Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau
kita sebut sebagai Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus
sangat diperlukan untuk mendukung diagnosa, mengetahui kondisi pasien,
serta monitoring resusitasi. CVP adalah suatu hasil dari pengukuran tekanan
vena sentral dengan jalan memasang suatu alat Central Venous Catheter atau
yang dikenal dengan singkatan CVC. CVC tersebut dapat di pasang pada
beberapa lokasi seperti pada vena jugularis interna, vena subklavia, vena
basilika, vena femoralis. Dimana masing-masing lokasi tersebut memiliki
keuntungan dan kerugian dalam hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko
pemasangan, kenyamanan pasien, perawatan CVC, juga ketersediaan jenis
CVC yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
Central Venous Catheter ini merupakan salah satu teknik yang bersifat
invasif. Sehingga resiko-resiko tindakan invasif secara umum, juga menjadi
pertimbangan kita dalam melakukan pemasangan ataupun insersi CVC ini.
Seperti pada kasus luka bakar, dimana area insersi terkena oleh luka bakar.
Dimana insersi yang kita lakukan dapat menambah resiko terjadinya
bakterimia. Sehingga kita harus lebih cermat dalam pemilihan lokasi insersi.
Atau juga pada kasus dimana pasien sudah mengalami suatu gangguan
koagulasi. Tindakan insersi CVC ini dapat mencetuskan suatu edema dilokasi
insersi, serta perdarahan yang sulit diatasi.
Walaupun pada CVP yang kita nilai adalah suatu tekanan, dimana
tekanan ini masih banyak faktor-faktor lain yang menentukan selain volume,
namun Central venous pressure ini masih digunakan dalam hal mengestimasi
kecukupan volume intravaskular. Meskipun saat ini sudah ada beberapa
metode lain yang lebih tepat dalam hal pengukuran volume intravaskular
seperti Stroke Volume Variation atau SVV, dengan menggunakan suatu alat
khusus, tetap saja hal tersebut bersifat invasif dan biaya yang cukup besar.
Apalagi bila kita melakukannya secara serial. Sehingga CVP masih
diandalkan untuk mengestimasi kecukupan volume di intravaskular.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari CVP?
2. Apa tujuan pemasangan CVP?
3. Apa saja indikasi pemasangan CVP?
4. Bagaimana intepretasi dari pengukuran CVP?
5. Apa saja penyebab meningkatnya CVP?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran CVP?
7. Apa komplikasi dari pemasangan CVP?
8. Bagaimana cara pengukuran CVP?
9. Bagaimana peran perawat dalam merawat pasien dengan pemasangan
CVP?
10. Bagaimana pengukuran blood pressure?
11. Apa definisi invasive intra arterial blood pressure?
12. Bagaimana proses keperawatan pasien dengan CVP dan invasive intra
arterial blood pressure?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar dan proses asuhan
keperawatan pasien dengan CVP dan invasive intra arterial blood pressure
2. Tujuan khusus
 Mahasiswa dapat menjekaskan definisi dari CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui intepretasi dari pengukuran CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui penyebab meningkatnya CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pengukuran CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran CVP?

2
 Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat dalam merawat pasien
dengan pemasangan CVP?
 Mahasiswa dapat mengetahui pengukuran blood pressure?
 Mahasiswa dapat mengetahu definisi invasive intra arterial blood
pressure?
 Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan pasien dengan
CVP dan invasive intra arterial blood pressure?

D. Manfaat
1. Bagi Instansi akademik
Sebagai bahan masukan bagi Poltekes Kemenkes Bengkulu untuk
menambah referensi bermanfaat tentang konsep dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan pemasangan CVP.
2. Bagi Pembaca
Sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan tentang konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemasangan CVP.
3. Bagi Penulis
Dapat menembangkan pengetahuan, ilmu dan teori yang dimiliki
penulis tentang konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemasangan CVP.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun terdiri dari 3 BAB yaitu :
1. BAB I Pendahuluan : Latar belakang, tujuan penulisan, manfaat,
sistematika penulisan
2. BAB II Tinjauan teoritis : Materi tentang konsep dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemasangan CVP.
3. BAB IV Penutup : Kesimpulan dan saran

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi CVP (Central Venous Pressure)


CVP adalah memasukkan kateter poliethylene dari vena tepi sehingga
ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava.CVP disebut
juga kateterisasi vena sentralis (KVS).Pengukuran tekanan vena central
(CVP) merupakan alat yang berguna dalam perawatan pasien yang sakit
akut.Pengukuran CVP menunjukkan tekanan dalam vena besar (vena kava
superior dan vena kava inferior). Ini digunakan untuk memantau volume
darah yang bersirkulasi, fungsi ventrikuler kanan, dan arus balik vena sentral,
meskipun tidak mengukur secara langsung tekanan atrial kanan. (Grifin,
1999). Pengukuran tekanan darah di atrium kanan dan digunakan dalam
situasi klinis untuk menggambarkan status cairan. (Brooker, 2008).
Pengukuran tekanan vena central adalah tekanan di dalam Atrium kanan dan
dalam vena – vena besar di toraks. Merupakan gambaran tekanan pengisian
ventrike kanan dan menunjukan sisi kanan jantung dalam mengatur beban
cairan. (Smeltzer, 2001)
Tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) adalah tekanan
intravaskular didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral
menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan
kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial.
Perkiraan yang baik dari tekanan atrium kanan, yang mana merupakan faktor
yang menentukan dari volume akhir diastolik ventrikel kanan. Tekanan vena
sentral menggambarkan keseimbangan antara volume intravaskular, venous
capacitance, dan fungsi ventrikel kanan.
CVP penting karena menggambarkan perubahan dalam sistem
kardiovaskular. Termasuk tekanan atrium kanan (selama vena cava tdak
terhalang), dan secara tidak langsung, tekanan akhir diastolik. Pengukuran
CVP sering digunakan sebagai panduan untuk menentukan status volume
pasien dan kebutuhan cairan dan untuk memeriksa adanya tamponade.

4
B. Tujuan Pemasangan CVP
1. Untuk mengkaji status cairan intravaskuler pasien. (Mary E. Mancini,
2000 : 164)
2. Sebagai pemandu pemberian cairan pada pasien sakit yang serius
3. Sebagai pengukur volume efektif darah yang beredar (Smeltzer; 2001:
747748)
4. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS).
5. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN); makanan kalori
tinggi secara intravena.
6. Untuk mengambil darah vena.
7. Untuk memberikan obat-obatan secara intravena.
8. Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat.
9. Dilakukan pada penderta gawat yang membutuhkan keperawatan yang
cukup lama.

 Tempat penusukan
Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan
cutdown melalui vena sentral atau vena perifer, seperti
1. vena basilika
2. vena sephalika
3. vena jugularis interna/eksterna
4. vena subklavia.

CVP bukan merupakan suatu parameter klinis, harus dinilai dengan parameter
yang lainnya seperti :
 Denyut nadi
 Tekanan darah
 Volume darah
 CVP mencerminkan jumlah volume darah yang beredar dalam tubuh
penderita yang ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal :
Syock hipovolemik menandakan CVP rendah.

C. Indikasi Pemasangan CVP


1. Kegagalan sirkulasi akut
2. Antisipasi transfusi darah massif untuk terapi penggantian cairan
3. Penggantian cairan yang hati‐hati pada pasien dengan gangguan jantung

5
4. Curiga adanya tamponade
5. Resusitasi cairan
6. Pemberian obat dan cairan
7. Pemberian makanan secara panenteral
8. Pengukuran tekanan vena sentral
9. Akses vena yang buruk
10. Pacu jantung (Jevon, 2008: 140)

D. Interpretasi dari Pengukuran CVP


CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan penilaiannya
adalah sebagai berikut :
1. CVP rendah : < 4 cm H2O
Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
Bila CVP normal, tanda shock hilang shock hipovolemik
Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah shock septic
2. CVP Normal : 4-10 cm H2O
Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya
dalam sirkulasi.
Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif shock hipovolemik
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif septik shock, cardiogenik
shock
3. CVP Sedang : 10-15 cm H2O
4. CVP Tinggi : > 15 cm H2O
Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)
Terapi : obat kardiotonika (dopamine)

E. Penyebab meningkatnya CVP


1. Vasokonstriksi
2. Peningkatan tekanan darah
3. Kerusakan ventrikel kanan
4. Insufisiensi trikuspid
5. Tamponade perikardial
6. Emboli paru
7. Penyakit Obstruksi paru
8. Ventilasi tekanan positif

6
Penurunan CVP menunjukkan adanya Hipovolemia, vasodilatasi atau
peningkatan tekanan miokard

F. Faktor yang Mempengaruhi pengukuran CVP


1. Volume darah vena sentral
2. Venous return/cardiac output
3. Volume darah total
4. Tonus vaskuler regional 4
5. Pemenuhan kompartemen sentral
6. Tonus vaskuler
7. Pemenuhan ventrikel kanan
8. Penyakit myokard
9. Penyakit perikard
10. Tamponade
11.Penyakit katup trikuspid
12. Stenosis
13. Regurgitasi
14. Ritme jantung
15. Ritme junctional
16. Fibrilasi atrium
17. Disosiasi atrioventrikular
18. Level transducer
19. Posisi pasien
20. Tekanan intrathorakal
21. Respirasi
22. Intermittent positive-presure ventilation
23. Positive end-expiratory pressure
24. Tension pneumothorax

G. Komplikasi dari Pemasangan CVP


Menurut Nuracmah, Elly (2000) dalam buku saku prosedur keperawatan
medical bedah dijelaskan bahwa komplikasi dari pemasangan CVP sebagai
berikut:

7
1. Kelebihan cairan
Ketidaktepatan pemasangan kateter pada atrium kanan menyebabkan
nilai CVP tidak akurat dan tidak sesuai dengan kondisi pasien, sehingga
pemberian terapi cairan beresiko berlebihan.
2. Infeksi pada tempat tusukan dan Sepsis Perawatan pada tempat
pemasangan kateter CVP pada tubuh pasien harus memperhatikan teknik
steril, sehingga apabila tidak dilakukan perawatan yang benar maka akan
timbul sepsis akibat adanya infeksi dan ketidasterilan perwatan pada
tempat pemasangan kateter CVP.
3. Emboli udara
4. Hematoma
5. Hemotoraks
6. Pneumotoraks
7. Temponade jantung

H. Gelombang CVP
Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:
1. A = kontraksi atrium kanan, Jika gelombang naik diindikasikan
mengelam,i kegagalan ventrikel kanan atau stensis trikuspid
2. C = penutpan katub trikuspid (mengikuti kompleks QRS) dari kontraksi
ventrikel kanan,
3. X = enggambarkan relaksasi atrium triskuspid
4. V = penutupan katup trikuspid
5. Y = pembukaan katup trikuspid

I. Pengukuran CVP
 Persiapan Alat
1. Skala pegnukur
2. Selang penghubung (manometer line)
3. Standar infus
4. Three way stopcock
5. Pipa U

8
6. Set infus
 Cara Merangkai
1. Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
2. Mengeluarkan udara dari selang infuse
3. Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
4. Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
5. Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
6. Mengeluarkan udara dari manometer line
7. Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
8. Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah
terpasang
 Cara Pengukuran
1. Memberikan penjelasan kepada pasien
2. Megatur posisi pasien
3. Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan
skala pengukur atau tansduser
4. Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan
antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
5. Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada
manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
6. Membereskan alat-alat
7. Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai

J. Peran Perawat dalam Merawat Pasien dengan Pemasangan CVP


1. Sebelum Pemasangan
2. Mempersiapkan alat untuk penusukan dan alat-alat untuk pemantauan
3. Mempersiapkan pasien dan memberikan penjelasan, tujuan pemantauan,
dan mengatur posisi sesuai dengan daerah pemasangan
4. Saat Pemasangan
5. Memelihara alat-alat selalu steril

9
6. Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat
pemasangan seperti ganguan irama jantug, perdarahan
7. Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur dilakukan
8. Setelah
9. Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:
Melakukan Zero Balance: menentukan titik nol/letak atrium, yaitu
pertemuan antara garis ICS IV dengan midaksila.
Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau gelombang
tidak sesuai dengan kondisi klien, melakukan kalibrasi untuk mengetahui
fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.

Gambar zero balance


1. Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis
klien.
2. Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
3. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
4. Mencegah terjadi komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda komplikasi
(seperti Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom,
infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis, dan infark pulmonal).
5. Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
6. Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara
memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan
foto toraks (CVP, Swan gans).
7. Lakukan foto thorax bila diperlukan untuk melihat posisi CVP
X-ray pada dada dilakukan setelah pemasangan CVP untuk
mengkonfirmasi bahwa posisinya berada di dalam vena kava superior.
Setelah insersi CVP, rontgen dada harus dilakukan segera untuk
menghindari terjadi pneumotoraks dan juga untuk memeriksa posisi
ujung kateter (SCV ideal).jika selama dan setelah insersi CVP ada tanda
tanda kelainan klinis pada pasien kemungkinan pneumotoraks harus
diperhitungkan.

10
K. Konsep Invasive Blood Pressure
Tekanan darah merupakan tekanan yang disebabkan oleh laju aliran
darah yang arahnya tegak lurus terhadap dinding pembuluh darah.Tekanan
darah yang umumnya disebut, merupakan tekanan darah arteri.Tekanan darah
merupakan faktor yang sangat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau
penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.
Dan jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadilah
gangguan pada sistem transport oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil
metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan mengalami
gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal
ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Satuan yang
digunakan untuk pengukuran tekanan darah adalah mmHg. Satu mmHg
merupakan besar tekanan yang dapat dihasilkan dari cairan setinggi 1 mm
yang memiliki massa jenis sebesar 13.5951 gr/cm3(yang merupakan massa
jenis dari air raksa dalam temperature 0oC).
Menurut Ibnu (1996) Terdapat beberapa pusat yang mengawasi dan
mengatur perubahan tekanan darah, yaitu :
1. Sistem syaraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak,
misalnya pusat vasomotor dan diluar susunan syaraf pusat, misalnya
baroreseptor dan kemoreseptor.
2. Sistem humoral atau kimia yang dapat berlangsung lokal atau sistemik,
misalnya rennin-angiotensin, vasopressin, epinefrin, norepinefrin,
asetilkolin, serotonin, adenosine dan kalsium, magnesium, hydrogen,
kalium, dan sebagainya.
3. Sistem hemodinamik yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah,
susunan kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik di
bagian dalam dan di luar sistem vaskuler.

Tekanan darah dapat diukur melalui dua cara yaitu secara non invasive dan
invasive
1. Non Invasive Blood Pressure (NIBP)

11
Teknik pengukuran darah dengan menggunakan cuff atau manset, baik
secara manual maupun menggunakan mesin sebagaimana
bedsidemonitor yang ada di unit pelayanan Intensif. Ukuran manset
harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien, karena ketidak
sesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil pengukuran.
Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah:
1) Sistolik pressure adalah tekanan darah maksimal dari ventrikel kiri
saat systole.
2) Diastolic pressure adalah gambaran dari elastisitas pembuluh darah
dan kecepatan darah saat dipompakan dalam arteri.
3) MAP (Mean Arterial Pressure) adalah tekanan rata-rata arteri,
menggambarkan perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.

Nilai Tekanan Hemodinamik

NORMAL
VALUE ABBREVIATION DEFINITION RANGE FORMULA

Tekanan rata-rata
yang dihasilkan
oleh tekanan
Mean darah arteri disaat
Arterial akhir cardiac 2D + 1S
Pressure MAP cycle 70-90 mmHg 3

Banyaknya darah
yang dipompakan
Cardiac oleh ventrikel5-6 L/min(atHRXStroke
out put CO dalam satu menit. rest) volume

Banyaknya darah
yang dipompakan
oleh ventrikel di
Stroke setiap kali COHR X
Volume SV denyutan 60-130ml 1000

Tekanan yang
dihasilkan oleh
Central volume darah di6-12 cm
Venous dalam jantungH2O4-15 Hasil
pressure CVP sebelah kanan mmHg pengukuran

12
Sangat penting bagi kita untuk mempertahankan MAP diatas 60
mmHg, untuk menjamin perfusi otak, perfusi arteria coronaria, dan
perfusi ginjal tetap terjaga.

2. Invasive Blood Pressure (IBP)


Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan dengan
melakukan insersi kanule ke dalam arteri yang dihubungkan dengan
tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan hidrostatik menjadi
sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic, maupun
MAP pada layar monitor. Setiap perubahan dari ketiga parameter diatas,
kapanpun,dan berapapun maka akan selalu muncul dilayar monitor.
Ketika terjadi vasokonstriksi berat, dimana stroke volume sangat lemah,
maka pengukuran dengan cuff tidak akurat lagi.Maka disinilah
penggunaan IBP sangat diperlukan. Pada kondisi normal, IBP lebih
tinggi 2-8 mmHg dari NIBP.Pada kondisi sakit kritis bisa 10-30 mmHg
lebih tinggi dari NIBP.
o Arteri line insertion
Arteri yang paling sering di gunakan untuk insersi kateter
adalah arteri radial, brakialis, dan arteri femoralis. Alternativ lain
yang dapat digunakan namun jarang digunakan yaitu arteri axilaris
dan dorsalis pedis pada dewasa atau arteri temporalis dan umbilical
pada neonatus. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan arteri yang akan di gunakan untuk pemeriksaan IBP
adalah :
 Hubungan ukuran arteri dengan ukuran kateter yang akan
digunakan. Arteri yang dipilih harus lebih besar untuk
memudahkan kateter masuk tanpa menutup atau menghalangi
aliran darah.
 Akses arteri yang mudah. Sebaiknya menggunakan arteri yang
mudah ditemukan dan bebas dari kontaminasi zat sekresi
tubuh.

13
 Aliran darah ke bagian distal tubuh ke tempat insersi
dibutuhkan aliran kolateral yang adekuat sehingga arteri kanul
menjadi tersumbat
Arteri radialis adalah arteri yang paling sering digunakan untuk
pengukuran tekanan darah menggunakan kateter secara
invasive karena lokasi arteri radialis yang berada pada
superfisial dan mudah untuk ditemukan.Sebelum memasukkan
kateter ke dalam arteri radial dilakukan pemeriksaan Allen’s
test untuk mengetahui keadekuatan sirkulasi darah.Tekan arteri
ulnar dan radial hingga darah seolah–olah tersumbat, kemudian
minta pasien untuk melakukan gerakan menggengam dan
melepas kepalan tangan bergantian sampai tangan terlihat
memucat, lepaskan tekanan arteri ulnar dan observasi
pergantian warna yang terjadi. Jika warna berubah kurang dari
7 detik, makan sirkulasi arteri ulnar dikatakan adekuat. Arteri
ulnar dikatakan lemah jika warna berubah antara 7 hingga 15
detik. Jika warna berubah lebih dari 15 detik berarti sirkulasi
pada arteri ulnar tidak adekuat yang berarti arteri radial tidak
dapat digunakan untuk pengukuran IBP. Pemeriksaan tekanan
darah secara invasive dilakukan dengan menggunakan teknik
steril. Monitoring tekanan system dipasang dan dibilas
kemudian tranduser diatur dengan level nol sebelum kateter
dimasukkan. Saat kateter telah dimasukkan, kateter harus
difiksasi dan dibalut.

 Bentuk gelombang tekanan arteri


Bentuk normal gelombang arteri yaitu rapid upstroke dan
akhir nyata diastole.Mekanisme aktivitas systole dan diastole
mengikuti elektik aktifitas dari depolarisasi dan repolarisasi,
berturut-turut. Awalan kenaikan upstroke dari bentuk gelombang
menghasilkan sebagian dari injeksi rapid dari darah yang berasal dari
ventrikel kiri ke dalam aorta. Pada EKG maupun bentuk gelombang

14
arteri, QRS complek mendahului kecepatan tanjakan di tekanan
arteri.
 Komplikasi
 Infeksi
Pemeriksaan IBP membutuhkan ketelitian dalam penggunaan
teknik steril baik selama insersi kateter, pada lokasi insersi,
sample darah dan pemeliharan kesterilan. Penggunaan sistem
monitoring yang tertutup meningkatkan resiko infeksi. Hal yang
harud dilakukan selama pemeriksaan IBP antara lain seperti
pengkajian pada tempat insersi untuk melihat adanya gejala
infeksi, penggunaan teknik steril ketika penggantian balutan.
 Kehilangan darah secara tidak sengaja (accidental blood loss)
Kehilangan darah secara tidak sengaja dari kateter arteri dapat
menyebabkan kerusakan besar. Ekstremitas yang digunakan
sebagai tempat pengukuran harus di immobilisasi kecuali di
pergelangan tangan yang diberi papan.
 Kelemahan sirkulasi pada ekstremitas
Kelemahan sirkulasi pada ekstremitas dimana arteri diguanakan
harus di monitor sesering mungkin. Monitoring yang harus
dilakukan yaitu pengkajian dengan melihat warna kulit, sensasi
yang diraskaan pasien, suhu tubuh dan pergerakan dari
ekstremitas yang dibuat setelah insersi kateter. Semua indikasi
terjadinya kelemahan sirkulasi dapat digunakan sebagai indikasi
untuk pelepasan kateter.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. JenisKelamin :
5. Agama :

16
6. Status Perkawinan :
7. Pendidikan :
8. Pekerjaaan :
9. Suku/bangsa :
2. Keluhan utama:
Keluhan utama yang dirasakan pasien tergantung pada penyakit yang
mengindikasikan pemasangan Central Venous Pressure (CVP) untuk
pemantauan hemodinamik.
3. Pengkajian ABCDEFGH
A : Tidak ada penumpukan sekret
B : Adanya peningkatan pola nafas
C : Monitor intake dan output, Nadi, TD, Adanya gumpalan darah /
gelembung udara pada cateter
D : Kesadaran menurun, kelelahan atau kelemahan
E : Tanda kemerahan/pus pada lokasi pemasangan, Kesesuaian posisi
jalur infus set, Keluhan nyeri pada area pemasangan CVP
F : mengecek kateter urine
G : masukan nutrisi melalui NGT
H : ECG Monitor, perfusi, Tekanan CVP
4. Riwayat penyakit sekarang
Pasien yang diindikasikan untuk dilakukan pemasangan alat Central
Venous Pressure adalah pasien yang mengalami resusitasi cairan,
pemberian obat dan cairan, pemberian makanan secara panenteral,
pengukuran tekanan vena sentral, akses vena yang buruk, pacu jantung.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami penyakit yang sama? Apakah pasien pernah mengalami
penyakit jantung koroner, hipertensi, dan penyakit jantung lainnnya yang
mengakibatkan ketidak stabilan tekanan darah dan diindikasikan untuk
dilakukan pemasangan Central Venous Pressure (CVP)?
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada pasien dan keluarga apakah anggota keluarga yang
lain pernah mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami oleh
pasien saat ini?
6. Riwayat pengobatan masa lalu

17
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh pasien?
Tanyakan efek samping yang pernah dialami seperti reaksi alergi yang
timbul?
7. Life style dan aktivitas fisik
Tanyakan apakah pasien sering olahraga? Kegiatan sehari-hari yang
dilakukan pasien? Apakah pasien merokok dan minumalkohol?
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik setelah dilakukan pada pemasangan Central
venous catheter harus dilaukan secara rutin. Perubahan warna, sensasi,
pembengkakan, kemerahan, dan pergerakan pada area disekitar
pemasangan kateter vena harus dikaji secara rutin. Tanda- tanda tersebut
bisa megindikasikan adanya infeksi dan penurunan sirkulasi pada area
pemasangan kateter. Pemasangan kateter vena untuk prosedur CVP
dilakukan pada vena jugularis, vena antekubital, vena subklavia, vena
femoralis, dan vena brakialis.

18
B. Analisa Data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. Data subjektif: Pasca pemasangan kateter vena Nyeri
- Pasien mengeluh nyeri pada daerah pemasangan kateter
vena Adanya luka insisi akibat
Data objektif: pemasangan invasive Central venous
- Adanya bekas luka insisi akibat pemasangan kateter catheter
vena
- Tanda vital pasien Terpotongnya saraf di sekitar tenpat insisi
P :Nyeri di daerah insisi pemsangan kateter vena.
Q : nyeri biasanya bersifat hilang timbul Kerusakan kontinuitas jaringan
R : pemasangan kateter biasanya pada vena jugularis,
vena antekubital, vena subklavia, vena femralis, dan
vena brakialis.
S : skala nyeri yang dirasakan pasien 0-10
T : nyeri dirasakan saat bergerak.
2. Data subjektif: – Pasca pemasangan kateter vena Gangguan perfusi
Data objektif: jaringan perifer
- CRT > 3 detik Penurunan curah jantung
- Perubahan sensasi, warna, suhu, dan gerakan pada
ekstremitas setelah pemasangan kateter vena Suplai oksigen ke ekstremitas menurun
menandakan adanya kekurangan suplai oksigen pada
ekstremitas Sianosis, CRT < 3 detik

Gangguan perfusi jaringan perifer


3. Data subjektif: – Pasca pemasangan kateter vena Resiko infeksi
Data objektif:

19
- Adanya luka insisi pemasangan kateter vena Adanya luka insisi akibat
- Mikroorganisme dari luka insisi akibat pemasangan invasive Central venous
pemasangan invasive Central venous catheter catheter
- Tanda-tanda vital pada pasein, suhu biasanya
meningkat mikroorganisme
- Kemerahan dan pembekakan di area sekitar
pemasangan kakater. Suhu↑, pembengkakan, dan kemerahan di
area pemsangan kateter

Resiko infeksi

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan yang ditandai dengan luka insisi pada pemasangan kateter vena
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen pada eksterimtas yang di tandai dengan sianosis
3. Resiko infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang ditandai dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada
area sekitar insisi

20
D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kontinuitas jaringan yang ditandai dengan luka insisi pada pemasangan kateter vena

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Rasionalisasi
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan intervensi NIC: Manajemen Nyeri
keperawatan selama 1 x 30 Aktivitas Keperawatan
menit, diharapkan pasien dapat 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Pengkajian nyeri membantu menentukan
menunjukkan: meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, penanganan untuk mengurangi nyeri
NOC: Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
 Ditingkatkan pada 3 nyeri dan factor pencetus
 1 = Berat 2. Observasi adanya petunjuk non verbal 2. Respon non verbal membantu
 2 = Cukup Berat mengenai ketidaknyamanan mengevaluasi derajat nyeri dan
 3 = Sedang perubahannya
 4 = Ringan 3. Observasi tanda-tanda vital pasien 3. Peningkatan nyeri akan meningkatkan
 5 = Tidak Ada tanda-tanda vital
4. Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat 4. Pengetahuan pasien tentang nyeri akan
Dengan kriteria hasil: menurunkan atau memperberat nyeri mengurangi ketegangan pasien
5. Evaluasi pengalaman nyeri di masa lalu yang 5. Pengalaman nyeri di masa lalu dapat
 [ ] Nyeri yang dilaporkan
meliputi riwayat nyeri kronik atau nyeri yang membantu perencanaan penanganan nyeri
 [ ] Panjangnya episode nyeri
menyebabkan disability
 [ ] Ekspresi nyeri wajah 6. Berikan informasi mengenai nyeri seperti 6. Memberikan pengetahuan pada pasien
 [ ] Mengeluarkan keringat penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan untuk mengenali nyerinya
 [ ] Ketegangan otot dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan
akibat prosedur
7. Kendalikan factor lingkungan yang dapat 7. Lingkungan yang tenang akan membantu
mempengaruhi repon pasien terhapda pasien untuk berelaksasi

21
ketidaknyamanan (misal: suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
8. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri 8. Kompres dingin dapat memvasodilatasi
kompres dingin pembuluh darah
9. Evaluasi 2 jam kemudian setelah diberikan 9. Evaluasi digunakan untuk menetukan
obat lalu evaluasi 4 jam kemudian apakah intervensi yang akan dilakukan berikutnya
nyeri sudah terkontrol atau belum
10. Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan 10. Pemberian analgesic dapat membantu
antiemetik bila terjadi muntah (Apabila nyeri mengurangi nyeri pasien dan antiemetik
sedang sampai berat dan disertai mual/muntah membantu mengurangi mual dan muntah
berikan ketorolac IV (NSAID), opioid, pasien
tamsulosin, dimenhydrinate dan apabila nyeri
ringan tidak disertai muntah berikan trial obat
oral seperti diclofenac

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen pada eksterimitas
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rasionalisasi
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan intervensi NIC: perawatan sirkulasi
keperawatan selama 1 x 30 Aktivitas Keperawatan
menit, diharapkan pasien dapat 1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan 1. Perfusi serebral secara langsung
menunjukkan: mental kontinu (camas, bingung, letargi, berhubungan dengan curah jantung,
NOC: perfusi jaringan : pinsan). dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam
perifer basa, hipoksia atau emboli sistemik.
 Ditingkatkan pada 3 2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit 2. Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh
 1 = deviasi berat dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer. penurunan curah jantung mungkin
 2 = deviasi yang cukup dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan

22
besar penurunan nadi.
 3 = deviasi sedang 3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan 3. Indikator adanya trombosis vena dalam.
 4 = deviasi ringan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
 5 = Tidak Ada deviasi 4. Dorong latihan kaki aktif/pasif. 4. Menurunkan stasis vena, meningkatkan
aliran balik vena dan menurunkan
Dengan kriteria hasil: resiko tromboplebitis.
 [ ] Klien tampak tidak 5. Pantau pernafasan. 5. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres pernafasan. Namun
lemas dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan
 [ ] CRT <2 detik komplikasi tromboemboli paru.
 [ ] Klien tidak mengalami 6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan 6. Penurunan aliran darah ke mesentrika
sianosis bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, dapat mengakibatkan disfungsi GI,
konstipasi contoh kehilangan peristaltik
 [ ] Ekstremitas hangat dan
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine. 7. Penurunan pemasukan/mual terus-
merah menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi dan
organ

3.Resiko infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang ditandai dengan kemerahan, pembekakan dan peningkatan suhu pada area
sekitar insisi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rasionalisasi
(NOC) (NIC)
Setelah dilakukan intervensi NIC: kontrol infeksi
keperawatan selama 1 x 30 Aktivitas Keperawatan
menit, diharapkan pasien dapat 1. Pantau tanda-tanda vital. 1. Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan
menunjukkan: terutama bila suhu tubuh meningkat.

23
NOC: kontrol resiko : proses 2. Kaji tanda – tanda infeksi dan lakukan 2. Untuk mengurangi risiko infeksi
infeksi perawatan terhadap prosedur invasif. nosokomial.
 Ditingkatkan pada 3 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. 3. Mencegah infeksi lanjutan pada area insisi
 1 = tidak pernah
menunjukkan 4. Monitor leukosit dan LED 4. Penurunan Hb dan peningkatan jumlah
 2 = jarang menunjukkan leukosit dari normal bisa terjadi akibat
 3 = kadang-kadang terjadinya proses infeksi.
menunjukkan 5. Dorongan untuk nutrisi yang optimal 5. Mempertahankan status nutrisi serta
 4 = sering menunjukkan mendukung system immune
 5 = secara konsisten 6. Bila perlu berikan antibiotik sesuai advise. 6. Mencegah atau membunuh pertumbuhan
menunjukkan mikroorganisme

Dengan kriteria hasil:


 [ ] tidak ada tanda-tanda
infeksi
 [ ] TTV dalam batas normal
 [ ] mengenali faktor resiko

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) adalah tekanan
intravaskular didalam vena cava torakal.Tekanan vena sentral
menggambarkan banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan
kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial.CVP
adalah memasukkan kateter poliethylene dari vena tepi sehingga ujungnya
berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava.CVP disebut juga
kateterisasi vena sentralis (KVS).Pengukuran tekanan vena central (CVP)
merupakan alat yang berguna dalam perawatan pasien yang sakit
akut.Pengukuran CVP menunjukkan tekanan dalam vena besar (vena kava
superior dan vena kava inferior).
Tekanan darah dapat diukur melalui dua cara yaitu secara non invasive
dan invasive. Invasive blood pressure disebut juga invasive intra arterial
blood pressure.Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan
dengan melakukan insersi kanule ke dalam arteri yang dihubungkan dengan
tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan hidrostatik menjadi sinyal
elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic, maupun MAP pada
layar monitor.
B. Saran
Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan
keperawatan kritis yang tepat pada klien dengan kondisi gawat.Termasuk
memberikan asuhan keperawatan pada apsien dengan innvasive intra arterial
blood pressure dan CVP. Selain itu pemahaman terhadap konsep holism,
komunikasi, dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis penting untuk
menunjang perawatan terhadap klien agar kondisi klien lebih baik dan status
kesehatan meningkat sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal
mungkin.

25
DAFTAR PUSTAKA

Booker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC


Burchell, P. L., & Powers, K. A. (2011). Focus on Central Venous Pressure
Monitoring. Lippincott Williams &Wilkins , 39-43.
Cole, Elaine. 2008. Measuring Central Venous Pressure. Senior lecturer
ED/Trauma, City University Bartsand the London NHS Trust.
Manchini, Mary E. 2000. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta: EGC
McConachie, Ian . 2006. Handbook Of Icu Therapy ed 2 .
Morton, P. G., & Fontaine, D. K. (2009). Critical Care Nursing a holistic
Approach Ninth Edition. South America: Wolthers Kluwer Health.
Nuracmah, Elly. 2000. Buku saju prosedur keperawatan medical bedah. Jakarta:
EGC
Parry, Anne Grifin. 1994. Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Alih Bahasa Monica
Ester. 1999. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa
Waluyo Agung dkk. 2002. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai