Anda di halaman 1dari 5

Sosial Media Mengikis Kepercayaan Diri Remaja : Rasa

Percaya Diri Generasi Muda Lebih di Pengaruhi Dunia


Maya
Oleh:
Menurut Philip dan Kevin Keller media sosial adalah sarana bagi konsumen
untuk berbagai informasi teks, gambar, video, dan audio dengan satu sama lain serta
dengan perusahaan dan sebaliknya. Hootsuite (2019) mengemukakan bahwa data
statistik pengguna aktif media sosial mencapai 150 juta pengguna. Jumlah pengguna
tersebut mencapai 56% dari jumlah total penduduk Indonesia, dengan pengguna
berbasis mobilenya mencapai 130 juta. Sejalan dengan hal tersebut Wearesosial (2019)
dalam penelitiannya menemukan bahwa pengguna media sosial di Indonesia paling
banyak berada pada rentang usia 18-34 tahun. Di era modernisasi saat ini,
ketergantungan pengguna terhadap media sosial sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
riset yang dilakukan oleh Digital information world (2019) bahwa pengguna media
sosial dari umur 16-24 tahun menghabiskan waktu 3 jam perhari di media sosial.
Tingginya waktu penggunaan media sosial tersebut dapat memicu ketergantungan
terhadap pengguna media social itu sendiri.
Pengguna media sosial biasanya menggunakan media sosial untuk
melampiaskan sesuatu yang tidak dapat disalurkan secara langsung. Hal itu dilakukan
dengan cara mengirimkan postingan seperti status, foto, dan video. Postingan di media
sosial akan dilihat oleh pengguna lainnya, dimana masing-masing pengguna memiliki
perspektif yang berbeda terhadap postingan tersebut. Perspektif ini dapat memicu
kesalahpahaman yang mengakibatkan adanya konflik antar para pengguna. Salah satu
contoh kasus kesalahpahaman di media social yang telah terjadi adalah kekerasan
terhadap Audrey di Pontianak tanggal 29 Maret 2019 silam. Menurut Haris dalam
detiknews kasus ini bermula dari kesalahpahaman akibat saling ejek antara korban dan
pelaku di media social. Salah satu pelajar berinisial Ec alias NNA (17) mengakui
perkelahian dimulai dari dirinya dengan korban karena kekesalannya terhadap korban
yang sering mengejek dirinya di media social. Korban dan pelaku bertemu di tepi
Sungai Kapuas, pada Jumat (29/3) untuk menyelesaikan kesalahpahaman dari media
social yang terjadi. Pertemuan itulah yang menyebabkan perkelahian antar remaja
tersebut.
Singkat cerita, usai perkelahian terjadi, ibu korban membuat laporan ke Polresta
Pontianak. Pihak kekepolisian kemudian melakukan penyelidikan, berlanjut
penyidikan hingga ditetapkanlah tiga tersangka pelaku, yakni Ar, Ec alias NNA, dan
Ll. M Anwar Nasir selaku Kapolresta Pontianak mengatakan “Tetapi fakta yang ada
itu menjambak rambut, mendorong sampai terjatuh, memiting, dan melempar sandal.
Itu ada dilakukan dan tidak ada tindakan melukai alat kelamin”. Berdasarkan
keterangan tujuh dari 12 orang siswi SMA terkait dugaan kekerasan membuka suara
usai dimintai keterangan oleh polisi di Polresta Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Pada Jumat (29/3) itu, berdasarkan cerita Ec alias NNA, dia dan korban
membuat janji bertemu pada Sabtu (30/3) untuk menyelesaikan permasalahan mereka
yang berawal dari saling mengejek di media social. Namun, korban meminta
pertemuan dilakukan di hari itu juga. Korban dan Ec pun bertemu di pinggir tepi
Kapuas. Dalam pertemuan itu, mereka terlibat adu mulut dan berlanjut dengan baku
hantam. Tak berhenti disitu, perkelahian berlanjut ke lokasi lainnya, yaitu Taman
Akcaya yang jaraknya sekitar 500 meter dari tepi Kapuas. Di lokasi tersebut terjadi
perkelahian antara korban dengan Ar dan Ll. Ec menyebut tidak ada pengeroyokan,
yang ada hanya duel satu per satu.
Di lokasi yang sama, Komisioner KPPAD Pontianak Alik R Rosyad selaku
pendamping korban dan pelaku karena masih termasuk kategori remaja, juga
menjelaskan kronologi perkelahian tersebut. Menurut Alik, berdasarkan penjelasan
para pelajar tersebut, perkelahian diawali dari Ec dan korban di Aneka Pavilion.
Kemudian korban mencoba lari ke Taman Akcaya, yang berjarak sekitar 500 meter
dari lokasi pertama. Selanjutnya, terjadi pengejaran korban terhadap pelaku. Saat
sedang mengejar korban, Ec bertemu dengan Ar di jalan Uray Bawadi. Ar kemudian
diajak mengejar korban, dan mereka bertemu korban di Taman Akcaya. Lalu, korban
berkelahi dengan Ar. Setelah perkelahian selesai antara korban dengan Ar, Ll datang
dan melanjutkan perkelahian dengan korban di lokasi yang sama.
Pada tanggal 5 April 2019 ibu korban mengadukan kasus ini ke Polsek
Pontianak. Tanggal 8 April 2019 kasus ini dilimpahkan ke Polresta Pontianak. Dari
BAP orang tua, korban sempat dijemput dari rumahnya oleh temannya yang berinisial
DE dan diantar kerumah sepupunya yang berinisial PP. Selanjutnya, korban dan PP
pergi naik motor dan mengaku dibuntuti empat perempuan. Mereka lalu dicegat
seseorang berinisial TR, yang kemudian melakukan penganiayaan bersama Ec dan Ll.
Tanggal 9 April 2019 kasus dugaan kekerasan ini viral melalui tagar
JusticeForAudrey di media social Twitter. Pada Selasa (9/4/2019), tagar tersebut
menduduki posisi nomor 1 di Indonesia dan dunia.
Salah satu akun yang menceritakan kisah korban adalah @syarifahmelinda.
Hingga Selasa (9/4), cuitan @syarifahmelinda di-retweets lebih dari 9.400 pengguna
Twitter. “Nasib kurang beruntung dialami oleh Ay (14), siswi SMPN 17 Pontianak
yang menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan 12 orang pelajar berbagai SMA
di Pontianak”, cuit @syarifahmelinda. Korban dirawat di RS akibat dugaan kekerasan
yang dialaminya. Tanggal 10 April 2019 pukul 12.20 WIB, perkara yang sampai
memicu petisi viral ‘JusticeForAudrey’ ini sudah ditingatkan ke penyidikan. Polisi
juga meminta hasil visum korban pada pihak RS. “Saat ini dari pihak Polresta sudah
melakukan proses penyidikan, sudah ditingkatkan menjadi penyidikan bukan lagi
penyelidikan” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes
Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2019). Pukul
14.33 WIB, polisi menyatakan ada empat orang yang sedang diperiksa di Polresta
Pontianak terkait dugaan kekerasan terhadap korban. Mereka yang diperiksa berstatus
sebagai saksi.
Kabid Humas Polda mengatakan bahwa terduga pelaku saat ini sedang
diproses, di-BAP oleh Polresta Pontianak. Kalau yang beredar luas itu kan 3 orang
(terduga pelaku), namun bisa saja bertambah. Diperiksa sebagai saksi itu ada empat
orang per hari. Pukul 15.11 WIB polisi memaparkan hasil visum terhadap korban.
Visum dilakukan sepekan setelah dugaan pengeroyokan terjadi dirumah sakit tempat
korban dirawat. Anwar mengatakan bahwa hasil pemeriksaan visum dari RS Pro
Medika baru keluar tertanggal hari ini Jumat (10/4/2019). Hasil visum menunjukkan
bahwa kepala korban tidak mengalami pembekakan dan tidak ada benjolan. Tidak ada
memar di mata dan penglihatan normal. Anwar mengatakan dari pengakuan korban,
terduga pelaku sempat menekan alat kelamin korban. Berdasarkan hasil visum, tidak
ada bekas luka di alat kelamin korban. Pukul 19.30 WIB polisi menyatakan telah
menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan kekerasan tersebut. Ketiga oraang yang
menjadi tersangka adalah Ar, Ec alias NNA, dan Ll.
Dari kasus tersebut terlihat bahwa penggunaan sosial media dapat
mempengaruhi kesehatan mental seseorang, seperti emosi. (Fatchurahman dan Herlan,
2012:2) menjelaskan bahwa emosi adalah reaksi tubuh sebagai respon terhadap situasi
atau peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. Emosi merupakan keadaan yang
ditimbulkan oleh suatu ransangan atau situasi tertentu yang menyebabkan terjadinya
perubahan perilaku pada diri remaja. Para ahli menggambarkan masa remaja dianggap
sebagai periode “badai dan tekanan” (storm and tress). Pada masa remaja ini,
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik kelenjar.
Pada masa remaja, seseorang sering kali mengalami mudah marah, mudah
tersinggung, dan emosinya cendrung meledak (menggerutu, bersuara keras
mengkritik), tidak berusaha mengendalikan perasaannya dan tidak punya keprihatinan.
Akibatnya dapat memicu kekerasan pada remaja tersebut, sebagaimana dilihat di
berbagai media social. Hasil penelitian yang serupa dilakukan oleh Balitbang
Departemen Sosial (2002), Hamzah (2000), dan Prahesti (2002) disimpulkan bahwa
berbagai bentuk kenakalan remaja dapat berupa kekerasan, berbohong, berkelahi
dengan teman, berkelahi antar sekolah, minum-minuman keras, dan membunuh.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kenakalan remaja dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya adalah faktor kematangan emosi yang dipicu oleh social media.
Hurlock (2000) mengatakan bahwa penguasaan emosi yang baik menjadikan remaja
dapat mengendalikan emosi dan menyesuaikan diri dengan baik serta diterima
lingkungan sekitar. Sebaliknya, bila penguasaan emosi yang buruk menjadikan remaja
kurang dapat menyesuaikan diri serta kurang mengendalikan emosinya dengan baik,
sehingga berakibat berkurangnya rasa percaya diri remaja.
Kepercayaan diri pada remaja berhubungan dengan perilaku negatif atau
kenakalan yang ditimbulkan akan mengakibatkan remaja sulit berinteraksi dan
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan yang dihadapinya. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi
kepercayaan diri seseorang semakin rendah tingkat kenakalan remaja begitu pula
sebaliknya, jika semakin rendah kepercayaan diri seseorang maka semakin tinggi
kenakalan remaja.

Anda mungkin juga menyukai