Anda di halaman 1dari 18

JURNAL READING

RISK FACTOR OF DENGUE SHOCK SYNDROME IN CHILDREN


(Vijay Gupta, Tribhuvan Pal Yadav, Ravindra Mohan Pandey, Aarandha Singh,
Meetu Gupta, Pradeep Kanaujiya, Arti Sharma, Vivek Dewan)

Pembimbing:
Dr. Roro Rukmi Windi Perdani, M. Kes, Sp. A

Oleh:

Dinah Zhafira Qubro


Maya Nurul Hidayati
NopriYanda Harajab
Sarasamitha Nirmala

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2019
Isi Jurnal

Faktor Risiko Dengue Shock Syndrome pada Anak


Vijay Gupta, Tribhuvan Pal Yadav, Ravindra Mohan Pandey, Aarandha Singh, Meetu Gupta,
Pradeep Kanaujiya, Arti Sharma, VivekDewan.

Summary
Studi berbasis rumah sakit- retrospektif ini dilakukan untuk mengevaluasi berbagai

faktor risiko yang terkait dengan dengue shock syndrome (DSS) pada pasien (≤18 tahun)

demam berdarah dengue (DBD). Rekam medis dari 483 pasien dengan DBD (Uji

serologi IgM positif) dianalisis dengan mengacu pada syok untuk berbagai parameters

klinis dan biokimia. Dari 483 anak, 405 dikategorikan dalam kelompok DBD ( grade 1 ,

282 anak; grade , 123 anak) dan 78 anak pada kelompok DSS ( grade 3, 59 anak; grade

IV, 19 anak). Menggunakan regresi logistik univariat dan multivariat dan p-value <0,05

signifikan, perdarahan spontan, hepatomegali, tanda-tanda kebocoran seperti asites dan

efsi pleura, leukopenia <4000 𝑚𝑚3 dan usia > 5 tahun diketahui sebagai faktor risiko

syok yang signifikan pada pasien anak dengan DBD.

Pendauluan
Dengue, yang disebabkan oleh virus ss RNA (flavivirus), merupakan penyakit yang

paling cepat menularkan virus melalui gigitan nyamuk di dunia. Penyakit ini merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitasdi Asia Tenggara, termasuk India. Delhi

mencatat wabah demam berdarah (DBD)terjadi selama tahun 1967, 1970, 1982, 1988,

1991, 1992,1996, 2001–2003, 2006, 2008 dan 2009 dan masih ada kerentanan tinggi

untuk terjadinya wabah di masa depan karena luasnyapotensi nyamuk Aedes aegypti

dalam berkembang biak.

2
Tingkat keparahan penyakit ini berkisar daripenyakit demam akut pada Demam Dengue

(DD) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Syok Syndrom (DSS),yang

berhubungan dengan variabel kebocoran plasma. Jikadeteksi dini dan manajemen DSS

tertunda maka morbiditas dan mortalitas akibat syok akan tinggi. Karena itu, dibutuhkan

pencarian faktor-faktor yang dapat memprediksi perkembangan syokpada pasien DBD.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasiberbagai parameter klinis dan biokimia yang

dapat memprediksi perkembangansyok pada anak-anak dengan DBD.

Metode

Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Rumah Sakit, selanjutnya dilakukan

peninjauan dari catatan medis semua pasien ≤18 tahun yang dirawat di rumah sakit pada

tahun 2008 dan 2009 dengan IgM positif ( oleh MAC Elisa, Pure) untuk demam

berdarah, dan hanya pasien yang didiagnosis dengan DBD / DSS yang dimasukkan

dalam penelitian ini. Pasien dengan penyakit hematologis yang mendasari atau dengan

infeksi lainnya dikeluarkan dari penelitian ini. Catatan medis 483 pasien DBD ini

dianalisis dalam referensi untuk berbagai parameter klinis dan biokimia (Tabel 1 ddan 2)

saat masuk dan di isi pada laporan yang dirancang sebelumnya. Definisi kasus yang

digunakan untuk mendefinisikann DBD dan tingkat keparahan dan manajemen sesuai

Pedoman Organisasi Kesehata Dunia (WHO).

 Analisis statistik

Data kategorikal, yang dinyatakan dalam frekuensi akan dianalisis menggunakan

Chi-square atau Fisher’s exact test, sedangkan data kontinu yang dinyatakan sebagai

mean SD, atau median akan dianalisis menggunakan uji t-test atau Mann–Whitney U

test. Faktor risiko dari DSS bisa ditentukan dari hasil uji univariat dan multivariat.

Hasil akan disajaikan dalam bentuk odds ratio (OR) yang disesuaikan dengan

3
interval kepercayaan 95%. Perangkat lunak statistik untuk analisa data yang

digunakan adalah SPSS 11.0.

Hasil

Sebagian besar kasus terjadi pada bulan-bulan pasca-musim hujan September dan

Oktober (Gambar 1). Populasi nya sebagian besar milik Delhi 380 (80%) dan wilayah

ibu kota negara 62 (13%) dari negara (Gambar 2). Dari 483 anak-anak, 405 (84%)

dikategorikan dalam kelompok DBD (grade I, 282 anak-anak; grade II, 123 anak-anak)

dan 78 anak (16%)berada di kelompok DSS (grade III, 59 anak-anak; grade IV, 19 anak).

Usia rata-rata pasien adalah 11,60 4,6 tahun (12,29 3,9 tahun dalam kelompok DSS dan

11,47 4,7 tahun dalam kelompok DBD). Lima puluh tiga pasien (11%) adalah Usia < 5

tahun dan 430 pasien (89%) > 5 tahun. Rasio perempuan terhadap laki-laki adalah 1: 2.1

(Tabel 1).

4
5
Hasil studi menyatakan bahwa sebagian besar pasien mengalami demam. Demam

ditemukan pada 479 (99,2%) pasien, 76 di antaranya (97,4%) milik kelompok DSS dan

403 (99,5%) untuk kelompok DBD yang dapat dilihat dalam tabel 1. Median durasi

demam adalah 5 (0, 20) pada DSS dan 5 (0, 30) pada kelompok DBD. Median hitung

jumlah trombosit adalah 50.000 (5, 400) dalam kelompok studi, yang terdiri dari 60.000

(5, 180) dalam kelompok DSS dan 49.000 (7, 40) dalam kelompok DBD. Mean dari nilai

hematokrit dalam DSS dan Kelompok DBD masing-masing 39,8 ± 8,1 dan 39 ± 8,7.

Median jumlah WBC dalam DSS 6000 adalah (1600, 26 000) dan 6400 (200, 45 700)

pada kelompok DBD dan masing-masing. Median dari kadar SGOT dan SGPT adalah

219 (20, 5880) dan 105,5 (10, 1346) di kelompok DSS dan 200,5 (20, 6045) dan 109,5

(16, 2689) dalam kelompok DBD. Median tingkat Alkali fosfatase adalah 239 (32, 559)

pada kelompok DSS dan 225 (75, 953) dalam kelompok DBD. Rata-rata dari kadar

natrium dan kadar kalium adalah 136,57 ± 5,7 dan 4,41± 0,8 in kelompok DSS dan

136,28 ± 5,7 dan 4,39 ± 0,7 di kelompok DBD.

6
Perdarahan spontan hadir di 215 pasien (44,5%) yang terdiri dari 43 pasien (55,1%) dari

kelompok DSS dan 158 pasien (39,0%) dari kelompok DBD. Perdarahan spontan dalam

bentuk melena diamati pada 88 pasien (18,2%), epistaksis pada 58 pasien (12,0%),

hematemesis pada 45 pasien (9,3%), gusi berdarah pada 18 pasien (3,7%) dan hematuria

pada 6 pasien (1,2 %). Ruam terdapat pada 8 pasien (14,3%) di kelompok DSS dan 57

pasien (21,8%) dalam kelompok DBD. Efusi pleura U/ L dan B/L terlihat pada 12 pasien

(15,4%) dan 9 pasien (11,5%) pada kelompok DSS dan 35 pasien (8,6%) dan 32 pasien

(7,9%) pada kelompok DBD. Asites terdapat pada 22 pasien (28,2%) di kelompok DSS

dan 74 pasien (18,3%) pada kelompok DBD. Hepatomegali ditemukan pada 34 pasien

(43,6%) dan 127 pasien (31,4%) pada kelompok DSS dan DBD. Mortalitas terjadi

berkisar 6,4% (n -5) pada kelompok DSS dan 0% pada kelompok DBD. Data tersebut

dapat dilihat dari tabel 1.

7
Berbagai parameter klinis dan biokimia dianalisis menggunakan regresi logistik univariat

dan multivariat antara kedua kelompok (Tabel 2). Diamati bahwa pasien berusia> 5

tahun lebih cenderung syok daripada anak-anak < 5 tahun (OR 3,5, 95% CI 1,06-11,59,

p-value=0,038). Demikian pula perdarahan spontan (OR 1,9, 95% CI 1,17-3,13, p-

value=0,009), hepatomegali (OR 1,7, 95%CI 1.03–2.77, p-value=0.037), efusi pleura

(OR 1.9, 95% CI 1.06–3.27, p-value=0.031), asites (OR 1.8, 95% CI 1.01–3.06, p-

8
value=0.046) dan leukopenia ( WBC <4000) (OR 0,4, 95% CI 0,19-0,97, p-value=0,042)

saat masuk ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan DSS. Namun tidak

terdapat hubungan yang signifikan di antara kelompok pada variabel jenis kelamin, ada

atau tidak adanya demam, durasi demam, jumlah trombosit <20 000, hematokrit> 40,

SGOT> 150 IU dan SGPT> 150 IU dan tingkat alkali fosfat> 130 IU, seperti serta ruam,

hiponatremia dan hipokalemia pada saat penerimaan.

Diskusi

Dengue memiliki manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari penyakit demam akut

yang tak terdiferensiasi menjadi parah menjadi DBD berat atau DSS, sering juga disertai

dengan manifestasi klinis tak terduga. Pada kasus DBD untuk manifestasi dan hasil

laboratorium yang dominan adalah Demam, muntah, sakit perut, kecenderungan

perdarahan, ruam eritematosa, hepatomegali, trombositopenia, peningkatan enzim hati

dan kelainan koagulasi. Penelitian ini adalah studi terbesar dengan mengacu jumlah

pasien anak yang terlibat di india untuk memprediksi berbagai faktor risiko yang terkait

dengan syok pada pasien DBD saat masuk.

Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi pergeseran progresif dalam kelompok usia yang

terlibat. Usia rata-rata anak-anak dengan DSS dan DBD masing-masing adalahh 12 dan

11 tahun masing-masing dalam penelitian ini. Kami menemukan bahwa anak-anak >5

tahun berada pada risiko lebih tinggi untuk terjadinya DSS seperti yang dilaporkan oleh

Wichman et al dan Pham et al. namun Hammond et al dan shah et al telah menunjukkan

kecenderungan usia muda untuk shock pada DBD.

9
Trombositopenia bukanlah penanda yang spesifik, untuk tingkat keparahan penyakit

pada fase demam akut penyakit demam berdarah dan bukan merupakan prediktor untuk

terjadinya shock. Hubungan yang signifikans dari jumlah trombosit <10.000,<50.000 dan

75.000mm3 dengan terjadinya DSS yang dilaporkan oleh chacko et al. Hammond et al

dan Pham et al, masing-masing. Akan tetapi kami tidak dapat menemukan asosiasi yang

sama shock jumlah trombosit <20.000mm3 (p = 0,519) dalam penelitian ini.

Kelainan hematologi paling awal adalah penurunan progresif dalam jumlah total WBC

pada pasien dengue. Leukopenia dengan WBC <5000mm3 dapat memprediksi terjadinya

DBDyang dikatakan oleh kalayanarooj et al. Jumlah WBC<4000mm3 secara bermakna

dikaitkan dengan DSS dalam penelitian ini seperti dilansir chacko et al.

Adanya kehilangan volume plasma akibat kebocoran kapiler pada pasien DBD. Pasien

dengan asistes (p = 0,046) dan efusi pleura (p = 0,031) saat masuk, menunjukkan

kebocoran kapiler yang ditemukan sebagai prediktor signfikan dari shock dalam

penelitian ini. Seperti yang dilaporkan oleh Chacko et al. tingkat kebocoran plasma

bervariasi antara pasien DBD dari peningkatan hematokrit di atas batas normal sering

mencerminkan tingkat keparahan kebocoran Plasma, dan memperkirakan hematokrit

meningkat di DHF/DSS, seperti yang digambarkan dalam beberapa Studi. Gomber et al

mengusulkan nilai hematokrit batas dari 36,3% sebagai diagnostik DBD pada anak-anak

di India. Namun kadar Hematokrit >40 tidak ditemukan hubungan yang signifikans

dengan syok (p= 0,199) dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan pasien DBD

tanpa Syok.

10
Manifestasi hemoragik ringan seperti Ptechie dan perdarahan membran mukosa yang

biasa terlihat pada DBD. Perdarahan hebat/perdarahan internal yang terdiri dari melena,

hematemesis, hematuria dan /atau menorrhagia. Melena merupakan bentuk paling umum

dari perdarahan internal dalam penelitian kami dan juga dalam studi oleh shah et al.

Hematemesis dilaporkan sebagai manifestasi paling umum dalam studi Aggrawal et.al

dan Narayanan et.al, sedangkan epitkasis adalah yang paling umum dalam studi oleh

Faridi et.al. Penelitian Nicargua melaporkan bahwa frekuensi perdarahan internal yang

meningkat dengan bertambahnya usia pasien. Manifestasi perdarahan spontan secara

signifikan terkait dengan DSS dalam penelitian kami (p=0,009), seperti yang dilaporkan

oleh orang lain juga.

Ruam papular eritematosa atau makula dapat muncul dalam fase demam akut bersama

dengan gejala konstitusional lainnya. Ketika kehadiran ruam dianalisis dengan mengacu

shock pada pasien DBD tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p=0,208).

Hepatomegali sering ditemukan pada pasien dengue, pada fase demam akut. Ditemukan

korelasi yang signifikan pada DSS dengan hepatomegali seperti yg ditemukan dalam

penelitian ini. Cedera liver akut merupakan komplikasi berat pada dengue, predisposisi

komplikasi yang mengancam jiwa seperti perdarahan internal dissminated intravascular

coagulation (DIC) dan ensefalopati. Walaupun terkadang ada kenaikan serum enzim hati

dengan infeksi dengue, tetapi untuk memprediksi risiko DSS pada pasien dengan DBD

tidak bisa dinyatakan dengan pasti karena banyak studi membantah dan dukungan yang

sama. Adanya peningkatan SGPT dan SGOT memprediksi hasil terburuk juga

bertentangan karena Parkash et.al. telah mengambil dengan hasil SGPT 300 sebagai hasil

terburuk pada pasien demam berdarah , sedangkan berdasarkan WHO terbaru hasil

11
SGPT/SGOT ≥1000 sebagai hasil terburuk pada pasien demam berdarah. Terdapat

korelasi yang signifikan dengan peningkatan enzim hati (AST/ALT > 150) untuk tiga

kali normal dalam salah satu dari dua kelompok, juga tidak ada hubungan yang

signifikan dari peningkatan kadar alkalin fosfatase (>130) dengan syok pada penelitian

ini.

Hubungan antara hiponatremia (<135 mEq 𝑙 −1)atau hipokalemia ( <3.5 mEq 𝑙 −1) tidak

ditemukan korelasinya dalam penelitianini , meskipun hiponatremia (<130 mEq 𝑙 −1)

detemukan signifikan dalam studi oleh chcako et.al.

Sebelumnya, klasifikasi WHO menggunakan tekanan darah sistotlik , adanya kebocoran

kapiler (efusi pleura, asites), konsentrasi hematokrit dan bukti berdarah spontan untuk

mengklasifikasikan nilai dan tingkat keparahan DBD. Namun penelitian ini dan beberapa

penelitian sebelumnya tidak menemukan hubungan yang signifikan antara

trombositopenia, kadar hematokrit dan peningkatan enzim hati dengan syok pada pasien

DBD. Penelitian ini bisa menjadi alasan untuk meklasifikasi ulang demam berdarah oleh

WHO sebagai dengue dengan atau tanpa tanda-tanda peringatan dan demam berdarah

berat.

Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anak-anak usia >5 tahun

dengan leukopenia (<4000mm3), hepatomegali, askistis, efusi pleura dan manifestasi

perdarahan pada pasien DBD memiliki faktor risiko tinggi terkena syok. Olehkarena itu

faktor-faktor tersebut dianggap sebagai sinyal peringatan sehingga pasien harus

dimonitoring secara ketat.

12
AnalisisJurnal

Critical Appraisal

1. Judul Penelitian

a. Penulisan Judul: Effects of Daily Zinc, Daily Multiple Micronutrient Powder, or

Therapeutic Zinc Supplementation for Diarrhea Prevention on Physical Growth,

Anemia, and Micronutrient Status in Rural Laotian Children: A Randomized

Controlled Trial. Judul pada penelitian terdiri dari 30 kata. Pada judul tidak

terdapat singkatan. Judul terlalu panjang sehingga kurang menarik, namun masih

dapat meggambarkan isi jurnal.

b. Nama Penulis: Maxwell A. Barffour, PhD ,Guy-Marino Hinnouho, PhD

,Sengchanh Kounnavong, PhD,K. Ryan Wessells, PhD, Kethmany

Ratsavong,MD ,Bangone Bounheuang,MD ,Bigphone Chanhthavong,MD

,Dalaphone Sitthideth,MD, Khanpaseuth Sengnam,MD ,Charles D. Arnold,MS

,Kenneth H. Brown,MD, andSonja Y. Hess, PhD .

Penulisan nama penulis tidak sesuai dengan peraturan jurnal karea menggunakan

gelar pada nama penulis.

c. Alamat Penelitian

Pada jurnal ini dicantumkan alamat korespondensi.

2. Abstrak

a. Abstrak: Pada jurnal ini dicantumkan abstrak yang menjelaskan tujuan penelitian,

metode penelitian, hasil dan kesimpulan penelitian.

b. Jumlah kata , jenis huruf , ukuran sudah sesuai dengan kaidah penulisan. Pada

penyajian abstrak menggunakan alinea rata kanan dan kiri.

13
c. Pada jurnal ini tidak dicantumkan keywords. Dalam jurnal ini seharusnya

dicantumkan keywords yang menjadi inti dari uraian abstrak.

3. Pendahuluan

Pendahuluan pada penelitian ini sudah cukup baik karena sudah mencakup latar

belakang dilakukannya penelitian dan sudah dijelaskan tujuan dari penelitian ini.

Namun belum terdapat hipotesis dari penelitian ini.

4. Metode

a. Desain Penelitian

Desain penelitian dijelaskan didalam jurnal tersebut. Desain yang digunakan

adalah Randomize Control Trial (RCT).

b. Pengumpulan Data

Data penelitian diambil dengan cara pengukuran secara langsung dan dicatatat

secara elektronik.

Untuk pengukuran antopometri diulangi pada miggu ke 18 dan pada akhir

minggu yakni sekitar 32-40 minggu masa penelitian. Untuk status anemia diambil

berdasarkankonsentrasi hemoglobin kapiler mengguakan alat yang tersatandar

(Hemoque hb 301 system). Untuk mengevaluasi biomarker nutrisi digunakan

sampel darah vena sebanyak 7ml lalu dimasukkan didalam tabung 7,5ml yg sudah

ada litium heparin didalamya.

Metode pengumpulan data sudah sesuai dengan desain penelitian.

14
c. Populasi Dan Sampel

Populasi dari penelitian ini ialah anak <5th di daerah tinggi

prevalensi stunting.

Pada 5 district di Laos Pusat, penelitian dimulai pada September 2015 sampai

April 2017.

Sampel penelitian dengan kriteria inklusi:

 anak usia 6-23 bulan

 Keluarga anak menetap di daerah penelitian selama masa penelitian

 minimal 1 dari ayah/ibu menyetujui dilakukannya home visit

 menandatangi lembar informed cocent

Sedangkan kriteria eksklusi dari penelitian ialah:

• anak dengan anemia berat (hb<7g/dl)

• penurunan berat badan berat (Z score bb/tb <-3)

• bipedal edema

• Adanya peyakit berat yang membutuhkan perawatan di RS

• Kelainan kongeital yang dapat mengganggu pertumbuhan

• kondisi medik kronik yang membutuhkan pengecekan terus-menerus

• pasien anak hiv (+) atau anak dengan ibu HIV (+)

• anak yang sedang menggunakan suplemen mikronutrien

• Partisipan penelitian lainnya

Perhitungan besar sampel tidak dijelaskan dalam jurnal tersebut. Sehingga

penulisan jurnal tersebut kurang baik.

15
d. Analisis Data

Semua data di analisis mengunakan metode regresi ANCOVA dinyatakan

bermakna jika p<0.05 .

Perangkat lunak statistik untuk analisa data yang digunakan adalah STATA

statistical software, release 13 (StataCorp, Austin, Texas)

dan SAS version 9.4 . Perangkat lunak yang digunakan juga sudah sesuai untuk

menganalisis data.

e. Persetujuan Etik

Penelitian dalam jurnal sudah mendapatkan persetujuan dari Komite

Nasional Etik Penelitian Kesehatan, Kementrian Kesehatan, Laos dan tim review

dari universitas kalifornia. Penelitian ini sudah tergistrasi sebagai Lao Zing

Study( NCT 02428647) .

5. Hasil

a. Pada penyajian tabel, letak judul tabel sesuai denga yang seharusnya.

b. Judul terletak sesuai, dibagian atas tengah table dan catatan kaki dituliskan di

bawah tabel.

c. Pada tiap table dicantumkan semua hasil analisis berupa p value pada setiap

variabel.

d. Penjabaran hasil dalam setiap tabel dijelaskan secara terperinci pada hasil

penelitian.

6. Diskusi

a. Menjelaskan hal-hal yang relevan dengan penelitian,

b. Mengulang beberapa hal yang sudah dikemukakan pada hasil

c. Membandingkan dengan penelitian sebelumnya.

16
d. Mencantumkan kekurangan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya

7. Kesimpulan

Kesimpulan pada jurnal tersebut berisi rangkuman singkat atas hasil penelitian dan

pembahasan, sehingga sudah sesuai dengan kaidah penulisan

8. DaftarPustaka

a. Mengacu pada sistem Vancouver

b. Ditulis secara benar sesuai kaidah penelitian

A. Analisis VIA

1. Validity

Penelitian ini valid karena terdapat abstrak dan dijelaskan desain penelitian

yang digunakan.

2. Importance

Penelitian ini penting untuk diketahui untuk mengetahui pentingnya

suplementasi zink, zat besi dan mikronutrisi untuk pencegahan diare, anemia

dan perlambatan pertumbuhan

3. Applicability

Penelitian ini dapat dilakukan di wilayah di pedesaan lampug terutama di

kabupaten lampung yang tinggi prevalensi anak dengan stunting.

17
B. PICO

1. Problem

Defisiensi zink, zat besi, dan mikronutrien yang dapat menyebabkan diare, anemia

dan perlambatan pertumbuhan

2. Intervention

Penelitian dalam jurnal tersebut memberikan intervensi dengan pengubahan

formulasi bubuk mikronutrien yang terdiri dari zat besi 12,5 mg menjadi 6 mg dan

zink yang sebelumnya 4.1-5mg menjadi 10 mg yang ditambahkan dengan 13

mikronutrien baru

3. Comparison

Pada penelitian ini mikronutrien diberikan dalam betuk bubuk sedangkan zink dan

besi diberikan dalam bentuk tablet. Perbandingan ini memiliki kelemahan yang

potensial, dikarenakan jenis sediaan berbeda yang berpotensi merusak prosedur

penelitian.

4. Outcome

Suplementasi zink 7-10 mg tidak memberikan efek pada pertumbuhan fisik, bubuk

mikronutrien meningkatkan status zat besi dan mengurangi anemia pada anak dega

anemia.

18

Anda mungkin juga menyukai