjaan acuan dan perancah yang paling efektif dan
efisien. Metode zonasi akan menjadi alternatif pemilihan metode pekerjaan dalam
penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang telah diuraikan dalam studi skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1 Bagaimana pengaruh pengaturan zona pekerjaan terhadap durasi pelaksanaan
pekerjaan acuan dan perancah pada proyek pembangunan Apartemen Begawan ?
2 Berapa biaya yang dibutuhkan dari pekerjaan bekisting dan perancah pada proyek
pembangunan Apartemen Begawan dikarenakan pengaturan zona pekerjaan acuan
dan perancah ?
1.4 Tujuan
Tujuan penyusunan dari skripsi ini antara lain adalah :
1 Menganalisis pengaruh pengaturan zona pekerjaan terhadap durasi pelaksanaan
pekerjaan acuan dan perancah pada proyek pembangunan Apartemen Begawan.
2 Menghitung biaya yang dibutuhkan dari pekerjaan bekisting dan perancah pada
proyek pembangunan Apartemen Begawan terhadap pengaturan zona pekerjaan
acuan dan perancah .
3
1.5 Manfaat
Setelah mengetahui tujuan dari studi ini kita dapat mengetahui manfaat dari
suatu tujuan yaitu :
1. Untuk perusahaan jasa konstruksi atau pihak terkait dalam melakukan
pengembanganya itu diperoleh pertimbangan dan masukan dalam mengambil
suatu keputusan yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemilihan metode
bekisting berkaitan dari segi biaya, dan waktu.
2. Agar kontraktor mengetahui biaya yang dapat dihemat dalam sebuah proses
pekerjaan konstuksi beserta menentukan metode yang efektif dan efisien.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
5
selama 24 hari. Pembagian 2 zona pekerjaan jumlah material besi hollow = 1526,4
m, plat besi strip = 547,2 m, multiplek = 132 lembar, plat besi = 299,736 m2, tie
rod = 250 buah, tie nut = 500 buah, baut = 760 buah, dan push pull prop = 344
buah dengan durasi pekerjaan selama 48 hari. Pembagian 3 zona pekerjaan jumlah
material besi hollow = 1267,2 m, plat besi strip = 633,6 m, multiplek = 132 lembar,
plat besi = 265,464 m2, tie rod = 220 buah, tie nut = 440 buah, baut = 880 buah,
dan push pull prop = 352 buah dengan durasi pekerjaan selama 76 hari. Dari
pembagian ketiga ruang lingkup pekerjaan dapat dibandingkan metode mana yang
membutuhkan material sedikit dan waktu pekerjaan yang tercepat. (Andreansyah,
2017)
6
1, 2 dan 3. Setelah dilakukan perhitungan maka diketahui biaya dan waktu dari
masing-masing pola kerja sistem zonasi pemasangan bekisting balok dan plat yaitu
pola kerja pertama pembagian ruang lingkup menjadi 1 zona sebesar Rp.
179.624.214,60 dengan durasi pekerjaan selama 15 hari, sedangkan pada pola
kerja kedua pembagian ruang lingkup menjadi 2 zona yaitu zona 1 dan 2 biaya
sebesar Rp. 91.756.015,70 dengan durasi pekerjaan selama 30 hari dan pada pola
kerja ketiga pembagian ruang lingkup menjadi 3 zona yaitu zona 1, 2 dan 3 sebesar
Rp. 62.466.616,07 dengan durasi pekerjaan selama 45 hari. Dari analisa tersebut
maka pola kerja sistem zonasi untuk pekerjaan bekisting balok dan plat yang paling
murah adalah pola kerja ketiga pembagian ruang lingkup menjadi 3 zona yaitu
sebesar Rp. 62.466.616,07 dan pola kerja sistem zonasi untuk pekerjaan bekisting
balok dan plat yang paling cepat adalah pola kerja pertama pembagian ruang
lingkup menjadi 1 zona dengan durasi pekerjaan selama 15 hari.( Ibad, 2016)
7
a. Keadaan Bangunan
Ini menjadi alasan untuk alasan utama dalam sistem perkuatan sebuah bekisting
menjadi komponen utama dalam keberhasilan mendapatkan hasil ukuran
struktur yang berkualitas seperti yang direncanakan sebelumnya. Metode yang
digunakan untuk bangunan dengan ukuran struktur yang besar, itu tidak akan
efektif jika digunakan pada dimensi ukuran yaang kecil.
b. Keluasan Bangunan
Pekerjaan bekisting adalah pekerjaan yang bahan materialnya dapat digunakan
secara berulang atau memiliki siklus pergerakan material. Dan karnanya, luasan
bangunan dapat menjadi sebuah pertimbangan utama dalam menetukan siklus
penggunaan material bekisting yang berdampak dengan mahal tidaknya satuan
harga pekerjaan.
c. Kesiapan alat serta material
Hal lain yang menjadi pertimbangan ialah mencari kemudahan dalam
memperoleh bahan material maupun alat yang akan digunakan untu metode
bekisting tersebut.
Tak hanya faktor itu, masih ada banyak pertimbangan-petimbangan lain
diantaranya termasuk waktu pekerjaan dalam proyek, material harga, upah tiap
tingkatan pekerja, transportasi dll. Setelah melihatdan menimbang dengan
maatang dengan factor itu dengan itu diambil putusan dalam memilih metode
mana yang digunakan.
Berdasarkan cara pengadaannya, formwork dapat dibentuk secara
konvensional di lokasi proyek yang dikerjakan oleh tukang kayu di mana bentuk
dan dimensinya disesuaikan dengan dimensi komponen sesuai dengan gambar
rencana. Selain cara-cara pengadaan secara konvensional, sangat dimungkinkan
bahwa formwork diproduksi secara pabrikasi dengan berbagai keuntungan dan
kerugiannya. Perubahan yang mendasar dengan adanya formwork pabrikasi ini
terjadi pada tatakelola pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pengelolaan
pemanfaatan formwork dalam pelaksanaan proyek akan menambah jumlah pihak
yang terlibat di dalamnya, khusus untuk menangani pemasangan dan
8
pembongkaran formwork sebelum dan setelah pengecoran. Hal ini akan berakibat
bertambahnya sub-kontrak dalam kontrak utama (Ervianto, 2006).
9
dan mati tanpa mengalami keruntuhan atau berbahaya bagi pekerja dan
konstruksi beton.
3. Ekonomis
Bekisting harus dibuat secara efisien, meminimalisasi waktu dan biaya dalam
proses pelaksanaan dan schedule demi keuntungan kontraktor dan owner
(pemilik).
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan untuk mengambil suatu
keputusan mengenai metode bekisting yang akan dipakai (F. Wigbout, 1997),
yaitu:
1. Kondisi struktur yang akan dikerjakan
Hal ini menjadi pertimbangan utama sebab sistem perkuatan bekisting menjadi
komponen utama keberhasilan untuk menghasilkan kualitas dimensi struktur
seperti yang direncanakan dalam bestek.metode bekisting yang diterapkan pada
bangunan dengan dimensi struktur besar tentu tidak akan efisien bila diterapkan
pada dimensi struktur kecil.
2. Luasan bangunan yang akan dipakai
Pekerjaan bekisting merupakan pekerjaan yang materialnya bersifat pakai ulang
(memiliki siklus perpindahan material). Oleh karena itu, luas bangunan ini
menjadi salah satu pertimbangan utama untuk penentuan n x siklus pemakaian
material bekisting. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
pengajuan harga satuan pekerjaan.
3. Ketersediaan material dan alat
Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah kemudahan atau kesulitan
untuk memperoleh material atau alat bantu dari sistem bekisting yang akan
diterapkan.
10
kita perlu mengadakan perbandingan antara biaya yang diperlukan untuk metode
bekisting yang berbeda-beda bagi sebuah objek tertentu.
2.4 Jenis dan Tipe Bekisting
Pada umumnya bekisting secara garis besar dibagi menjadi 3 tipe yaitu (F.
Wigbout, 1987) :
1. Beksiting tradisional
Yang dimaksud dengan bekisting tradisional adalah bekisting yang setiap kali
setelah dilepas dan dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat disusun
kembali menjadi sebuah bentuk lain. Pada umumnya bekisting kontak terdiri
dari kayu papan atau material plat, sedangkan konstruksi penopang disusun dari
kayu balok dan (pada lantai) dari stempel-stempel baja. Bekisting tradisional
ini memungkinkan pemberian setiap bentuk yang diinginkan pada kerja beton.
11
kualitas dari bekisting konvesional menjadi bekisting semi sistem terletak pada
penggunaan ulang bekisting itu sendiri. Material yang dibutuhkan untuk
bekisting semi sistem adalah : Scaffolding (perancah) ,U-Head , Vertical
support tube , Horizontal support tube , Jack base , Joint pin ,Alat-alat
pendukung.
3. Bekisting sistem
Bekisting sistem atau disebut juga bekisting full system adalah bekisting yang
mengalami perkembangan lebih lanjut kesebuah bekisting universal yang
dengan segala kemungkinannya dapat digunakan pada berbagai macam
bangunan, penggunaan bekisting sistem bertujuan untuk penggunaan ulang
pakai. Pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat dibandingkan dengan bekisting
12
konvensional dan semi sistem karena komponen-komponen bekisting sistem
sudah ada ukuran standarnya. Pembiayaan bekisting sistem pada awalnya dapat
dikatakan mahal, tetapi dengan adanya pelaksanaan yang relatif singkat dan
penggunaan berulang kali, maka penambahan biaya tidak terlalu mengikat. Alat
bekisting balok : Hollow 50.50 , Double siku Tie rod T dan Wing nut , Suri
Hollow , Batang horizontal, Jack base, Double wing. Komponen bekisting
plat lantai : Plywood phenolic 15 mm, Hollow 50.50, U-head, Batang
horizontal , Batang vertical , Batang vertikal joint , Jack base. Contoh :
bekisting panel untuk terowongan, bekisting untuk beton precast.
13
Siklus bekisting dimulai dengan pemilihan metode bekisitng. Aktifitas siklus
bekisting ini digambarkan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Fabrikasi
bekisting, (2) Pemasangan, (3) Pembongkaran. Sedangkan siklus pekerjaan beton
dimulai setelah fabrikasi bekisting dan selesai sebelum pembongkaran bekisting.
Fungsi dari siklus pekerjaan bekisting untuk menyediakan kebutuhan struktur
untuk bentuk dan ukuran berbeda. Sedangkan fungsi dari siklus pekerjaan beton
untuk menyediakan kebutuhan structural akan kekuatan, durabilitas dan bentuk
permukaan.
Gambar 2.4 Integrasi antar siklus pekerjaan bekisting dangan pekerjaan beton
Sumber : Awad S. Hanna, 1998
14
sistem ini dapat disesuaikan dengan segala bentuk dan ukuran struktur.
Walaupun sistem konvensional ini menghasilkan biaya yang tinggi akan
material dan tenaga kerjanya.
15
2.5.5 Reshoring/Backshore
16
berat jenis, kekuatan lentur serta kekuatan tekan mutlaknya menjadi 5
(lima) kelas (PKKI, 1961).
17
1. Faktor 2/3
a. Untuk konstruksi yang selalu terendam air.
b. Untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung dan kemungkinan besar
kadar lengas kayu akan selalu tinggi.
2. Faktor 5/6
Untuk konstruksi kayu yang tidak terlindung tetapi kayu tersebut
dapat mengering dengan cepat.
3. Faktor 5/4
a. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan
tetap dan muatan angin.
b. Untuk bagian-bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh
muatan tetap dan tidak tetap.
4. Faktor 3/2
Untuk pembebanan yang bersifat khusus (getaran, dll).
18
2.6.2 Multiplek
19
acuan, struktur vertikal menyangga balok-balok induk dan anak, pelat
lantai, pelat atap, pelat jembatan dan bagian struktur lain, selama bagian-
bagian struktur beton tersebut belum cukup mampu untuk dapat berdiri
menopang dirinya sendiri.
Tuntutan-tuntutan terpenting yang diharapkan dari suatu penopang
dalam suatu konstruksi bekisting adalah (F. Wigbout, 1987) :
1. Dengan bobot yang ringan harus dapat dan mampu untukmemindahkan
beban-beban yang relatif berat.
2. Tahan terhadap penggunaan yang berlangsung kasar.
3. Pemasangan dan penyetelan dengan cara yang sederhana.
4. Sesedikit mungkin komponen-komponen lepas.
5. Mudah dikontrol.
6. Dapat dipakai berulang-ulang.
20
Komponen-komponen untuk membuat sebuah steger pipa baja
terdiri dari bagian-bagian yang ringan dengan bantuan perangkai-
perangkai dapat dihubungkan satu sama lain dengan cara sederhana.
Profil baja yang diperlukan adalah pipa yang dilas tumpul dengan garis
tengah sebesar 48,3 mm, ketebalannya 3,2 mm, dan beratnya 3,6 kg/m.
Pipa steger dapat diperoleh dalam ukuran panjang 1-1.5,2,3,4, dan 6 m.
Dengan beban yang diijinkan untuk satu tiang bervariasi antara 5
sampai 40 kN. Meskipun pendirian sebuah penopang dari steger pipa
memerlukan banyak pengerjaan, namun material ini bisa sangat
menarik untuk sebuah bekisting. Karena dengan steger pipa dapat
disusun konstruksi-konstruksi yang paling rumit sekalipun.
4. Steger dari sistem baja
Dibandingkan dengan steger pipa dari baja, steger sistem ini
mempunyai kelebihan sebagai berikut :
a. Tidak begitu banyak memerlukan pengerjaan.
b. Tidak memerlukan tenaga ahli.
c. Komponennya lebih sedikit.
d. Menara-menara yang dibangun sudah mempunyai stabilitas sendiri.
Steger-steger sistem dapat dirangkai dalam arah ketinggiannya,
sedangkan pembangunannya dapat dilaksanakan dengan cepat.
Steger-steger sistem dibangun melalui penumpukan sebuah kuda-
kuda dengan menggunakan 2 tiang atau sebuah menara dengan
menggunakan 3 atau 4 tiang.
21
Gambar 2.5 Contoh steger sistem baja
Sumber : F. Wigbout, 1992
22
Gambar 2.6 Stempel sekrup yang dapat disetel
Sumber : F. Wigbout, 1992
6. Stempel konstruksi
Digunakan pada beban-beban yang sangat berat. Stempel
konstruksi terdiri dari beberapa elemen standar yang panjangnya
berbedabeda, yang dirangkaikan satu sama lain dengan pasak atau
baut. Pengaturan ketinggian dilakukan oleh kepala dan kaki yang
dapat diatur. Daya dukung yang dimiliki oleh jenis stempel ini
bervariasi, yaitu antara 140 -350 kN.
23
ringan dan dapat dirangkai, dipasang, dan dilepas dengan mudah (F.
Wigbout, 1987). Berdasarkan konstruksinya, pemikul bekisting dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Pemikul yang dapat digeser
pemikul-pemikul yang dapat digeser terdiri dari satuan-satuan
yang berukuran pendek dan ringan, terbuat dari bahan baja atau kayu,
biasanya berbentuk kisi atau rangka. Pemikul kayu dengan bentuk 4,35
m, dengan bantuan pengikat-pengikat dari baja dan pasak-pasak kayu.
Bobot dari satu pemikul adalah 7 (tujuh) sampai 9 (sembilan) kg/m.
Gambar 2.8 Pemikul yang dapat digeser dengan pemikul-pemikul dalam dan luar
Sumber : F. Wigbout, 1992
2. Pemikul tersusun
Dengan menambahkan batang-batang tarik pada bentuk
kudakuda yang dipilih, pemikul-pemikul ini dapat menyerap beban
yang cukup besar, dengan momen yang diijinkan adalah antara 60 -
1500 kNm. Jenis pemikul ini terdiri dari beberapa elemen standar yang
berbentuk rangka yang dapat disusun dengan berbagai kepanjangan
dan daya pikul.
Karena ada bermacam-macam material bekisting kontak dan
penopang, maka pemilihan material ditentukan oleh faktor ulang yang
diharapkan dan penggunaan (ulang) pada lebih dari satu bangunan. Hal
yang harus dipertimbangkan adalah :
a. Pemasangan bagian-bagian yang akan dicor;
b. Berbagai tuntutan yang akan dikenakan pada permukaan beton;
c. Fleksibilitas dan kemungkinan penyesuaiannya
24
2.8 Zona Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting
Menurut Mardal (2008), penentuan zona-zona pekerjaan pada bangunan
gedung bertingkat dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor sebagai berikut :
1. Ketersediaan lahan
2. Bentuk struktur
3. Metode pekerjaan
4. Schedule pelaksanaan
5. Ketersediaan sumber daya
25
2. Pemasangan (erect)
Tingkat produktivitas rata-rata pekerja untuk pemasangan bekisitng cukup
untuk menutupi pemasangan dari semua bentuk bekisting tetapi tidak termasuk
pemasangan sistem perkuatan eksternal.
3. Pembongkaran (strip)
Pembongkaran dari bekisting mencakup pemindahan, pembongkaran,
pembersihan, pelumasan, penyimpanan sementara dan perbaikan ari bekisting
setelah pemakaian sehingga siap digunakan untuk operasi selanjutnya.
2.10 Pembiayaan Bekisting
Sebagai akibat dari relatif meningkatnya ongkos kerja selama 20 tahun
terakhir ini, perbandingan antara biaya material dan ongkos kerja selalu
mengalami perubahan. Biaya bekisting biasanya berkisar antara 35 sampai 60%
atau lebih daripada keseluruhan biaya konstruksi struktur beton. Menyadari
pengaruh harga pekerjaan bekisting terhadap biaya keseluruhan, adalah kritis
bagi engineer struktur untuk memfasilitasi ekonomis bagi bekisting, tidak hanya
ekonomis bagi material beton.
Ada beberapa pertimbangan yang dijadikan acuan dalam penentuan
konstruksi bekisting yang ekonomis (F. Wigbout, 1987):
1. Biaya dan kemungkinan terhadap penyesuaian material yang telah ada
dibandingkan dengan membeli atau menyewa material yang baru.
2. Biaya dari tingkat kualitas material yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tingkat yang rendah plus keahlian pekerja yang lebih baik dalam peningkatan
kualitas dan kegunaan.
3. Pemilihan terhadap material yang lebih mahal sehingga dapat menghasilkan
daya tahan dan kapasitas pengunaan dibandingkan dengan material yang lebih
murah dengan tingkat penggunaan yang lebih pendek.
4. Penyetelan di lokasi dibandingkan dengan penyetelan di toko atau pabrik; hal
ini tergantung dari kondisi lokasi serta lahan yang tersedia, ukuran besar
kecilnya proyek, jarak tempat penyetelan, dan lain sebagainya.
26
Penggunaan yang berulang dari bekisting ditujukan untuk mencapai nilai
ekonomis maksimum dari material. Panel-panel bekisting sebaiknya dirancang
agar mudah dipasang, dibongkar dan diperkuat sehingga keuntungan maksimum
dapat diperoleh tanpa mengeluarkan banyak biaya perbaikan.
27
proyek bertanggung jawab untuk membuat perencanaan yang detail, dan
membuat penjadwalan serta mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan
proyek tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Kontraktor mempersiapkan detail kerjanya dalam berbagai cara,
berdasarkan pengalaman proyek-proyek yang telah ditanganinya dan
biasanya penjadwalan tersebut hanya berdasarkan intuisi saja. Tetapi
untuk proyek-proyek yang lebih besar, kompleks dan tidak biasa
ditanganinya, penjadwalan perlu dilakukan secara lebih spesifik dan
sistematis mengingat banyaknya kegiatan yang akan terlibat dan saling
berhubungan dalam pelaksanaan proyek tersebut. Penjadwalan
merupakan suatu hasil perencanaan dan membutuhkan latihan serta
pengalaman seorang perencana (Callahan, 1992).
Dari kegiatan-kegiatan konstruksi maka pihak kontraktor umumnya
menyusun jadwal proyek berdasarkan berbagai metode. Salah satu
diantaranya adalah metode jalur kritis. Jalur kritis adalah jalur yang
memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah
waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang
tercepat. Makna jalur kritis ini penting bagi pelaksanaan proyek. Karena
pada jalur kritis ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya
terlambat, akan mengakibatkan keterlambatan proyek secara keseluruhan
(Suharto, 1997). Dengan demikian, pengendalian waktu proyek pada
aktivitas-aktivitas yang merupakan jalur kritis sangat penting dilakukan.
28
keseluruhan jadwal pekerjaan struktur juga akan terlambat. Sebaliknya,
bila pekerjaan bekisting dapat selesai tepat waktu atau lebih cepat dari
rencana, maka pekerjaan struktur juga dapat selesai tepat waktu atau lebih
cepat dari rencana. Jadi kinerja waktu pekerjaan bekisting memiliki
hubungan dalam menentukan kinerja waktu pekerjaan proyek struktur
secara keseluruhan.
Sejak tahap perencanaan, pilihan metode bekisting yang akan
digunakan telah memiliki pengaruh dalam penyusunan jadwal proyek.
Selanjutnya akan berpengaruh pula dalam kinerja proyek.
Perencanaan pelaksanaan konstruksi yang efektif membutuhkan
pemahaman yang lengkap tentang proyek yang akan ditangani. Setelah
itu, metode pelaksanaan dan kebutuhan sumber daya (bahan, alat dan
tenaga kerja) bisa ditentukan. Sehingga memungkinkan pekerjaan
dilakukan secara aman, ekonomis dan memnuhi standar mutu yang
memuaskan konsumen. Perencanaan menempati rangking tertinggi dalam
mencapai perbaikan produktivitas pelaksanaan konstruksi.
Seorang perencana pekerjaan konstruksi bertanggung jawab untuk
menentukan pekerjaan-pekerjaan sementara termasuk bekisting yang
dibutuhkan proyek. Penentuan jenis pekerjaan sementara merupakan
salah satu kunci sukses suatu proyek yang bisa memberikan konstribusi
pada pengendalian biaya proyek dan tercapainya mutu.
29
BAB III
Metodologi Penelitian
30
Gambar 3.1 Lokasi Proyek
31
3.2 Data
3.2.1 Data Primer
32
pekerjaan. Pertimbangan dalam menentukan pembagian zona pekerjaan
adalah berdasarkan pada kapasitas volume pengecoran, material perancah
dan bekisting, tipe struktur, area pekerjaan, dan waktu pekerjaan seperti
berikut (Andreansyah, 2017):
1. Volume Pengecoran
Untuk mengetahui kapasitas volome pekerjaan dilakukan pengamatan
atau wawancara langsung terhadap pengawas lapangan pada saat
pekerjaan tersebut berlangsung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
jenis truk mixer yang digunakan, volume pengecoran dalam satu kali
pengangkutan, dan waktu pekerjaan.
2. Material Perancah dan Bekisting
Semakin banyak material perancah dan bekisting yang digunakan
semakin cepat pekerjaan terselesaikan, namun juga akan diperlukan
banyak pekerja dan biaya lebih.
3. Tipe Struktur
Perbedaan tipe struktur akan mempengaruhi jumlah peralatan dan
material yang akan digunakan. Semakin banyak tipe kolom, balok dan
plat lantai akan semakin banyak variasi ukuran permodelan perancah
dan bekisting.
4. Area Pekerjaan
Pekerjaan perancah dan bekisting dilakukan secara bertahap karena
keterbatasan sumberdaya, peralatan, dan material sehingga diperlukan
pembagian area pekerjaan. Pekerjaan bisa saja dilakukan tanpa
pembagian area namun kurang efisien jika dilihat dari segi biaya karena
membutuhkan banyak sumber daya, peralatan, dan material.
5. Waktu Pekerjaan
Waktu pekerjaan perancah dan bekisting dipengaruhi oleh faktor
sumber daya, peralatan, material, dan area pekerjaan perancah dan
bekisting.
33
3.3.2 Pola Pembagian Zona Pekerjaan
34
Gambar 3.2 Zonasi Lantai B1, B2, LG, GF,dan UP
35
Gambar 3.3 Zonasi Lantai 5
36
tersebut berlaku. Hal ini dikarenakan perbeaan kebutuhan setiap daerah
menyebabkan harga barang menjadi tidak menentu dan juga sering
terjadinya fluktuasi mengakibatkan harga barang yang tidak stabil pada
setiap periode waktu. Untuk standar harga material, peralatan dan upah
pekerja menggunakan harga satuan pokok kegiatan (HSPK) Kota Malang,
dimana standar harga tersebut digunakan pada saat proyek berlangsung
yaitu pada tahun 2018.
3.3.5 Penjadwalan
37
3.3.6 Analisa Upah Borong Pekerjaan
38
3.3.8 Perhitungan Harga Satuan m2/hari
39
3.4 Bagan Alir
3.4.1 Bagan Alir Pembahasan
Mulai
Penjadwalan Proyek
Rencana Anggaran
Biaya
Kesimpulan &Saran
Selesai
40
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 2 Bill Of Quantity
43
Lampiran 3 Harga Satuan Pokok Kegiatan Malang 2018
57
Lampiran 4 Metode Pelaksanaan
66
Lampiran 5 Gambar Perencanaan
73
Lampiran 6 Rencana Kerja dan Syarat
96