Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat ketidakmampuan
fungsi insulin bekerja (Depkes RI, 2005). Saat ini Indonesia merupakan negara
dengan populasi terbesar urutan ke empat di dunia dengan jumlah penderita
diabetes terbesar di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat (Hidayanto
dkk, 2015).
Menurut data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) diabetes
melitus pada tahun 2030 akan mencapai 14,1 juta masyarakat dengan prevalensi
diabetes tipe 2 lebih dari 80%. (Paramitha & Rahamanisa, 2016). Estimasi
terakhir International Diabetes Federation (IDF) terdapat 382 juta orang di dunia
menderita diabetes pada tahun 2013, pada tahun 2035 jumlah tersebut
diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta (Kemenkes, 2014). Sementara di
Indonesia telah ditemukan 10 juta kasus diabetes pada tahun 2015 (IDF, 2017).
Obat antidiabetes adalah obat yang dapat menurunkan kadar gula dalam
darah. Pengobatan Diabetes mellitus dengan menggunakan berbagai jenis
tanaman obat telah dilakukan masyarakat Indonesia sejak Jaman dahulu,
pengobatan tersebut diperoleh berdasarkan pengetahuan secara empiris dan
dilakukan secara turun temurun (Makalalag dkk, 2013). Salah satu tanaman obat
yang dapat digunakan sebagai obat untuk antidiabetes adalah tanaman sukun.
Di indonesia sendiri, sambiloto dikenal sebagai salah satu obat untuk
menurunkan kadar gula dalam darah (Widyawati, 2007). Pada Penelitian efek
ekstarak etanol daun Sukun terhadap penurunan kadar gula darah pernah
dilakukan oleh Tandi, dkk (2017) bahwa ekstrak etanol 70% daun Sukun dosis
200 mg/kg BB merupakan dosis yang efektif dalam menurunkana kadar gula
2

darah pada tikus jantan. Pada penelitian Rosnaeni dkk (2010) bahwa
pemberian ekstrak etanol 70% herba Sambiloto dengan dosis 20,5 mg /kg BB
efektif dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus yang di induksi aloksan.
Berdasar uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut, uji efektivitas kombinasi ekstrak etanol 70 % daun sukun (Artocarpus
communis) dan herba Sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai antidiabetes
pada tikus putih jantan yang di induksi aloksan. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumber informasi baru untuk masyarakat tentang khasiat daun sukun
dan Sambiloto sehingga dapat di manfaatkan secara optimal.

1.2 Tujuan Penelitian


1. Menentukan dosis efektif kombinasi ekstrak etanol daun Sukun
(Artocarpus communis ) dan herba Sambiloto (Andrographis
paniculata) sebagai antidiabetes pada tikus putih yang diinduksi
aloksan.
2. Menentukan lama pemberian kombinasi ekstrak etanol daun Sukun
(Artocarpus communis ) dan herba Sambiloto (Andrographis
paniculata) sebagai antidiabetes pada tikus putih yang diinduksi
aloksan.

1.3 Hipotesis
1. Terdapat satu dosis kombinasi ekstrak etanol daun Sukun (Artocarpus
communis) dan herba Sambiloto (Andrographis paniculata) yang efektif
sebagai antidiabetes pada tikus putih yang diinduksi aloksan.
2. Terdapat lama waktu pemberian kombinasi ekstrak etanol daun Sukun
(Artocarpus communis) dan herba Sambiloto (Andrographis
paniculata) sebagai antidiabetes pada tikus putih yang diinduksi
aloksan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Obat


2.1.1 Daun Sukun (Artocarpus communis )
Tanaman sukun merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada iklim
tropis, dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih dan mempunyai
cabang-cabang yang melebar kesamping dengan tajuk sekitar 5 m, tempat tumbuh
tanaman sukun tersebar mulai dari dataran rendah dengan ketinggian 700 meter di
atas permukaan laut (dpl), namun kadang-kadang terdapat juga pada tempat yang
memiliki ketinggian 1.500 meter dpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah
panas yang suhu rata-rata sekitar 20-40oC yang beriklim basah dengan curah
hujan 2.000-3.000 mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90 (Adinugraha, 2011).
Secara organoleptis daun sukun tidak berbau, rasa pahit, bertulang daun
menyirip, lebar dan berbulu kasar di permukaan atas dan bawah daun. Secara
Mikroskopik daun menunjukan bentuk stomata dan daun sukun merupakan tipe
anomositik (DepKes RI,1995). Daun sukun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Sukun


4

2.1.2 Kandungan kimia dan Manfaat

Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin, flavonoid dan
tanin. Daun tanaman juga mengandung quercetin, champorol dan artoindosianin.
Quercetin dan artoindonesianin adalah kelompok senyawa dari flavonoid.
Menurut riset yang telah dilakukan Andi Mu’nisa mengungkapkan bahwa
kandungan senyawa flavonoid tertinggi terdapat pada daun sukun yang telah tua
yaitu sebesar 100,68 mg/g, pada daun Sukun muda sebesar 87,03 mg/g dan pada
daun Sukun tua yang telah tua sebesar 42,89 mg/g (Mardiana, 2013). Kandungan
senyawa flavonoid pada daun Sukun berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri
sehingga efektif mengobati penyakit diabetes, rematik, radang sendi, gangguan
hati, asam urat, gangguan ginjal, penyakit jantung, hipertensi, panu, sariawan, dan
dapat menurunkan kolesterol (Rizema, 2013).

2.1.3 Herba Sambiloto (Andrographis paniculata)

Sambiloto dikenal sebagai “King of Bitters” merupakan tumbuhan yang


berasal dari India, bukan tanaman asal Indonesia. Menurut data spesimen yang
ada di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak
1893. Sambiloto dapat tumbuh di semua jenis tanah namun habitat aslinya adalah
tempat –tempat terbuka yang teduh dan agak lembab seperti kebun, semak, tepi
sungai, pekarangan dan rumpun bambu. Sambiloto memiliki batang berkayu
berbentuk bulat dan segi empat serta memiliki banyak cabang (monopodial), daun
tunggal saling berhadap–hadapan, berbentuk pedang dengan tepi rata dan
permukaan halus berwarna hijau, bunganya berbentuk jorong dengan pangkal dan
ujung yang lancip. Sambiloto memiliki rasa yang pahit, bau khas dan berwarna
hijau. Herba Sambiloto dapat dilihat pada Gambar 2.
5

Gambar 2. Herba Sambiloto

2.1.4 Kandungan Kimia dan Manfaat

Herba ambiloto mengandung Flavonoid dan lakton. Pada lakton


komponen utamanya adalah Andrographolide yang merupakan zat aktif utama
dalam sambiloto. Dalam daun sambiloto juga terdapat komponen alkane, keton,
aldehid, mineral (Kalsium, Natrium, Kalium), asam kersik dan damar. Didalam
daun kadar senyawa Andrographolide sebesar 2,5-4,8% dari berat keringnya.
Sambiloto memiliki manfaat untuk mencegah penyakit jantung, diabetes,
penyembuhan infeksi, pilek dan flu, serta membantu menyembuhkan masalah
pada sistem pencernaan.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut


sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (DepKes
RI, 2000). Proses ekstraksi dalam analisis fitokimia sangat penting karena sejak
tahap awal sampai tahap akhir menggunakan proses ekstraksi, fraksinasi dan
pemurnian. Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik dan
sifat kimia kandungan senyawa yang akan di ekstraksi, pelarut yang digunakan
tergantung pada polaritas senyawa yang akan disari, dimulai dari yang bersifat
non polar hingga bersifar polar (Hanani, 2015).

Maserasi merupakan suatu proses pengekstrakan simplisia menggunakan


pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan yang dilakukan pada
6

temperatur ruangan (kamar). Prinsip dari maserasi termasuk kedalam ekstraksi


yang berdasarkan metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (DepKes
RI, 2000). Keuntungan menggunakan metode maserasi adalah pengerjaan dan alat
yang digunakan sederhana, baik untuk skala kecil maupun sekala industri,
sedangkan kerugian menggunakan metode maserasi adalah pengerjaan yang lama,
dibutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian yang kurang sempurna. Metode ini
sangat cocok untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al, 2011). Maserasi
dilakukan dengan dengan cara dimasukkan serbuk tanaman simplisia dan pelarut
yang sesuai kedalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar, proses
ekstraksi maserasi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses
ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan cara penyaringan (Seidel, 2006).

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi


senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (DepKes RI, 2008).

2.2 Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit atau gangguan metabolisme


kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari ketidakmampuan
fungsi insulin bekerja (DepKes RI, 2005). Diabetes Mellitus tergolong penyakit
degeneratif yang bersifat kronis dan tidak menular kepada orang lain, seringkali
dapat menimbulkan komplikasi pada sebagian organ tubuh jika tidak ditangani
dengan tepat, hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi dalam jangka
waktu yang lama, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur
internal lainnya. Diabetes mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa dalam darah melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah
7

sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl dan kadar gula darah puasa di atas atau
sama dengan 126 mg/dl (Misnardiarly, 2006).

Diabetes Mellitus menjadi kronis disebabkan oleh kurangnya sekresi


insulin dari sel-sel Beta, keadaan ini menyebabkan tingginya kadar gula darah
(hiperglikemia). Diabetes Mellitus ditandai oleh Poliura (meningkatnya keluaran
urin), Polidipsin (Meningkatnya rasa haus) dan Polifagia (Meningkatnya rasa
lapar). Diabetes Mellitus berkaitan dengan kejadian morbiditas, mortalitas dan
berhubungan dengan kerusakan progresif kronis pada organ-organ utama,
meskipun beberapa organ lain juga beresiko untuk terjadi masalah akibat Diabetes
Mellitus tersebut seperti organ Kornea (Shih et al, 2017).

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Secara umum Diabetes Mellitus di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :


2.2.1.1 Diabetes tipe I

Diabetes Mellitus tipe 1 atau insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas yang disebabkan autoimun. Pada
DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan
dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama
sekali (Ndraha, 2014). Diabetes tipe ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik
insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali, gula menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Diabetes tipe I
sering juga disebut insulin-dependent diabetes karena si pasien sangat bergantung
pada insulin, ia memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mencukupi
kebutuhan insulin dalam tubuh (Hans tandra, 2017).

2.2.1.2 Diabetes tipe II

Pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 atau insulin Nondependent


Diabetes Mellitus (NIDDM) tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
8

dengan turunannya, kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa


oleh jaringan perifer dan menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap
kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.
Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin, adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami
terjadi komplikasi (Ndraha, 2014). Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia di
atas 40 tahun, tetapi bisa mucul pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 90-95 %
penderita diabetes adalah tipe 2. Pada diabetes tipe 2, pankreas masih bisa
membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan
baik sebagai kunci untuk memasukan gula kedalam sel. Akibatnya gula dalam
darah meningkat, pasien biasanya tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam
pengobatannya, tetapi memerlukan obat untuk memperbaiki fungsi insulin itu,
menurunkan gula, memperbaiki pengobatan gula dan lain-lain. kemungkinan lain
terjadinya diabetes tipe 2 adalah sel-sel jaringan tubuh dan otot si pasien tidak
peka atau sudah resisten terhadap insulin (dinamakan resistensi insulin atau
insulin resistance) sehingga gula tidak dapat masuk ke dalam sel dan akhirnya
tertimbun dalam peredaran darah (Hans tandra, 2017).

2.2.1.3 Diabetes Gestational

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa


didapat pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan
ketiga. Diabetes Mellitus Gestational berhubungan dengan mengikatnya
komplikasi perinatal. Penderita Diabetes Mellitus gestational memiliki resiko
lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus yang menetap dalam jangka waktu
5-10 tahun setelah malahirkan (Ndraha, 2014). Diabetes tipe ini biasanya di
ketahui setelah kehamilan lebih dari empat bulan, kebanyakan pada trimester
ketiga (tiga bulan terakhir kehamilan). Setelah persalinan, pada umumnya gula
darah akan kembali normal, yang harus di waspadai adalah lebih dari setengan ibu
hamil harus dengan diabetes akan menjadi tipe 2 di kemudian hari. Ibu hamil
dengan diabetes harus ekstra waspada dalam menjaga kadar gula dalam darahnya,
9

rutin kontrol gula darah dan memeriksakan diri ke dokter agar tidak terjadi
komplikasi baik bagi si ibu maupun si janin (Hans tandra, 2017).

2.2.2 Faktor – faktor Penyebab Diabetes


Faktor-faktor penyebab diabetes mellitus antara lain genetika, faktor
keturunan memegang erat penting pada kejadian penyakit ini, apabila orang tua
menderita penyakit diabetes mellitus kemungkinan anak-anaknya menderita
penyakit diabetes mellitus lebih besar. Virus hepatitis B yang menyerang hati dan
merusak pankreas sehingga sel beta dapat menyebebkan sel tidak dapat
memproduksi insulin. Faktor lain yang menjadi penyebab penyakit Diabetes
Mellitus yaitu gaya hidup, orang yang kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan
rendah karbohidrat, kegemukan dan kesalahan pola makan, kelainan hormonal,
hormon insulin kurang jumlahnya atau tidak di produksi (Anderson, 2009).

2.2.3 Gejala Diabetes Mellitus


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian adanya
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes,
selain itu sering pula muncul keluhan pada penglihatan kabur, koordinasi gerak
anggota tubuh tergangu, kesemutan pada tangan dan kaki, timbul gatal-gatal yang
seringkali mengganggu (pruritis) dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada Diabetes Mellitus tipe 2
gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada, seringkali muncul tanpa
diketahui dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit
sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita Diabetes Mellitus tipe
2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi dan obesitas
(DepKes RI, 2005).

2.3 Kadar Gula Darah


Kadar gula darah adalah tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula
darah, atau tingkat glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh.
10

Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel
di dalam tubuh. kriteria diagnosa Diabetes Mellitus dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Diagnosa Diabetes (PERKENI, 2015).

Kriteria Diagnosa Diabetes


HbA1C (%) GDP (mg/dL) GDP2JPP
Diabetes >6,5 >126 >200
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Normal >5,7 <100 <140

2.4 Metformin

Metformin adalah antihiperglikemia oral golongan biguanid. Metformin


merupakan obat pilihan utama bagi penderita diabetes, Metformin dapat
menurunkan kadar glukosa dengan menurunkan resistensi insulin, metformin juga
mengurangi produksi glukosa hati. Efek samping yeng sering terjadi pada
penggunaan metformin adalah gangguan saluran cerna seperti diare, mual, muntah
dan nyeri abdomen namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan .
Metformin bekerja meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan menghambat
terbentuknya glukosa oleh hepar. Efek samping metformin kecil relatif tidak
berbahaya, kejadian hipoglikemik lebih rendah dibandingkan obat antidiabetik
lainnya .Keunggulan metformin lainnya adalah tidak tidak mengakibatkan
kenaikan berat badan.

2.5 Aloksan

Aloksan adalah 2,4,5,6 (1,3) – pirimidintetron atau 2,4,5,6 – tetra


oksoheksa hidropirimidin dengan rumus empiris C4H2N2O4 adalah senyawa
hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paruh pada suhu netral pH 7, suhu 37 0 C adalah
1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai diabetogenik,
aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Aloksan
bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas sehingga
menyebabkan berkurangnya granula-granula pembawa insulin didalam sel beta
pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya granula-granula pembawa insulin
11

didalam sel beta pankreas. Efek sitotoksis aloksan merusak struktur struktur
pankreas mengakibatkan diabetes mellitus didalam tubuh aloksan mengalami
metabolisme oksidasi reduksi menghasilkan radikal bebas dan radikal aloksan,
radikal ini mengakibatkan kerusakan pada sel pankreas . Struktur Kimia Aloksan
dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Aloksan


(Sumber : Walvekar, 2016)
2.6 Hewan Percobaan

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan


untuk dipakai sebagai hewan percobaan guna mempelajari dan mengembangkan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
latoratorium. Tikus putih banyak digunakan sebagai hewan percobaan pada
berbagai penelitian. Kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam menentukan
tikus putih sebagai hewan percobaan, antara lain: kontrol (recording) pakan,
kontrol (rekording) kesehatan, rekording perkawinan, jenis (strain), umur, bobot
badan, jenis kelamin, silsilah genetik. (Malole dan promono, 1989). Tikus yang
digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan. Gambar tikus putih jantan
dapat dilihat pada Gambar 4.
12

Gambar 4. Tikus Putih


13

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2019, bertempat
di Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Alat-alat gelas


(Pyrex), Sonde oral, Sarung tangan (Sensi gloves), Masker (masker mask),
glukometer (Easy Touch®), Strip glukometer, Aluminium foil, Kertas saring,
Mortar dan alu, Cawan penguap, Penangas air, Cawan porselen, Tanur (Vulcan A-
550ney®), Kandang tikus, Botol semprot, Botol coklat, Lemari es, Wadah ekstrak,
Pengayak mesh 30, Timbangan analitik (Ohaus), Oven, Grinder, Corong, Pipet,
Kain batis, Krus, Bejana vaccum evaporator (ika), Tempat pakan dan botol
minum untuk tikus, Penjepit krus dan Penjepit kayu .

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Herba


sambiloto, Daun sukun, Tikus jantan putih, Aloksan, pellet BR-512, Aquades,
Asam klorida (HCl) pekat, CMC Na 0,5 %, Etanol 70 %, Gelatin 10 %,
Metformin tablet, Serbuk magnesium(Mg), Serbuk seng (Zn), Bouchardat LP,
Dragendroff LP, Mayer LP, Besi(lll) klorida.
14

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengumpulan Bahan dan Determinasi Tanaman

Determinasi pada penelitian ini dilakukan di Herbarium Bogoriense,


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Pengumpulan bahan daun
sukun (Artocarpus communis ) dan herba sambiloto (Andrographis paniculata)
akan diperoleh dari Palabuanratu, kabupaten Sukabumi.

3.3.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

3.3.2.1 Serbuk Simplisia Daun Sukun dan Daun Sambiloto

Daun sukun dan herba sambiloto masing dikumpulkan sebanyak 2,5 kg


daun segar, kemudian dibersihkan dari pengotornya yang menempel pada
tanaman, kemudian di cuci dengan air bersih yang mengalir sampai bersih setelah
itu ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian. Daun dan herba yang
telah bersih dan tidak berair dilanjutkan dengan proses pengeringan pada suhu
400C sampai kering, setelah kering dilakukan sortasi kering yang bertujuan untuk
membersihkan kembali daun sukun dan herba sambiloto dari kotoran yang
mungkin masih menempel atau tidak hilang pada saat pencucian. Simplisia kering
kemudian digrinder hingga menjadi simplisia serbuk dan diayak dengan
menggunakan ayakan mesh 30 dan ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir
simplisia. Rendemen simplisia dapat dihitung dengan rumus :

Rendemen Simplisia= x 100%

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Daun sukun dan Herba Sambiloto

Pembuatan ekstrak menggunakan metode ekstraksi maserasi. Pelarut yang


digunakan adalah etanol 70 %. Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 250 gram
dimaserasi dengan menggunakan etanol 70 % selama 3 hari, dengan
perbandingan 1:10, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk. Maserat
dipisahkan dengan cara pengendapan dan proses penyarian diulangi sekurang –
15

kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat
dikumpulkan, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sampai didapatkan
ekstrak kental (Depkes RI, 2008).

Rendemen ekstrak = x 100%

3.3.4 Karakteristik dan Mutu Simplisia dan Ekstrak Daun sukun dan Herba
Sambiloto

3.3.4.1 Penentuan Kadar Air

Penentuan kadar air dilakukan dengan cara dimasukkan kurang lebih 2


gram ekstrak dan ditimbang seksama. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 105 0C
selama 5 jam dan dimasukkan kedalam desikator kemudian ditimbang hingga
beratnya konstan (Depkes RI, 2008)

kadar Air = x 100%

3.3.4.2 Penetapan Kadar Abu

Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara 2 gram ekstrak ,dimasukan


kedalam krus silikat yang telah dipijarkan, ditara dan diratakan. Dipijarkan pada
suhu ± 5000C-6000C perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan
ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas ,
disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas dan kertas saring dipijarkan
dalam kurs yang sama. Filtrat dimasukkan kedalam krus, diuapkan, dipijarkan
hingga bobot tetap dan ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (DepKes RI, 2008).

kadar Abu =
16

3.3.5 Analisis Fitokimia

Uji fitokimia pada ekstrak Daun Sukun dan Daun Sambiloto meliputi
identifikasi flavonoid, alkaloid, saponin, tanin secara kualitatif.

3.3.5.1 Uji Flavonoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambah 100 ml air panas kemudian


dididihkan selama 5 menit, disaring sehingga diperoleh filtrat yang digunakan
sebagai larutan percobaan. 5 mL larutan percobaan ditambahkan serbuk Mg dan 1
ml HCl pekat. Selanjutnya ditambahkan amil alkohol dikocok dengan kuat dan
dibiarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga dalam larutan
amil alkohol menunjukan adanya senyawa golongan flavonoid (kumoro, 2015).

3.3.5.2 Uji Alkaloid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambah dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9


ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan
kemudian disaring, 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji, kemudian
ditambahkan pada kaca arloji, kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi bouchardat
LP, jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak
mengandung alkaloid. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
yang menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol dengan
pereaksi Mayer LP, Dragendroff dan pereaksi Bouchardat LP terbentuk endapan
berwarna coklat sampai hitam (Marjoni, 2016).

3.3.5.3 Uji Saponin

Sebanyak 2 mg ekstrak daun sukun dimasukkan ke dalam tabung reaksi,


ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat
17

selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan 1 mL
sediaan yang diperiksa dengan 10 mL air dan dikocok kuat-kuat selama 10
menit ). Reaksi positif jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari
10 menit, sehingga 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2
N buih tidak hilang (Kumoro, 2015).

3.3.5.4 Uji Tanin

Ditimbang 1 gram ekstrak dimasukkan ke dalam tabung tabung reaksi di


tambah etanol 80 % sebanyak 30 mL dikocok selama 15 menit, kemudian disaring
filtrat yang di peroleh di uapkan diatas penangas air.Sisa penguapan di tambahkan
aquadest panas lalu diaduk, setelah dingin dibagi menjadi 2 tabung reaksi
kemudian di uji filtratnya sebagai berikut :

a. Ditambahkan larutan gelatin 10 %, akan timbul endapan berwarna putih


b. Ditambahkan larutan FeCl3 3 %, akan menghasilkan warna biru hingga
kehitaman (Hanani, 2015 ).

3.3.6 Pembuatan Aloksan dan Suspensi Na- CMC 0,5 %

3.3.6.1 Pembuatan Aloksan

Ditimbang aloksan 750 mg kemudian dilarutkan dengan Na CMC sedikit


demi sedikit hingga larut dan ditara volumenya sampai 50 ml, kemudian
dimasukkan kedalam wadah tertutup baik (sukmawati, 2016).

3.3.6.2 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5 %

Dimasukkan 1,25 gram Na. CMC kedalam 50 ml air suling panas dengan
suhu 70 0C sambil diaduk dengan menggunakan pengaduk elektrik hingga
terbentuk larutan yang homogen, kemudian ditara volumenya hingga 250 ml
dengan aquadest.

3.3.7 Perlakuan Terhadap Hewan Coba

3.3.7.1 Pemeliharaan Hewan Coba


18

Hewan coba yang digunakan pada penelitian adalah tikus putih yang telah
mendapatkan ijin dari perijinan kaji etik sebanyak 25 ekor, berumur 2-3 bulan
dengan bobot > 200 g. hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-
masing kelompok terdiri dari 4 hewan coba dengan 1 cadangan, kemudian hewan
coba diaklimatisasi.

Tujuan aklimatisasi adalah agar hewan coba dapat beradaptasi dan


menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Aklimatisasi dilakukan dengan
membagi hewan coba ke dalam 5 kelompok perlakuan masing-masing kelompok
terdapat 5 ekor tikus. Kandang terbentuk kotak plastik dengan tutup kawat
dibagian atasnya dengan sekam berupa serbuk kayu yang harus diganti dalam
setiap dua hari sekali. Selama penelitian semua tikus diberi pakan berupa pellet
dan minum dengan aquadest secara ad libitum yaitu menyediakan makanan dan
air untuk hewan coba secukupnya sehingga memungkinkan hewan coba untuk
mengatur asupan makanannya sesuai dengan kebutuhan biologisnya, serta
dilakukan penimbangan berat badan setiap tiga hari sekali . Untuk mendapatkan
data yang diperoleh akurat hewan coba diusahakan relatif homogen berdasarkan
bobot badan yaitu dengan menghitung coeffisien variasi (CV) . Dapat dinyatakan
homogen bila CV berkisar sekitar 10-15 %.

CV= x 100 %

3.3.7.2 Pengujian Penurunan Kadar Gula Darah

Pengujian penurunan kadar gula darah dilakukan dengan cara hewan coba
diinduksi dengan aloksan yang sebelumnya hewan coba dipuasakan terlebih
dahulu selama 12 jam dan hanya diberi air minum. Pada hari pertama dilakukan
pengambilan darah awal sebelum tikus diberi perlakuan, kemudian dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah awal (T0). Aloksan diinjeksikan sebanyak 30
mg/kg BB secara intraperitonial dan setelah tiga hari, kadar gula darah tikus
kembali diukur (T1) untuk memastikan kadar aloksan masih berfungsi sebagai
19

diabetik eksperimental. Kadar gula darah pada hewan uji yang mengalami
diabetes adalah lebih besar dari 200 mg/dL. Kemudian masing-masing hewan uji
diberikan perlakuan sediaan uji sebagai berikut :

Perlakuan I : diberikan Metformin sebanyak 12,6 mg/ 200g BB sebagai


kontrol ( +).

Perlakuan I I : diberikan ekstrak etanol daun sukun 40 mg/200 g BB dan herba


sambiloto 4,1 mg/200 g BB.

Perlakuan III : diberikan ekstrak etanol daun sukun 40 mg/g BB dan herba
sambiloto 8,2 mg/200 g BB.

Perlakuan IV : diberikan ekstrak etanol daun sukun 80 mg/200 g BB dan herba


sambiloto 4,1 mg/200 g BB.

Perlakuan V : diberikan Na CMC 0,5 % sebagai kontrol (-)

Tabel 1. Perlakuan Dosis

Pembanding Daun Sukun Daun Sambiloto Na CMC 0,5 %


Kelompok
(Metformin)
perlakuan
(K+) 9 mg/200 g BB - - -
(KP1) - 40 mg/200 g BB 4,1 mg/200 g BB -
(KP2) - 40 mg/200 g BB 8,2 mg/200 g BB -
(KP3) - 80 mg/200 g BB 4,1 mg/200 g BB -
(K-) - - - 2 mL/200 g BB

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Tandi, dkk (2017) bahwa ekstrak
etanol daun sukun dengan dosis 200 mg/kg BB merupakan dosis yang efektif
dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi aloksan.
Menurut penelitian Rosnaeni, dkk (2010) bahwa ekstrak etanol herba sambiloto
dengan dosis 20,5 mg /kg BB merupakan dosis yang efektif dalam menurunkan
kadargula darah pada tikus yang di induksi aloksan. Maka dalam penelitian ini
ekstrak daun sukun dan daun sambiloto dikombinasikan dengan perbandingan 1:1,
1:2, dan 2:1 .
20

3.3.7.3 Pegukuran kadar Gula Darah

Pengukuran antihiperglikemik dilakukan pada tikus dengan cara mengukur


kadar gula darah dengan menggunakan alat Easy Touch®, yang diambil dari
bagian ekornya. Darah di teteskan pada strip, selanjutnya strip dipasang pada alat
Easy Touch untuk dilihat kadar gula darahnya. Pengamatan kadar gula darah
dilakukan pada hari ke 7 setelah aklimatisasi kemudian di lakukan pengukuran
kadar gula darah setelah pemberian ekstrak. Kadar glukosa darah dinyatakan
dalam mg/dL.

3.3.7.4 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah berat badan,


peningkatan dan penurunan kadar gula darah terhadap waktu dan dosis dan
interaksi anatara waktu dan dosis.

3.3.7.5 Analisis Data

Data yang diperoleh selama waktu pengobatan terhadap hewan coba


dengan ekstrak daun Sukun dan daun Sambiloto sebagai penurun kadar glukosa
darah dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan, dengan menggunakan
analisis sidik ragam untuk Rancangan Acak Kelompok (Steel dan Torrie, 1991).

Model umum rancangan lengkap yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = μ + ti + β + Ɛ
jij

Keterangan :

Yij : Pengamatan terhadap perlakuan ke i dan kelompok ke j

μ : Rataan umum

ti : Pengaruh perlakuan ke i (1,2,3,4,5)

β : Pengaruh kelompok ke j (1,2,3,4,5)


j

Ɛ : Pengaruh acak pada perlakuan ke i dan kelompok ke j


21

ij

Tabel 2. Daftar Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok

Sumber Derajat
Jumlah Kuadrat Rata-rata F Hitung
Ragam Bebas
Perlakuan r-1 ∑Xi2/r(X…)2/rt JK1/Db1 KT1/KT3
kelompok t-1 ∑Xi2/r(X…)2/rt JK1/Db2 KT2/KT3
Galat (r-1) (t-1) ∑(Xij-Xi2)R JK1/Db3
Total Rt-1 ∑�ij� - ∑∑��
r t

Tabel 3. Kaedah Keputusan

Hasil Analisis Kesimpulan Kesimpulan Penelitian


Analisis

1. Fh < F0.05 Tidak nyata Terima H0


(non significant) (tidak ada perbedaan pengaruh
antar perlakuan)
2. F 0.05 < Fh < F 0.01 Nyata (significant) Tolak Ho
(ada perbedaan antar perlakuan)
3. Fh > F 0.01 Sangat nyata Tolak H0
(highly significant) (ada perbedaan sangat nyata antar
perlakuan)

Setelah didapatkan kesimpulan dari analisis sidik ragam selanjutnya data


dianalisis kembali dengan menggunakan Uji Lanjut Duncan. Uji Lanjut Duncan
ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Daun Sukun dan Herba Sambiloto


Daun sukun dan herba sambiloto diperoleh dari perkebunan di
Palabuanratu, Sukabumi. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian adalah daun sukun dengan nama latin Atrocarpus
altilis (Parkinson ex F. A. Zorn) Fosberg dan suku Moraceae.
Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman herba sambiloto dengan nama
latin Andrographis paniculata ( Burm.F. ) Nees dan suku Acanthaceae. Hasil
determinasi daun sukun dan herba sambiloto dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.2 Serbuk Simplisia Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Simplisia kering yang telah digrinder menjadi serbuk selanjutnya


dilakukan proses penimbangan untuk mengetahui rendemen dan dilakukan uji
organoleptik. Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) simplisia
maupun ekstrak yang dihasilkan dari proses pembuatan simplisia dan ekstraksi,
Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan maka nilai serbuk simplisia
maupun ekstrak semakin banyak. kemudian dilakukan uji organoleptik pada
serbuk simplisia dan ekstrak daun sukun dan herba sambiloto, tujuan nya adalah
untuk penilaian dengan penggunaan alat indra dengan mendeskripsikan bau,
bentuk, rasa dan warna.

Serbuk daun sukun yang telah dilakukan serangkaian proses pembuatan


simplisia didapatkan hasil rendemen sebesar 28%. Hasil pengamatan
organoleptik pada serbuk simplisia daun sukun yang dihasilkan adalah bertekstur
kasar, tidak berbau, serbuk berwarna hijau muda dan memiliki rasa yang pahit.

Serbuk herba sambiloto yang telah dilakukan serangkaian proses


pembuatan simplisia didapatkan hasil rendemen sebanyak 20 %.
23

Hasil pengamatan organoleptik pada serbuk herba sambiloto yang


dihasilkan adalah bertekstur kasar, bau aromatik kuat, serbuk berwarna hijau tua
dan memiliki rasa yang pahit. Serbuk simplisia daun sukun dan herba sambiloto
dapat dilihat pada Gambar 5.

(A) (B)

Gambar 5. (A) serbuk simplisia daun sukun

(B) Serbuk simplisia herba sambiloto

Data perhitungan rendemen serbuk dan ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.3 Ekstrak kental Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Ekstrak kental daun sukun dan herba sambiloto diperoleh dengan


mengekstraksi serbuk simplisia sebanyak 250 g dengan metode maserasi dengan
menggunakan pelarut etanol 70 % selama 3 hari, dengan perbandingan simplisia
dan pelarut 1:10, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk. Maserat
dipisahkan dengan cara pengendapan dan proses penyarian berualng. Semua
maserat dikumpulkan kemdian diuapkan dengan rotary evaporator sehingga
dihasilkan rendemen ekstrak daun sukun sebesar 5,2516 %. Rendemen yang
didapat lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya sebesar 3,17 % ( Rida
desi et al, 2015).

Ekstrak herba sambiloto yang dihasilkan sebesar 11,4455 % . Rendemen yang


didapat memenuhi persyaratan dimana rendemen ekstrak adalah tidak kurang
dari 9,6 % (Depkes RI, 2008).
24

Gambar ekstrak dapat dilihat pada Gambar 6.

(A) (B)

Gambar 6. (A) ekstrak kental daun sukun

(B) ekstrak kental herba sambiloto

4.4 Hasil penetapan Kadar Air Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui batasan minimal atau


rentang besarnya kandungan air didalam simplisia (Depkes RI, 2000). Penetapan
kadar air ini dilakukan dengen metode gravimetri dan menggunakan oven dengan
suhu 1050C secara duplo. Didapat rata-rata kadar air pada serbuk daun sukun
sebesar 7,0249% sedangkan rata-rata pada serbuk herba sambiloto sebesar
8,2225%. Hasil kadar air yang didapat memenuhi persyaratan yaitu tidak boleh
lebih dari 10 % (Depkes RI, 2009).

Pada ekstrak didapatkan rata-rata kadar air pada ekstrak daun sukun
sebesar 3,7497%, hasil yang didapat telah memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari
22,2% (DepkesRI, 2013). Sedangkan pada ekstrak herba sambiloto sebesar
0,8222%, hasil kadar air yang didapat memenuhi syarat yaitu tidak boleh lebih
dari 5% (Voight, 1994). Data hasil perhitungan kadar air dapat dilihat pada
Lampiran 8.
25

4.5 Hasil Penetapan Kadar Abu Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia


maupun ekstrak simplisia kedalam krus silika yang telah dipijarkan pada suhu ±
500-600 0C. Dimana senyawa organik dan turunannya akan terdestruksi dan
menguap sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik (Depkes RI, 2008).

Penetapan kadar abu dilakukan secara duplo tujuannya untuk mengetahui


perbandingan dari dua kontrol sampel yang sama. Rata-rata kadar abu serbuk
daun sukun yang didapat sebesar 6,7724% sedangkan rata-rata kadar abu serbuk
herba sambiloto sebesar 8,119% hasil yang didapat telah memenuhi syarat yaitu
tidak lebih dari 14,1% (Depkes RI, 2013). Hasil rata-rata kadar abu yang didapat
pada ekstrak daun sukun sebesar 2,7691% hasil yang didapat telah memenuhi
syarat yaitu tidak lebih dari 3,9 % (Depkes RI, 2013). Sedangkan rata-rata kadar
abu herba sambiloto yang didapat sebesar 4,3890% hasil yang didapat telah
memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10,2% (Depkes RI, 2009). Data hasil
perhitungan kadar abu dapat dilihat pada lampiran 9 dan tabel hasil uji mutu
simplisia dan ekstrak daun sukun dan herba sambiloto dapat dilihat pada tabel 5
dibawah ini.

Tabel 5. Hasil Uji Mutu Simplisia dan Ekstrak Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Jenis Bahan Parameter Hasil


Simplisia Daun Sukun Bau Tidak berbau
Bentuk Serbuk kasar
Rasa Pahit
Organoleptik Warna Hijau muda
Mutu Kadar air 7,0249 %
Kadar abu 6,7724 %
Rendemen 28 %
Ekstrak Daun Sukun Organoleptik bau Tidak berbau
bentuk Kental
Rasa Pahit
warna Coklat
Mutu Kadar air 3,7497 %
Kadar abu 2,7691 %
Rendemen 11,4455 %
Organoleptik bau Aromatik kuat
26

Simplisia Daun bentuk Serbuk kasar


rasa Pahit
Sambiloto
warna Hijau tua
Mutu Kadar air 8,2225 %
Kadar abu 8,119 %
Rendemen 20 %
Ekstrak Daun Sambiloto Organoleptik bau Aromatik kuat
bentuk Kental
rasa Pahit
warna Coklat
Mutu Kadar air 0,8222 %
Kadar abu 4,389 %
Rendemen 5,251 %

4.6 Uji Fitokimia

Pengujian fitokimia pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


golongan senyawa fitokimia secara kualitatif yang terkandung didalam daun
sukun dan herba sambiloto . Senyawa fitokimia yang diuji adalah senyawa
golongan alkaloid, Flavonoid, saponin, dan tanin.

Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia

Jenis Identifikasi Pereaksi Parameter Simplisia Ekstrak


Bahan senyawa
Daun Alkaloid Mayer / - -
sukun putih/kuning
Bouchardat / Coklat - -
kehitaman
dragendfroff / Merah
Flavonoid HCL (p) + Merah/kuning + +
serbuk Mg
HCL (p) + Merah/kuning - -
serbuk Zn ,
Saponin Aquadest Busa stabil + +
Fecl3% Biru + +
Tanin Gelatin / Putih + +
27

Herba Alkaloid Mayer / - -


Sambiloto putih/kuning
Bouchardat / - -
Coklat/hitam
dragendfroff Merah - -
HCL (p) + Merah + +
Flavonoid serbuk Mg
HCL (p) + Merah + +
serbuk Zn
Saponin Aquadest Busa stabil - -

Tanin Fecl3% Biru/hitam + +


Gelatin / Putih - -
Keterangan : Tanda (+) positif mengandung senyawa tersebut

Tanda (-) negatif tidak mengandung senyawa tersebut

Berdasarkan reaksi yang ditimbulkan pada uji fitokimia ekstrak daun


sukun menunjukkan hasil positif pada senyawa flavonoid, saponin dan tanin.
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Rida desi (2015) bahwa ekstrak daun
sukun menunjukan hasil positif pada senyawa flavonoid, saponin dan tanin.

Pada uji fitokimia ekstrak herba sambiloto menunujukkan hasil positif


pada senyawa flavonoid dan tanin. Hasil yang didapat sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ratih monica (2017) bahwa ekstrak herba sambiloto
mengandung senyawa flavonoid dan tanin.

4.7 Hasil Pemeliharaan Hewan Coba

4.7.1 Pemeliharaan Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih yang
telah mendapatkan ijin kode etik. Penanganan pertama pada tikus dilakukan
penimbangan berat badan untuk mengetahui tingkat kehomogenan pada tikus,
28

selanjutnya tikus dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok


terdiri dari 4 ekor tikus, kemudian dilakukan aklimatisasi selama 7 hari dan
diberikan tanda pengenal pada ekor untuk membedakan setiap perlakuan. Selama
aklimatisasi dan perlakuan tikus dilakukan penimbangan berat badan, untuk
mendapatkan hasil data yang akurat hewan coba harus homogen berdasarkan
bobot badan yaitu dengan menghitung coeffisien variasi (CV). Hasil coeffisien
variasi yang didapat berdasarkan penimbangan berat badan sebesar 3,92% dan
11,7009% yang telah memenuhi syatar homogen 10-15%. Hasil uji komite etik
perijinan penggunaan hewan coba dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.8 Hasil pengujian Ekstrak Daun Sukun dan Herba Sambiloto

4.8.1 Peningkatan Kadar Gula Darah Setelah Induksi Aloksan

Aloksan digunakan untuk menginduksi diabetes pada hewan coba, bekerja


dengan cara merusak substansi esensial terhadap sel β pankreas sehingga
menyebabkan kekurangan granula –granula pembawa insulin didalam sel β
pankreas. Hasil rata-rata pengukuran kadar gula darah pada tikus sebelum induksi
dan setelah induksi menggunakan aloksan pada setiap kelompok dapat dilihat
pada Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Rata-rata ± SD Kadar Gula darah Sebelum dan Sesudah Induksi


Aloksan

Kelompok Sebelum induksi Setelah induksi % kenaikan


perlakuan aloksan (mg/dL) aloksan (mg/dL)
Kontrol positif 93,5 ±4,41 139,25 ± 8,18 43,07
Kontrol negatif 91,75 ± 2,36 148,25 ± 18,83 61,49
Dosis I 95,5 ± 2,88 145,5 ± 2,51 52,49
Dosis II 87 ± 1,41 141,5 ± 10,47 62,77
Dosis III 95 ± 4,24 137,25 ± 7,27 44,61
Rata-rata 92,5 ± 3,44 142,4 ± 4,43 52,89
29

Tikus sebelumnya dipuasakan selama 12 jam kemudian dilakukan pengukuran


kadar gula darah. Rata-rata kadar gula darah sebelum induksi adalah sebesar 92,5
±3,44 mg/dL, kemudian setelah dilakukan induksi aloksan kadar gula darah
mengalami peningkatan sebesar 142,4 ± 4,43 mg/dL dan mengalami kenaikan
sebesar 52,89 %. Berdasarkan hasil yang didapat tikus mengalami peningkatan
kadar gula darah sehingga tikus dalam kondisi hiperglikemia. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 11.

Untuk mengetahui pengaruh induksi aloksan terhadap berat badan


Selanjutnya dilakukan penimbangan berat badan. Hasil rata-tara penimbangan
berat badan dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Hasil Penimbangan Berat Badan

Kelompok Sebelum induksi Setelah induksi % kenaikan


perlakuan aloksan (gram) aloksan (gram)
Kontrol positif 216 ± 0,81 283,25 ± 3,4 31
Kontrol negatif 217 ± 0,81 263,25 ± 33,91 21,31
Dosis I 218,5 ± 0,57 255,25 ± 15,96 16,82
Dosis II 218 ± 1,63 263,5 ± 15,06 20,9
Dosis III 221,75 ± 0,5 258,5 ± 2,66 16,56
Rata-rata 218,25 ± 0,45 264,75 ± 11,08 21,31

Berdasarkan data diatas rata-rata berat badan sebelum induksi aloksan


adalah sebesar 218,25 ± 0,45 kg/BB, kemudian setelah dilakukan induksi aloksan
rata-rata berat badan sebesar 264,75 ± 11,08 kg/BB dan mengalami kenaikan
sebesar 21,31%. Kenaikan berat badan beresiko terjadinya diabetes.

4.8.3 Hasil Uji Perlakuan Ekstrak Daun Sukun dan Herba Sambiloto

Tikus yang sudah mengalami kenaikan kadar gula darah selanjutnya


diberikan perlakuan sedian uji yaitu ekstrak daun sukun dan sambiloto secara oral.
Kelompok perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol positif, dosis I,
30

dosis 2, dosis 3 dan kontrol negatif. Perhitungan dosis selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 4 dan 5. Data hasil rata-rata pengukuran kadar gula darahselama
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini.

waktu

Gambar 7. Grafik rata-rata Kadar Gula Darah Selama Perlakuan

Berdasarkan Grafik dapat dilihat bahwa waktu pemberian ekstrak


memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar gula pada tikus. Kelompok
perlakuan ekstrak daun sukun dan herba sambiloto dosis 1, dosis 2 , dosis 3 dan
kontrol positif mengalami penurunan secara bertahap , dimana penurunan paling
cepat terdapat pada dosis 3 yaitu pada GDP hari ke 12 , kemudian pada kontrol
positif, dosis 1 dan dosis 2 terdapat pada GDP hari ke 15. Pada GDP hari ke 0
semua perlakuan dalam keadaan GDP normal yaitu < 100 dan pada GDP hari ke 3
terjadi peningkatan kadar gula darah yang signifikan setelah dilakukan induksi
aloksan . kemudian pada GDP hari ke 6 mulai diberikan perlakuan dengan
pemberian kontrol positif metformin, pada kontrol negatif diberikan Na CMC, dan
pada dosis 1 , dosis 2 dan dosis 3 diberikan perlakuan kombinasi ekstrak etanol
daun sukun dan herba sambiloto.

Kelompok perlakuan kontrol negatif mengalami penurunan yang tidak


signifikan penurunan terjadi dengan sangat lambat dan hanya sebagai
pembanding, sedangkan pada kontrol positif terjadi penurunan yang signifikan
31

pada GDP hari ke 15 karena metformin berpotensi sebagai obat antidiabetes.


Metformin golongan biguanid yang bekerja menurunkan produksi glukosa di
hepar dan meningkatkan kerja insulin diotot dan hati (Tjokoprawiro, 2011).
Mekanisme kerja metformin dapat memperlambat absorpsi gula darah dari saluran
cerna dengan meningkatkan ambilian glukosa sehingga kadar gula darah menurun
(katzhung, 2010).

Dapat dilihat pada grafik bahwa dari semua perlakuan, dosis 3 merupakan
dosis yang paling efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus, dosis 3
lebih besar dari kontrol positif. Hal ini terjadi disebabkan karena kandungan
senyawa aktif flavonoid dalam daun sukun berperan dalam penyembuhan
penyakit diabetes. Senyawa aktif flavonoid yaitu quersetin merupakan
antioksidan kuat yang dapat melawan efek oksidatif dari aloksan dan mencegah
komplikasi pada diabetes. Mekanisme kerja flavonoid dalam melindungi tubuh
terhadap radikal bebas adalah dengan cara mengurangi oksigen radikal,
melindungi sel dari peroksida lipid, memutus rantai reaksi radikal dan
memperbaiki morfologi pankreas tikus akibat induksi aloksan (Aulia ulfa, 2017).

Pada ekstrak herba sambiloto dapat menurunkan kadar gula darah


disebabkan oleh kandungan senyawa lakton yaitu andrografolida dan flavonoid.
senyawa flavonoid sebagai antioksidan yang dapat menghambat radikal bebas
didalam tubuh. Sedangkan adrografolid bekerja dengan cara merangsang sistem
kekebalan tubuh dan menigkatkan penggunaan glukosa pada otot untuk
menurunkan kadar gula dalam plasma tikus .

Data hasil rata-rata pengukuran kadar gula darah selama perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Nilai rata-rata ± SD kadar gula darah

Perlakun Kadar gula darah (mg/dL) pada hari Rata-rata Penurun


an (%)
0 3 6 9 12 15 18 21
32

Kontrol 139, 110,719b 3,47


134, 130, 108, 97,7 90,2
93,5 25 92
(+) 25 5 25 5 5
± ± ±
± ± ± ± ±
5,19 18,1 3,46
5,90 7,32 5,37 1,89 3,94
8
Kontrol 148, 122,188c -2,17
91,7 147, 125,
25 139 131 101, 93,7
(-) 5 25 25 ±
± ± ± 25 ± 5±
± ± 15,6
18,8 9,62 6,05 1,5 5,5
2,36 8,26 2
3
Dosis I 124, 118, 111,531b 0,52
95,5 145, 137 88,5
5± 25 ± 88 ± 95 ±
± 5± ± ±
15,0 12,8 6,16 4,76
2,88 2,51 6,37 3,31
8 4
Dosis II 141, 110,125b -7,18
132 127, 113, 92,7 93,7 93,2
87 ± 5±
± 25 ± 5± 5± 5± 5±
1,41 10,4
6,68 1,5 8,54 3,77 3,94 5,18
7
Dosis III 95 137, 124, 110, 94,5 89,7 88,5 89,5 103,688a 5,78
± 25 ± 5± 5± ± 5± ± ±
4,24 7,27 4,35 4,65 2,64 2,06 6,42 7,21

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti dengan hurup superskrip yang sama pada
kolom yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

Berdasarkan Tabel 9 diatas, dapat dilihat bahwa pemberian perlakuan pada


dosis 3 memperlihatkan kadar gula darah sudah kembali normal dimana kadar
gula darah tikus adalah <100 mg/dL (Perkeni 2015). Penurunan kadar gula darah
menjadi normal kembali setelah mencapai GDP hari ke 12, sehingga lebih cepat
penurunannya dari perlakuan yang lainnya. Sedangkan pada dosis 1, dosis 2 dan
kontrol positif penurunan kadar gula darah normal pada GDP hari ke 15. Pada
kontrol negatif penurunan kadar gula darah pada GDP hari ke 21. Hal ini
menunjukan bahwa kontrol negatif tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan SPSS Rancangan


Acak Kelompok (RAK) seperti pada lampiran 15. Dapat dinyatakan bahwa
33

pemberian kombinasi ekstrak daun sukun dan herbal sambiloto sangat nyata dapat
menurunkan kadar gula dalam darah (p<0,05).

Untuk mengetahui perbedaan pada setiap perlakuaan, maka dilakukan uji


lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 16) maka dapat dinyatakan
bahwa perlakuan dosis 3 berbeda nyata dengan dosis lainnya, sedangkan pada
kontrol positif, dosis 1 dan dosis 2 menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
nyata, dan pada perlakuan kontrol negatif berbeda nyata dengan semua perlakuan.

Data hasil rata-rata pengukuran gula darah sebelum induksi dan pada GDP
hari ke 12 dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10. Nilai Rata-Rata ± SD Kadar Gula Darah Sebelum Induksi dan
GDP Hari ke 12.

Kelompok Perlakuan Sebelum Induksi (mg/dL) GDP 12 (mg/dL)


Kontrol Positif 216 ± 0,81 108,25 ± 5,37
Kontrol Negatif 217 ± 0,81 131 ± 6,05
Dosis I 218,5 ± 0,57 118,25 ± 12,84
Dosis II 218 ± 1,63 113,5 ± 8,54
Dosis III 221,75 ± 0,5 94,5 ± 2,64
Rata-Rata 218,25 ± 0,45 113,1 < 7,088
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari waktu (hari) yaitu menunjukan bahwa
kontrol positif, kontrol negatif, dosis 1 dan dosis 2 pada GDP hari ke 12
mengalami penurunan kadar gula darah seperti pada kadar sebelum induksi.
Sedangkan pada dosis 3 pada GDP hari ke 12 kadar gula darah sudah kembali
normal.
34

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Kombinasi esktrak daun sukun dosis 80 mg/200 g BB dan ekstrak herbal


sambiloto dosis 4,1 mg/200 g BB adalah dosis efektif sebagai penurun
kadar gula darah pada tikus putih.
2. Kombinasi ekstrak daun sukun dan herbal sambiloto terhadap penurunan
kadar gula darah pada tikus tercapai pada GDP hari ke 12.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji in vivo kombinasi ekstrak daun sukun (Atrocarpus


communis) dan herbal sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai anti
kolestrol.
2. Perlu dilakukan lebih lanjut mengenai zat-zat yang terkandung pada daun
sukun (Atrocarpus communis) dan herbal sambiloto (Andrographis
paniculata) terhadap diabetes.

DAFTAR PUSTAKA
35

Adinugraha, H. A. 2011. Pengaruh Umur Induk, Umur Tunas dan Jenis Media
Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Sukun (Artocarpus communis (Park.)
Jurnal Pemuliaan Tanaman. Vol.5 no 1, 31:40.

Anderson EJ, et al.J AM Coll Cardiol . 2009. Subtrate- Special Derangements in


Mitocondrial Metabolism and Redox Balance in the Atrium of the type 2
Diabetic Human Heart.

Apriyani, E. L., Ningsih, D., dan Nopriyanti, V. 2015. Aktivitas Antihiperglikemik


Ekstrak Air Daun Sukun (Atrocarpus altilis(park.) Fosberg) Terhadap
Tikus Diabetes yang Diinduksi Aloksan. Vol. 11 no 1, 94-101.

DepKes RI. 1995. Farmakope Edisi IV. Jakarta: departemen Kesehatan RI. Hal
534

DepKes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan obat. Edisi 1.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan . Direktorat
pengawasan Obat. Jakarta.

DepKes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus, Dirjen
Bina Farmasi & Alkes, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia, 113-115, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta.

Hans Tandra.2017. Segala Sesuatu yang Harus Anda ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hanani , E. 2015. Analisis Fitokimia. ECG. Jakarta: Hal 86-87.

Hidayanto, E., Heri Susanto, H., dan Arifin, Z. 2015. Design of Non-Invasive
Glukometer Using Microcontroller ATMega-8535. Jurnal Sains dan
Matematika Vol. 23 (3), 78-83.
36

International Diabetes Federation (IDF). 2017. IDF Diabetes Atlas (8th Edition).
www.diabetesatlas.org. Diakses 29 November 2017.

Kumoro , A. C. 2015. Teknologi Ekstraksi: Senyawa bahan Aktif Dari Tanaman


Obat. Plantaxia. Yogyakarta. PP: 9-11.

Laurence and abschsrach. 1964. Evaluation of Drug Activities : Pharmacometrics.


London and New York: Academic Press .Vol. 1 .Hal. 161.

Makalalag, I. W. Adeanne Wullur, A. Wiyono, W. 2013. Uji Ekstrak Daun


Binahong (Anredera cordifolia steen.) Terhadap Kadar Gula Darah
Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegius) yang Diinduksi
Sukrosa. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol.2 (1).

Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan


Percobaan laboratorium . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mardiana. 2013. Daun Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.


( Hal11, 28,39,44).

Marjoni, M. R. 2016. Dasar-dasar Fitokimia . CV. Trans Info Media . Jakarta.

Misnardiarly . 2006. Diabetes Mellitus Gangren, Ulcer, Infeksi , Mengenali


Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.

Ndraha, S. 2014. Diabetes Mellitus 2 dan Tatalaksana Terkini. Departemen


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jakarta.Vol. 27 (2).

Paramitha, M. D dan Ramanisa S. 2016. Ekstrak Etanol Herba Sambiloto


(sAndrographis paniculata) Sebagai Antidiabetik Terhadap Mencit
Wistar Terinduksi Aloksan. Mojority. 5(5): 75-79.

PERKENI, 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di


Indonesia. PERKENI. Jakarta.

Rizema, S. 2013. Ajaibnya Daun Sukun Berantas Berbagai Penyakit . Flash


Books. Yogyakarta.

Rosnaeni .2010. Efek ekstrak etanol daun ssambiloto (andrographis folium)


terhadap kadar glukosa darah mencit jantan sprague dawley yang
37

diinduksi aloksan. Fakultas kedokteran Universitas Kristen Maranatha.


Bandung.

Seidel, V., 2006. Initial and Bulk Extraction, in : Sarker, S. D., Latif, Z., & Gray,
A.I.,(eds) Natural Product Isolation, 27-46. Halaman Press. New Jersey.

Shih , K. C., Lam, K.S.L., & Tong, L. 2017. A systematic Review on The Impact
of Diabetes Mellitus on The Ocular Surface. Journal Nutrition & Diabetes.
7(3): 251.

Steel , R. G. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika . Edisi 2 .


Penerjemah: B. Sumantri. Gramedia Pustaka. Jakarta. Hal: 168-174.

Sukmawati , Harista, M. A. dan Kosman , R. 2016. Uji Efek Hipoglikemik


Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees) Dengan Akarbose Pada Tikus Putih (Rattus norvegius) Terinduksi
Aloksan.Hal. 75-82.

Szkudelski, T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in


Cells of The Rat Panckreas. Physiol. Res. 50: 536-546.

Tandi, J., Rizky, M., Mariani, R., dan Alan, P. 2017. Uji Ekstrak Etanol Daun
sukun Terhadap penurunan kadar Glukosa Darah, Kolestrol Total dan
Gambaran Histologi Pankreas Tikus Putih Jantan Hiperglikemia-
Diabetes. Vol.1 . No 8.

Walvekar , M. V., Potphode, N. D., Desai S S, et al.,2016. Histological Studies on


Islets of Langerhans of Pancreas in Diabetic Mice After Curcumin
Administration , International Jiurnal of Pharmaceutical and Clinical
Research. 8, pp 1314-2328.

Widyawati , Tri. 2007. Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata


nees) , Majalah Kedokteran Nusantara vol. 40. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
39

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Daun Sukun dan Sambiloto segar

Sortasi basah

pencucian

pengeringan dengan oven 40 0C

Daun kering

Sortasi kering

penghalusan dengan grinder

Pengayakan dengan ayakan mesh 30


Serbuk Simplisia

Uji kadar air

Uji kadar abu

Uji fitokimia

Ekstraksi Metode Maserasi

Ekstrak

Uji fitokimia
 Flavonoid
 Alkaloid
 Saponin
 Tanin

Lampiran Data
2. Pemberian
Fitokimiasediaan perlakuan

Penyiapan 25 Ekor Tikus Putih


40

Aklimatisasai 7 Hari

Pemberian Aloksan

Kelompok l Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


ll lll lV V
Kontrol
positif Ekstrak Ekstrak Ekstrak Kontrol
Daun Daun Daun Negtif
(metformin) Sukun dan Sukun dan Sukun dan
herba herba herba (Na-cmc)
Sambiloto Sambiloto Sambiloto

Pemberian1:1 1:2 Sukun dan Daun


Ekstrak Etanol Daun 2:1 Sambiloto

Penentuan Efektivitas Antidiabetes

Analisis Data

Lampiran 3. Tabel Konversi Perhitungan Dosis Untuk Berbagai Jenis Hewan


dan Manusia

Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


percobaan 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 1,0 7,0 12,34 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
41

1,5 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,07 0,016 0,32 1,0
70 kg
(Sumber : Laurence and Bacharach, 1964)

Lampiran 4. Perhitungan Dosis Sediaan


1. Sediaan Aloksan
Dosis Aloksan untuk tikus = 150 mg/kg BB (Apriyani, 2015).

Dosis yang diberikan pada tikus 200 g = x 150 mg = 30 mg/kg

BB
Untuk 25 tikus = 30 mg x 25 ekor tikus = 750 mg/200 g BB
Pembuatan Larutan :
Untuk 25 tikus = 30 mg x 25 ekor tikus = 750 mg/200 g BB
Rencana penyuntikan ip = 2 ml
Jadi, 750 mg Aloksan dilarutkan dalam 50 ml Na CMC 0,5 %
2. Sediaan Metformin
Dosis Metformin untuk manusia = 500 mg (Tjay dan Kirana, 2007)

Konversi dosis = x 500 mg = 700 mg

Dosis untuk Tikus = 700 mg x 0,018 = 12,6 mg /200 g BB


Rencana penyuntikan oral = 2 ml x 4 ulangan = 8 ml
Rencana penyuntikan = 12,6 mg/200 gr BB x 235,76 x 4 ulangan
= 59,411mg = 0,059 gr
Pembuatan larutan :
42

Labu ukur yang digunakan adalah 50 ml, maka metformin yang ditimbang

= x 59,411 mg = 371,318 mg = 0,371 gram

Jadi, 0,371 gram Metformin dilarutkan dalam 50 ml Na CMC 0,5%


3. Sediaan Na-CMC 0,5 %
Na CMC 5% Yang dibutuhkan = 250 ml

Na CMC = x 250 ml = 1,25 gram

Lampiran 5. Perhitungan Dosis Sediaaan Daun Sukun dan Herba


Sambiloto

 Sediaan Daun Sukun


Dosis efektif ekstrak daun sukun = 200 mg/kg BB (Tandi dkk, 2017).

Dosis = x 200 mg/kg BB = 40 mg/200 kg BB

 Sediaan Herba Sambiloto


Dosis efektif ekstrak herba sambiloto = 20,5 mg/kg BB (Rosnaeni dkk,
2010).
1. Sediaan I ( 1:1)
Daun sukun = 40 mg/kg BB
Herba Sambiloto = 4,1 mg/kg BB
Rencana penyuntikan oral = 2ml x 4 ulangan = 8 ml
Daun sukun = 4x 40 mg/200 kg BB x 235,76 kg = 188, 608 mg
Herba sambiloto = 4 x 4,1 mg/200 kg BB x 235,76 kg = 19,332 mg +
207,94 mg
Dibuat sediaan kombinasi dalam 50 ml

= x 207,94 mg = 1299,625 mg

Jumlah kedua ekstrak yang terkandung dalam 50 ml yaitu :

Daun sukun = x 1299,625 mg = 1178,798 mg =1,178 gram

Herba sambiloto = x 1299,625 mg = 120,826 mg= 0,120 gram


43

2. Sediaan II (1:2)
Daun sukun = 40 mg / 200 gr BB
Herba sambiloto = 8,2 mg / 200 gr BB
Rencana penyuntikan oral = 2 ml x 4 ulangan = 8 ml
Daun sukun = 4 x 40 mg / 200 gr BB x 235,76 =188,608 mg
Herba sambiloto = 4 x 8,2 mg/ 200 gr BB X 235,76 =38,664 mg +
227,272 mg
Dibuat sediaan kombinasi dalam 50 ml

= x 227,272 mg = 1420,45 mg

Jumlah kedua ekstrak yang terkandung dalam 50 ml yaitu :

Daun sukun = x 1420,45 mg = 1178,796 mg =1,178 gram

Herba sambiloto = x 1420,4 mg = 241,657mg= 0,241 gram

3. Sediaan III (2:1)


Daun sukun = 80 mg / 200 gr BB
Herba sambiloto = 4,1 mg / 200 gr BB
Rencana penyuntikan oral = 2 ml x 4 ulangan = 8 ml
Daun sukun = 4 x 80 mg / 200 gr BB x 235,76 =377,216 mg
Herba sambiloto = 4 x 4,1 mg/ 200 gr BB X 235,76 =19,332 mg +
396,548 mg
Dibuat sediaan kombinasi dalam 50 ml

= x 396,548 mg = 2478,425 mg

Jumlah kedua ekstrak yang terkandung dalam 50 ml yaitu :

Daun sukun = x 2478,425 mg = 2357,598 mg = 2,357gram

Herba sambiloto = x 2478,425 mg = 120,826 mg= 0,120 gram


44

Lampiran 6. Hasil Determinasi Daun Sukun dan Herba Sambiloto


45

Lampiran 7. Perhitungan Rendemen Simplisia dan Ekstrak


46

 Rendemen Simplisia Daun Sukun


Bobot simplisia awal = 2500 g
Bobot simplisia yang diperoleh = 700 g

% Rendemen Simplisia = x 100%

= x 100%

= 28 %
 Rendemen Simplisia Herba Sambiloto
Bobot simplisia awal = 2500 g
Bobot simplisia yang diperoleh = 500 g

% Rendemen Simplisia = x 100%

= x 100%

= 20 %
 Rendemen Ekstrak Daun Sukun
Bobot simplisia = 250,0004 g
Pot selai kosong= 156,4254 g
Pot selai + ekstrak= 185,0393 g - 156,4254 g
= 28,6139 g

% Rendemen Ekstrak = x 100%

= x 100%

= 11,4455 %
 Rendemen ekstrak herba sambiloto
Bobot simplisia = 250,0002 g
Pot selai kosong= 13,0747 g
Pot selai + ekstrak= 26,2038 g - 13,0747 g
= 13,1291 g

% Rendemen Ekstrak = x 100%

= x 100%

= 5,25165 %
47

Lampiran 8. Perhitungan kadar Air Serbuk Simplisia dan Ekstrak

1) Hasil kadar Air Serbuk Simplisia

Jenis cawan Berat Berat Berat Berat Kadar Rata-


bahan cawan cawan + isi cawan + isi sampel air rata
(g) (%)
kosong sebelum setelah (%)
(g) pemanasan pemanasan
(g) (g)
Daun 1. 49,4652 49,7798 49,6391 2,0294 6,9333 7,0249
2. 39,3232 39,5041 39,3610 2,0108 7,1165
sukun
Herba 1. 50,6442 50,8953 50,7184 2,0253 8,7345 8,2225
2. 51,0187 51,2747 51,1187 2,0232 7,7105
sambiloto
Syarat : tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 2009)
 Perhitungan kadar air serbuk simplisia daun sukun
48

% kadar air = x100%

1. % kadar air = x 100% = 6,9333%

2. % kadar air = x 100% = 7,1165%

 Perhitungan kadar air serbuk simplisia herba sambiloto

% kadar air = x100%

1. % kadar air = x 100% = 8,7345%

2. % kadar air = x 100% = 7,7105

2) Hasil kadar Air Ekstrak

Jenis cawan Berat Berat Berat cawan Berat Kadar Rata-


bahan cawan cawan + isi + isi setelah sampel air rata
(g) (%)
kosong sebelum pemanasan (%)
(g)
(g) pemanasan
(g)
Daun 1. 46,0232 46,0655 46,0174 2,000 2,405 3,7494
2. 50,0332 50,0653 49,9634 2,0002 5,0944
sukun
49

Herba 1. 48,4654 49,0083 49,9938 2,0002 0,7249 0,8222


2. 49,2097 49,4133 49,3949 2,0003 0,9198
sambiloto
Syarat : tidak lebih dari 5 % (Voight, 1994).

 Perhitungan kadar air ekstrak daun sukun

% kadar air = x100%

1. % kadar air = x 100% = 0,7249%

2. % kadar air = x 100% = 0,9198%

 Perhitungan kadar air ekstrak herba sambiloto

% kadar air = x100%

1. % kadar air = x 100% = 2,405%

2. % kadar air = x 100% = 5,0944%

Lampiran 9. Perhitungan kadar Abu Serbuk Simplisia dan Ekstrak

1) Hasil Kadar Abu Serbuk Simplisia


50

Jenis krus Berat Berat Berat Berat krus Kadar Rata-


bahan sampel krus krus + isi + isi setelah abu rata
(g) (%)
(g) sebelum pemijaran (%)
(g)
pemijaran
(g)

Daun 1. 2,0394 60,8876 62,8484 60,9987 5,4476 6,7724


sukun 2. 2,0118 89,1865 91,1366 89,3469 8,097
Herba 1. 2,0396 53,6627 55,5079 53,8212 7,771 8,119
2. 2,0077 87,9902 89,8505 88,1602 8,467
sambiloto
Syarat : tidak lebih dari 14,1 % ( Depkes RI,2013)

 Perhitungan kadar abu serbuk simplisia daun sukun

% Kadar Abu = x100%

1. % Kadar Abu = x 100% = 5,4476%

2. % Kadar Abu = x 100% = 8,097%

 Perhitungan kadar abu ekstrak simplisia herba sambiloto

% Kadar Abu = x100%

1. % Kadar Abu = x 100% = 7,771 %

2. % Kadar Abu = x 100% = 8,467 %


51

Lampiran 10. Hasil Komite Etik Penggunaan Hewan Percobaan

Lampiran 11. Hasil Pengukuran Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah
Induksi Aloksan
52

Kelompok Sebelum Induksi Sesudah Induksi Peningkatan ( %)


Perlakuan Ulangan
(mg/dL) (mg/dL)

1 89 148 66,29
2 89 143 60,67
Kontrol
3 98 129 31,63
positif 4 98 137 13,70
(Metformin) Rata-rata 93,5 ±4,41 139,25 ± 8,18 43,07 ± 24,78
1 95 165 73,68
2 90 164 82,22
Kontrol
3 92 134 45,65
Negatif 4 90 130 44,44
(Na CMC) Rata-rata 91,75 ± 2,36 148,25 ± 18,83 61,49 ± 19,32
1 98 146 48,97
2 98 142 44,89
3 93 146 56,98
Dosis I 4 93 148 59,13
Rata-rata 95,5 ± 2,88 145,5 ± 2,51 52,49 ± 6,69
1 86 155 80,23
2 89 130 46,06
Dosis II
3 86 138 60,46
4 87 143 64,36
Rata-rata 87 ± 1,41 141,5 ± 10,47 62,77 ± 14,04
1 89 135 51,68
2 98 132 34,69
Dosis III
3 98 148 51,02
4 95 134 41,05
Rata-rata 95 ± 4,24 137,25 ± 7,27 44,61 ± 8,20
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Penurunan Kadar Gula Darah (mg/dL)

kelompok Pengamatan kadar gula darah (hari) penurunan


(%)

Perlakuan Ulangan 0 3 6 9 12 15 18 21
1 89 148 142 134 109 98 89 87

2 89 143 132 129 115 99 89 87


K+
129 128 121 102 95 95 92 3,47
3 98

4 98 137 135 138 107 99 95 95

jumlah 374 557 337 522 433 391 368 361


53

139, 134, 130, 97,7 90,2


Rata-rata 93,5 108,25 92
25 25 5 5 5
1 95 165 151 129 125 127 102 99

2 90 164 153 152 127 103 102 98

3 92 134 150 139 134 132 99 89


-2,17
K- 130 135 136 138 139 102 89
4 90
jumlah 367 593 589 556 524 501 405 375
91,7 148, 147, 125, 101, 93,7
Rata-rata 139 131
5 25 25 25 25 5
1 98 146 132 102 99 89 92 98

2 98 142 131 130 124 86 79 98

3 93 146 142 132 125 93 89 96


0,52
DI 4 93 148 143 134 125 86 92 88

jumlah 382 582 548 498 473 354 352 380


145, 124,
Rata-rata 95,5 137 118,25 88,5 88 95
5 5
1 86 155 129 128 125 90 88 97

2 89 130 129 128 107 90 97 86

3 86 138 128 125 107 93 95 93


D II -7,18
4 87 143 142 128 115 98 95 97

jumlah 348 566 528 509 454 371 375 373


141, 127, 92,7 93,7 93,2
Rata-rata 87 132 113,5
5 25 5 5 5
1 89 135 126 115 98 92 95 88

2 98 132 127 107 95 90 89 84

3 98 148 127 106 93 90 91 88


D
III 4 95 134 118 114 92 87 79 98 5,78
jumlah 380 549 498 442 378 359 354 358
137, 124, 110, 89,7
Rata-rata 95 94,5 88,5 89,5
25 5 5 5
54

Lampiran 13. Hasil Penimbangan Berat Badan Sebelum dan Sesudah


Induksi Aloksan

Kelompok Sebelum Induksi Sesudah Induksi Persentase


Perlakuan Ulangan
(gram) (gram) Peningkatan ( %)
1 215 286 33
2 216 282 31
Kontrol
3 216 286 32
positif 4 217 279 29
(Metformin) Rata-rata
216 ± 0,81 283,25 ± 3,4 31 ± 2,00
1 216 248 14,81
2 217 248 14,28
Kontrol
3 217 314 44,7
Negatif 4 218 243 11,46
(Na CMC) Rata-rata 217 ± 0,81 263,25 ± 33,91 21,31 ± 15,66
1 218 277 27,06
2 218 257 17,88
55

3 219 246 12,32


4 219 241 10,04
Dosis I
Rata-rata 218,5 ± 0,57 255,25 ± 15,96 16,82 ± 7,57
1 216 268 24,07
2 218 279 27,98
Dosis II
3 218 264 21,1
4 220 243 10,45
Rata-rata 218 ± 1,63 263,5 ± 15,06 20,9 ± 7,51
1 221 246 11,31
2 222 265 19,36
Dosis III
3 222 273 22,97
4 222 250 12,61
Rata-rata 221,75 ± 0,5 258,5 ± 12,66 16,56 ± 5,54

Lampiran 14. Perhitungan Coeffisien Variant (CV)

 Berat badan hari ke 1

Bobot Badan Tikus (gram)


Perlakuan
Jumlah
Kontrol Kontrol Dosis I Dosis II Dosis III
ulangan
positif Negatif

1 200 202 204 206 208


2 201 203 204 207 210
3 202 203 208 207 208
4 202 204 208 209 208
5 203 204 209 210 208
total 1028 1034 1042 1051 1063
Sd 8,0808
Rata-rata 205,68
CV 3,92 %

Rumus Standar Deviasi (SD)

SD =

n-1

rumus Coeffisient Variant (CV)


56

CV = x 100 %

= X 100%

= 3,92 %

 Berat badan hari ke 7

Bobot Badan Tikus (gram)


Perlakuan
Jumlah
Kontrol Kontrol Dosis I Dosis II Dosis III
ulangan
positif Negatif

1 215 216 218 216 221


2 216 217 218 218 221
3 216 217 219 218 222
4 217 218 219 218 222
5 217 218 217 217 222
total 1081 1086 1091 1087 1108
SD 27,5862
Rata-rata 235,76
CV 11,70%

Rumus Standar Deviasi (SD)

SD =

n-1

rumus Coeffisient Variant (CV)

CV = x 100 %
57

= X 100 %

= 11,70%

Lampiran 15. Analisis Data SPSS dengan Metode RAK (Rancangan Acak
Kelompok)

Between-Subjects Factors
Value Label N
GDP 1 GDP 0 20
2 GDP 3 20
3 GDP 6 20
4 GDP 9 20
5 GDP 12 20
6 GDP 15 20
7 GDP 18 20
8 GDP 21 20
perlakuan 1 kontrol + 32
2 kontrol - 32
3 dosis 1 32
4 dosis 2 32
5 dosis 3 32

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: penurunan gula darah
Type III Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 65033,312 11 5912,119 79,263 ,000
Intercept 1994515,600 1 1994515,600 26740,282 ,000
GDP 59348,600 7 8478,371 113,669 ,000
perlakuan 5684,713 4 1421,178 19,054 ,000
Error 11039,088 148 74,588
58

Total 2070588,000 160


Corrected Total 76072,400 159
a. R Squared = ,855 (Adjusted R Squared = ,844)

H0 = Tidak ada perbedaan antar perlakuan


H1 = ada perbedaan pengaruh antar perlakuan
Kesimpulan : perlakuan atau dosis = 0,000 < 0,05 (Tolak H1 yang berarti ada
pengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar gula darah tikus).

Lampiran 16. Uji lanjut Duncan

Pengaruh perlakuan atau dosis ekstrak daun sukun dan herba sambiloto

Penurunanguladarah
Duncana,b
Subset
perlakuan N 1 2 3
dosis 3 32 103,69
dosis 2 32 110,13
kontrol + 32 110,72
dosis 1 32 111,53
kontrol - 32 122,19
Sig. 1,000 ,544 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 74,588.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 32,000.
b. Alpha = ,05.

Keterangan:
Berdasarkan tabel subset uji lanjut duncan didapat data bahwa
menunjukkan bahwa dosis 3 berbeda nyata karena berbeda subset dengan dosis
lainnya. Dosis 2 , dosis 1 dan kontrol positif tidak berbeda nyata karena berada
dalam satu subset. Kontrol negatif menunjukkan bahwa berbeda nyata karena
berada pada subset yang berbeda dengan dosis lainnya.
59

Penurunan Gula Darah


a,b
Duncan
Subset
GDP N 1 2 3 4 5 6
GDP 21 20 92,35
GDP 0 20 92,55
GDP 18 20 92,70
GDP 15 20 98,80
GDP 12 20 113,10
GDP 9 20 126,35
GDP 6 20 135,00
GDP 3 20 142,35
Sig. ,905 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 74,588.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20,000.
b. Alpha = ,05.

Keterangan :

Penurunan kadar gula darah pada GDP hari ke 21, hari ke 0 dan hari ke 18
sama/ tidak berbeda nyata, sedangkan penurunan kadar gula darah pada GDP hari
ke 15, hari ke 12 , hari ke 9, hari ke 6 dan hari ke 3 berbeda.
60

Anda mungkin juga menyukai