1 TEORI KONSELING
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang
saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel untuk
menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan
teori sebagai ide pemikiran, “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan
sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan
pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Teori adalah fondasi dari konseling yang baik. Teori menantang konselor untuk
lebih kreatif dan peduli dalam batasan-batasan hubungan sangat pribadi yang
terstruktur demi kemajuan dan pencerahan. Teori mempunyai dampak pada
bagaimana komunikasi klien dikonsepkan, bagaimana hubungan antar pribadi
berkembang, bagaimana etika profesional diterapkan, dan bagaimana konselor
memandang dirinya sebagai profesional. Tanpa latar belakang teori, konselor
bertindak coba-coba tanpa arah, tidak efektif, dan membahayakan. Teori
membantu menjelaskan apa yang terjadi dalam suatu hubungan konseling dan
membantu konselor dalam mengevaluasi dan meningkatkan hasil. Teori
memberikan kerangka kerja dalam membuat observasi ilmiah mengenai
konseling. penggunaan teori meningkatkan koherensi gagasan mengenai
konseling dan menghasilkan gagasan-gagasan baru.
Konselor yang dipandu oleh teori dapat memenuhi tuntutan perannya, karena
mempunyai alasan untuk apa yang dia lakukan. Boy dan Pine menunjukkan
enam fungsi teori yang membantu konselor dengan cara yang praktis:
4. Teori membantu konselor memusatkan diri pada data yang relevan dan
menunjukkan apa yang harus dicari
Kriteria utama bagi semua teori konseling adalah bagaimana teori dapat
memberikan penjelasan atas apa yang terjadi pada proses konseling.
Praktik dalam bidang keilmuan dan atau keprofesian sebenarnya bukan barang
baru. Metode ini telah sekian lama menjadi bahan diskusi menarik, namun
tidak demikian halnya dalam tataran operasional. Perbedaan waktu dan
tuntutan kemampuan tertentu di lapangan sering menciptakan opini bahwa
kondisi praktik tak seindah teori/konsep yang dipelajari.
Sebelum membahas hal ini lebih lanjut, perlu dipahami intisari pola ‘teori-
praktik’. Satu hal yang ingin diciptakan adalah pengalaman dari tiap pribadi
dalam profesi yang dijalaninya. Melalui proses pembelajaran di mana
seseorang dapat mengalami kondisi nyata di lapangan, diharapkan seorang
individu dapat menggunakan teori yang telah dipelajari sebagai bekal dalam
menemukan solusi bagi setiap permasalahan yang timbul.
Konselor mempunyai ragam teori untuk dipilih dan digunakan dalam layanan
bimbingan dan konseling. Konselor yang efektif akan meneliti bukti
keefektifan teori-teori yang ada dan mencocokkannya dengan keyakinan
pribadinya dan realitas mengenai sifat manusia serta perubahan. Tetapi,
konselor tampaknya secara pragmatis, luwes mengadaptasikan teknis dan
intervensi-intervensi dari pendekatan teoretis yang berbeda kedalam
pekerjaannya, tanpa benar-benar menerima dasar sudut pandang beberapa
teori.
Melewati sudut pandang teori murni dan pendekatan eklektik, teori konseling
sekarang ini telah masuk pada era perspektif post-modern. Sedemikian rupa
sehingga dipandang sebagai paket naratif baru yang membantu klien
menciptakan sistem arti yang baru, “bukan dengan menelisik hal-hal lama
secara objektif” (Hansen, 2006 dalam Samuel T. Gladding). Inti dari
pandangan semacam itu terlihat pada pendekatan konstruktif sosial.
3.2 TEORI KONSELING PSIKOANALISIS, ADLERIAN DAN
HUMANISTIK
Dari sudut pandang histriokal, teori psikoanalisis dipandang sangat penting. Teori
ini adalah yang pertama mendapat pengakuan dan penerimaan publik. Teori
dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai teori konseling akan
memudahkan dalam menentukan arah proses konseling.
Tokoh paling terkenal dari teori psikoanalisa ini adalah Sigmund Freud.
Psikoanalisa dapat dipandang sebagai teori kepribadian ataupun metode
psikoterapi. Sigmund Freud lahir tanggal 6 Mei 1856 di Morovia dan meninggal di
London pada tanggal 23 September 1939.
a) Prinsip konstansi
Artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk
mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf yang serendah
mungkin, atau setidaknya taraf yang stabil. Dengan perkataan lain bahwa
kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik yang permanen.
b) Prinsip kesenangan
Artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan
ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan
c) Prinsip realitas
Yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata
3) Analisis mimpi
Bagi Freud mimpi adalah ekspresi simbolik dari kebutuhan-
kebutuhannya yang terdesak. Dalam keadaaan tidur, kesadaran manusia
menjadi lemah, dan pada saat itulah materi-materi dalam
ketidaksadaran sulit untuk dikontrol, diawasi, dan dikendalikan
sehingga muncul ke permukaan. Sedangkan mimpi adalah jalan utama
bagi semua keinginan, kebutuhan, ketakutan, dan kecemasan yang tidak
disadari diekspresikan dalam bentuk simbolik. Representasi dari
dorongan-dorongan seksual yang tidak terpenuhi, perasaan berdosa,
atau bentuk penghukuman diri dari super ego. Setiap mimpi memiliki
isi yang bersifat manifes atau disadari dan juga yang bersifat laten
(tersembunyi). Isi yang bersifat manifes adalah mimpi sebagai tampak
pada diri orang yang mipi, sedangkan isi yang bersifat laten terdiri atas
motif-motif tersamar dari mimpi tersebut. Tujuan analisis mimpi adalah
untuk mencari isi yang laten atau sesuatu yang ada dibalik isi yang
manifes, untuk memenukan sumber-sumber konflik terdesak. Analisa
mimpi hendaknya difokuskan kepada mimpi-mimpi yang sifatnya
berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
4) Analisis resistensi
Freud memandang bahwa resistensi merupakan suatu dinamika yang
tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Resistensi atau
penolakan adalah keengganan klien untuk mengungkapkan materi
ketidaksadaran yang mengancam dirinya, yang berarti ada pertahanan
diri terhadap kecemasan yang dialaminya. Apabila hal ini terjadi, maka
sebenarnya merupakan kewajaran. Namun, yang penting bagi konselor
adalah bagaimana pertahanan diri tersebut dapat diterobos sehingga
dapat teramati, untuk selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan, sehingga
klien menyadari alasan timbulnya resistensi tersebut.
5) Analisis transferensi
Transferensi atau pengalihan adalah pergeseran arah yang tidak disadari
kepada konselor dari orang-orang tertentu dalam masa silam klien.
Pengalihan ini terkait dengan perasaan, sikap, dan khayalan klien, baik
positif maupun negatif yang tidak terselesaikan pada masa silamnya.
Teknik analisis transferensi dilakukan dengan mengusahakan agar klien
mampu mengembangkan transferensinya guna mengungkap
kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa kanak-kanaknya.
Apabila transferensi ini tidak ditangani dengan baik, maka klien dapat
menjadi bersikap menolak terhadap perlakuan terapis dan proses terapi
dapat dirasakan sebagai suatu hukuman. Karena itu dalam menghadapi
trasferensi, konselor harus mampu bersikap obyektif, netral, anonim,
dan pasif. Tidak mengembangkan sikap perlawanan atau
countertransference berupa respon-respon emosional tertentu yang
tidak disadari, karena akan sangat berbahaya bagi obyektivitas
penyuluh dalam memperlakukan kliennya.
3.2.3.5 Kekuatan dan Kontribusi
Psikoanalisis klasik mempunyai beberapa penekanan yang unik :
Pendekatan ini menekankan pada pentingnya seksualitas dan alam tidak
sadar dalam tingkah laku manusia. Sebelum dibuatnya teori ini,
seksualitas (khususnya pada masa kanak-kanak) disangkal dan
kekuatan alam tidak sadar kurang mendapat perhatian.
Pendekatan ini memberikan sumbangan pada penelitian-penelitian
empiris
Pendekatan ini menyediakan dasar teoritis yang mendukung sejumlah
instrumen diagnostik. Beberapa tes psikologi, seperti Tes Apresiasi
Tematik atau Noda Tinta Rorschach, berakar pada teori psikoanalisis
Psikoanalisis terus berevolusi dan akhir-akhir ini menekankan pada
proses adaptif dan hubungan sosial
Pendekatan ini tampaknya efektif bagi mereka yang menderita berbagai
macam gangguan, termasuk histeria, narsisme, reaksi obesif-kompulsif,
gangguan karakter, ansietas, fobia dan gangguan seksualitas
Pendekatan ini menekankan pentingnya tahap perkembanga
pertumbuhan.
3.2.3.6 Keterbatasan
Pendekatan ini menghabiskan waktu dan biaya yang banyak. Seseorang
yang menjalani psikoanalisis biasanya datang tiga samapi lima kali
seminggu, dalam kurun waktu bertahun-tahun
Pendekatan ini lebih berguna bagi pria paruh baya dan wanita yang
tertekan karena merasa hidupnya sia-sia serta mencari arti di dalam
kehidupan.
Di luar harapan Freud, pendekatan ini telah diklaim secara eksklusif
oleh para psikiater. Konselor dan psikolog yang tidak mempunyai
pendidikan medis mengalami kesulitan untuk mendapatkan pelatihan
ekstensif di bidang psikoanalisis
Pendekatan ini berdasarkan pada banyak konsep yang tidak mudah
dipahami atau dikomunikasikan.
Pendekatan ini menuntut ketekunan
Pendekatan ini tidak begitu cocok dengan kebutuhan kebanyakan
individu yang mencari konseling profesional. Model psikoanalitik
dikaitkan dengan orang yang mempunyai masalah penyesuaian diriatau
yang ingin dan membutuhkan eksplorasi alam tidak sadarnya.
Teori humanistik sebagai deskriptor konseling, terfokus pada potensi individu untuk
memelih secara aktif dan menentukan secara sengaja hal-hal yang berhubungan
dengan dirinya sendiri dan lingkungan.
Tiga dari teori ini yang akan dibahas adalah : Berpusat pada orang, eksistensial dan
Gestalt.
3.2.3.2.2Peran Konselor
Dalam konseling ini, tidak ada aturan yang seragam. Setiap klien
dianggap unik. Oleh sebab itu konselor peka terhadap semua aspek
karakter klien mereka. Dalam konseling ini, konselor berkonsensrasi
untuk bersikap autentik terhadap klien dan masuk ke dalam hubungan
yang lebih dalam dan personal dengannya, sehingga bukan menjadi
hal yang aneh apabila konselor eksistensial berbagi pengalaman
pribadi dengan klien, guna memperdalam hubungan dan membantu
klien untuk menyadari perjuangan dan sisi kemanusiaannya. Fokus
dari konseling ini adalah hidup secara produktif di masa kini,
bukannya mencari masa lalu pribadi.
3.2.3.2.3Tujuan
Tujuan penganut eksistensial adalah membantu klien menyadari
pentingnya arti, tanggung jawab, kesadaran, kebebasan dan potensi.
Penganut eksistensial berharap bahwa selama proses konseling, klien
akan lebih bertanggung jawab atas kehidupannya. Dalam prosesnya,
klien tidak lagi menjadi pengamat suatu peristiwa tetapi menjadi
seorang pembentuk aktivitas personal yang berarti dan pemegang
nilai-nilai pribadi yang mengarah pada gaya hidup yang bermakna.
3.2.3.2.4Teknik
Tidak seperti teknik-yeknik pada konseling lainnya. Teori eksistensial
tidak membatasi konselor untuk menggunakan teknik dan intervensi
tertentu. Teknik dalam pendekatan eksistensial ini lebih sedikit
daripada model konseling lainnya sehingga membolehkan
konselornya untuk meminjam gagasan lain dan menggunakan
keahlian pribadi dan profesioanal yang luas cakupannya. Teknik yang
paling efektif dan kuat yang dimiliki oleh konselor eksistensial adalah
hubungannya dengan klien. Pada proses ini konselor membuka diri
sebagai upaya untuk membantu kliennya menjadi lebih dekat dengan
perasaan dan pengalaman pribadinya. Konselor juga menggunakan
konfrontasi. Klien dikonfrontasi dengan gagasan bahwa semua orang
bertanggung jawab atas kehidupannya masing-masing.
3.2.3.2.5 Kekuatan dan Kontribusi
Menunaikan keunikan masing-masing individu
Mengakui bahwa kegelisahan tidak harus merupakan kondisi
yang negatif
Memberi konselor akses ke banyaknya filosofi dan literatur yang
sangat informatif
Menegaskan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang
berkelanjutan
Efektif bagi konseling multikultural
Membantu individu menghubungkan permasalahan universal
Dapat dikombinasika dengan perspektif dan metode lain.
3.2.3.2.6 Keterbatasan
Belum menghasilakn model konseling yang berkembang secara
penuh
Kekurangan program pelatihan dan pendidikan
Sulit diterapkan di luar tingkatan individual
Lebih dekat pada filosofi eksistensial
3.2.3.3 Gestalt
Terapi Gestalt diasosiasikan dengan psikologi Gestalt, sebuah aliran pemikiran
yang menekankan persepsi kesatuan dan keutuhan. Psikologi dan terapi ini
muncul sebagai reaksi atas tindakan para ahli yang lebih menekankan aliran
psikologi dan konseling lain, seperti paham tingkah laku dan psikoanalisa. Jadi,
terapi Gestalt menekankan pada bagaimana manusia berfungsi dalam totalitas
mereka. Frederick Perls (1893-1970) diasosiasikan sebagai orang yang
membangun terapi Gestalt dan mempopulerkannya melalui kepribadiannya
yang flamboyan dan tulisannya.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk membantu klien memecahkan msa
lalu sehingga menjadi terintegrasi. Tujuan ini termasuk selesainya
pertumbuhan mental. Pendekatan semacam ini menekankan pada
penyatuan aspek emosional, kognitif dan tingkah laku seseorang. .
sebagai sebuah kelompok, terapis Gestalt menekankan tindakan,
mendorong klien untuk mengalami perasaan dan tingkah laku. Mereka
juga menekankan arti kini. Masa lalu sudah tidak ada lagi dan masa
depan belum ada.
3.2.3.3.4 Teknik
Latihan
Adalah teknik siap pakai seperti memeragakan fantasi, model
peran dan psikodarama. Latihan ini digunakan untuk
membangkitkan tanggapan tertentu dari klien, seperti
kemarahan atau eksplorasi
Eksperimen
Eksperimen di lain pihak merupakan aktivitas yang tumbuh
dari interaksi antara klien dan konselor. Eksperimen tidak
direncanakan dan apa yang dipelajari biasanya mengejutkan
bagi konselor atau klien.
Teknik lain yang juga efektif adalah kursi kosong. Pada prosedur ini,
klien berbicara kepada berbagai bagian kepribadiannya, seperti bagian
yang dominan dan bagian yang pasif. Kursi kosong adalah fokusnya.
Klien dapat berbicara pada kursi kosong tersebut sebagai perwakilan
salah satu bagian dirinya, atau klien pindah dari satu kursi ke kursi
yang lain dan masing-masing kursi mewakili bagian diri yang
berbeda-beda. Dalam dialog ini, baik bagian rasional maupun
irasioanal dari klien menjadi fokus; klien tidak hanya melihat sisi-sisi
tersebut tetapi juga mampu menghadapi dikotomi di dalam dirinya.
Metode jenis ini tidak disarankan bagi klien yang emosinya sangat
terganggu.
3.2 TEORI TINGKAH LAKU, KOGNITIF, SISTEMIK, SINGKAT DAN
KRISIS DARI KONSELING
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konseling
behavioristik adalah suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan
masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah
belajar dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor
membantu klien belajar atau mengubah perilaku.
b. Peranan Konselor
c. Tujuan
Tujuannya pun sama dengan kebanyakan konselor lainnya. Pada
dasarnya, konselor ingin membantu klien untuk menyesuaikan
diri dengan baik terhadap kondisi kehidupannya, dan mencapai
tujuan pribadi dan profesionalnya. Jadi fokusnya adalah
mengubah atau menghapuskan tingkah laku mal-adaptif yang
ditunjukkan klien, sambil membantunya mendapatkan cara
bertindak yang sehat dan konstruktif.
d. Teknik
4). Pembentukan
Tingkah laku yang dipelajari secara bertahap melalui aproksimasi
berurutan. Saat klien mempelajari kemampuan baru,konselor
dapat membantu memecah tingkah laku menjadi unit-unit yang
mudah dikelola.
5). Generalisasi
6). Pemeliharaan
7). Pemusnahan
16). Time-Out
17). Overkoreksi
Pendekatan ini berfokus pada masa kini dan sekarang. Klien tidak harus
memeriksa masalalu untuk mendapatkan bantuan dimasa kini.
Pendekatan tingkah laku menghemat waktu dan biaya.
Pendekatan ini mengabaikan masa lalu klien dan kekuatan tidak sadar.
Klien memiliki keahlian tingkah laku dan memberi tanggapan yang berulang.
Teori yang mempunyai dasar kognitif adalah rational emotive behavioral therapy
(REBT), terapi realita (RT), dan terapi kognitif (CT), teori ini menekankan
kognisi dan tingkah laku sekaligus. Teori ini juga humanistic.
b. Peranan Konselor
konselor harus aktif dan langsung. Mereka adalah instruktur yang mengajarkan
dan membetulkan kognisi kliennya. “melawan keyakinan yang tertanam kuat
membutuhkan lebih dari sekedar logika. Dibutuhkan repetisi yang kuat”
(Krumbolz, 1992). Oleh karena itu konselor harus menyimak dengan cermat
untuk menemukan pernyataan tidak logis atau salah dari kliennya dan
keyakinan yang bertentangan. Konselor harus cerdas, berwawasan, empatik,
respek, tulus, konkret, bertekad kuat, ilmiah, berminat membantu orang lain.
c. Tujuan
Membantu orang untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih rasional
dan produktif serta membantu klien agar tidak memberikan tanggapan
emosional melebihi yang selayaknya terhadap suatu peristiwa (Weinrach et al.,
2001). Tujuan lainnya membantu orang mengubah kebiasaan berpikir atau
bertingkah laku yang menghancurkan diri sendiri.
d. Teknik
Pendekatan ini tidak bisa digunakan secara efektif pada individu yang
mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, dan mereka yang mempunyai
kelainan pemikiran yang berat.
Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuat konselor terlalu fanatic dan
ada kemungkinan tidak merawat klien seideal yang semestinya (Jams &
Gilliland, 2003).
c). Tujuan
d). Teknik
f). Keterbatasan
Aaron Back (1921) seorang psikiater, diakui sebagai penemu terapi kognitif
(CT)
Konselor aktif dalam sesi konseling. Dia baekerja dengan klien untuk
membuat pikiran yang terselubung menjadi terbuka.
c. Tujuan
d. Teknik
CT adalah terapi yang berdasarkan atas bukti , telah ditliti dengan baik,
terbukti efektif bagi klien dari berbagai latar belakang.
f. Keterbatasan
Bowen percaya bahwa ada ansietas kronis didalam semua kehidupan yang
bersifat fisik dan emosional. Karena cara generasi sebelumnya dalam
keluarga mereka mentransmisikannya. Jika ansietisnya rendah, masalah
yang muncul pada diri orang tersebut atau keluarganya, sedikit. Jika
nasietisnya menjadi tinggi, orang ini lebih rentan terhadap penyakit dan
menjadi disfungsional secara menahun . jadi fokus teori Bowen terletak
pada perbedaan atau membedakan pikiran seseorang dari emosi seseorang
dan diri sendiri dari orang lain. Contohnya, pasangan suami istri yang
menikah pada tingkat kematangan emosional yang sama dibanding dengan
pasangan yang kurang matang yang lebih rentan mengalami permasalahan
dalam hubungan pernikahan mereka dibandingkan pasangan yang matang.
Sebab ketika bergesekan dengan perbedaan, pasangan yang kurang
matang cenderung memperlihatkan tingkat emosi yang tinggi, sebab
kestabilan pengaruh keluarga besarnya masih cenderung terbawa sehingga
belum terbentuk konsep diri pernikahan yang stabil.
b. Peranan Konselor
Yaitu untuk melatih dan mengajar klien agar lebih kognitif saat
berhadapan dengan orang lain. Proses konseling dalam kondisi terbaik
ibaratnya adalah “dialog Socrates, dengan guru atau pelatih mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sampai siswa belajar untuk berfikir bagi dirinya
sendiri”
c. Tujuan
d. Teknik
f. Keterbatasan
Klien yang dapat memetik keuntungan paling banyak dari teori Bowen
adalah yang mempunyai disfungsi berat atau pembedaan diri yang rendah.
b. Peranan Konselor
d. Teknik
Salah satu teknik paling utama adalah bekerja dengan interaksi keluarga.
Ketika anggota keluarga pola perilaku yang tidak produktif atau
menunjukkan satu posisi yang trjebak di dalam struktur keluarga, konselor
akan mengatur ulang lingkungan fisiknya, sehingga mereka harus bertindak
dalam cara yang berbeda.
Pendekatan ini peka budaya dan tepat digunakan dalam berbagai budaya
Banyak kritik yang mengatakan bahwa pendekatan ini tidak cukup kompleks,
bersifat gender pada saat tertentu dan terlalu berfokus pada masa sekarang.
Tuduhan bahwa terapi ini telah dipengaruhi oleh trapi keluarga strategis dan
tuntutan pendekatan ini sulit dibedakan dati terapi stratgis pada saat tertentu
akan mnjadi suatu masalah.
Karena konselor adalah yang berwnang pada proses perubahan, keluarga tidak
diperdayakan sepenuhnya, hal ini dapat membatasi penyesuaian dan perubahan
secara keseluruhan dimasa mendatang.
Pendekatan ini ditandai oleh focus dan waktu yang terbatas. Teknik yang
digunakan dalam pendekatan ini berorientasi pada tujuan dan konkret. Konslor
aktif dalam membantu mendorong dan menimbulkan perubahan. Pendekatan
ini menekankan pada identifikasi solusi dan sumber daya bukan brfokus pada
etiologi, patologi, atau disfungsi. Oleh karena itu jumlah sesi yang diadakan
dibatasi untuk mningkatkan focus dan motivasi klien.
b. Peranan konselor
c. Tujuan
Tujuan utama ini adalah membantu klien mengenal sumber daya dalam
dirinya dan menyadari pengecualian di dalam dirinya pada saat dia
bermasalah. Kemudian mengarahkan klien pada solusi terhadap situasi yang
telah ada dalam pengecualian tersebut.
d. Teknik
Mengukur
Pujian
Petunjuk
Kunci tengkorak.
f Keterbatasan :
b. Peranan konselor
c. Tujuan
“Manusia menjalan kehidupan mereka melalui cerita” (Kurtz & Tandy, 1995,
p.177). klien yang menjalani pendekatan ini akan belajar untuk menghargai
pengalaman dan kisah kehidupanya.
d. Teknik
f. Keterbatasan
Pendekatan ini cukup rumit dan tidak bekerja baik untuk klien yang
intelektualnya kurang memadai
Tidak ada norma yang mengatur akan menjadi siapa klien nantinya
Erich Lindemann dan Gerald Caplan (1944, 1956) dipandang sebagai dua
pionir yang paling dikenal dalam bidang konseling krisis. Lindemann
membantu tenaga profesional untuk mengenali kesedihan normal akibat
kehilangan dan tahap-tahap yang dilalui seseorang dalam memecahkan
kesedihan tersebut. Konseling krisis adalah penggunaan beragam pendekatan
langsung dan berorientasi pada tindakan, untuk membantun individu
menemukan sumber daya di dalam dirinya dan atau mnghadapi krisis scara
ekstrnal.
1) Perkembangan
2) Situasional
3) Eksistensial
Yang melibatkan “konflik internal dan ansietas yang menyertai
persoalan penting manusia.
4) Ekosistemik.
b. Tujuan
Tujuan dari konseling krisis berkisar pada memberikan bantuan segera dan
dalam berbagai bentuk kepada orang yang membutuhkan (misal; psikologis,
keuangan, hukum).
c. Peranan konselor
Konselor yang bekerja pada kondisi krisis harus merupakan individu yang
matang kepribadiannya, serta mempunyai banyak pengalaman kehidupan yang
telah dia hadapi dengan sukses. Dia juga harus mempunyai keahlian dasar
untuk member bantuan, berenergi tinggi, mempunyai refleks mental yang
cepat, tetapi juga seimbang, kalem, dan fleksibel dalam menghadapi situasi
yang sulit. Konselor seringkali terarah dan aktif dalam situasi krisis. Perannya
cukup berbeda dari konseling biasa.
d. Teknik
Menurut James (2008) apa yang dilakukan seorang pekerja krisis dan kapan
dia melakukannya brgantung pada hasil penilaian trhadap pengalaman krisis
seseorang yang dilakukan secara kontinu dan mngalir. Setelah penilaian,ada
tiga aktivitas mendengarkan yang esensial, yang harus diterapkan:
Mendfinisikan maslah, dari sudut pandang klien.
Jika memungkinkan konselor harus menindak lanjuti dengan klien untuk memastikan
mereka dapat menyelsaikan rncana tersebut dan menilai lebih lanjut apakah
mereka mengalami reaksi trtunda atas krisis yang mereka alami.
f. Keterbatasan :