Anda di halaman 1dari 4

Masa remaja adalah masa pergolakan.

Salah satu pergolakan yang kerap dialami remaja adalah pergolakan rohani
ketika remaja mulai menolak nilai-nilai yang tadinya dianut. Berikut akan dipaparkan penyebab pergolakan ini dan
tanggapan yang sebaiknya diberikan oleh orang tua.

1. Pada masa remaja, anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan melihat jauh ke muka. Lewat
kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai mempertanyakan hal-hal yang ia alami atau lihat. Jika sebelumnya
semua dilihat dan diterima tanpa pertanyaan, sekarang dengan kemampuannya berpikir abstrak, remaja mulai
mempertanyakan hal-hal yang dianggap tidak masuk akal. Pada masa inilah, mungkin remaja melihat
ketidakadilan di dalam dunia dan mengaitkannya dengan keadilan Tuhan. Ia mulai bertanya, "Jika Tuhan ada,
mengapakah Ia membiarkan ketidakadilan terus merajalela?"

Sebagai orang tua, kita mungkin terkejut mendengar pertanyaannya. Kita mungkin mengira bahwa anak remaja
kita telah murtad dan meninggalkan imannya. Semua reaksi ini wajar sebab keluar dari hati yang takut akan Tuhan
dan dari keinginan melihat anak terus setia mengikut Kristus. Namun, ada baiknya kita berusaha keras menahan
emosi marah. Sedapatnya, janganlah ketus menuduh anak murtad atau malah dikuasai iblis. Sebaliknya, dengan
sikap lembut, berupayalah menjawab pertanyaan anak selogis mungkin. Ingat, pada tahap pertumbuhannya ini,
remaja mulai berpikir abstrak dan ini berarti ia bergantung penuh pada penggunaan daya nalarnya.

2. Pada masa remaja, anak berada pada posisi labil akibat perubahan fisik dan hormonal sehingga rawan
mengambil keputusan secara impulsif, tanpa berpikir panjang. Tidak jarang, remaja memutuskan untuk melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya sehingga jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan ini membuatnya enggan untuk
dekat dengan Tuhan dan mendorongnya untuk hidup terpisah dari Tuhan. Misalnya, remaja mulai terlibat dalam
pornografi dan bergumul dengan kekudusan. Besar kemungkinan pergumulan ini membuatnya merasa diri kotor
dan tidak layak untuk datang ke hadirat Tuhan. Akhirnya, remaja memilih untuk menjauh dari persekutuan dan
ibadah.

Sebagai orang tua, kita harus peka dengan pergumulan remaja melawan dosa. Kita mesti menunjukkan bahwa kita
mengerti betapa sulitnya mempertahankan kekudusan. Kita dapat menyampaikan kepadanya bahwa kita pun
pernah melewati masa pergumulan yang serupa dan mengakui bahwa kita tidak selalu berhasil menang melawan
godaan. Kita mungkin dapat membagikan kepadanya bahwa ada momen dalam hidup ini, dan kita pun tergoda
untuk menyerah dan mengambil sikap putus asa.
Kita pun dapat membacakan pergumulan Paulus yang diceritakan di Roma 7:15, "Sebab, aku tidak mengerti apa
yang kulakukan karena aku tidak melakukan hal yang kuinginkan, melainkan aku melakukan hal yang kubenci."
Atau, Musa yang tidak menaati perintah Tuhan di Meriba, Daud yang jatuh ke dalam dosa perzinaan dan
pembunuhan, dan Petrus yang jatuh ke dalam dosa dusta dan ketidaksetiaan. Semua adalah anak Tuhan yang
berusaha mengikut Tuhan. Namun, dalam perjalanannya, adakalanya anak Tuhan pun jatuh. Yang terpenting
adalah kita mengakui dosa, bangkit, dan berjalan kembali.
3. Pada masa remaja, anak mengembangkan kemandirian, dan salah satu bentuknya adalah memiliki pemikiran
dan pendapat sendiri. Salah satu karakteristik kedewasaan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan
sendiri, tanpa harus tunduk pada kehendak orang. Sebagai seorang anak yang tengah berjalan menuju ke arah
kedewasaan, ia pun akan mulai mempraktikkan kemandiriannya dalam pengambilan keputusan.

Menyangkut hal rohani, pada akhirnya remaja harus membuat iman kepercayaan kita sebagai milik pribadinya. Bila
pada masa lampau ia hanya mengikuti pengarahan kita, sekarang ia harus menempuh sebuah perjalanan rohani
sehingga ia dapat tiba pada kesimpulannya sendiri. Singkat kata, iman orang tua harus menjadi imannya sendiri.
Itu sebabnya, kita harus membimbing sekaligus memberinya ruang untuk menggumulkan imannya sendiri. Iman
yang tidak pernah dimilikinya sendiri pada akhirnya akan menjadi iman yang tidak bisa berdiri sendiri. Apabila
pada masa kecilnya kita telah menanamkan firman Tuhan pada dirinya, pada masa remaja, firman Tuhan akan
terus bersemayam dalam hatinya. "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa
tuanya, dia tidak akan menyimpang dari jalan itu." (Amsal 22:6)

4. Pada masa remaja, anak memasuki sebuah dunia yang jauh lebih kompleks dan terekspos kepada pelbagai
keyakinan rohani dan moral yang lain. Teman-temannya tidak lagi seiman dan kalaupun seiman, ada yang
memiliki nilai moral yang berbeda. Tidak bisa tidak, semua ini akan memberi pengaruh pada pertumbuhan
imannya. Ia pun mulai mempertanyakan kebenaran iman kristiani yang tadinya ia peluk tanpa ragu. Itu sebabnya,
pada masa ini, remaja kerap bertanya tentang keyakinan rohani lainnya karena ia memang ingin tahu kebenaran.

Sebagai orang tua, kita mesti menyikapi pertanyaan ini dengan bijak dan penuh pengertian. Paparkanlah terus apa
yang firman Tuhan katakan tanpa harus menyerang dan menjelek-jelekan keyakinan lainnya. Sikap keras terhadap
keyakinan lain hanyalah berdampak buruk. Pertama, ia akan merendahkan orang yang berkeyakinan lain, dan jika
ini terjadi, ia tidak akan dapat mengasihi mereka. Kedua, ia justru berbalik dan marah kepada kita, orang tuanya,
karena ia merasa bahwa kita terlalu menghakimi. Ingatlah bahwa pada dasarnya, ia tengah membicarakan tentang
teman-temannya yang dinilai baik. Itu sebabnya, komentar kita yang mendiskreditkan mereka tanpa mengenalnya
hanya atas landasan perbedaan keyakinan akan membuatnya mengecap kita sebagai orang yang tidak baik.
5. Pada masa remaja, anak harus berhadapan dengan godaan dosa dalam volume yang tinggi sekaligus dituntut
untuk bertahan dalam kehendak Tuhan. Tidak bisa tidak, hal ini akan menimbulkan ketegangan yang kuat. Di
tengah tarik-menarik ini, remaja akan bergerak ke ekstrem kanan dan kiri: kadang teguh, tetapi kadang lemah.

Sekurangnya, ada tiga reaksi terhadap dosa:

 menyerah, tetapi mengakui keberdosaan kita,


 melawannya, dan
 melabeli dosa sebagai bukan dosa.

Adakalanya, remaja berhasil melawan. Namun, kadang ia gagal dan menyerah. Namun, kadang, daripada
mengakui kekalahannya, ia justru mendistorsi realitas dan perintah Tuhan, menjadikan perbuatannya tidak
berdosa. Nah, pada waktu ia mendistorsi firman Tuhan inilah, remaja biasanya bersitegang dengan kita. Ia
melawan dan menuduh kita "mau menang sendiri", dan mempertanyakan dasar kesimpulan kita tentang apakah
sesuatu itu dosa atau tidak. Pada dasarnya, ia tengah berupaya membenarkan tindakannya supaya ia dapat terus
berkubang dalam dosa.

Sebagai orang tua, kita mesti berdiri pada firman Tuhan dan tidak menuruti pikirannya jika memang ia keliru.
Namun, kita pun mesti sabar dan lembut dalam menyikapi pemberontakannya. Kita harus menyampaikan
kepadanya bahwa kita mengerti pergumulannya dan akan terus mendoakannya. Kita mesti mengatakan bahwa
kenyataan kita tidak bisa hidup sesuai dengan firman Tuhan tidak berarti bahwa kita boleh menurunkan standar
Tuhan. Doronglah dia untuk mengakui keterbatasannya dan memohon pengampunan Tuhan. Ajaklah dia untuk
terus berusaha kendati susah.

6. Pada masa remaja, anak harus berpapasan dengan ketidaksempurnaan dan ketidakkonsistenan. Mungkin
remaja melihat tindakan orang tua yang tidak sesuai dengan perkataannya; atau, mungkin remaja mendengar atau
mengetahui kasus kejatuhan pembina rohaninya. Semua ini berpotensi melemahkan iman kepercayaannya. Bagi
remaja, kegagalan panutan rohaninya merupakan kegagalan iman kristiani. Tidak heran, ada sejumlah remaja yang
akhirnya meninggalkan iman kristiani dan hanya melandaskan kehidupan rohaninya pada doktrin "yang terpenting
adalah berbuat baik".
Sebagai orang tua, kita jangan membela diri tatkala memang kita telah hidup tidak konsisten dengan ajaran
Kristus. Akuilah kegagalan sendiri tanpa perlu merasa defensif. Yang terpenting adalah kita bertobat dan tidak
mengulang masalah yang sama. Jikalau ini menyangkut ketidakkonsistenan pembina rohaninya, akuilah dan
jangan mencoba menutupinya. Tindakan ini hanyalah akan memperparah ketidakpuasannya.

Tuhan Yesus berkata, "Garam itu baik, tetapi jika garam itu sudah kehilangan rasa asinnya, bagaimanakah
membuatnya asin kembali?" (Lukas 14:34) Memang, sewaktu seorang pembina rohani jatuh, itu sama dengan
garam yang telah menjadi tawar dan membuat hati kita tawar. Tidak ada lagi keinginan untuk hidup kudus dan
berkenan kepada Tuhan; sewaktu mendengar orang itu berkata-kata tentang Tuhan, reaksi awal adalah tidak ingin
menggubrisnya. Kita mengalami disilusi dan kecewa. Sungguhpun demikian, ingatlah bahwa kita hidup untuk
Kristus. Jadi, kita harus terus memandang-Nya, bukan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai