Anda di halaman 1dari 16

ANALISA KEBIJAKAN AKREDITASI SEKOLAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


ANALISA KEBIJAKAN PUBLIK

Dosen Pengampu :

Dr. HARTUTI PURNAWENI, MPA

Di susun oleh :
1. Nur Faizah ( Nim : 14020112410060 )
2. Sukendro ( Nim : 140201124100008 )

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI


KONSENTRASI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mutu pendidikan di Indonesia telah lama menjadi perhatian dan
keprihatinan banyak kalangan terlebih setelah krisis ekonomi 1997. Padahal
harapan besar ada pada dunia pendidikan. Peranan dunia pendidikan dalam
pembangunan bangsa paling tidak memuat 3 (tiga) fungsi yaitu : fungsi politik
pendidikan, agen sumber daya manusia dan fungsi ekonomi pendidikan.
Sementara itu, rendahnya kualitas pendidikan antara lain terlihat dari :
 Organisasi kelembagaan
 Ketenagaan
 Sarana dan Prasarana
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan adalah
penyelenggaraan manajemen sekolah yang dilandasi dengan paradigma lama.
Paradigma pendidikan lama berorientasi pada pendidikan birokratis hirarkis
yang tak banyak memberikan ruang bagi “improvisasi” manajemen sekolah.
Sedangkan paradigma pendidikan baru bergeser pada pendidikan demokratis
yang berdasarkan atas kondisi sekolah, bukan lagi pedoman dari pusat. Untuk
mencapai pendidikan demokratis ada 3 aspek yang harus diperbaharui, yakni :
1) Regulasi
Pada aspek regulasi pendidikan telah diterbitkan serangkaian peraturan atau
kebijakan yang meliputi :
a. UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No 32
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memberi angin segar bagi dunia
pendidikan karena wacana otonomi pendidikan gencar diusulkan untuk
mendukung pendidikan yang demokratis.
b. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengatur kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Indonesia dapat dijadikan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu.
c. PP No 19 Tahun 2005, merupakan salah satu amanat UU No 20/2003,
pasal 35 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standarisasi Pendidikan
dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk
berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 041P
tahun 2005. Adapun lingkup yang distandarisasi oleh BSNP meliputi:
standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan serta standar penilaian
pendidikan.
d. Pasal 19 PP No 19/2005 menegaskan bahwa setiap satuan pendidikan
pada jalur formal wajib melakukan penjaminan mutu (quality
assurance) pendidikan.
e. Keputusan Mendiknas No. 087/U/2002 tentang akreditasi dan
Keputusan Mendiknas No 039/O/2003 tentang Badan Akreditasi
Nasional (BasNas) adalah amanat PP Nomor 19/2005 Pasal 86. Badan
independen ini diharapkan dapat berfungsi sebagai katalisator
peningkatan kualitas pendidikan. Fungsi badan ini adalah memberi
masukan kepada BSNP untuk penyempurnaan standar nasional
pendidikan, motivator kepada kepala sekolah dan memberi referensi
masyarakat tentang kualitas suatu sekolah.
Regulasi ini merupakan wujud komitmen pemerintah secara komprehensif
untuk mengangkat keterpurukan pendidikan. Dari PP No 19/2005
mengisyaratkan adanya trimatra manajemen mutu pendidikan ( standar
nasional pendidikan, penjaminan mutu pendidikan dan akreditasi satuan
pendidikan) yang diharapkan menjadi pilar guna mempercapat peningkatan
kualitas pendidikan. Untuk lebih memperjelas kedudukan kaki-kaki dalam
trimatra manajemen mutu pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1
Trimatra Manajemen Mutu Pendidikan

Standar Nasional

Satuan
Pendidikan
Kualitas
Lulusan
Akreditasi Satuan Penjaminan Mutu
Pendidikan Pendidikan
Gambar diatas menunjukkan bahwa tiga kaki trimatra manajemen mutu
pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan percepatan peningkatan
kualitas pendidikan. Standar nasional pendidikan membuat norma-norma
standar yang harus dicapai sekolah, lembaga penjaminan mutu dan badan
akreditasi. Penjaminan mutu bertugas untuk mengawasi, membina dan
mendorong sekolah agar lebih baik. Akreditasi satuan pendidikan akan
mendorong sekolah untuk mempersiapkan diri, mengevaluasi dan sebagai
alat akuntabilitas publik. Akhirnya, semua bermuara pada pembinaan
sekolah dan hasil akhirnya diharapkan menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi maksimal.
2) Profesionalisme Guru
Faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan pendidikan demokratis
adalah profesionalitas guru. Badan Nasional Standart Pendidikan
mengisyaratkan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Guru profesional akan menghasilkan pengalaman belajar yang membawa
peserta didik memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk hidup serta
meningkatkan kualitas dirinya, sehingga mampu menerapkan prinsip belajar
sepanjang hayat (long life education) (Subakir, 2001:21).
3) Manajemen Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma yang
memberikan otonomi seluas-luasnya pada sekolah untuk meningkatkan
efisiensi pengelolaan dan relevansi pendidikan di sekolah. Manajemen
berbasis sekolah secara konseptual digambarkan sebagai perubahan formal
struktur penyelenggaraan, sebagai bentuk desentralisasi yang
mengidentifikasi sekolah sebagai unit utama peningkatan pendidikan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap,
terencana dan terukur sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60
tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan
program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut,
Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-
S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program
dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur
formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sebagai
institusi yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Mendiknas,
BAN-S/M bertugas merumuskan kebijakan operasional, melakukan
sosialisasi kebijakan dan melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah. Dalam
melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M dibantu oleh Badan
Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk oleh
Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2). Sejalan dengan
kegiatan reformasi birokrasi yang ada di lingkungan Kemdiknas demi
mewujudkan layanan prima kepada publik, maka layanan akreditasi
sekolah/madrasah menjadi salah satu program dalam reformasi layanan.
Reformasi layanan mengacu pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, sehingga mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan
publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik. Tujuan yang ingin dicapai dari reformasi layanan
akreditasi sekolah/madrasah ialah memberikan kemudahan kepada
pemangku kepentingan dalam mendapatkan layanan akreditasi. Reformasi
layanan akreditasi sekolah/madrasah yang sesuai dengan undang-undang
pelayanan publik membawa konsekuensi perubahan pada sistem dan
mekanisme akreditasi. Perubahan yang harus didukung dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam bisnis inti
layanan untuk menciptakan layanan prima pendidikan nasional. Untuk
mencapai layanan prima pendidikan nasional, khususnya pada sistem
akreditasi sekolah/madrasah, perlu upaya untuk mengevaluasi dan
menganalisis proses awal sistem akreditasi sekolah/madrasah yang ditujukan
untuk menentukan kebutuhan teknologi yang sesuai dengan prinsip reformasi
layanan dan undang-undang pelayanan publik. Semua capaian dapat
diwujudkan dalam analisis sistem akreditasi sekolah/madrasah.

B. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Analisis Kebijakan
Dalam arti luas, analisis kebijakan adalah suatu bentuk riset terapan yang
dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang masalah-masalah sosioteknis
yang lebih dalam dan untuk menghasilkan pemecahan-pemecahan yang lebih
baik (Moekijat, 1995:5). Sementara Dunn mengemukakan definisi analisis
kebijakan publik secara longgar sebagai ilmu yang mempelajari mengenai dan
di dalam proses kebijakan (Dunn, 2000: 3). Beberapa pengertian Analisis
Kebijakan Publik yang diperoleh melalui materi perkuliahan, antara lain :
- E.S. Quade
Suatu bentuk penelitian terapan yang dilakukan untuk memahami secara
mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan
yang lebih baik.
- Stuart S. Nagel
Penentuan dalam rangka menghubungkan antara berbagai alternatif
kebijakan dan tujuan, manakah diantara berbagai alternatif kebijakan,
keputusan atau cara-cara lain yang terbaik untuk mencapai sejumlah tujuan
tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas, maka analisis kebijakan publik di pahami
sebagai pengkajian atas suatu kebijakan guna menentukan kebijakan yang
lebih baik melalui sejumlah metode yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Tujuan Akreditasi
Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan
oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang untuk
menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil,
transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria
yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Latar belakang adanya kebijakan akreditasi sekolah di
Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau
melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap
kelayakan setiap satuan/program pendidikan.
Akreditasi sekolah/madrasah memiliki lingkup pekerjaan yang mencakup:
1. Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA).
2. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs).
4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).
5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
6. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar
Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) dan Sekolah Menengah Luar
Biasa (SMLB).

Tujuan diadakannya kegiatan akreditasi sekolah/madrasah ialah:


1. Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau
program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan.
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada
program dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.

Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat sebagai berikut:


1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu
Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus
meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan
kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan
regional dan internasional.
3. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan
pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka
menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program
Sekolah/Madrasah.
4. Membantu menidentifikasi Sekolah atau Madrasah dan program dalam
rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur
atau bentuk bantuan lainnya.
5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk
meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sector swasta
dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.
6. Mmbantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah
kepindahan peserta didik dari satu Sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru
dan kerjasama yang saling menguntungkan.

Dengan akreditasi diharapkan :


1. Masyarakat mengetahui bagaimana kinerja sekolah di lihat dari berbagai
unsur terkait, mengacu pada kualitas baku yang dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator amalan baik sekolah.
2. Sebagai bentuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat memper-
tanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau
keinginan masyarakat.
3. Untuk kepentingan pengembangan agar sekolah dapat melakukan
peningkatan kualitas berdasarkan masukan dari hasil akreditasi.

Akreditasi dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:


1. Obyektif, penilaian harus menggambarkan kondisi sekolah sebenarnya.
2. Efektif, hasil akreditasi dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan kepala sekolah, pemerintah dan masyarakat.
3. Akuntabel, hasil akreditasi dapat digunakan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pada publik.
4. Komprehensif, semua aspek menjadi bagian penilaian dalam pelaksanaan.
5. Profesional, dilakukan oleh asesor yang mengedepankan kejujuran profesi,
jauh dari unsur subjektivitas dan lebih meletakkan kepentingan perbaikan
sekolah dibanding pribadi.
6. Memandirikan, hasil akreditasi mampu membimbing sekolah lebih mandiri.
7. Mandatori, baik negeri atau swasta berkewajiban untuk diakreditasi dengan
cara mengajukan atau menunda akreditasi sampai siap.

BAB II
ANALISIS KEBIJAKAN

A. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan
kualitas sebuah sekolah ?

B. TUJUAN ANALISIS KEBIJAKAN


Tujuan analisis kebijakan akreditasi ini adalah untuk mengetahui
bagaimana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan kualitas
sebuah sekolah.

C. KRITERIA KEBIJAKAN
Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk
menilai alternatif-alternatif. Kriteria yang sahih adalah kriteria yang memang
benar-benar bisa mengukur apa yang ingin di ukur, sesuai dengan konsep yang
mewakilinya. Kriteria diperlukan dalam analisis kebijakan publik ketika analis
melakukan pemilihan atau pengujian alternatif-alternatif kebijakan. (Kismartini
dkk, 2005). Penulis memilih kriteria Bardach diantara kriteria-kriteria yang lain
dikarenakan kriteria yang digunakan dapat diaplikasikan secara umum
(general). Kritera Bardach dikemukakan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
a) Technical feasibility (kelayakan teknis), yaitu kriteria yang digunakan untuk
mengukur apakah kebijakan atau program berhasil mencapai tujuan. Kriteria
ini memusatkan perhatiannya pada apakah alternatif kebijakan yang akan
dilaksanakan layak secara teknis.
b) Economic and financial possibility (kemungkinan ekonomi dan finansial),
yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur berapa biaya yang
dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang
dihasilkan.
c) Political Viability, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur apakah
kebijakan akan berhasil dimana terdapat pengaruh dari beberapa kelompok
kekuasaan, seperti: pembuat keputusan, legislatif, administrator, organisasi
sosial, organisasi kemasyarakatna perkumpulan dan aliansi politik lainnya.
d) Administrative operability, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengukur
bagaimana kemungkinan-kemungkinan untuk melaksanakan kebijakan yang
diusulkan didalam konteks politik, sosial dan yang tak kalah penting adalah
administrasi.
e) Ecology (lingkungan), berupa dampak sosial dan dampak fisik (dalam hal
ini AMDAL) yang ditimbulkan dari suatu kebijakan.

D. ALTERNATIF KEBIJAKAN
Tujuan analisis kebijakan akreditasi ini adalah untuk mengetahui
bagamana proses akreditasi dilakukan agar dapat menjadi jaminan kualitas
sebuah sekolah. Adapun tujuan dari akreditasi sekolah adalah memperoleh
gambaran tentang kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat
pembinaan, pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan serta
menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan
pendidikan.
Berdasarkan tujuannya, maka Penulis sekaligus Analis berusaha untuk
membuat alternatif-alternatif kebijakan yang nantinya akan diturunkan
berdasarkan kriteria kebijakan. Alternatif-alternatif kebijakan tersebut yaitu :
1) Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai penjaminan
kualitas sekolah.
2) Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara intensif tentang
akreditasi.
3) Mengedepankan kualitas akreditasi dari pada kuantitas pelaksanaan
akreditasi.
4) Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.
5) Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.
E. PENILAIAN ALTERNATIF
Kelima alternatif tersebut di atas di nilai berdasarkan kriteria-kriteria
Bardach yang telah disebutkan sebelumnya. Penilaian akan dilakukan secara
kuantitatif (dengan bobot nilai 1 – 4) dan kualitatif untuk mempermudah
penilaian. Hasil penilaian dapat di cermati sebagai berikut :
 Alternatif (1) : Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai
penjaminan kualitas sekolah.
a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat
kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), maka Analis memberi skor 2.
b. Economic and financial possibility : pertimbangan mengenai biaya pada
alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis
memberi skor 2.
c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena
menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.
d. Administrative operability : pengoperasionalisasi secara administratif
dipandang dapat dilakukan dengan mudah dan skornya 1.
e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif ini tidak
dilakukan. Skor yang diberikan adalah 3.
Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot
alternatif (1) adalah 11 poin.
 Alternatif (2) : Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara
intensif tentang akreditasi.
a. Technical feasibility : secara teknis, pembinaan bukan hal yang mudah
karena ini berkenaan dengan latar belakang sekolah masing-masing.
Untuk hal ini diberi skor 3.
b. Economic and financial possibility : dari segi finansial dan ekonomi,
pembinaan ini bukan merupakan hal yang sulit, skornya adalah 1.
c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena
menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.
d. Administrative operability : kebutuhan administrasi menjadi perhatian
dengan intensifnya pembinaan. Skor yang diberikan untuk alternatif ini 2.
e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif ini tidak
dilakukan. Skor yang diberikan adalah 3.
Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot
alternatif (2) adalah 12 poin.
 Alternatif (3) : Mengedepankan kualitas akreditasi daripada kuantitas
pelaksanaan akreditasi.
a. Technical feasibility : berbicara mengenai kualitas, maka secara teknis
harus benar, tepat dan baik. Oleh karenanya skor tertinggi diberikan
untuk alternatif ini, yaitu 4.
b. Economic and financial possibility : pertimbangan mengenai biaya pada
alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis
memberi skor 2.
c. Political Viability : pertimbangan politik tidak begitu berarti, karena
kualitas pendidikan yang di pilih untuk dikedepankan. Skornya 2.
d. Administrative operability : kualitas yang baik membutuhkan tata
administrasi yang baik pula. Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.
e. Ecology : lingkungan perlu disadarkan untuk dapat menerima kualitas
pendidikan yang baik dan hal ini dapat dilakukan tanpa banyak
mengalami kesulitan. Skor yang diberikan 2.
Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot
alternatif (3) adalah 13 poin.
 Alternatif (4) : Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana
akreditasi.
a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat
kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), maka Analis memberi skor 2.
b. Economic and financial possibility : dari segi finansial dan ekonomi,
penyederhanaan birokrasi ini merupakan penghematan yang seyogyanya
dilakukan, skornya adalah 1.
c. Political Viability : pertimbangan politik menjadi agak berat karena
menyangkut lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3.
d. Administrative operability : kebutuhan administrasi menjadi perhatian
dalam tata laksana administrasi. Skor yang diberikan pada alternatif ini 2
e. Ecology : lingkungan sosial pasti mengharapkan penyederhanaan
mekanisme birokrasi. Skor yang diberikan 2
Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot
alternatif (4) adalah 10 poin.
 Alternatif (5) : Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka
akreditasi.
a. Technical feasibility : berbicara mengenai penyiapan sumber daya, maka
secara teknis harus benar, tepat dan baik. Oleh karenanya skor tertinggi
diberikan untuk alternatif ini, yaitu 4.
b. Economic and financial possibility : dengan penyiapan sumber daya,
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu skor yang diberikan 3.
c. Political Viability : penerimaan secara politis tidak begitu menjadi
perhitungan dalam hal ini dan skornya adalah 1.
d. Administrative operability : administrasi menjadi sangat penting karena
harus dimengerti dengan jelas oleh semua pihak yang terkait dengan
akreditasi. Skor yang diberikan adalah 4.
e. Ecology : lingkungan akan mendukung dengan adanya kediapan sumber
daya dari lembaga-lembaga pendidikan dan skornya adalah 2.
Dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan, maka bobot
alternatif (5) adalah 14 poin.

F. HASIL PENILAIAN
Berdasarkan penilaian berbagai alternatif sesuai dengan kriteria yang
dipilih, maka akan diperoleh hasil penilaian. Hasil penilaian sesuai dengan
perincian di atas, secara jelas di rangkum dalam tabel berikut :
Tabel 2
Hasil Penilaian Alternatif
N Alternatif – KRITERIA Total Rang-
Politik Ekonom Teknik Lingk. Admin
O Alternatif Skor king
1 I 3 2 2 3 1 11 IV
2 II 3 1 3 3 2 12 III
3 III 2 2 4 2 3 13 II
4 IV 3 1 2 2 2 10 V
5 V 1 3 4 2 4 14 I

Dengan demikian, berdasarkan hasil penilaian atas alternatif-alternatif


yang ada, maka skor tertinggi diperoleh pada Alternatif (5), yaitu “Menyiapkan
sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.” Sedangkan alternatif
dengan skor terendah adalah Alternatif (4), yaitu : Menyederhanakan
mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.
BAB III
PENUTUP

A. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penilaian berbagai alternatif kebijakan tentang
akreditasi Sekolah, maka penulis (Analis) merekomendasikan alternatif-
alternatif kebijakan sebagai berikut :
1) Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.
2) Mengedepankan kualitas akreditasi daripada kuantitas pelaksanaan
akreditasi.
3) Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara intensif tentang
akreditasi.
4) Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai penjaminan
kualitas sekolah.
5) Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata laksana akreditasi.

B. SIMPULAN
Dari proses analisis kebijakan tentang akreditasi Sekolah, maka penulis
menarik beberapa simpulan sebagai berkut :
- Dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diperlukan langkah akreditasi
sebagai wujud penjaminan mutu sekolah.
- Akreditasi memerlukan berbagai langkah pendukung untuk
mensukseskannya, diantaranya adalah rekomendasi-rekomendasi yang
dihasilkan dari proses analisa kebijakan.
- Analisa yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk menyempurnakan
pelaksanaan progra-program akreditasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

AG. Subarsono, Drs, M.Si, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, 2005.

BAS NAS, Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah, 2005, www.bansm.org.


Diakses tanggal 13 Nopember 2012, pukul 19.30 WIB.

Kementrian Pendidikan Nasional, Kajian Analisis Sistem Akreditasi Sekolah atau


Madrasah : Dalam rangka Reformasi Birokrasi Internal, 2011,
www.basnas.org. Di akses tanggal 21 November 2012 pukul 10.30 WIB

Kismartini, dkk, Analisis Kebijakan Publik, Universitas Terbuka, Jakarta, 2005.

Moekijat, Analisis Kebijaksanaan Publik, Penerbit Mandar Maju, Bandung,


1995.

Supriyono, Subakir, Manajemen Berbasis Sekolah, SIC, Surabaya, 2001.

William N. Dunn, Analisa Kebijaksanaan Publik, Hanindita, Yogyakarta, 2000.

Anda mungkin juga menyukai