Anda di halaman 1dari 91

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga

kesehatan dalam melakukan pemantauan, karena pemantauan yang

kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah

yang berkelanjutan seperti salah satunya pre-eklamsia post partum. Pre-

eklamsia bisa muncul pada keadaan hamil dan bisa berlanjut hingga pada

proses persalinan sampai masa nifas. Pre-eklamsia adalah sekumpulan

gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari

hipertensi, oedema dan proteinuria, tetapi tidak menunjukkan kelainan

vaskuler atau hipertensi sebelumnya. Sedangakan gejalanya bisa muncul

setelah kehamilan berumur 20 minggu dan bisa berlanjut sampai < 48 jam

post partum. Selama masa nifas ibu harus mewaspadai munculnya gejala

pre-eklamsia, jika keadaan bertambah berat bisa terjadi eklamsia dimana

kesadaran hilang dan tekanan darah meningkat tinggi sekali, akibatnya

pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi oedema paru yang memicu batuk

berdarah. Sehingga dapat mengakibatkan kematian (Ayu, 2016).


Menurut World Health Organization (WHO), 2015 angka kematian

ibu (AKI) di dunia sekitar 830 per 100.000 kelahiran hidup, akibat

komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Dari jumlah tersebut

diperkirakan total kematian diseluruh dunia 303.000 kasus. Penyebab

kematian ibu salah satunya adalah pre-eklamsia.


Menurut Moeloek, 2017 dalam laporan capaian kinerja Kemeskes

RI tahun 2015-2017 mengungkapkan bahwa jumlah kasus kematian ibu

1
2

(AKI) menurun. Angka kematian ibu ditahun 2017 sekitar 1712 kasus.

Dan berdasarkan data profil kesehatan di provinsi Jawa Timur penyebab

kematian ibu tertinggi adalah pre-eklamsia / eklamsia yang cenderung

meningkat pada tahun 2016 mencapai 30,90%. (Dinkes Jatim, 2017).

Di Kabupaten Banyuwangi kasus kematian ibu terbanyak adalah

ibu dengan kasus pre-eklamsia dan eklamsia yaitu sebanyak 25. (Dinkes

Kabupaten Banyuwangi, 2017). Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan di ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan pada tahun 2019

didapatkan data ibu nifas dengan pre-eklamsia pada bulan januari sampai

Desember 2018 berjumlah 452 pasien dari 2810 ibu nifas, atau sekitar

16%. Pre-eklamsia dalam kehamilan dan persalinan sebagian besar

berlanjut pada msa nifas (Pratami, 2016).

Pre-eklamsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hipertensi, proteinuria dan oedema yang timbul selama kehamilan >20

minggu, saat persalinan atau segera setelah persalinan atau sampai < 48

jam postpartum (Maryunani, 2016). Penyebab terjadinya pre-eklamsia

hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Banyak hipotesis yang

diajukan untuk mencari etiologi dan patogenesis dari hipertensi dalam

kehamilan namun hingga kini belum memuaskan sehingga Zweifel

menyebut pre-eklamsia dan eklamsia sebagai “the disease of theory”.

Meskipun faktor penyebab pre-eklamsia pada masa nifas belum diketahui

secara pasti namun banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli

yang mencoba menerangkan penyebabnya, Adapun teori-teori tersebut

menurut (Prawiroharjo, 2009) adalah : Teori genetic : komplikasi


3

kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuan, Teori imunologis :

Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni, karena

sebagian genetiknya bersal dari sel materna), Teori iskemia region

uteroplasenter : Teori ini merupakan teori yang sekarang dipakai sebagai

penyebab preeclampsia, Teori kerusakan endotel pembuluh darah :

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeclampsia, dan Teori diet : Peranan kalsium

dalam hipertensi dalam kehamilan sangat penting diperhatikan karena

kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi.


Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air, Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus, jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka

tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer

agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi, sedangkan Proteinuria dapat

disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada

glomerulus. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah terbentuknya

angiotensin atau renin yang bisa mengubah angiotensi I dan II atau

angiotensin converting enzyme (ACE). Kemungkinan komplikasi yang

terjadi pada ibu dengan pre-eklamsia yaitu, berupa sindroma HELLP

(Hemolysis, Elevated, Liver Enzyme< low, platelet), edema paru,

gangguan ginjal, perdarahan, solusio placenta bahkan kematian ibu

(Pudiastuti, 2012).

Kasus pre-eklamsia dapat dialami oleh semua lapisan ibu nifas

sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan

harus benar-beanar dipahami oleh semua tenaga medis baik dipusat


4

maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Komplikasi kehamilan ini

dapat dicegah dengan deteksi sejak dini, dan kemudian mendapatkan

penanganan yang tepat dan adekuat pada saat yang paling kritis yaitu pada

masa mendekati persalinan. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko

kematian ibu dan bayi maka diperlukan asuhan kebidanan yang intensif

dan komprehensif. Peran bidan pada kasus pre-eklamsia ada 2 peran yaitu,

peran mandiri dan kolaborasi. Peran mandiri bidan yaitu melakukan

penanaganan pre-eklamsia pasca persalinan, dengan menjelaskan pada ibu

tentang kondisinya, memberi KIE tentang tanda-tanda bahaya pada pre-

eklamsia, mengobservasi keadaan umum dan TTV, memantau tekanan

darah dan protein urine, menganjurkan ibu untuk banyak istirahat,

menganjurkan ibu untuk diet tinggi protein, rendah karmohidrat lemak dan

garam, dan menjaga keseimbangan cairan serta pengganti elektrolit.

Sedangkan peran kolaborasi bidan yaitu berborasi dengan dr.spOG dalam

penanganan pre-eklamsia dan pemberian terapi obat serta cairan. (Putri,

2016)
Berdasarkan uraian data diatas angka kejadian ibu nifas dengan

pre-eklamsia masih tinggi dan dapat mengakibatkan komplikasi bahkan

kematian, maka penulis tertarik untuk melaksanakan studi kasus Asuhan

Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Pre-eklamsia di Ruang Rawat Gabung

RSUD Blambangan Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah. “Bagaimana

asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pre-eklamsia di RSUD

Blambangan Banyuwangi Tahun 2019?”


5

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Menganalisis asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan pre-

eklamsia di Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi

tahun 2019.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Melakukan pengkajian pada ibu nifas dengan pre-eklamsia di

Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi RSUD

tahun 2019.
2) Mengintrepretasi data dasar pada ibu nifas dengan pre-eklamsia

di Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi

RSUD tahun 2019.


3) Menentukan antisipasi masalah potensial pada ibu nifas dengan

pre-eklamsia diruang Rawat Gabung RSUD Blambangan

Banyuwangi RSUD tahun 2019.


4) Menentukan kebutuhan segera pada ibu nifas dengan pre-

eklamsia di Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan

Banyuwangi RSUD tahun 2019.


5) Menyusun intervensi pada ibu nifas dengan pre-eklamsia di

Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi RSUD

tahun 2019.
6) Melakukan implementasi pada ibu nifas dengan pre-eklamsia di

Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi RSUD

tahun 2019.
7) Melakukan evaluasi pada ibu nifas dengan pre-eklamsia di

Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Banyuwangi RSUD

tahun 2019.
6

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Sasaran
Sasaran asuhan kebidanan ditunjukkan kepada ibu masa Nifas

dengan Pre-eklamsia di ruang rawat gabung RSUD blambangan.

1.4.2 Tempat
Tempat di Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan. Jl.

Letkol Istiqlah no.49 Banyuwangi.


1.4.3 Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemberian

Asuhan Kebidanan adalah pada bulan maret 2019.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis


Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk

mengembangkan dan menambah pengetahuan / teori yang sudah ada

tentang pre-eklamsia pada masa nifas serta dapat sebagai dasar

penelitian selanjutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi penulis
Menambah dan meningkatkan kompetensi dalam

memberikan pelayanan dan penerapan asuhan kebidanan dengan

pre-eklamsia pada masa nifas.


2. Bagi Responden
mengerti tanda dan gejala pre-eklamsia pada masa nifas dan

mampu mencegah pre-eklamsia sedini mungkin.


3. Bagi institusi
Bahan dokumentasi dan bahan pustaka untuk study kasus

berikutnya.
4. Tempat Study Kasus
7

Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Ruang

Rawat Gabung, terutama bagi pasien Ibu Nifas dengan Pre-

eklamsia.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya


Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang dapat

dimanfaatkan sebagai acuan dalam pengembangan penelitian

selanjutnya serta menyempurnakan hasil peneliti yang saat ini

masih banyak terdapat kekurangan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Nifas


2.1.1 Definisi Nifas
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

atau puerpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai

dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Walyani, 2015).


Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan

sampai ala-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas

(peurperium) berasal dari bahasa latin, peurperium berasal dari 2 suku kata

yakni peur dan parous. Peur berarti bayi dan parous berarti melahirkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa peurperium merupakan masa setelah

melahirkan. (Asih dan Risneni, 2016)


Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir sampai

dengan 6 miggu (42) setelah itu dapat diartikan juga masa dimana organ-

organ reproduksi seperti : uterus, payudara, keadaan jalan lahir kembali

seperti sebelum hamil. (Prawiroharjo, 2014).


Berdasarkan teori-teori diatas dapat di simpulkan bahwa masa nifas

merupakan masa dimana setelah keluarnya plasenta dari uterus ibu yang

berlangsung selama ±42 hari dan masa dimana organ-organ yang

berpengaruh dalam kehamilan (uterus, payudara, keadaan jalan lahir)

kembali seperti sebelum hamil dan pada masa ini banyak terjadi perubahan

pada ibu, baik perubahan secara fisiologis maupun psikologis.


2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas menurut Kemenkes RI,

2015 :

8
9

1) Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan

masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Karena diperkirakan bahwa

60% kematian ibu yamg terjadi setelah persalinan dan 50% kematian

masa nifas yang terjadi pada saat 24 jam.


2) Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikis
3) Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
4) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi

keluarga berencana, menyusui, dan pemberian imunisasi kepada bayi

dan perawatan bayi sehat pada ibu dan keluarganya melalui KIE.
5) Memberikan pelayanan keluaraga berencana (KB).
2.1.3 Tahapan Masa Nifas
Tahapan masa nifas menurut Walyani, 2015. Di bagi menjadi tiga, yaitu:
1. Puerperium dini
Yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan,

serta dapat beraktivitas layaknya wanita normal.


2. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8

minggu.
3. Remote puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna,

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi.

2.1.4 Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas.


1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus

Uterus adalah organ tubuh yang mengalami banyak

perubahan besar selama masa kehamilan dan persalinan sampai

masa nifas. Pembesaran uterus akan terjadi secara terus menerus,

sehingga adanya janin dalam uterus tidak akan terlalu lama. Bila
10

adanya janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka akan

terjadi kerusakan serabut otot jika tidak dikehendaki.

Tabel 2.1 Proses involusi uterus

Involusi Tinggi Berat Diameter


Uteri Fundus Uteri Uterus Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 900-1000gram 12,5 cm


7 hari Pertengahan pusatdan
450-500 gram 7,5 cm
(minggu 1) simpisis

14 hari
Tidak teraba 200 gram 5,0 cm
(minggu 2)

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm


Sumber : Asih dan Risneni, 2016

b. Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas

mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat. Lochea mempunyai bau amis (anyir)

meskipun tidak terlalu menyengat, volumenya berbeda pada setiap

wanita. Lochea juga mengalami perubahan karena proses involusi.

Perubahan lochea tersebut adalah :

1) Lochea Rubra ( cruenta)


Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post

partum, warnanya merah mengandung darah dari luka pada

plasenta dan serabut dan serabut dari decidua dan choiron.


2) Lochea sanguilenta
Lochea ini berwarna merah kecoklatan, berisi darah

dan lendir, hari ke 3-7 paska persalinan.


3) Lochea serosa
Lochea serosa adalah cairan yang berbentuk serum

bewarna merah jambu kemudian menjadi kuning. Cairan ini

tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca
11

persalinan. Lochea serosa mengandung cairan serum, jaringan

desidua, leokosit, dan eritrosit.


4) Lochea Alba
Lochea alba dimulai dari hari ke-14 kemudian makin

lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau

2 minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk

krims serta terdiri atas leokosit dan sel-sel desidua.

5) Lochea Purulenta
Lochea purulenta adalah menandakan adanya infeksi,

keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.


(Asih dan Risneni, 2016)
c. Perineum, Vagina, Vulva dan Anus
Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan

otot panggul, perineum,vagina, dan vulva kearah elastistas dari

ligamentum otot rahim. Merupakan proses yang bertahap akan

berguna jika ibu melakukan ambulasi dini dan senam nifas.

Involusi serviks terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3

minggu.
Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk

suatu lorong luas berdinding licin yang berangsur-angsur mengecil

ukurannya. Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam

penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Kekurangan

estrogen menyebabkan jumlah pelumas vagina dan mukosa vagina.

Penyembuhan mukosa vagina berkisar antara 2-3 minggu

sedangkan pemulihan sub-mukosa vagina lebih lama yaitu 4-6

minggu dan beberapa laserasi superficial yang dapat terjadi akan


12

sembuh relatif lebih cepat. Laserasi perineum sembuh pada hari ke-

7 dan otot perineum akan pulih pada hari ke 5-6


Pada anus umumnya terlihat hemoroid (varises anus),

dengan ditambah gejala seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan

ukuran hemoroid biasanya mengecil pada beberapa minggu

postpartum (Asih dan Risneni, 2016).


2. Perubahan Sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi pada pasca persalinan. Hal

ini terjadi karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat

tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan,

dan laserasi jalan lahir. Konstipasi menjadi masalah awal puerperium

akibat dari kurangnya makan dan pengendalian dari tahap BAB. Ibu

biasanya khawatir jika BAB menyebabkan penyembuhan luka

menjadi terlambat. Buang air besar biasanya terjadi 2-3 hari

postpartum hal ini disebabkan karena tonus otot usus menurun.


Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat

penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi

perubahan sekresi, serta penurunan kebutuhan kalori yang

menyebabkan kurangnya nafsu makan (Sulistiyawati, 2009).


3. Perubahan Sistem Perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama

puerperium. Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan

sampai 5 hari postpartum. 40% postpartum tidak mempunyai

proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai hari kedua

postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan preeklamsia. Dinding

saluran kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia. Kadang-

kadangoedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra


13

sehingga terjadi retensio urine. Dilatasi ureter dan pyelum, normal

kembali dalam waktu 2 minggu (Asih dan Risneni, 2016).


4. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Adaptasi sistem musculuskletal ibu yang terjadi, mencakup

hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan

perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi

lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke 8 setelah wanita

melahirkan.
Strie pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna tapi

berubah menjadi halus / samar, garis putih keperakan. Dindinf

abdomen menjadi lembek setelah persalinan karena teregang selama

kehamilan. Semua ibu puerperium mempunyai tingkatan diastatis

yang mana terjadi pemisahan muskulus rektus abdominum.


Beratnya diastatis tergantung pada faktor penting termasuk

keadaan umum ibu, tonus otot, aktivitas / pergerakan yang tepat,

paritas, jarak kehamilan, kejadian / kehamilan dengan overdistensi.

Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan kembali tonus otot. (Asih dan Risneni, 2016).


5. Perubahan Sistem Endokrin
Terdapat perubahan-perubahan pada sistem endokrin, terutama

pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.


a. Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan

bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di

dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada

waktu yang sama membantu proses involusi uterus.


b. Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan

oleh glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari


14

payudara, sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang

menyusui kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan

stimulasi folikel di dalam ovarium di tekan.


c. HCG, HPL, Estrogen dan Progesteron
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat

hormone HCG, HPL, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu

menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hri.


d. Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali

terjadi sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada

ibu yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak

menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7 – 10

minggu. (Asih dan Risneni, 2016).


6. Perubahan Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah

sebagai berikut.
a. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 °C, setelah

partus dapat naik kurang lebih 0,5°C dari keadaan normal, namun

tidak akan melebihi 38°C. Sesudah 2 jam pertama setelah

melahirkan umunya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu

lebih dari 38°C, mungkin terjadi infeksi pada klien.


b. Nadi dan Pernapasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah

partus, dan dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat bradikardi dan

suhu tubuh dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan

berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas

umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh,


15

sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat setelah partus

kemudian kembali seperti keadaan semula.


c. Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi

postpartum akan menhilang dengan sendirinya apabila terdapat

penyakit-penyakit lain yang menyerta dalam ½ bulan tanpa

pengobatan (Saleha, 2009)


7. Sistem Hematologi dan Kardiovaskuler
Leukosit adalah meningkatnya sel sel darah putih sampai sebanyak

15.000 selama masa persalinan. Leukosit akn tetap tinggi jumlah nya

selama beberapa hari pertama masa post partum, jumlah sel-sel darah

putih tersebut akan bisa naik lagi hingga 25.-30.000 tanpa adanya

kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.

Akan tetapi, berbagai jenis kemungkinan infeksi harus

dikesampingkan pada penemuan semacam itu. Jumlahnya sangat

bervariasi pada awal-awal nifas sebagai akibat dari volume

darah,volume plasma darah dan volume sel darah yang berubah ubah.
Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada hari pertama atau

hari kedua lebih rendah 2 % atau lebih tinggi dari pada saat memasuki

persalinan awal, maka klien dianggap telah kehilangan darah cukup

banyak, 2% tersebut kurang lebih sama dengan kehilangan darah

500ml.
Biasanya terdapat suatu penurunan besar kurang lebih 1.500 ml

dalam jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan masa nifas.

Rincian jumlah darah yang terbuang pada klien ini kira-kira 20-500 ml

hilang selama masa persalinan , 500-800ml hilang selama minggu


16

pertama postpartum, dan terakhir 500 ml selama masa nifas (Saleha,

2009).
2.1.5 Perubahan psikologis masa Nifas
Periode masa mifas merupakan waktu dimana ibu mengalami stress pasca

persalinan, hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa

nifas adalah sebagai berikut :


1. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa

transisi menjadi orang tua


2. Respons dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.
3. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.
4. Harapan, keinginan, dan aspirasi ibu saat hamil dan juga melahirkan.

Menurut Reva Rubin, 2013 ada tiga tahap perubahan

psikologi pada masa nifas, yaitu :

1. Taking in Periode
Terjadi pada 1 – 2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan

sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap

tubuhnya,ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan

persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan

meningkat.
2. Taking Hold Periode
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi pada

kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya

terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu sangat sensitif

sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk

mengatasi kritikan yang diambil oleh ibu.


3. Letting Go Periode
Dialami setelah ibu dan bayi tiba dirumah. Ibu mulai secara

penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan

menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada

dirinya .
17

Hal-hal yang harus dipenuhi selama masa nifas adalah :


1. Fisik
Istirahat, makan makanan bergizi, sering menghirup

udara segar, dan lingkungan yang bersih.

2. Stres
setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan

dukungan dari keluarga yang menujukan rasa simpati,

mengakui dan mengahargai ibu.


3. Psikiologi
Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut

menyayangi anaknya, menanggapi dan memperhatikan

kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu terlihat sedih.


2.1.6 Involusi Uteri
involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada

kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar

dari desidua mengelilingi situs placenta akan menjadi neuritic mati.

Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan

palpasi untuk meraba dimanan TFU nya


1. Pada saat bayi lahir, TFU teraba setinggi pusat dengan berat 1000

gram
2. Pada akhir kala III, TFU teraba 2 Jari dibawah pusat
3. Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat

sympisis dengan berat 500 garam


4. Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas sympisis dengan

berat 350 gram


5. Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil, tidak teraba

dengan berat 50 gram.


Perubahan ini berhubungan erat dengan perubahan

miometrium yang bersifat preteolisis. Involusi uterus terjadi

melalui tiga proses yang bersamaan, antara lain :


18

1. Autolysis.
Autolysis merupakan proses penghancuran diri

sendiri yang terjadi didalam otot uteri. Enzim proteolitik

akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat

mengendur hingga 10 kali pangjangnya dari semula dan

lima kali lebarnya dari sebelum hamil. Sitoplasma sel yang

berlebihan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan

fibro elastic dalam jumlah retnik sebagai bukti kehamilan.


2. Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya

estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi

sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang

menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada

otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan

terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan

beregenerasi menjadi endometrium yang baru.


3. Efek oksitosin (Kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

bermakna segera setelah bayi lahir. Hal tersebut diduga

terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume

intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang

dilepas dari hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi

uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu

proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan

mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan

membantu mengurangi bekas luka tempatn implantasi

plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas


19

perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk

sembuh total.
Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi uterus

dapat berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali

untuk menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.

Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau

intramuskuler, segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera

setelah lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi

pada payudara.
2.1.7 Kebutuhan Pada Ibu Nifas
1. Nutrisi dan Cairan
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang

serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat

penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet

yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi

protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus

memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut.

a. Megonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.


b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapat kan protein,

mineral, dan vitamin yang cukup.


c. Minum sedikitnya 3 liter air tiap hari.
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya

selama 40 hari pasca persalinan.


e. Minumkapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan

vitamin A kepada bayinya melalui ASI (Saleha, 2009).


2. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijakan agar

secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari


20

tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk

berjalan. Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut:


a. Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik
c. early ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara

merawat anaknya selama ibu masih dirumah sakit. Misalnya

memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makanan.


d. Lebih sesuai denagankeadaan Indonesia (Sosial Ekonomis).

Menurut penelitian-penelitian yang saksam, early ambulation

tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan

perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan

luka episiotomy atau luka perut, serta tidak memperbesar

kemungkinan prolapsus atau retroxto uteri.


early ambulation tentu tidak dibenarkan pada ibu

postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung,

penyakit paru-paru, demam, dan sebagainya (Saleha, 2009).


3. Eliminasi
a. Buang Air Kecil (BAK)
Ibu diminta buang air kecil 6 jam post partum. Jika dalam 8

jam post partum belum dapat berkemih atau sekali berkemih

belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi,

kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu menunggu 8 jam

untuk kateterisasi.
Sebab terjadinyakesulitan berkemih ( retensio urine) pada

ibu post partum adalah :


1) Berkurangnya tekanan intraabdominal
2) Otot-otot perut masih lemah
3) Oedema dan uretra
4) Dinding kandung kemih kurang sensitive.
b. Buang Air Besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah

hari ke dua post partum. Jika hari ke tiga belum juga buang air
21

besar, maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rectal.

Jaka setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa buang

hari besar, maka dilakukan klisma (huknah) (Saleha, 2009).

4. Personal Hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap

infeksi. Oleh karean itu, kebersihan diri sangatlah penting untuk

mencegah infeksi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk

menjaga kebersihan dari ibu postpartum adalah sebagai berikut.


a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.
b. Mengajarkan ibu bagaimana menjaga daerah kelamin dengan

sabun air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan

daerah sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan kebelakang,

kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehati ibu

untuk membersihkan vulva setiap kali selesai BAK /BAB.


c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut

setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika

sudah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan

disetrika.
d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air

mengalir, sebelum dan sesudah membersihkan daerah

kelaminnya,
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomy atau laserasi, sarankan

kepada ibu untuk menghindari penyentuhan daerah tersebut

(Saleha, 2009).
5. Istirahat dan Tidur
Menurut Saleha, 2009 Hal-hal yang bisa dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan istirahat dan tidur sebagai berikut :


22

a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan

yang berlebihan
b. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga

secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat

selagi bayi tidur.


c. Kurangnya istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
1) Mengurangi jumlah ASI
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak

perdarahan.
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat

bayi dan dirinya sendiri (Saleha, 2009).


6. Aktivitas Seksual
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri

begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau

dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Namun, banyak budaya

dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan suami istri

sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari / 6 minggu

setelah persalinan. Keputusan ini tergantung pada pasangan yang

bersangkutan.
(Sulistyawati, 2009).
7. Latihan dan Senam Nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh

wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat kandungan.

Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan lemas

disertai adanya strie gravidarum yang membuat keindahan tubuh

sangat terganggu. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi

indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan latihan

dan senam nifas. Untuk itu beri ibu penjelasan tentang beberapa hal

berikut ini.
23

a. Diskusikan pentingnya otot-otot perut dan panggul agar kembali

normal, karena hal ini akan membuat ibu lebih kuat dan ini juga

menjadikan otot perutnya menjadi kuat, sehingga mengurangi

rasa sakit pada punggung.


b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat

membantu.
1) Dengan tidur terlentang dan lengan disamping, tarik otot perut

selagi menarik napas, tahan naps dalam, angkat dagu ke dada,

tahan mulai hitungan 1 sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak

10 kali.
2) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul

lakukanlah latihan keagel hari 1 post partum tujuannya :


- Membuat jahitan lebih merapat
- Menambah sirkulasi kejalan lahir
- Mempercepat penyembuhan
- Meredakan haemoroid
- Meringankan pengendalian kandung kemih.

2.1.8 Kunjungan Masa Nifas


Tabel 2.2 Jadwal kunjungan masa nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
setelah uteri
persalinan 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan msa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal
5. Melakukan hubungan kepada ibu dan bayi baru
lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencega
hipotrmia.
7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia
harus tinggal dengan ibu dan bayi lahir untuk 2
jam pertama setelah kelahiran, sampai ibu dan
bayi dalam keadaan stabil
2 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal :
24

setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilical,


persalinan tidak ada perdarahan abnormal.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau
perdarahan abnormal
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat
dan merawat bayi tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
3 2 minggu Sama seperti diatas ( 6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
4 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentan penyulit- penyulit
setelah yang ia atau bayinya alami.
persalinan 2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.

(Asih dan Risneni, 2016)

2.2 Konsep Dasar Pre-eklamsia


2.2.1 Definisi
Pre-eklamsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hipertensi, proteinuria dan oedema yang timbul selama kehamilan >20

minggu, saat persalinan atau segera setelah persalinan atau sampai 48 jam

postpartum (Maryunani, 2016).


Pre-eklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat

terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik pre-eklamsia

dapat dibagi menjadi pre-eklamsia ringan pre-eklamsia berat. Pembagian

pre-eklamsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua

penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan

pre-eklamsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam

koma (Prawirohardjo, 2010).


Pre-eklamsia (toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala

yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari
25

hipertensi, oedema dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20 mingu

sampai akhir minggu pertama setelah persalinan (Sukarni, 2013).


Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa pre-

eklamsia pada masa nifas merupakan suatu gejala yang timbul pada

pascanatal yang ditandai denga trias pre-eklamsia yaitu : hipertensi,

proteinuria, dan oedema yang muncul sejak minggu ke < 20 kehamilan

sampai <48 jam postpartum.

2.2.2 Etiologi Pre-eklamsia


Teori tentang etiologi preeklamsi meliputi mekanisme imunologis,

predisposisi genetik, defisiensi diet, keberadaan senyawa vasoaktif, dan

disfungsi endotelial. Beberapa ahli berpendapat bahwa plasentasi

abnormal berperan dalam hal ini. Pada kehamilan normal, arteri spiral

plasenta membentang melalui sepertiga dinding miometrium. Pada

kehamilan preeklamsi, arteri spiral plasenta tidak cukup kuat menginvasi

dinding uterus (Sinclair, 2009). Penyebab timbulnya preeklampsia pada

ibu hamil belum diketahuisecara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan

oleh vasospasme arteriola (Maryunani, 2009).


Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba

menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut (penyakit teori),

namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Adapun

teori-teori tersebut menurut (Prawiroharjo, 2009) adalah :


1. Teori genetik
Berdasarkan teori ini, komplikasi hipertensi pada kehamilan

dapat diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering terjadi

hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya.


2. Teori imunologis
26

Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak

murni karena sebagian genetiknya berasal dari sel maternal, sehingga

sebagian besar kehamilan berhasil dengan baik sampai aterm dan

mencapai well health mother dan well born baby. Unsure benda asing

hanya berasal dari pihak suami sehingga terdapat beberapa

kemungkinan terhadap hasil konsepsi:


a. Terjadi adaptasi sempurna
b. Terjadi penolakan total terhadap hasil konsepsi
c. Terjadi kegagalan invasi-migrasi sel trofoblas masuk ke dalam

arteri miometrium. Hal ini dapat menyebabkan arterioli tidak

dipengaruhi oleh sistem hormonal plasenta untuk dapat mendukung

tumbuh kembang janin dalam rahim.


3. Teori iskemia region uteroplasenter
Teori ini merupakan teori yang sekarang dipakai sebagai

penyebab preeclampsia. Seperti dikemukakan bahwa pada kehamilan

normal, arteria spiralis yang terdapat pada desidua mengalami

pergantian sel dengan trofoblas endovascular yang akan menjamin

lumennya tetap terbuka untuk memberikan aliran darah tetap, nutrisi

cukup dan O2 seimbang. Destruksi penggantian ini seharusnya pada

trimester pertama, yaitu minggu ke 16 dengan perkiraan pembentukan

plasenta telah berakhir.


Invasi endovascular trofoblas terus berlangsung pada trimester

kedua dan masuk ke dalam arteria miometrium. Hal ini menyebabkan

pelebaran dan tetap terbukanya arteri sehingga kelangsungan aliran

darah, nutrisi dan O2 tetap terjamin. Hal tersebut diperlukan untuk

tumbuh kembang janin dalam rahim.


Invasi trimester kedua pada preeklamsia dan eklamsia tidak

terjadi sehingga hambatan pada saat memerlukan tambahan aliran


27

darah untuk memberikan nutrisi dan O2 dan menimbulkan situasi

iskemia regio uteroplasenter pada sekitar minggu ke-20. Keadaan ini

dapat menerangkan bahwa preeklamsia-eklamsia baru akan terjadi

mulai minggu ke-20 kehamilan


Pada kehamilan normal terjadi pembentukan prostasiklin

dominan oleh plasenta, khususnya endothelium pembuluh darah dan

korteks renalis. Dengan dominannya prostasiklin, vasodilatasi

pembuluh darah akan terjadi sehingga aliran darah menuju sirkulasi

retroplasenter terjamin untuk memberikan nutrisi dan O2.


Selain itu, dibentuk juga tromboksan A2 oleh sel trofoblas dan

trombosit yang berfungsi menimbulkan vasokonstriksi pembuluh

darah. Oleh karena itu, autoregulasi aliran darah menuju sirkulasi

retroplasenter dikendalikan oleh perimbangan prostasiklin

(vasodilatasi) dan tromboksan A2 (vasoknstriksi) sehingga aliran

darah relative konstan.


4. Teori kerusakan endotel pembuluh darah
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan

penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin

dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat

secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia.

Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama

kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan

kemajuan kehamilan

5. Teori diet
Peranan kalsium dalam hipertensi dalam kehamilan sangat

penting diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat

memicu terjadinya hipertensi. Kalsium berfungsi untuk membantu


28

pertumbuhan tulang dan janin, mempertahankan konsentrasi dalam

darah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah

sangat penting karena dapat mempertahankan tekanan darah.

Kekurangan kalsium berkepanjangan akan menyebabkan ditariknya

kalsium dari tulang dan otot. Keluarnya kalsium dari otot dapat

menimbulkan:
a. Kelemahan otot jantung yang melemahkan stroke volume
b. Kelemahan otot pembuluh darah yang menimbulkan vasokonstriksi

sehingga terjadi hipertensi.


2.2.3 Patofisiologis
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan

retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola

glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya

sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua

arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik

sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan

dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan

interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan

garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi

perubahan pada glomerulus


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah terbentuknya angiotensin

atau renin yang bisa mengubah angiotensi I dan II atau angiotensin

converting enzyme (ACE). ACE memgang peran fisiologis yang penting

dalam mengatur tekanan darah, mengandung angiotensinogen yang

diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah angiotensin

I yang terdapat di ginjal. Kemudian diubah lagi menjadi angiotensin II


29

oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin II inilah yang memiliki

peranan dalam menaikan tekanan darah (Kustiyaningrum, 2012). Selain

itu, adanya terdapat volume cairan ekstraseluler akan diencerkan dengan

menarik cairan meningkatkan terjadinya diuresis. Akibatnya, volume

meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah

(Kustiyaningrum, 2012).
30
31

2.2.4 Klasifikasi Pre-eklamsia


Pre-eklamsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Pre-eklamsia ringan bila disertai dengan keadaan berikut : terjadi

hipertensi 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring

terlentang, kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dan kenaikan

sistolik mencapai 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-

kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam.

Oedema umum kaki , jari tangan dan muka atau kenaikan brat badan

1kg / lebih per minggu. Jumlah proteinuria kuantitatif 0,3 gram / lebih

per liter, kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.


2. Pre-eklamsia Berat
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gram atau

lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24

jam. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada

epigastrium. Terdapat oedema paru dan sianosis.


(Sukarni, 2013).
2.2.5 Tanda dan gejala pre-elamsia
1. Pre-eklamsia ringan:
a. Hipertensi : sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmhg, kenaikan ≥30

mmHg dan kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi

sebagai kriteria pre-eklamsia.


b. Proteinuria : ≥300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.
c. Oedema : oedema diarea ekstermitas atas dan bawah,

oedema pada lengan, muka dan perut, oedema generalisata.

2. Pre-eklamsia Berat :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥110 mmHg.
b. Proteinuria ≥5 gram / 24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urine ≤ 500 cc / 24 jam.
d. Kenaikan kadar kretanin plasma.
32

e. Gangguan visus serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma dan pandangan kabur.


f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

(akibat teregangnya kapsula Glisson).


g. Oedema paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangioplstik
i. Trombositopenia berat : <100.000 sel/mm atau penurunan

trombosit dengan cepat.


j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoslular) : peningkatan

kadar alanin dan aspatate intrauterine aminotransferase.


k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
l. Sindroma HELLP
(Prawirohardjo, 2014).
2.2.6 Diagnosis pre-eklamsia
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya beberapa

tanda gejala yaitu, berat badan yang berlebih (obesitas), oedema.

Hipertensi, dan adanya proteinuria. Penambahan berat badan dapat

dijadikan tanda adanya pre-eklamsia yaitu, bila terjadi kenaikan 1 kg

seminggu dalam beberapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat

badan, pembengkakan kaki, tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90

mmHg atau tekanan sistolik >30 mmHg dan tekanan diastolik > 15 mmHg

yang diukur setelah beristirahat selama ± 30 menit.


Pada umumnya diagnosis diferensial antar pre-eklamsia, hipertensi

kronik serta penyakit ginjal hampir mirip antara lain :


1. Pada hipertensi kronik : terjadi peningkatan darah tinggi pada saat

sebelum hamil atau pada kehamilan > 20 minggu atau pada saat post

partum.
2. Pada pre-eklamsia post partum : ditandai dengan gejala yang hampir

sama dengan tanda gejala pre-eklamsia pada masa hami diantaranya :

terjadi peningkatan tekanan darah disertai dengan protein urine,

biasanya disertai dengan oedema pada area ekstermitas dan muka, ibu
33

mengalami pusing, penglihatan terganggu (pandangan menjadi kabur),

merasa cepat lelah, serta nyeri otot atau area persendian.


3. Pada penyakit ginjal : terjadi penigkatan tekanan darah yang disertai

dengan protein urine biasanya terjadi pada ibu hamil sebelum TM 3.


(Walyani, 2015).
2.2.7 Penanganan Nifas dengan Pre-eklamsia
Menurut “Amerikan journal of obstetrics and gynecology” pada

pasien dengan pre-eklamsia postpartum, terapi magnesium sulfat harus

dimulai secepatnya untuk profilaksis kejang / pengobatan. Dan lagi, obat

anti hipertensi IV dosis awal 4-6 gr selama 20-30 menit, diikuti dosis

rumatan 2 gr perjam setidaknya sela 24 jam. Bila pasien berlanjut

memiliki gejala serebral atau pasien mengalami kejang atau defisit

neurologis walaupun magnesium sulfat dan kontrol TD sudah adekuat,

kemudian pasien harus menerima evaluasi neurodiagnostik dan ditangani

dengan konsultasi bersama neurog.


Penanganan Pre-eklamsia pasca persalinan, (Putri, 2016), yaitu :
1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
2. Beri KIE tentang tanda-tanda bahaya pada pre-eklamsia
3. Observasi keadaan umum dan TTV
4. Pantau tekanan darah dan protein urine
5. Anjurkan ibu untuk banyak istirahat
6. Amjurkan pada ibu untuk diet tinggi protein, rendah karbohirat, lemak

dan garam, serta kebutuhan kalsiumnya terpenuhi


7. Keseimbangan cairan dan elektrolit untuk memperbaiki hipovelemik,

mencegah kelebihan sirkulasi dan pemeriksaan serum


8. Pemberian sedativa untuk mencegah terjadinya kejang-kejang
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG, dalam pemberian terapi

anti konvulsan (MgSO4), dan pemberian cairan.


2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu nifas antara lain :
1) Hipofibrinogenemia atau kelainan pembekuan darah karena defisiensi

fibrinogen yang biasa dapat dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan

nifas.
34

2) Hemolisis, penderita dengan pre-eklamsia berat kadang-kadang

menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.

Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel

hati atau destruksi sel darah merah.


3) Perdarahan otak
4) Kelainan mata yang berlangsung sampai satu minggu
5) Nekrosis hati
6) Sindrom HELLP
7) Kelainan ginjal
8) Komplikasi lain seperti lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh

akibat kejang-kejang (Mahabbah, 2011).

2.3 Manajemen Konsep Asuhan Kebidanan Hellen varney


ASUHAN KEBIDANAN POSTNATAL CARE
PADA Ny “ “ PAPIAH NIFAS < 48 jam
DENGAN PREEKLAMPSIA
I. Pengkajian
Pada langkah pertama ini bidan mencari dan menggali data fakta baik

yang berasal dari pasien, keluarga, dan ditambah dengan hasil pemeriksaan

yang dilakukan bidan sendiri. Proses pengumpulan data dasar ini

mencakup data subyektif dan obyektif (Walyani, 2015).


- No. Register :
Untuk dapat membedakan antara pasien satu dengan pasien yang

lain dalam satu ruangan


- Masuk Rumah Sakit (MRS) Tanggal :
35

Untuk mengetahui waktu saat klien pertama kali masuk Rumah

Sakit
- Tanggal / Jam :
Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien
- Tempat :
Untuk mengetahui dimana dilakukan pengkajian pada klien
(Ari S, 2009).

A. Data subyektif

1. Identitas

a) Nama
Nama ditanyakan untuk mengenal atau memanggil dan

untuk mencegah terjadinya kekeliruan dengan pasien lain

(Norma, 2013).
b) Umur
Usia ibu yang <20 tahun bisa menimbulkan masalah

karena kondisi fisik belum 100% siap sehingga bisa

menimbulkan kecenderungan naiknya tekanan darah (pre-

eklamsia), dan pertumbuhan janin terhambat. Sedangakan

usia >35 tahun merupakan usia terlalu tua untuk hamil,

dimana kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ

sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin dan

reproduksi mulai menurun, pada usia ini terjadi peningkatan

curah jantung sehingga berisiko mengalami pre-eklamsia

berat. (Saifuddin, 2011).


c) Agama
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap

kebiasaan kesehatan pasien sehingga memudahkan bidan


36

dalam melakukan pendekatan untuk melaksanakan asuhan

kebidanan (Norma, 2013).

d) Pendidikan
Pendidikan seseorang berhubungan dengan dengan

kesempatan dalam menyerap informasi mengenai

pencegahan dan faktor-faktor risiko preeklampsia. Tetapi

pendidkan ini akan dipengaruhi oleh seberapa besar

motivasi, atau dukungan lingkungan seseorang untuk

menerapkan pencegahan dan faktor risiko

preeklampsia/eklampsia. (Djannah, 2009).


e) Suku / bangsa
Resiko terjadinya pre-eklamsia ringan dengan ras kulit

hitam, namun untuk pre-eklamsia berat ras tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan (Indriani, 2012).


f) Pekerjaan
Ibu yang bekerja mempunyai resiko sebesar 4,5 kali

lebih besar dibanding dengan ibu yang tidak bekerja, karena

Ibu yang bekerja akan memiliki tingkat stressor yang lebih

tinggi yang akan berakibat pada peningkatan tekanan darah

dan akan menyebabkan terjadinya preeklampsia Hubungan

antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara

bertahap ((Khayati, 2018).

g) Alamat
37

Ditanyakan secara lengkap untuk mempermudah

kunjungan rumah (apabila diperlukan), dan mengetahui

keadaan lingkungan dan domisili (Norma, 2013).

2. Alasan kunjungan

Untuk mengetahui alasan ibu datang ke rumah sakit. Pada

kasus nifas biasanya ibu dengan keluahan tekanan darah tinggi,

oedema, nyeri ulu hati dan pangdangan kabur pada nifas < 48

jam post partum. (Ambarwati, 2011).

3. Keluhan utama

Data untuk menentukan keluhan / masalah yang dirasakan

ibu pada ibu nifas dengan pre-eklamsia. Biasanya sering

dirasakan ibu yaitu : nyeri pada kepala, nyeri di daerah ulu hati,

penglihatan kabur, dan mual bahkan sampai muntah

(Sulistyawati, 2009).

4. Riwayat Kebidanan

a. Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia pertama kali mengalami menstruasi.

Wanita Indonesia pada umumnya mengalami

menarche sekitar 12 – 16 tahun.


Siklus : siklus dihitung mulai hari pertama haid

hingga haid berikutnya. Siklus haid perlu

ditanyakan untuk mengetahui apakah ada

kelainan siklus haid. Normalnya siklus 28

hari, siklus terpendek 21 hari dan siklus

terpanjang 35 hari.
Lamanya :Biasanya 7-8 hari.
38

Banyaknya : Mengetahui seberapa banyak darah

menstruasi yang dikeluarkan, Normalnya

ganti pembalut 2 – 3 kali sehari.


Warna / bau : Biasanya bewarna merah segar dan bau

anyir.
Dysmenorhea : Nyeri haid perlu ditanyakan untuk

mengetahui apakah klien mengalaminya atau

tidak, dan kapan nyeri itu terjadi.


(Prawirohardjo, 2014).
b. Riwayat perkawinan
- Pernikahan ke
Mengetahui berapa kali klien ganti pasangan dan

adanya resiko adanya IMS.


- Lama menikah
Mengetahui kesuburan klien atau status kesehatan

reproduksi klien.
- Usia pertama kali menikah
Usia ibu yang <20 tahun bisa menimbulkan masalah

karena kondisi fisik belum 100% siap sehingga bisa

menimbulkan kecenderungan naiknya tekanan darah (pre-

eklamsia), dan pertumbuhan janin terhambat. Sedangakan

usia >35 tahun merupakan usia terlalu tua untuk hamil,

dimana kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ

sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin dan

reproduksi mulai menurun, pada usia ini terjadi peningkatan

curah jantung sehingga berisiko mengalami pre-eklamsia

berat. (Saifuddin, 2011).


c. Riwayat obstetrik
1) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus,

jumlah anak hidup. Paritas, Angka kejadian tinggi pada


39

primigravida, muda maupun tua, primigravida tua resiko

lebih tinggi untuk pre-eklamsia berat atau eklamsia.


Tabel 2.3 kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Anak kehamilan Persalinan Nifas KB

ke
lama peny Peno- Temp BB pen Vit Tab Al Lam

ulit long at lahir yul A FE ko a

it n

2) Riwayat persaliann sekarang


Hari, tanggal dan jam persalinan, jenis persalinan,

jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB,

penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji untuk

mengetahui apakah proses persalinan mengalami

kelainan atau tidak yang berpengaruh pada masa nifas,

pada nifas dengan pre-eklamsia biasanya sekumpulan

gejalanya timbul pada saat hamil, bersalin dan nifas

yang ditandai dengan hipertensi, oedema dan

proteinuria yang muncul pada kehamilan > 20 minggu,

dan batasan pre-eklamsia pada ibu nifas adalah < 48

jam dari pasca persalinan (Sukarni, 2013).


3) Riwayat Nifas sekarang
Ibu mengalami tekanan darah tinggi, odema, dan

proteinuria posif.pasca persalinan. (Sukarni, 2013)


4) Riwayat KB
40

Untuk mengetahui KB apa yang digunakan ibu

selama ini serta keluhannya, rencana KB setelah masa Nifas

yang aman bagi ibu yang menyusui mis ; pil progestin only,

MAL, IUD (BKKBN,2015).

5. Riwayat kesehatan

Keadaan ibu yang dapat mempengaruhi nifasnya, suatu

penyakit menular, menurun, dan menahun (Rohani,2011).


a. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan

adanya penyakit yang diderita saat ini yang ada hubunganya

dengan masa nifas dengan pre-eklamsia, biasanya pada pre-

eklamsia adalah hipertensi, proteinuria positif, dan oedema

pada ekstermitas (Maryunani, 2016).


b. Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui apakah pasien

mempunyai riwayat penyakit akut dan kronis seperti

hipertensi dan diabetes militus akan menyebabkan resiko

besar mengalami pre-eklamsia pada kehamilan, persalinan

dan nifas yang lalu juga berisiko besar ibu dapat mengalami

hal yang sama pada kehamilan, persalinan dan nifas yang

sekarang. (Sukarni, 2013).


c. Riwayat kesehatan keluarga
Berdasarkan teori genetik, komplikasi hipertensi

pada kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuannya

sehingga sering terjadi hipertensi sebagai komplikasi

kehamilannya (Prwirohardjo, 2009).

6. Pola kebiasaan sehari-hari.


41

Nutrisi : Dikaji untuk mengetahui makanan yang

biasa dikonsumsi dan porsi makanan dalam

sehari. Pada ibu nifas dengan pre-eklamsia

makanan diet yang harus dikonsumsi yaitu

(tinggi protein, rendah karbohidrat dan

rendah garam) dan kebutuhan kalsium pada

ibu juga harus terpenuhi. (Walyani, 2015).


Eliminasi : Pada BAB / BAK perlu dikaji terutama

pada ibu nifas dengan pre-eklamsia, karena

syarat pemberian mgSO4 jumlah urine

minimal 0,5 ml / Kg / Jam


(Prawirohardjo, 2010)
Istirahat : Pada Ibu nifas dengan pre-eklamsia

dianjurkan bedtrest total untuk pemulihan

kondisinya (Prawirohardjo, 2010).


Personal hygiene : pada masa postpartum, seorang ibu sangat

rentan terhadap infeksi, oleh karena itu,

kebersihan diri sangatlah penting untuk

mencegah terjadinya infeksi


(sulistyawati, 2010)
Aktivitas : Pada Ibu nifas dengan pre-eklamsia

dianjurkan aktifitas secara ringab, miring

kanan / miring kiri, dan pada kaki yang

oedema lakukan tidur dengan kaki lebih

tinggi dari kepala (Walyani, 2015).

7. Keadaan Psiko, Social dan Spiritual.

a. Keadaan Psikologi
42

Untuk mengetahui respon ibu dan keluarganya

terhadap bayinya, serta perubahan psikologis ibu selama masa

nifas, pada ibu nifas dengan pre-eklamsia biasanya mengalami

stressor yang meningkat akibat keadaan yang dialaminya tidak

berjalan normal, dengan metode rawat gabung ibu dan bayi

dapat meminimalisir terjadinya stressor yang meningkat pada

ibu karena kekhawatiran berpisah dengan bayinya (Lestari,

2013).
b. Keadaan Sosial
Untuk mengetahui hubungan ibu dengan suami, anggota

keluarga lain dan hubungan dengan NAKES baik atau tidak,

serta ada atau tidaknya dukungan psikologis dari suami atau

keluarga yang lain selama ibu dalam perawatan di Rumah

Sakit. Dan siapa pengambil keputusan dalam keluarganya.

(Lestari, 2013).
c. Keadaan Spiritual
Untuk mengetahui polan peribadatan ibu selama masa nifas

berlangsung. Seperti : berdo’a, dan keagamaan lain (Norma,

2013).

8. Latar belakang sosial budaya

a. Kebiasaan yang dilakukan dilingkungan klien dan keluarga

baik yang bersifat menunjang maupun yang menghambat,

yang berhubungan dengan masa nifas dengan pre-eklamsia.


b. Keadaan lingkungan yang berhubungan dengan masa nifas,

seperti : pantangan makanan, minuman, jamu, kebiasaan

pijat, dan budaya setempat yang menunjang atau

menghambat masa nifas dengan pre-eklamsia.


43

(Lestari, 2013).

B. Data Obyektif

Langkah ini untuk melakukan pengkajian data Obyektif

melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dan

pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara berurutan

(Sulistyawati, 2010:226).
1. Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu tampak tidak sehat

atau lemas pasca persalinan.


a. Keadaan umum
Biasanya pada ibu nifas dengan pre-eklamsia tingkat

keadaannya menurun, (Baik / cukup / lemah).


b. Kesadaran
Composmentis / apatis/ samnolen / koma / semi koma

mati. Biasanya tingkat kesadaran pada pasien nifas

composmentis hingga terjadi coma (Sukri, 2016).


c. Tanda-tanda Vital
a. PER : 140/800 mmHg / lebih
b. PEB : 160/100 mmHg / lebih
c. Nadi : 60-90 x / menit pada pre-eklamsia
d. RR : > 16 x / menit (syarat pemberian MgSO4 pada pre-

eklamsia RR harus >16 x / menit)


e. Suhu : 36,5 – 37,5 °C pada pre-eklamsia
(Romauli,2011).

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala : Bersih atau tidak, rontok atau tidak,

simetris atau tidak, penyebaran

rambut merata atau tidak.


Muka : Ada chloasma grvidarum atau tidak,

pucat atau tidak, dan pada ibu dengan

pre-eklamsia biasanya terjadi oedema


44

pada muka nilai positif jika ada

oedema didaerah wajah.


Mata :Kesimetrisan, warna konjungtiva,

warna skelera, atau reflek pupil isoko

/ anisokor, palpebra oedema


Hidung :Kesimetrisan lubang hidung, ada

polip atau tidak, terdapat skret atau

tidak.
Mulut :Kebersihan, mukosa bibir,

stomatitis, caries gigi


Telinga : kesimetrisan, kelainan, dan serumen

ada atau tidak.


Leher :Ada atau tidaknya pembesaran

kelenjar tyroid dan bendungan vena

jugularis.
Payudara / dada :Kesimetrisan, kolostrum sudah

keluar atau tidak, puting susu

menonjol atau tidak.


Abdomen :untuk mengetahui adakah luka bekas

operasi, adanya linea alba / nigra

serta strie ada atau tidak


Genetalia :Bersih atau tidak, terdapat lesi,

benjolan atau tidak, ada varices atau

tidak, terdapat pengeluaran lochea


Anus :Ada hemoroid atau tidak.
Ekstermitas atas :Tidak ada gangguan gerak, tidak ada

polidaktili dan sindaktiti, oedema


Ekstermitas bawah :Tidak ada gangguan gerak, ada

oedema, tidak ada varices.


(Sulistyawati, 2010 : 245).
45

b. Palpasi
Kepala :untuk mengetahui apakah ada

benjolan
Leher :untuk mengetahui apakah ada

pembesaran kelenjar tyroid dan

bendungan vena jugularis


Payudara & dada : kolostrum sudah keluar apa belum,

ada nyeri tekan atau tidak


Abdomen :untuk menentukan tinggi fundus

uteri selama masa nifas. Dan apakah

ada nyeri epigastrium / nyeri pada ulu

hati.
Setelah plasenta lahir TFU 2 jari

dibawah pusat.
Ekstermitas : terjadi oedema
(Sarwono, 2009).
c. Auskultasi
Dada :terdengar whezing dan ronchi atau tidak
Abdomen :Bising usus 6-8x/ menit.
d. Perkusi
Reflek patella:pada ibu dengan pre-eklamsia syarat

pemberian MgSO4 reflek patella harus positif


(Prawirohardjo, 2010).
3. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus ibu nifas dengan pre-eklamsia biasanya

dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu proteinuria dengan

hasil +1, +2, +3 dan jumlah kuantitaf protein urine 0,3 gram – 5

gram (Sukarni, 2013).


2.1.2 INTERPRETASI DATA DASAR
Dx: Ny.“...” PAPIAH Nifas 6-48 jam dengan pre-eklamsia
Langkah ini menguraikan tentang kegiatan yang dilakukan adalah

menginterpretasi semua data dasar yang telah dikumpulkan sehingga

dapat merumuskan diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien yang


46

spesifik. Rumusan Diagnosa atau masalah dan kebutuhan untuk

menentukan penanganan selanjutnya (Walyani, 2015).


DS : ibu mengatakan telah melahirkan anak ke.. secara.. pada

tanggal / jam.., anak ke-.., perutnya masih merasa mules,

terasa nyeri pada vagina (luka jahit), pusing merasa lemas

serta lelah, oedema, nyeri abdomen.


DO :
- Keadaan umum: Baik, cukup, lemah
- Kesadaran : composmentis / apatis / letargis /

samnolen / koma
- TTV

Tekanan darah :

- PER : 140/90 mmHg / lebih


- PEB : 160/100 mmHg / lebih
- Nadi : 60-90 x / menit pada pre-eklamsia
- RR : > 16 x / menit (syarat pemberian MgSO4

pada pre-eklamsia RR harus >16 x / menit)


- Suhu : 36,5 – 37,5 °C pada pre-eklamsia
(Romauli,2011).
Pemeriksaan Fisik
Muka : Pada ibu nifas dengan pre-eklamsia biasanya

terjadi oedema pada muka, nilai positif jika ada

oedema di daerah wajah (Maryunami, 2016).


Mata : kesimetrisan, warna konjungtiva, warna sklera,

dan oedema pada palpebra (sulistyawati, 2009).


Ekstermitas
Atas dan bawah :ada atau tidaknya gangguan

pergerakan, varices, pada ibu nifas

dengan pre-eklamsia biasanya terjadi

oedema pada tangan dan kaki

(Sukarni, 2013).
47

Pemeriksaan penunjang
Pada kasus ibu nifas dengan pre-eklamsia biasanya

dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu protein urine

dengan hasil +1, +2, +3 dan jumlah kuantitaf protein

urine 0,3 gram – 5 gram (Sukarni, 2013).


2.1.3 Identifikasi Masalah Potensial
Pada langkah yang ketiga ini adalah mengidentifikasi masalah atau

diagnosa potensial yang mungkin terjadi berdasarkan apa yang telah

didapatkan dari identifikasi diagnosa dan masalah yang terjadi (Asih

dan Risneni, 2016).


1. Sindrom HELLP : Pada ibu nifas dengan pre-eklamsia

kemungkinan mengalami hemolisis, peningkatan enzimhti dan

menurunnya jumlah trombosit.


2. Eklamsia : Dimana ibu mengalami kondisi yang

sangat serius akibat terjadinya pre-eklamsia yng ditandai dengan

adanya kejang atau bahkan koma.


3. Edema Paru : Pada ibu nifas dengan pre-eklamsia komplikasi

atau diagnosa potensial yang mungkin terjadi yaitu ditandai dengan

gejala sulit bernafas akibat terjadinya penumpukan cairan didalam

alveoli.
4. Nyeri Epigastrik, dan gejala-gejala selebral.
2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan /

dokter untuk dikonsultasikan dan ditangani bersama tim medis lain

yang sesuai dengan kondisi klien. Pada ibu nifas dengan pre-eklamsia

perlu diadakan kolaborasi dengan dr.SpOg untuk menentukan tindakan

dan terapi meliputi :


a. Anti konvulsi diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau

setelah ibu mengalami kejang.


48

b. Teruskan pemberian terapi anti hipertensi jika tensi masih tinggi,

seperti :
1) Nifedipine dosis awal 10-20 mg per-oral, pemberian tiap 30

menit. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.


2) Metildopa dengan dosis 500 mg per-oral 3x sehari.
c. Pantau keluaran urine, observasi kebutuhan cairan
d. Pantau TTV tiap jam
(PPGDN, 2016).
2.1.5 Intervensi
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang

menyeluruh tidak hanya apa yang sudah diidentifikasikan dari

kondisi klien tetapi juga dari kondisi klien dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap klien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis

merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan

rencana.
Diagnosa :Ny. “...” PAPIAH... <48 Jam post partum dengan

pre-eklamsia.
Tujuan :Setelah diberikan asuhan selama 24 jam diharapkan

pre-eklamsia yang terjadi pada ibu nifas bisa teratasi

dan masa nifas ibu kembali normal.


Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal :
TD : (Sistolik 90 – 130), Diastolik (60 – 80).
Suhu : 36,5ºC – 37,5ºC
Nadi : 60 -80 X / menit
Pernafasan : 16 – 24 X / menit
- Protein Urine : (-)
- Tidak oedema
- Tfu : Normalnya ( setelah Plsenta lahir 2 jari di bawah pusat).
- Kontraksi : Baik (Uterus Keras)
- Kandung kemih kosong
- Perdrahan dalam batas normal ( lochea Rubra).

Intervensi Pre-eklamsia Ringan


1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
R/ Agar ibu lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan

dilakukan.
49

2. Anjurkan ibu untuk diet : cukup protein, rendah


karbohidrat, lemak dan garam, serta kebutuhan kalsium

harus terpenuhi
R/ pada ibu nifas dengan pre-eklamsia makanan diet yang

harus dikosumsi yaitu (tinggi protein, rendah karbohidrat,

lemak dan rendah garam, serta kebututuhan kalsiul juga

terpenuhi karena kekurangan kalsium berhubungan dengan

angka kejadian pre-eklamsia.


3. Anjurkan ibu untuk banyak istirahat (Berbaring, tidur
R/ mencegah dan menghilangkan kelelahan berlebihan.
4. Fasilitasi ibu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
R/ mendeteksi secara dini adanya komplikasi pada ibu
5. Pemberian terapi sedative ringan : tablet phenabarbital 3x3

mg / Diazepam 3x2 mg per-oral selama 7 hari


(Ratna Dewi, 2012).

Intervensi Pre-eklamsia Berat


1. Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
R/Agar ibu lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
2. Anjurkan ibu untuk miring kesatu sisi
R/ agar tidak terjadi aspirasi pada ibu
3. Anjurkan ibu untuk diet : cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam, serta kebutuhan kalsium juga

terpenuhi
R/ pada ibu nifas dengan pre-eklamsia makanan diet

yangharus dikosumsi yaitu tinggi protein, rendah

karbohidrat, lemak dan rendah garam, serta kebututuhan

kalsiul juga terpenuhi karena kekurangan kalsium

berhubungan dengan angka kejadian pre-eklamsia.


4. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan

cairan ( MgsO4, obat anti konvulsan dan oksigen 4 – 6 liter

permenit.
50

R/ dengan pemberian terapi yang tepat pre-eklamsia ibu


(Ratna Dewi, 2012)

2.1.6 Implementasi
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan

kebidanan secara menyeluruh yang dibatasi oleh standart asuhan

kebidanan pada masa postpartum (Saleha, 2019).

2.1.7 Evaluasi
Ini merupakan langkah terakhir dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan meliputi, pemenuhan kebutuhan

apakah benah telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana

telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Ada

kemungkinan bahwa sebagian rencana telah efektif. Sedang

sebagiaanya belum efektif.


Tanggal/jam : ...
S (subyektif) : Data yang terfokus mencatat hasil anamnese sesuai

keadaan klien. Data subyektif ini berhubungan

dengan keluhan yang dicatat sebagai kutipan

langsung atau ringkasan yang akan berhubungan

langsung dengan diagnosis. Data subyektif ini

nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan

disusun (Muslihatun, 2014).


O (obyektif) : Data obyektif yang diperoleh melalui hasil

observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien

dan pemeriksaan penunjang / diagnostik lain.

Catatan medik dapat dimasukkan dalam data


51

obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala

klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan

diagnosis (Muslihatun, 2014).


K/U, TTV, besar TFU, UC, pemeriksaan fisik

terdapat oedema dan peningkatan protein urine,

terdapat pengeluaran lochea.


P (perencanaan) : Membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan

datang. Rencana asuhan ini disusun berdasarkan

hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhab

ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya

kondisi pasien seoptimal mungkin dan

mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan

ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang akan

dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang

akan dilaksanakan harus membantu pasien mencapai

kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi

tenaga kesehatan lain, antara lain dokter Sp,Og.

(Muslihatun, 2014).
Seperti :
Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif,

ingatkan kembali kepada ibu untuk kontrol ulang

sesuai anjuran bidan atau jika ada keluhan.

2.4 Kerangka Konseptual Nifas


Tanda dengan
& GejalaPre-eklamsia
PEB
1. TD > 160/110 mmHg, Faktor yang mempengaruhi
proteinuria >5 gr/24 jam PER dan PEB :
atau +3. NIFAS 1. Kehamilan dengan
PATOLOGIS hipertensi
Observasi 2 FISIOLOGIS
jam post partum 2. Oliguria
Pre-Eklamsia
3. Gangguan visus dan 2. Usia ibu ≤ 20 tahun dan
1. Kontraksi uterus
serebral ≥ 35 tahun
2. Memantau perdarahan
4. Nyeri epigastrium 3. Riwayat keluarga dengan
3. Kandung kemih hipertensi
5. Oedema paru, cyanosis
4. TTV 4. obesitas
6. Adanya HELL syndrome
52

Tanda & Gejala PER


1. TD : 140/90 mmHg
2. Proteinuria : >0,3 gr/liter
dalam 24 jam atau +2
3. Oedema pada pretibia,
dinding abdomen,
lumbosakral,
wajah/ekstermitas
7 langkah Varney :
Penanganan pre-eklamsia berat
1. Pengkajian
1. Bidan melakukan asuhan Nifas (perbaikan K/U, cek TFU,
lochea, TTV, perawatan payudara dan perineum. Tidak berhasil
berhasil 2.Keterangan
Interpretasi
: data dasar
= Yang diteliti
2. Bidan
Asuhan memfasilitasi
Lanjutan : Penanganan
kebutuhan ibu (personal eklamsia
hygiene,diet 3. Identifikasi diagnosa dan
makanan, dan mobilisasi dini. masalah kebutuhan
= Tidak diteliti
1. KIE (nutrisi, aktivitas,
3. Kolaborasi
istirahat) dengan
Bagan dr. Obgyn konsep
2.2 kerangka dalam perberian terapi anti pada ibu nifas
Asuhan kebidanan 4. dengan
Identifikasi kebutuhan
pre-eklamsia.
2. konvulsan
Melanjutkan(MgSO4)
terapi cairan, dan oksigen. segera
3. Menganjurkan kontrol BAB 3
4. Memfasilitasi pemeriksaan laboratorium. 5. Intervensi
ulang
TINJAUAN KASUS
6. Implementasi
7. Evaluasi

Klien 1 Klien 2
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ASUHAN KEBIDANAN PADA NY
“B” P30013 NIFAS SC 5 JAM “N” P21003 NIFAS SC HARI KE-2
DENGAN PRE-EKLAMPSIA DENGAN PRE-EKLAMPSIA
1. PENGKAJIAN
No. Register : 215536 No. Register : 215648
MRS tanggal/jam : 26/3/2019 / MRS tanggal/jam : 27/03/2019 /
12.15WIB 19.30WIB
Tanggal pengkajian : 27/3/2019 Tanggal pengkajian : 30/03/2019
Jam pengkajian : 14.30 WIB Jam pengkajian : 07.30 WIB
Tempat : Ruang Rawat Tempat : Ruang Bersalinan
Gabung RSUD RSUD
Blambangan Blambangan
A. Data Subyektif
53

1. Identitas 1. Identitas
Nama klien : Ny. ”B” Nama klien : Ny. ”N”
Umur : 28 tahun Umur : 33 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa /Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : IRT
Alamat : Kertosari Alamat : Kabat

Nama suami : Tn. ”A” Nama suami : Tn.”S”


Umur : 25 tahun Umur : 43 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa /Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Buruh tani
Alamat : Kertosari Alamat : Kabat

Riwayat Pernikahan Riwayat Pernikahan


Pernikahan ke :2 Pernikahan ke : 1
Lama menikah : 2 Tahun Lama menikah : 11 tahun
Usia pertama menikah : 22 tahun Usia pertama menikah : 22 tahun
2. Alasan Kunjungan 2. Alasan Kunjungan
- -
3. Keluhan Utama 3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan Nyeri pada luka Ibu mengatakan Pandangannya kabur
bekas operasinya
4. Riwayat Kebidanan 4. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat Haid a. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun Menarche : 13 tahun
Siklus : teratur ( 30 hari) Siklus : teratur
Lamanya : 5 hari Lamanya : 7 hari
Dysmenorhea : ya (hari ke 1-3) Dysmenorhea : ya (hari ke 1-3)
Warna/Bau : merah segar / Warna/Bau : merah segar /
anyir anyir
Flour Albus : ya (tidak gatal, Flour Albus : ya (tidak gatal,
tidak berbau, tidak berbau,
bening ) bening )
HPHT : 09 – 06 – 2018 HPHT : lupa
HPL : 16 – 03 – 2019 HPL :-
54

b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu :


(Klien 1)
NO. KEHAMILAN PERSALINAN ANAK NIFAS

Anak UK Tempat Jenis penolong Penyulit JK BB/PB H/M/U ASI Penyulit


Ke

1. 1 - BPM Spontan Bidan - P 3400gr H/ 6th 2 th -


/49cm

2. 2 - BPM Spontan Bidan - P 3000gr H/4 th 2 th -


/47cm

3. 3 A B O R T U S

Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu :


(Klien 2)
NO. KEHAMILAN PERSALINAN ANAK NIFAS

Anak UK Tempat Jenis penolong Penyulit JK BB/PB H/M/U ASI Penyulit


Ke

1. 1 - RS Spontan Bidan PE P 3200gr H/ 10th 2 th PE


/48cm

2. 2 - RS Spontan Bidan PE P 2300gr H/5 th 2 th PE


/47cm
55

c. Riwayat Kehamilan, Persalinan c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan


dan Nifas sekarang Nifas sekarang
1) Kehamilan 1) Kehamilan
Ini merupakan kehamilan yang Ini merupakan kehamilan yang ke
ke 4 usia kehamilan 9 bulan 3, Ibu merasakan gerakan anak
lebih, ibu pernah mengalami pertama kali pada usia kehamilan
keguguran 1x pada kehamilan 7 bulan, karena ibu tidak
yang ke 3. Ibu merasakan menyadari jika sedang hamil.
gerakan anak pertama kali gerakan janin terakhir dalam 24
pada usia kehamilan 4 bulan, jam ±10 kali.
gerakan janin terakhir dalam TM I ANC : tidak pernah ANC
24 jam ±10 kali. Tempat :
TM I ANC : 2 kali Keluhan :
Terapi :
1. Tempat : BPM Penyuluhan :
Keluhan : Mual muntah,
pusing TM II ANC : tidak pernah ANC
Terapi : kalk 1x1 Tempat :
Penyuluhan : Makan sedikit Keluhan :
tapi sering, istirahat cukup, Terapi :
tanda bahaya TM I, periksa Penyuluhan :
rutin.
2. Tempat : BPM TM III ANC : 2x
Keluhan : Tidak ada 1.Tempat : RS
keluhan Keluhan : pusing, pandangan
Terapi : Fe 1x1 kabur, bengkak & mual
Penyuluhan : makan beraneka Hasil : TD : 240/110MmHg, Hb:
ragam, Periksa rutin. 12,5 gr/dL, Protein urine +4
Terapi : Cek Laboratorium
TM II ANC : 3 kali Penyuluhan : menginformasikan
1. Tempat : BPM keadaan ibu saat ini, dan
Keluhan : Tidak ada keluhan menjelaskan tindakan yang harus
56

Terapi : B1 3x1, FE 1x1 segera dilakukan.


Penyuluhan : Fisiologis TM II, 2. Tempat : RSUD Blambangan
tanda bahaya TM II Keluhan : pandangan kabur,
2. Tempat : BPM pusing, ekstermitas bengkak
Keluhan : Tidak ada TD: 220/100MmHg, albumin +4
keluhan Langsung MRS.
Terapi : Fe 1x1
Penyuluhan : makan beraneka
ragam, Periksa rutin.
3. Tempat : BPM
Keluhan : Tidak ada Satus TT : T4
keluhan
Terapi : Fe 1x1
Penyuluhan : makan beraneka
ragam, senam hamil, Periksa
rutin

TM III ANC : 3 kali


1. Tempat : BPM
Keluhan : Tidak ada keluhan
Terapi : FE 1x1 & vit C
Penyuluhan : Pola aktivitas
(senam hamil), Pola istirahat
2. Tempat : dr. SpOG
Keluhan : pusing, kaki
bengkak ( TD: 160/100MmHg,
albumin negatif)
Penyuluhan : oleh dr
disarankan untuk operasi
caesar, tetapi ibu menolak.
57

3. Tempat : Poli kandungan


RSUD Blambangan.
Keluhan : Pusing, kaki
bengkak (TD: 150/100
MmHg, Albumin +4)
Penyuluhan : dianjurkan
MRS

Status TT : T4

2) Persalinan 2) Persalinan
Pada tgl 26-03-2019 ibu Pada tanggal 27-03-2019 ibu
periksa kepoli kandungan periksa ke RS dengan keluhan
RSUD Blambangan, TD pusing & pandangan kabur. pada
150/100MmHg, dan jam 10:20 Wib dilakukan
Albumin+4 kemudian pemasangan infus RL 20 tpm,
langsung MRS. Pada jam dipasang DC, dan dilakukan
13:45 wib dilakukan pemeriksaan Lab albumin +4,
pemasangan infus RL 20 tpm, diberikan terapi SM fulldose 20%
pemberian SM 20 cc MgSO4 selesai jam 11:00 wib, nifedipin
20% (IV pelan) pada jam 10 mg, Metildopa 300 mg, dexam,
12:10 wib, SM 40% 2,5 cc/ dan O2 4 lpm. pada tanggal 27-
jan, dan dopamet 500 gr. Pada 03-2019 jam 20.30 WIB ibu
tanggal 27-03-2019 jam berangkat ke OK untuk
08:00wib ibu berangkat ke OK melakukan operasi SC, jam 22.30
untuk melakukan Operasi SC + WIB ibu melahirkan bayi
MOW oleh dr. Erva SpOG, perempuan dengan BBLR AS :
jam 09:13 wib Ibu melahirkan 3 , BB : 1500 gr, PB : 49 cm
bayi perempuan AS 7-8 anus (+), cacat (–), plasenta lahir
keaadaan bayi sehat, lahir manual lengkap perdarahan ±800
58

menangis kuat, BB: 2900 gr, cc, kontraksi uterus baik, TFU 2
PB: 48 cm, ketuban jernih, jari dibawah pusat.
anus (+), cacat (-), plasenta
lahir manual lengkap
perdarahan ±800 cc, kontraksi
uterus baik, TFU 2 jari
dibawah pusat.

3) Nifas 3) Nifas
Pada tanggal 27-03-2019 jam Pasien datang dari OK jam 23.30
09.30 WIB Pasien datang dari WIB masuk ruang ICU, pada tgl
OK, merasakan nyeri perut, 30-03-2019 jam 19.30 pasien
perdarahan ±7cc, kontraksi dipindahkan dari ICU ke R.
uterus baik, TFU 2 jari Bersalin (Perawatan), merasakan
dibawah pusat SM 40% ±50cc nyeri perut, perdarahan ±50cc,
masuk jam 10.00 WIB. kontraksi uterus baik, TFU 2 jari
dibawah pusat, SM 40% 50 cc
masuk jam 15.30 WIB.
d. Riwayat KB d. Riwayat KB
Ibu mengatakan pernah Ibu mengatakan pernah
menggunakan KB suntik 3 bln menggunakan Kb suntik 3 bln
setelah melahirkan anak setelah melahirkan anak
pertamanya, selama 1 tahun, tidak pertamanya selama 6 bulan,
ada keluhan dan ibu berhenti ber kemudian ibu berhenti
KB karena ingin punya anak lagi, menggunakan KB suntik 3 bulan
dan setelah melahirkan anak ke 2 karena ibu memiliki penyakit
ibu menggunakan KB suntik 3 bln hipertensi dan memilih
lagi selam 3 tahun, dan kemudian menggunakan KB alami, sampai 4
ibu berhenti ber Kb karena ingin tahun ibu hamil anak ke 2, setelah
punya anak lagi yang ke 3, pada kelahiran anak ke 2 ibu tetap
kehamilan yang ke 3 ibu menggunakan KB alami, dan 2
mengalami keguguran. 2 tahun tahun kemudian ibu hamil anak ke
59

kemudian ibu hamil yang ke 4 3, setelah melahirkan anak ke 3


dengan suami yang ke 2 dan nya saat ini ibu sudah MOW.
setelah melahirkan anak ke 4 nya
saat ini ibu sudah MOW.
5. Riwayat Kesehatan 5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang a. Riwayat kesehatan sekarang
Saat ini ibu tidak sedang Saat ini ibu tidak sedang
menderita penyakit menular menderita penyakit menular
seperti : hepatitis, TBC, penyakit seperti :hepatitis, TBC, penyakit
menahun seperti : jantung, saat ini menahun seperti jantung, saat ini
ibu menderita tekanan darah ibu sedang menderita penyakit
tinggi dan dirawat di RS, ibu menurun yaitu tekanan darah
mengeluh nyeri pada luka bekas tinggi, dan di rawat di RS, ibu
operasi. mengatakan pandangannya kabur,
b. Riwayat kesehatan yang lalu
dan nyeri pada luka bekas
Ibu mengatakan tidak pernah
operasinya, dan kondisi ibu saat
menderita penyakit menular
ini gelisah karena tekanan
seperti TBC, Hepatitis, tidak
darahnya masih tinggi.
pernah menderita penyakit
b. Riwayat kesehatan yang lalu
menahun (stroke, jantung), Ibu memiliki riwayat darah tinggi.
penyakit menurun (darah tinggi, Ibu tidak pernah menderita
diabetes melitus). Ibu tidak penyakit menular (Hepatitis,
pernah operasi dan tidak pernah TBC), menahun (stroke, Jantung),
opname. menurun (Diabetes). Ibu tidak
c. Riwayat kesehatan keluarga
pernah operasi dan pada
Dalam keluarga ibu tidak
persalinan sebelumnya ibu
mempunyai penyakit penyakit
bersalin di RS dengan indikasi
menular (Hepatitis, TBC), ibu
Pre-eklamsia.
tidak memiliki riwayat penyakit
c. Riwayat kesehatan keluarga
hipertensi dan tidak ada Dalam keluarga ibu tidak
keturunan kembar / gemeli. mempunyai penyakit penyakit
menular (Hepatitis, TBC),
menahun pru-paru ,Jantung, dan
ibu memiliki riwayat penyakit
60

menurun yaitu tekanan darah


tinggi dari ibunya dan tidak ada
keturunan kembar / gemeli.
6. Pola kebiasaan sehari-hari 6. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi a. Pola nutrisi
Ibu hanya minum air putih, dan
Ibu belum makan apapun dan
makan nasi yang telah difasilitasi
masih berpuasa.
dari gizi RS.
b. Pola eliminasi
b. Pola eliminasi
Ibu belum BAB, terpasang kateter Ibu belum BAB, terpasang kateter
(UT: 200 cc) warna urine seperti (UT: 600 cc) warna urine seperti
air teh bau khas urine. air teh bau khas urine.
c. Pola hygiene c. Pola hygiene
Ibu masih menggunakan Ibu masih menggunakan underpat,
underpat, dan ganti 2 x/hari atau dan ganti 2 x/hari atau jika sudah
jika sudah terasa penuh. Ibu terasa penuh. Ibu diseka dan
diseka dan mengganti pakaian mengganti pakaian saat merasa
saat merasa kotor dengan dibantu kotor dengan dibantu keluarga.
d. Pola istirahat
keluarga.
Istirahat ibu terganggu karena
d. Pola istirahat
Istirahat ibu terganggu karena nyeri luka operasi, dan ibu susah
nyeri luka operasi dan merasa tidur dan tidak nyaman diruangan
susah tidur. karena panas.
e. Pola aktivitas e. Pola aktivitas
Ibu hanya berbaring diatas tempat Ibu hanya berbaring diatas tempat
tidur dan miring kiri/kanan. tidur dan miring kiri/kanan.
7. Keadaan psiko-sosial dan spiritual 7. Keadaan psiko-sosial dan spiritual
a. Keadaan psikologi a. Keadaan psikologi
Ibu merasa lega karena sudah Ibu gelisah karena tekanan
melahirkan anaknya dan darahnya masih tinggi, dan juga
persalinan berjalan dengan lancar. dalam pengaruh obat. Ibu juga
merasa khawatir dengan keadaan
b. Keadaan sosial
Hubungan ibu dengan suami bayi, dan juga dirinya.
baik,hubungan dengan keluarga
b. Keadaan sosial
juga baik, hubungan dengan Hubungan ibu dengan suami baik,
tenaga kesehatan baik dan ibu hubungan dengan keluarga Juga
61

mendapatkan dukungan dari baik, hubungan dengan tenaga


suami dan keluarga. kesehatan baik dan ibu
c. Keadaan spiritual
mendapatkan dukungan dari suami
Pada saat ini ibu hanya bisa
dan keluarga.
berdoa untuk kesehatannya dan
c. Keadaan spiritual
kesehatan bayinya. Pada saat ini ibu hanya bisa
berdoa untuk kesehatannya dan
kesehatan bayinya.
8. Latar belakang sosial budaya 8. Latar belakang sosial budaya
a. Ibu mengatakan dalam keluarga a. Ibu mengatakan dalam keluarga
tidak ada kegiatan atau kebiasaan tidak ada kegiatan atau kebiasaan
yang menghambat pada yang menghambat pada
kehamilan, persalinan dan masa kehamilan, persalinan dan masa
nifasnya. Dalam lingkungan tidak nifasnya. Dan dalam lingkungan
ada pantangan makanan atau tidak ada pantangan makanan atau
minuman. minuman dan tanpa minum jamu.
b. Ibu tidak minum alkohol dan b. Ibu tidak minum alkohol dan tidak
tidak merokok. merokok.
B. Data Obyektif
Keadaan Umum : Baik Keadaan Umum :Cukup
Kesadaran : composmentis Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital meliputi Tanda – tanda vital meliputi
Tekanan darah : 140/90 mmHg Tekanan darah : 170/100 mmHg
Suhu : 36,9 0C Suhu : 36,60C
Nadi : 82x/menit Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 18x/menit Respirasi : 19 x/menit
Tinggi Badan : 153 cm Tinggi Badan : 145 x/menit
LILA : 25 cm LILA : 33 cm
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi 1) Inspeksi
Kepala :kulit kepala bersih, Kepala :kulit kepala bersih, rambut
rambut tidak rontok, warna tidak rontok, warna rambut
rambut hitam, tidak hitam, tidak ketombe, tidak
ketombe, tidak ada benjolan ada benjolan abnormal
62

abnormal Muka :oedema, tidak pucat,


Muka: oedema,tidak pucat, tidak terdapat cloasma
ada cloasma Mata : simetris, palpebra
Mata : simetris, palpebra tidak tidakoedema,
oedema, conjungtiva conjungtiva kemerahan,
kemerahan, sklera putih, sklera putih, penglihatan
penglihatan sedikit kabur. kabur
Hidung :simetris, bersih, tidak Hidung :simetris, bersih, tidak ada
ada polip, tidak ada sekret, polip, tidak ada sekret, tidak
tidak ada pernafasan cuping ada pernafasan cuping
hidung hidung
Telinga :simetris, tidak ada Telinga :simetris, tidak ada serumen,
serumen, bersih, tidak ada bersih, tidak ada kelainan
kelainan pendengaran pendengaran
Mulut/gigi : tidak ada Mulut/gigi : tidak ada
stomatitis,tidak ada caries, stomatitis,tidak ada caries,
gusi tidak berdarah, tidak gusi tidak berdarah, tidak
ada tonsil, mukosa bibir ada tonsil, mukosa bibir
lembab, lidah bersih lembab, lidah bersih,
Leher:tidak ada pembesaran terdapat gigi berlubang.
kelenjar tyroid dan tidak Leher : tidak ada pembesaran
ada bendungan vena kelenjar tyroid dan tidak ada
jugularis bendungan vena jugularis
Axila : tidak ada benjolan Axila : tidak ada benjola abnormal
abnormal Dada :Payudara simetris, tidak ada
Dada :Payudara simetris, tidak pembengkakan, colostrum
ada pembengkakan, sudah keluar, puting
colostrum sudah keluar, menonjol, tidak ada retraksi
puting menonjol, tidak ada dada, hiperpigmentasi areola
retraksi dada, mamae, terdapat
hiperpigmentasi areola montgomery.
mamae, terdapat Abdomen : bentuk simetris,
63

montgomery. hiperpigmentasi, terdapat


Abdomen : bentuk simetris, linea nigra, terdapat strie
hiperpigmentasi, terdapat livide, ada bekas luka
linea nigra, terdapat strie operasi tertutup kasa steril
livide, ada bekas luka ±12 cm.
operasi tertutup kasa steril Genetalia : terdapat lochea rubra
±12 cm. ±20cc, tidak oedema,
Genetalia : terdapat lochea rubra terpasang selang kateter
±50cc, tidak oedema, (UT:600cc/ 5 jam) dibuang,
terpasang selang kateter warna urine seperti air teh
(UT: 200 cc/ 5 jam) dibuang, bau khas urine.
warna urine seperti air teh Anus : tidak hemoroid
bau khas urine. Ekstremitas Atas :tidak ada gangguan
Anus : tidak hemoroid gerak, oedema, tidak ada
Ekstremitas Atas :tidak ada kelainan polidaktili dan
gangguan gerak, oedema, sindaktili, terpasang infus
tidak ada kelainan RL 20 tpm.
polidaktili dan sindaktili, Ekstremitas Bawah : simetris, tidak
terpasang infus 2 jalur pada ada varises, oedema pada
tangan kiri, jalur 1: infus RL kedua kaki, tidak
18 Tpm + 2 ampul adakelainan polidaktili dan
oksitosin, jalur 2: SM 40% sindaktili, tidak ada
40cc syrimpam. gangguan aktifitas.
Ekstremitas Bawah : simetris,
tidak ada varises, oedema 2) Palpasi
pada kedua kaki, tidak ada Leher : tidak ada pembesaran
kelainan polidaktili dan kelenjar tyroid, tidak ada
sindaktili, tidak ada bendungan vena jugularis.
gangguan aktifitas Dada : Pada payudara tidak teraba
massa atau benjolan,
2) Palpasi colostrum sudah keluar,
Leher: tidak ada pembesaran tidak ada nyeri tekan pada
64

kelenjar tyroid, tidak ada payudara, tidak terdapat


bendungan vena jugularis. bendungan ASI.
Dada : Pada payudara tidak teraba Abdomen : TFU 2 jari dibawah
massa atau benjolan, pusat, kontraksi uterus baik
colostrum sudah keluar,
tidak ada nyeri tekan pada 3) Auskultasi
payudara, tidak terdapat Paru-paru : tidak ada suara
bendungan ASI. tambahan whezing
Abdomen: TFU 2 jari dibawah maupun ronchi
pusat, kontraksi uterus baik Abdomen : bising usus (6-8xmenit)

3) Auskultasi
Paru-paru : tidak ada suara 4) Perkusi
tambahan whezing Reflek Patella : + (positif)
maupun ronchi
Abdomen: bising usus (6-
8x/menit)

4) Perkusi
Reflek Patella : + (positif)
C. Data Penunjang
Tanggal / Jam : 26-03-2019 / 12.22 Tanggal / Jam : 27-03-2019 / 11.32 WIB
HB : 12,5 g/d
WIB
Protein Urine : +4 g/dL
HB : 10,5 g/d
Protein Urine : +4 g/dL

D. Terapi post SC
Tanggal 27-03-2019 Tanggal 27-03-2019
MgSO4 40 % 50cc (2,5 cc/jam) MgSO4 40% 50cc (2,5 cc/jam)
Lasix 3 x 1 amp Oksitosin 2 amp (drip)/500cc s/d 12 jam
CTC 4x 2 tab/rektal/6 jam Metildopa 3x 500 mg
Ketorolax2x 1 amp Captropil 3x1 50 mg/ 8 jam
Metro 3x1
Santalgesik 3x1 amp
65

II. INTERPRETASI DATA DASAR


DX :Pada Ny “B” P30013 Nifas 5 Jam DX :Pada Ny “N” P21003 Nifas Hari ke2
dengan pre-eklampsia dengan pre-eklampsia
DS : Ibu mengatakan melahirkan anak DS : Ibu mengatakan melahirkan anak
anak ke 3 pada tanggal 27-03- ke 3 pada tanggal 27-03-2019 jam
2019 jam 09.13 wib, ibu pernah 22.15 wib, masih mengeluarkan
mengalami keguguran 1 kali, saat darah sedikit dari kemaluan, nyeri
ini ibu masih mengeluarkan darah pada bekas luka operasi, terdapat
dari kemaluan, nyeri pada bekas bengkak pada ekstermitas dan
luka operasi dan terdapat wajah, dan pandangan kabur.
bengkak pada kedua kaki.
DO : Keadaan Umum : cukup
TTV
DO : Keadaan Umum : baik
TTV TD: 170/100 mmHg S : 36,60C
TD : 140/90 mmHg S : 36,90C
N: 80 x/menit RR: 19 x/menit
N : 88x/menit RR:18 x/menit
Abdomen :Bentuk simetris,
Abdomen : Bentuk simetris,
hiperpigmentasi, terdapat
hiperpigmentasi, terdapat
linea nigra dan strie livide,
linea nigra, terdapat strie
ada bekas luka operasi ±12
livide, ada bekas luka operasi
cm tertutup kasa steril
±12 cm tertutup kasa steril
TFU 2 jari dibawah pusat
TFU 2 jari dibawah pusat
UC berkontraksi dengan baik
UC berkontraksi dengan baik
Genetalia : terdapat lochea rubra
Genetalia : terdapat lochea rubra
±20cc, tidak oedema,
±50cc, tidak oedema,
terpasang selang kateter
terpasang selang kateter
(UT:600cc/5jam) dibuang
(UT:200cc/5jam) dibuang
warna urine seperti air teh
warna urine seperti air teh
bau khas urine.
bau khas urine.
Ekstremitas: terpasang infus RL
Ekstremitas : terpasang infus RL
20 Tpm pada tangan kiri,
+ 2 ampul oksitosin, jalur 2
oedema pada kedua kaki,
SM 40 % 40 cc syrimpam.
reflek patella +
pada tangan kiri, oedema
pada ekstermitas dan muka
Data Penunjang :
reflek patella +
66

Data Penunjang : Protein urine : +4


Protein urine : +4
III. ANTISIPASI MASALAH PONTENSIAL
Eklampsia Eklampsia
Syndrom Hellp
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Kolaborasi dengan dr.SpOG dalam Kolaborasi dengan dr.SpOG dalam
pemberian terapi pemberian terapi
V. INTERVENSI
Tanggal / Jam : 27/03/2019 / 14.40 Tanggal / Jam : 30-03-2019 / 07.40 WIB
WIB DX : Ny “ N “P21003 Nifas SC hari
DX : Ny “ B “ P30013Nifas SC 5 Jam ke 2 dengan pre-eklampsia
dengan pre-eklampsia Tujuan :Setelah dilakukan asuhan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 x 24 jam
kebidanan selama 1 x 24 diharapkan tidak terjadi
jam diharapkan tidak eklampsia
eklampsia Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal :
TTV dalam batas normal : TD : 100/60 – 130/90 mmHg
TD : 100/60 – 130/90 mmHg N : 60 – 100 x/ menit
N : 60 – 100 x/ menit S : 36,5 0C – 37,5 0C
S : 36,5 0C – 37,5 0C RR : 16 – 24 x/menit
RR : 16 – 24 x/menit TFU 2 jari dibawah pusat
TFU 2 jari dibawah pusat Kontraksi uterus baik (teraba keras)
Kontraksi uterus baik (teraba keras) Lochea rubra (berwarna merah segar)
Lochea rubra (berwarna merah Tidak terjadi syndrom hellp
segar) Tidak terjadi kejang
Tidak terjadi kejang
Intervensi
Intervensi 1. Informasikan hasil pemeriksaan pada
1. Informasikan hasil pemeriksaan pada ibu
ibu R/ Ibu tidak cemas dan ibu lebih
R/ Ibu tidak cemas dan ibu lebih kooperatif.
kooperatif. 2. Observasi keadaan umum dan tanda-
67

2. Observasi keadaan umum dan tanda- tanda vital tiap 4 jam, kontraksi
tanda vital tiap 4 jam, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan,
uterus, kandung kemih, perdarahan, dan pengeluaran lochea
dan pengeluaran lochea R/ tolak ukur jika terdapat kegawatan
R/ tolak ukur jika terdapat pada ibu.
kegawatan pada ibu. 3. Ajarkan ibu teknik relaksasi
3. Ajarkan ibu teknik relaksasi R/ teknik relaksasi dapat mengurangi
R/ teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri pada ibu.
rasa nyeri pada ibu. 4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara secara bertahap
bertahap R/ mempercepat proses involusi.
R/ mempercepat proses involusi. 5. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup
5. Anjurkan ibu untuk istirahat R/ keadaan umum ibu dapat
cukup membaik. Pola istirahat juga dapat
R/ keadaan umum ibu dapat mempengaruhi dalam produksi ASI.
membaik. Pola istirahat juga dapat 6. Beri diet TKTP dan rendah garam
mempengaruhi dalam produksi ASI. sesuai anjuran dokter
6. Beri diet TKTP dan rendah garam R/ memenuhi kebutuhan nutrisi pada
sesuai anjuran dokter ibu dengan pre-eklampsia.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi pada 7. Lanjutkan terapi dokter
ibu dengan pre-eklampsia. R/ mencegah terjadinya komplikasi.
7. Jelaskan pada ibu cara menyusui 8. Anjurkan keluarga untuk memberi
yang benar perlindungan lebih terutama pada saat
R/ dengan menyusui yang benar bayi keadaan ibu gelisah.
akan mendapatkan ASI yang R/ mengantisipasi terjadinya cedera
maksimal. pada ibu.
8. Lanjutkan terapi dokter
R/ mencegah terjadinya komplikasi.

VI. IMPLEMENTASI
Tangal / Jam : 27 – 03 – 2019 / 14.45 Tangal / Jam : 30 – 03 – 2019 / 07.40
WIB WIB
1. Jam 14.50 WIB Menjelaskan hasil 1. Jam 07.50 WIB Menjelaskan hasil
68

pemeriksaan pada ibu tentang pemeriksaan pada ibu tentang


kondisinya bahwa tekanan darah ibu kondisinya bahwa tekanan darah ibu
masih mengalami peningkatan. masih mengalami peningkatan.
H/Ibu memahami H/Ibu memahami
2. Jam 14.55 WIB Ajarkan ibu teknik 2. Jam 07.55 Ajarkan ibu teknik
relaksasi yaitu dengan nifas panjang relaksasi yaitu dengan nifas panjang
kemudian keluarkan lewat mulut. kemudian keluarkan lewat mulut.
H/ Ibu memahami dan mampu H/ Ibu memahami dan mampu
melakukanya melakukanya
3. Jam 15.00 WIB Menganjurkan ibu H/ Ibu memahami dan mampu
untuk mobilisasi secara bertahap melakukanya
dengan miring kiri dan kanan. 3. Jam 08.00 WIB Menganjurkan ibu
H/ ibu memahami dan bersedia untuk mobilisasi secara bertahap
melakukannya dengan miring kiri dan kanan.
4. Jam 15.10 WIB Menganjurkan ibu H/ ibu memahami dan bersedia
untuk istirahat cukup. melakukannya
H/ Ibu memahami 4. Jam 08.10 WIB Menganjurkan ibu
5. Jam 15.30 WIB Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
untuk makan makanan yang bergizi H/ Ibu mengerti
terutama tinggi kalori dan tinggi 5. Jam 08.30 WIB Menganjurkan ibu
protein serta tidak pantang terhadap untuk makan makanan yang bergizi
makanan, tetapi kurangi terutama tinggi kalori dan tinggi
mengkonsumsi makanan yang protein serta tidak pantang terhadap
mengandung garam dan berlemak. makanan, tetapi kurangi
H/ Ibu memahami dan bersedia mengkonsumsi makanan yang
melakukanya, tetapi saat ini ibu mengandung garam dan berlemak.
masih puasa. H/ Ibu memahami dan bersedia
6. Jam 16.00 WIB Mengobservasi melakukanya, tetapi saat ini ibu
keadaan umum dan tanda-tanda masih puasa.
vital, kontraksi uterus, kandung 6. Jam 09.00 WIB Mengobservasi
kemih, perdarahan, dan pengeluaran keadaan umum dan tanda-tanda vital,
lochea. kontraksi uterus, kandung kemih,
69

H/ Keadaan Umum : baik perdarahan, dan pengeluaran lochea.


Kesadaran : composmentis H/ Keadaan Umum : cukup
TTV : TD : 140/90 mmHg Kesadaran : composmentis
N : 84 x/menit TTV : TD : 160/100 mmHg
S : 36,7 0C N : 86 x/menit
RR : 18 x/menit S : 36,6 0C
TFU 2 jari dibawah pusat RR : 19 xmenit
Kontraksi uterus keras TFU 2 jari dibawah pusat
Lochea rubra ±50cc Kontraksi uterus keras
Kandung kemih kosong (Urine Lochea rubra ±20 cc
terbuang 150cc, warna urine Kandung kemih kosong (UT: 200cc,
seperti air teh bau khas urine) warna urine seperti air teh
7. Jam 17.00 wib Menjelaskan pada ba khas urine)
ibu cara menyusui yang benar. 7. Melanjutkan terapi dokter
H/ ibu memahami dan bayi sudah H/ injeksi lasix, santalgesik 1 amp,
mendapatkan ASI yang cukup metro inf 1 fls lansoprazol
8. Melanjutkan terapi dokter 8. Menganjurkan keluarga untuk
H/ 18.00 wib Injeksi ketorolax 1 memberi perlindungan lebih terutama
amp, pada saat keadaan ibu gelisah.
02.00 WIB CTC 2 tablet/rectal H/ keluarga mengerti.

VII. EVALUASI
Tanggal / Jam : 28/03/2019 / 14.30 WIB Tanggal / Jam : 31/03/2019 / 07.30 WIB
DX : P30013 nifas SC hari ke 1 dengan DX : P21003 nifas SC hari ke-2 dengan
Pre-eklampsia pre-eklampsia
S : masih merasa mules saat S : keluar darah sedikit dari vagina,
menyusui, keluar darah sedikit masih merasakan nyeri pada luka
dari vagina, masih merasakan operasi, pandangan kabur.
O :
nyeri pada luka operasi.
TTV : TD : 160/100 mmHg
O :
S : 37 0C
TTV : TD : 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
S : 36,70C
RR : 19 x/menit
N : 86 x/menit
Ibu tidak kejang
RR : 18 x/menit Terdapat luka bekas operasi ±12
Ibu tidak kejang
cm tertutup kasa steril
Terdapat luka bekas operasi ±12
70

cm tertutup kasa steril TFU 2 jari dibawah pusat


TFU 2 jari dibawah pusat Kontraksi uterus baik
Kontraksi uterus baik Aff DC, infus potong
Terpasang infus RL + oksitosin 2 Terapi: Lasix tablet 40 gr,
amp aminodipin 1x1gr, captropil
Injeksi ketorolax 1 amp
3x25gr, amef 3x1
SM selesai pada jam 09.20 WIB
Kateter sudah dilepas pada jam
Lochea rubra ±50cc
09.30 wib Oedema pada kedua kaki
Lochea rubra ±50cc
berkurang
Oedema pada kedua kaki
mobilisasi
berkurang
Mobilisasi
A : Ny “B” P30013 nifas SC hari ke-1 A : Ny “N” P21003 nifas SC hari ke-3
dengan pre-eklampsia.
P :
P :
1. Anjurkan ibu untuk menjaga
1. Anjurkan ibu untuk menjaga pola
pola makan dengan rendah
makan dengan rendah garam.
garam. 2. Anjurkan ibu untuk melakukan
2. Anjurkan ibu untuk melakukan
perawatan payudara.
perawatan payudara. 3. Ingatkan kembali ibu untuk
3. Ingatkan kembali ibu untuk
memberikan bayinya ASI pada
memberikan bayinya ASI pada
bayinya minimal 2 jam sekali.
bayinya minimal 2 jam sekali. 4. Anjurkan ibu untuk istirahat
4. Anjurkan ibu untuk istirahat
cukup.
cukup. 5. Anjurkan ibu untuk berkemih.
5. Anjurkan ibu untuk berkemih. 6. Anjurkan ibu untuk mobilisasi
6. Anjurkan ibu untuk mobilisasi
secara dini.
secara dini. 7. Anjurkan ibu untuk
7. Anjurkan ibu untuk personal
menjagapersonal hygiene.
hygiene.
71

Catatan Perkembangan

Klien 1 Klien 2
Tanggal / Jam : 29/03/2019 / 07.00 WIB Tanggal / Jam : 01 /43/ 2019 / 07.00
WIB
S : nyeri pada luka operasi.
O:
S : masih merasa mules saat menyusui,
TTV : TD : 120/80 mmHg
S : 36,70C keluar darah sedikit dari vagina,
N : 86 x/ menit
masih merasakan nyeri pada luka
RR : 18 x/menit
Terdapat luka bekas operasi ±12 cm operasi, pandangan masih kabur
tertutup kasa steril dan pusing
TFU 2 jari dibawah pusat O:
Kontraksi uterus baik TTV : TD : 140/90 mmHg
Terpasang infus RL 20 tpm S : 36,60C
Lochea rubra ±20cc N : 82 x/ menit
Terdapat oedema pada kedua kaki RR : 18 x/menit
Terdapat luka bekas operasi ±12 cm
A : Ny “B” P30013 nifas SC hari ke-3
tertutup kasa steril
TFU 2 jari dibawah pusat
P:
Kontraksi uterus baik
Jam 07.45 WIB Melakukan rawat luka
Terpasang infus RL 20 tpm
dan mengganti perban, sudah Lochea rubra ±10cc
Terdapat oedema ekstermitas
dilakukan rawat luka dan diganti
perban, luka kering tidak ada
A : Ny “N” P2103nifas SC hari ke-4
tanda-tanda infeksi.
Jam 08.00 WIB Memberikan injeksi dengan pre-eklampsia
P :
ketorolax 1 amp, injeksi sudah
Jam 07.00 WIB menganjurkan Ibu
diberikan dan tidak ada reaksi
untuk sering mengganti pembalut,
alergi.
ibu mengerti.
Jam 08.15 WIB Melakukan perawatan
Jam 07.30 WIB Memberikan diet
payudara, payudara bersih dan
TKTP rendah garam sesuai
tidak ada bendungn ASI.
anjuran dokter, ibu makan 1 porsi
Jam 09.00 WIB Mendamping ibu
Jam 07.45 WIB Melakukan rawat luka
menyusui bayinya, bayi menyusu
dan mengganti perban, sudah
dengan baik.
dilakukan rawat luka dan diganti
Jam 09.30 WIB Memberitahu ibu unutk
72

sering mengganti pembalut, ibu perban, luka kering tidak ada


mengerti. tanda-tanda infeksi.
Jam 11.00 WIB Melakukan Jam 11.00 melakukan pemeriksaan
pemeriksaan TTV, TD : 120/80 TTV : TD = 130/80 MmHg, S =
mmHg, S : 360C N : 82 x/menit 36,7°C, N = 84x/mnt, RR =
RR : 18 x/menit
20x/mnt.
Jam 11.30 WIB Memberikan diet TKTP
Jam 11.30 WIB Memberikan diet TKTP
rendah garam sesuai anjuran
rendah garam sesuai anjuran
dokter, ibu makan 1 porsi.
dokter, ibu makan 1 porsi.
Jam 12.30 WIB Mendampingi ibu
12.30 WIB menganjurkan ibu untuk
menyusui bayinya, bayi
istirahat yang cukup, Ibu
menyusu dengan baik.
mengerti.
Jam 13.00 WIB Menganjurkan ibu
untuk istirahat cukup disaat
bayinya sedang tidur, ibu
mengerti.

Tanggal / Jam : 30/03/2019 /09.00 WIB Tanggal / Jam : 2-4-2019 / 10.00 WIB

S : nyeri pada luka operasi berkurang.


O : S : Pandangan kabur berkurang, masih
TTV : TD: 120/80 mmHg
mual.
S : 36,5 0C
O:
N : 80 x/ menit
TTV : TD :180 / 100 MmHg
RR : 18 x/menit
Terdapat luka bekas operasi ±12 S : 36,9°C
cm tertutup kasa steril N : 82x / mnt
TFU 2 jari dibawah pusat
RR : 21x / mnt
Kontraksi uterus baik
Lochea rubra ±15cc Terdapat luka bekas operasi ±12
73

oedema pada kedua kaki sudah cm tertutup kasa steril


TFU 2 jari dibawah pusat
berkurang
Kontraksi uterus baik
Lochea rubra ±15cc
A : Ny “B” P30013 nifas SC hari ke-3
oedema pada kedua kaki
infus (+) syrympamp (+)
P :
DC (+)
Jam 08.00 WIB Medampingi ibu
menyusui bayinya, bayi menyusu A : Ny “N” P2103 nifas SC hari ke-5
dengan baik. indikasi pre-eklampsia.
Jam 09.30 WIB Mengikuti dokter
P :
visite, ibu boleh pulang.
Jam 09.45 memberikan SM 20 %,
Jam 11.00 WIB Melakukan
secara Iv bolus.
pemeriksaan TTV, TD : 120/80
Jam 10.30 memberikan SM 40 %,
0
mmHg, S : 36,5 C, N : 80 x/menit
syrimpam +
RR : 19 x/menit Jam 10.30 WIB Menganjurkan Ibu
Jam 11.30 WIB Memberikan diet TKTP
untuk Istirahat yang cukup, Ibu
dan rendah garam, ibu makan ½
mengerti.
porsi. Jam 11.00 injeksi santalgesik
Jam 12.00 WIB Mendampingi ibu Jam 11.05 WIB Melakukan
menyusui bayinya, bayi menyusu pemeriksaan TTV : TD =
dengan baik. 180/100 MmHg, S = 36,9°C, N =
Jam 13.00 WIB Memberikan KIE
82x/mnt, RR = 21x/mnt.
puang : Jam 16.00 WIB memberikan injeksi
a. Pola nutrisi, yaitu cukup protein,
santalgesik 1 amp.
rendah karbohidrat, lemak dan
garam, ibu memahami.
b. Personal hygiene, dengan sering
Tanggal / Jam : 3-4-2019 / 08.30 WIB
mengganti pembalut dan S : ibu merasa kembung
membersihkan daerah kelamin O : TTV : TD :170 / 100 MmHg
dari arah depan ke belakang, ibu S : 36,9°C
memahami. N : 82x / mnt
c. Istirahat cukup, yaitu tidur siang ±
RR : 21x / mnt
1-2 jam dan tidur malam ±7 jam,
Terdapat luka bekas operasi ±12
ibu memahami.
cm tertutup kasa steril
d. Melakukan perawatan payudara
TFU 2 jari dibawah pusat
dirumah 2 x/hari, ibu memahami. Kontraksi uterus baik
e. Pola aktivitas, yaitu mengurangi Lochea sanguelenta
oedema pada kedua kaki
74

pekerjaan yang berat dan infus (+) syrympamp (+)


DC (+)
menganjurkan ibu untuk sering
A : Ny “N” P 2103 nifas SC hari ke-6
jalan-jalan pagi, ibu memahami.
indikasi pre-eklampsia.
f. Cara perawatan tali pusat di
P :
rumah yaitu tali pusat hanya Jam 08.00 WIB WIB Melakukan rawat
dibungkus dengan kassa kering, luka dan mengganti perban, sudah
ibu memahami. dilakukan rawat luka dan diganti
g. Memberitahu ibu untuk kontrol
perban, luka kering tidak ada
ulang pada tanggal 05 Maret 2018
tanda-tanda infeksi.
di poli kandungan, ibu mengerti Jam 08.30 WIB Memberikan diet
dan bersedia melakukan, ibu TKTP rendah garam sesuai
memahami. anjuran dokter, ibu makan 1 porsi.
Jam 14.00 WIB pasien pulang dan
diberikan terapi asam mefenamat 3 x Jam 11.00 WIB melakukan
500mg, cefadroxil 2 x 500mg, pemeriksaan TTV : TD :150 / 90
captropil 1 x 25mg sesuai dengan MmHg
anjuran dokter, ibu mengerti dan S : 36,9°C
bersedia untuk meminum obatnya. N : 82x / mnt
RR : 21x / mnt
Jam 12.00 WIB menganjurkan ibu
untuk istirahat yang cukup.

Tanggal / Jam : 4-04-2019 / 20.00 WIB


S : nyeri luka operasi berkurang,
pandangan masih kabur.
O :: TTV : TD :140 / 90 MmHg
S : 36,9°C
N : 82x / mnt
RR : 21x / mnt
Terdapat luka bekas operasi ±12
cm tertutup kasa steril
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus baik
75

Lochea sanguelenta
oedema pada kedua kaki
A : Ny “N” P21003 nifas SC hari ke-7
indikasi pre-eklampsia.
P :
Jam 21.30 WIB menganjurakan ibu
untuk istirahat yang cukup, ibu
memahami.
Jam 22.00 WIB melakukan
pemeriksaan TTV :
TD :140 / 90 MmHg
S : 36,9°C
N : 82x / mnt
RR : 21x / mnt
Jam 22.00 WIB Memfasilitasi ibu
terapy : captropil 25 mg 1 tablet
Tanggal / Jam : 5-04-2019 / 09.00 WIB
S : nyeri luka operasi
O : TTV : TD :140 / 90 MmHg
S : 36,9°C
N : 82x / mnt
RR : 21x / mnt
Terdapat luka bekas operasi
±12 cm tertutup kasa steril
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus baik
Lochea sanguelenta.
A : Ny “N” P 2103 nifas SC hari ke-8
indikasi pre-eklampsia.
P :
Jam 09.30 WIB Mengikuti dokter
visite, ibu boleh pulang.
Jam 11.00 WIB Melakukan
pemeriksaan TTV, TD : 130/90
mmHg, S : 36,50C, N : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
Jam 11.30 WIB Memberikan diet TKTP
76

dan rendah garam, ibu makan ½


porsi.
Jam 12.00 WIB Mendampingi ibu
menyusui bayinya, bayi menyusu
dengan baik.
Jam 13.00 WIB Memberikan KIE
puang :
a. Pola nutrisi, yaitu cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan
garam, ibu memahami.
b. Personal hygiene, dengan sering
mengganti pembalut dan
membersihkan daerah kelamin
dari arah depan ke belakang, ibu
memahami.
c. Istirahat cukup, yaitu tidur siang
± 1-2 jam dan tidur malam ±7
jam, ibu memahami.
d. Melakukan perawatan payudara
dirumah 2 x/hari, ibu memahami.
e. Pola aktivitas, yaitu mengurangi
pekerjaan yang berat dan
menganjurkan ibu untuk sering
jalan-jalan pagi, ibu memahami.
f. Cara perawatan tali pusat di
rumah yaitu tali pusat hanya
dibungkus dengan kassa kering,
ibu memahami.
g. Memberitahu ibu untuk kontrol
ulang pada tanggal 07 april 2019
di poli kandungan, ibu mengerti
dan bersedia melakukan, ibu
memahami.
Jam 14.00 WIB pasien pulang dan
diberikan terapi asam mefenamat 3 x
500mg, cefadroxil 2 x 500mg,
77

captropil 1 x 25mg sesuai dengan


anjuran dokter, ibu mengerti dan
bersedia untuk meminum obatnya.

BAB 4
78

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas perbandingan antara teori dengan hasil

penatalaksanaan asuhan yang telah diberikan dengan harapan untuk memperoleh

gambaran secara nyata dan sejauh mana asuhan kebidanan ibu nifas Ny “B” P 30013

nifas SC 5 jam dengan Pre-eklampsia dan Ny “N” P 21003 nifas Hari ke-2 indikasi

Pre-eklampsia.

Selain itu juga mengetahui dan membandingkan adanya kesamaan dan

kesenjangan selama memberikan asuhan kebidanan dengan Menejemen 7 langkah

Hellen Varney.

4.1 PENGKAJIAN

a. Data Subyektif

Pada data subyektif yang diperoleh, usia Ny. B 28 tahun dan Ny. N

33 tahun. Menurut pendapat Ambarwati, 2010, usia yang dapat

meningkatkan resiko terjadinya pre-eklamsia adalah usia < 20 tahun, dan

> 35 tahun. Hal ini menunjukkan adanya ketidak sesuaian antara teori

dengan fakta. Pada pre-eklamsia usia tidak menjadi faktor satu-satunya,

karena pre-eklamsia juga dapat disebabkan oleh faktor yang lain pada

Ny. B ini merupakan kehamilan yang ke empat, dari hal ini menunjukkan

pre-eklamsia yang terjadi pada Ny. B disebabkan oleh faktor multi

paritas, sedangkan pada Ny.N obesitas menjadi salah satu faktor

terjadinya pre-eklamsia.
79

Pada riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu pada Ny. B

ini merupakan keamilan yang ke 4, Ny B tidak pernah memiliki riwayat

pre-eklamsia / hipertensi sebelumnya. Sedangkan Ny. N ini merupakan

kehamilan yang ke 3 dan Ny. N memiliki riwayat pre-eklamsia pada

kehamilan sebelumnya. Menurut hasil penelitian Agung Supriandono dan

Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus

preeklapmsia mempunyai riwayat preeklamsia, sedangkan pada

kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%) mempunyia riwayat preeklampsia

berat. Berdasarkan hal tersebut terdapat ketidak sesuaian antar teori dan

fakta pada Ny.B, dan terjadi kesesuaian pada Ny.N pada kehamilan,

persalinan sebelumnya Ny. N mengalami pre-eklamsia, ibu yang

memiliki riwayat pre-eklamsia sebelumnya berisiko mengalami pre-

eklamsia pada kehamilan berikutnya.

Riwayat kesehatan (sekarang, yang lalu, dan keluarga), pada Ny. N

memiliki riwayat penyakit hipertensi pada ibunya, sedangkan pada Ny.B

tidak ada Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya. Menurut

Prawirohardjo, 2009 terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para

ahli, salah satunya yaitu teori genetik, yaitu komplikasi hipertensi pada

kehamilan dapat diturunkan pada anak perempuannya sehingga sering

terjadi hipertensi sebagai komplikasi kehamilannya. Berdasarkan hal

tersebut ada ketidak sesuaian antara teori dan fakta pada Ny. B

sedangkan pada Ny. N terdapat kesamaan antara teori dan fakta. Riwayat

hipertensi pada keluarga dapat menurun, karena salah satu penyebab

hipertensi yaitu faktor genetik, meskipun terdapat beberapa faktor yang


80

lain seperti : gaya hidup, tingkat stres, pola makan dan kurangnya

aktivitas fisik.

Pada riwayat kehamilan, persalianan, dan nifas sekarang pada Ny.

B dan Ny. N ditemukannya tanda dan gejala hipertensi, kaki bengkak

pada TM III, Menurut Maryunani,2016, Preeklampsia adalah penyakit

yang ditandai dengan adanya hipertensi disertai proteinuria dan edema

yang timbul selama kehamilan setelah usia kehamilan > 20 minggu atau

segera setelah persalinan sampai < 48 jam postpartum. Berdasarkan data

pada Ny. B dan Ny. N, terdapat kesesuaian antara teori dan fakta. Pre-

eklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut, yang dapat terjadi

pada masa kehamilan, saat persalinan dan pasca persalinan. Sedangkan

gejalanya biasanya mulai muncul pada awal Trimester III, dan bisa

berlanjut sampai ahir minggu pertama setelah persalinan.

b. Data Obyektif

Dari hasil pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik pada Ny. B

P30013 ditemukan hasil keadaan umum ibu cukup, kesadaran

komposmentis, TTV: tekanan darah 140/90 mmHg, respirasi 18 x/menit,

suhu 36,90C, nadi 82 x/menit dan protein urine + 4. Pada ekstremitas

bawah terlihat bengkak. Pada Ny. N P21003 ditemukan hasil keadaan

umum cukup, kesadaran komposmentis, TTV : tekanan darah 170/100

mmHg, respirasi 19 x/menit, suhu 36,6 0C, nadi 80 x/menit dan protein

urine +4.
81

Menurut Sukarni, 2013, pre-eklampsia dibagi menjadi dua, yaitu

pada Pre-eklampsia ringan ditandai dengan tekanan darah 140/90 mmHg

dengan kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30

mmHg atau lebih, edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau

kenaikan berat 1 kg atau lebih per minggu, proteinuria kwantitatif 0,3 gr

atau lebih per liter, kwantitatif 1+ atau 2+. Pada pre-eklampsia berat

ditandai dengan tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan

diastolik 110 mmHg atau lebih, proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam,

3+ atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif, oliguria, air kencing 400 ml atau

kurang dalam 24 jam, keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri

didaerah epigastrium, edema paru dan sianosis. Berdasarkan data yang

ditemukan pada Ny. B dan Ny. N terjadi pre-eklampsia dan terdapat

kesesuaian antara teori dan fakta. Dari data Ny. B dan Ny.N mengarah ke

pre-eklamsia.

4.2 INTERPRETASI DATA DASAR

Pada Ny. B didapatkan data subyektif bahwa Ny. B telah melahirkan

anak ke 3 nya secara operasi seksio cesarea, ibu pernah mengalami abortus

1 kali, ibu mengatakan nyeri luka operasi dan masih dalam 5 jam nifas.

Data obyektif ditemukan K/U: cukup, Kesadaran : komposmentis, Tanda-

tanda vital : TD: 140/90 mmHg, S: 36,9 0C, N: 82x/menit, RR : 18x/menit

dan ekstermitas ibu masih oedema. Dari data subyektif dan data obyektif

maka didapatkan diagnosa P30013 Nifas SC 5 jam Indikasi Pre-eklampsia.


82

Pada Ny. N didapatka data subyektif bahwa Ny. N telah melahirkan ke

3 nya secara seksio cesarea, ibu mengatakan nyeri luka operasi, padangan

kabur pada nifas hari ke 2. Data obyektif ditemukan K/U: cukup,

Kesadaran : komposmentis, Tanda-tanda vital : TD : 160/110 mmHg, N : 80

x/menit, S : 36,60C, RR : 19 x/menit dan ekstermitas ibu masih oedema.

Dari data subyektif dan data obyektif maka didapatkan diagnosa P 21003 Nifas

SC hari ke2 Indikasi Pre-eklampsia.

DS data yang diperoleh dari anamnesa pada pasien secara lansung

sesuai dengan keluhan (Elisabeth, 2015), pada ibu nifas dengan pre-

eklampsia dapat diperoleh data obyektif yang menunjang diagnosa K/U :

lemah/cukup, kesadaran : komposmentis, TTV : tekanan darah mengalami

kenaikan sistole >30mmHg dan diastol > 15 mmHg, nadi pada ibu dengan

pre-eklampsia cenderung normal 60 – 100 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 0C,

respirasi 16 – 24 x/menit. Terdapat oedema kaki, tangan dan muka, protein

urine +1, +2 atau lebih. Dan kemudian diagnosa ditentukan dengan Ny ‘

‘.....P ... A... P... I... A... H... nifas jam/hari ke ... dengan pre-eklamsia.

Berdasarkan data yang ditemukan pada Ny. B dan Ny. N terjadi pre-

eklampsia berat dan terdapat kesesuaian antara teori dan fakta. Karena pada

Ny.B dan Ny. N terjadi gejala / tanda–tanda pre-eklamsia yaitu : kenaikan

tekanan darah, protein urine positif, pandangan kabur dan juga oedema pada

ekstermitas.
83

4.3 ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL

Pada Ny. B ditemukan masalah potensial eklamsia dan pada Ny. N

ditemukan masalah potensial eklamsia dan sindrom hellp. Menurut

(Pratami, 2016 dan prawirohardjo, 2010) masalah yang dapat terjadi pada

pasien dengan pre-eklampsia yaitu Eklampsia, Sindrom HELLP, Gagal

ginjal, Hipertensi dan kebutaan kortika, Hemolisis, Kelainan mata, Nekrosis

hati, Edema paru dan perdarahan otak.

Pada Ny. B ditemukan masalah potensial eklamsia, karena pada waktu

5 jam post partum keadaan ibu belum membaik tekanan darah masih tinggi,

oedema berkurang dan pandangan sudah tidak kabur dan pada hari ke 4 ibu

sudah diperbolehkan pulang. Sedangkan pada Ny. N ditemukan masalah

potensial eklamsia dan sindrom hellp, karena pada waktu lebih dari 48 jam

keadaan ibu masih tetap sama, tekanan darah ibu masih tinggi, ekstermitas

oedema, dan pandangan masih kabur.

4.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA

Pada Ny. B dan Ny. N terdapat kebutuhan segera dengan kolaborasi

dokter dalam pemberian terapi. Terapi yang didapatkan Ny. B dan Ny. N

yaitu pemberian MgSO4 sesuai jadwal. Menurut (Ayu T.D, 2016)

penanganan pre-eklampsia berat dengan kolaborasi dokter dalam pemberian

Anti konvulsan (Magnesium Sulfat ) dan antihipertensi.Berdasarkan data

terdapat kesesuaian antara teori dan fakta pada Ny. B dan Ny. N, karena

tindakan kebutuhan segera sudah diberikan sesuai dengan teori.


84

4.5 INTERVENSI

Pada hasil pengkajian perencanaan yang telah dilakukan pada Ny. B

dan Ny. N diberikan asuhan meliputi observasi (keadaan umum, TTV tiap 4

jam sekali, kontaksi uterus, kandung kemih, perdarahan, dan pengeluaran

lochea), ajarkan ibu teknik relaksasi, anjurkan ibu mobilisasi, anjurkan ibu

untuk istirahat cukup, diet TKTP dan rendah garam, menjelaskan pada ibu

cara menyusui yang benar dan kolaborasi dokter dalam pemberian terapi.

Dan Menurut Pratami, 2016 observasi TTV dilakukan tiap 4 jam sekali.

Menurut (Saifuddin, 2009 penatalaksanaan pre-eklampsia berat meliputi:

Segera masuk rumah sakit, Tirah baring di tempat tidur, Pantau tekanan

darah dan protein urine, pemeriksaan laboratorium : hemoglobin,

hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat, fungsi hati dan ginjal,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti konvulsan dan

antihipertensi (Pratami, 2016).

Berdasarkan data diatas terdapat kesesuaian antara teori dan fakta

pada Ny. B dan Ny. N pemberian intervensi sudah sesuai dengan teori yaitu

dilakukan kolaborasi dengan dokter SpoG dalam pemberian terapi, diet, dan

pemantauan TTV, kontraksi uterus, kandung kemih, perdarahan setiap 4 jam

sekali.
85

4.6 IMPLEMENTASI

Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada Ny. B diberikan asuhan

meliputi observasi (keadaan umum, TTV tiap 4 jam sekali, kontaksi uterus,

kandung kemih, perdarahan, dan pengeluaran lochea), ajarkan ibu teknik

relaksasi, anjurkan ibu mobilisasi, anjurkan ibu untuk istirahat cukup, diet

TKTP dan rendah garam, menjelaskan pada ibu cara menyusui yang benar

dan kolaborasi dokter dalam pemberian terapi SM 40% sampai 24 jam post

parrtum. Sedangkan penatalaksanaan pada Ny. N diberikan asuhan meliputi

observasi (keadaan umum, TTV tiap 4 jam sekali, kontaksi uterus, kandung

kemih, perdarahan, dan pengeluaran lochea), ajarkan ibu teknik relaksasi,

anjurkan ibu mobilisasi, anjurkan ibu untuk istirahat cukup, diet TKTP dan

rendah garam, menjelaskan pada ibu cara menyusui yang benar dan

kolaborasi dokter dalam pemberian terapi pemberian SM 40 % sampai 48

jam post partum.


Menurut (Suliatiawati, 2010), langkah ini merupakan pelaksanaan

rencana asuhan yang menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah

kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa

dilakukan sepenuhnya oleh bidan sebagian dilakukan oleh klien atau tenaga

kesehatan lainnya.
Berdasarkan pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. B dan Ny. N

diatas semua dilakukan asuhan sesuai dengan intervensi, maka tidak

didapatkan adanya kesenjangan antara teori dan fakta.

4.7 EVALUASI
86

Pada Ny. B ditemukan adanya perubahan pada tekanan darah, bengkak

sudah berkurang dan pandangan sudah tidak kabur,keadaan umum ibu sudah

membaik dalam waktu < 48 jam postpartum, dan ibu diperbolehkan pulang

pada hari ke 4 sedangkan pada Ny. N tekanan darah masih tinggi, bengkak

pada kedua kaki, dan penglihatan masih kabur, keadaan umum ibu belum

membaik sampai waktu lebih dari 48 jam dan ibu baru diperbolehkan

pulang pada hari ke 8. Menurut Maryunani 2016, Pre-eklamsia biasanya

terjadi pada kehamilan >20 minggu, saat persalinan atau segera setelah

persalinan atau sampai 48 jam postpartum. Berdasarkan data diatas terdapat

kesesuaian antara teori dan fakta pada Ny. B dimana setelah dilakukan

asuhan kebidanan selama ±24 jam keadaan umum ibu baik tekanan darah

sudah normal dan oedema sudah berkurang. sedangkan pada Ny. N. Tidak

sesuai Karena Ny.N karena setelah dilakukan asuhan kebidanan selama ±24

jam, tekanan darahnya masih tinggi, bengkak pada kedua kaki, dan

penglihatan masih kabur.

BAB 5
87

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pengkajian data subyektif dan data obyektif pada Nifas dengan Pre-

eklamsia sudah bisa dilaksanakan dengan baik, sehingga didapatkan

dasa subyektif dan data obyektif yang menunjang.

2. Pada interpretasi data dasar terdapat data diagnosa, data subyektif dan

data obyektif. Berdasarkan data tersebut dapat ditegakkan diagnosa

sesuai dengan keadaan ibu.

3. Pada masalah potensial dapat ditemukan masalah potensial seperti:

eklamsia dan syndrom hellp.

4. Pada identifikasi kebutuhan segera Ny. B dan Ny. N dilakukan

kolaborasi dengan dokter SpOG, dan telah diberikan terapi sesuai

dengan keaadaan ibu.

5. Perencanaan yang telah dilakukan pada Ny. B dan Ny. N diberikan

sesuai dengan asuhan pada ibu nifas dengan pre-eklampsia.

6. Pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan pada ibu nifas dengan

pre-eklalampsia di Ruang Rawat Gabung RSUD Blambangan Tahun

2019, telah dilaksankan sesuai dengan keadaan ibu.

7. Evaluasi pada Ny. D dan Ny. M ditulis dalam bentuk SOAP dimana

terdapat adanya perubahan pada tekanan darah, oedema pada kedua

kaki berkurang.

5.2 Saran
88

1. Bagi penulis
Dapat lebih maksimal dalam memberikan asuhan

kebidanan pada nifas dengan pre-eklamsia.


2. Bagi Responden
mengerti tanda dan gejala pre-eklamsia pada masa nifas dan

mampu mencegah pre-eklamsia sedini mungkin.


3. Bagi Institusi
Dapat lebih memperdalam pengayaan materi Nifas dengan

Pre-eklamsia pada saat proses pembelajaran.


4. Tempat Study Kasus
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Ruang

Rawat Gabung, terutama bagi pasien Ibu Nifas dengan Pre-

eklamsia.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya


Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang dapat

dimanfaatkan sebagai acuan dalam pengembangan penelitian

selanjutnya serta menyempurnakan hasil peneliti yang saat ini

masih banyak terdapat kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anik, Maryunani. 2009. Asuhan Pada ibu Masa Nifas. Jakarta : TIM

Anik, Maryunani. 2016. Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan Edisi


Kedua. Jakarta : CV. Tranas Info Media.

Asih, Y, dan Risneni.2016. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : CV. Trans


Info Media.

Ari, 2009. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika


89

Bari, Abdul. 2007 http://www.slideshare.net/WarnetRaha/manajemen-


pendokumentasian asuhan-kebidanan-ibu-nifas-pada-nyw-dengan-
preeklamsia-berat-di-wilayahkerja-puskesmas-mabodo-kabupaten-
muna

Bobak,2010.http://www.slideshare.net/WarnetRaha/manajemen-dan
pendokumentasian asuhan kebidanan ibu nifas dengan pre-
eklamsia-berat-di-wilayahkerja-puskesmas-manobo-kabupaten-
muna

Dinas kesehatan, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Banyuwangi.


Banyuwangi : Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi

Dinas kesehatan Jawa Timur, 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur,

Djannah, Nur, S dan Arianti, Sukma, I. 2009. Gambaran Epidemiologi


Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah
Yogyakarta. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 13 No. 4 :
383

Indriani,N. 2012. Analis Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pre-


eklamsia / Eklamsia pada ibu bersalin di RSUD Kardinah Kota
Tegal. SKRIPSI, Fakur
Surabaya : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Kemenkes,RI.2015.Sefpiyanti.blogspot.com/2017/01/v-
behaviorurldefaultvmlo.html?m=1

Khayati, Nur,Y dan Vefrisia Vistra. 2018. Hubungan Stess Dan Pekerjaan
Dengan Preeklamsia Di Wilayah Kabupaten Semarang, indonesian
journal of Midwivery. Vol 1 No 1 : 36 – 37

Kustianingrum, 2012. http://caridokumen.com/download/bab-ii-tinjauan-


teori-21-definisi-preeklamsia-_5a458c62b7bc7b7ac934c1_pdf

Lestari, N. 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Ny. I P2A0 dengan pre-
eklamsia Berat di RSU Assalam Gemolong Sragen. Karya Tulis
Ilmiah, Program Studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada, Surakarta. (diakses 12 februari, 2018).

Moeloek, DN, 2017 Artikel Kementrian Kesehatan indonesia


www.depkes.go.id

Manalu, JS. 2015. Penanganan Preeklamsia pada Saat Proses Melahirkan.


Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” 1 (1). (diakses 25 februari, 2018)
90

Norma,N dan Dwi,M. 2013. Asuhan Kebidanan : Patologi Teori dan


Tinjauan Kasus. Yogyakarta : Nuha Medika.

Putri, Saskia. 2016. Makalah Preeklamsia nifas.dock


http://www.academia.edu/29901554/preeklamsia_nifas.docx

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono, 2010. Buku Acusn Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonata, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo,S, 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka sarwono


Prawirohardjo.EGC

Pudiastuti, R dan Dewi.2012. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan


Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Dewi, Ratna. 2012. .http://www.slideshare.net/WarnetRaha/manajemen-dan-


pendokumentasian-asuhan-kebidanan-ibu-nifas-pada-nyw-dengan-
preeklamsia-berat-di-wilayah-kerja-puskesmas-mabodo-kabupaten-
muna

Rubin,Reva.2013.KonsepKebidanan.2bakbiduk.blogspot.com/2013/03/teori
-reva-rubin_1.html?m=1

Robson, S. Elizabeth dan Jason Waugh. 2011. Patologi dalam Kehamilan.


Jakarta:EGC.

RSUD Blambangan, 2019. Laporan ibu Bersalin dan Nifas. Banyuwangi

Saifuddin, A.B. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba


Medika.

Sinclair. Contanse.2009.Buku Saku Kebidanan.Jakarta : EGC

Sukarni,I dan ZH Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Sukri, Januarista, Damatalm, Y, dan Situmorang TH. 2016. Faktor-faktor


yang berhubungan dengan Kejadian Preeklamsia Pada Ibu Hamil
Di Poli KIA RSU Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako.
(diakses 25 Februari, 2018).
91

Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.


Yogyakarta : CV. Andi Offset

TIM EMS 119. 2016. Pelatihan Penanganan Gawat Darurat Obstetri dan
Neonatal. (PPGD-ON). Jakarta : TIM EMS 119 Jakarta.

Walyani, Elisabeth S. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Baru press.

WHO. Maternal mortality.


Https: www.searo.who.int/publications/journals/seajph. (diakses 10
Februari 2018).

Anda mungkin juga menyukai