Anda di halaman 1dari 13

PEDOMAN PENATALAKSANAAN

PELAYANAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS


DI RS KRISTEN LINDIMARA

Jl.Prof DR. W. Z. Yohanis No. 6 Waingapu – 87113 – NTT


Telp : (0387) 61064, 61019 ; Fax : (0387) 61742
Email: rsk.lindimara@yahoo.com
RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA
Jl.Prof DR. W. Z. Yohanis No. 6 Waingapu – 87113 – NTT
Telp : (0387) 61064, 61019 ; Fax : (0387) 61742
Email: rsk.lindimara@yahoo.com
SURAT KEPUTUSAN
NOMOR: 2298 /A.29/SK_DIR/X/2018

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN HIV AIDS
DIREKTUR RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA

Menimbang : a. Bahwa dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien dengan
diagnosa HIV-AIDS, perlu ditetapkan Kebijakan Pelayanan HIV AIDS di RS
Kristen Lindimara.
b. Bahwa RS Kristen Lindimara bukanlah Rumah sakit Rujukan bagi Orang Dengan
HIV AIDS (ODHA).
c. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud huruf a dan
b, maka perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur RS Kristen Lindimara.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.


2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan
HIV-AIDS.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang
Rumah Sakit Rujukan bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).

MEMUTUSKAN
Menetapkan :

Pertama : Keputusan Direktur RS Kristen Lindimara tentang pelayanan HIV AIDS di RS


Kristen Lindimara
Kedua : RS Kristen Lindimara bukanlah Rumah Sakit rujukan bagi orang dengan HIV
AIDS, tetapi Rumah Sakit tetap melayani pasien yang datang dengan diagnosa
HIV AIDS dengan tatalaksana sebagai berikut :

1. Pasien dengan diagnosa HIV AIDS dirawat di ruang isolasi.


2. Lakukan stabilisasi tanda-tanda vital sampai pasien memungkinkan untuk
di rujuk ke Rumah Sakit Rujukan bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
yaitu RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.
3. Perawat melaporkan pada Bagian Kerohanian untuk di konseling pasien
dan keluarganya.
4. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan perawat melakukan
edukasi kepada pasien dan keluarga terkait dengan penyakitnya.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pada pasien HIV AIDS
dilakukan oleh Kepala Bagian Medis dan Kepala Bagian Keperawatan.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Waingapu
Pada Tanggal : 22 Oktober 2018
Direktur RSK Lindimara

dr. Alhairani K.L. Manu Mesa


NIP. 19790709 201001 2 013

KATA PENGANTAR

Pedoman Pelayanan HIV/AIDS di Rumah Sakit merupakan tata aturan pelayanan HIV/AIDS Rumah
Sakit dilaksanakan oleh petugas di RS Kristen Lindimara.
Dengan disusunnya Pedoman ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan pelayanan
HIV/AIDS dan meningkatkan pelayanan kepada pasien.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan pedoman ini masih dirasakan ada beberapa kekurangan,
oleh karena itu apabila ada masukan, saran untuk membuat pedoman ini lebih baik lagi, kami sangat
mengharapkan.
Waingapu, November 2018

Tim HIV/AIDS

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dengan meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok pengguna
napza, penjaja seks bebas, serta waria.Maka kemungkinan terjadi resiko menyebabkan infeksi HIV
kemasyarakat umum tidak dapat diabaikan.
Estimasi yang dilakukan pada tahun 2003 diperkirakan diIndonesia sekitar 90.000-130.000
orang terinfeksi HIV,sedangkan data yang tercatat oleh Departeman Kesehatan RI sampai dangan
maret 2005 tercatat 6.789 orang hidup dengan HIV/AIDS.
Melihat tingginya temuan kasus HIV/AIDS saat ini, maka bukan hanya masalah kesehatan
dari penyakit yang menular semata, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
sangat luas.Oleh karena itu penangan tidak hanya dari segi medis tapi juga dari segi sepiritual.
Konseling merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan kan untuk
mengelola kejiwaan dan proses menggunakan pikiran secara mandiri. Layanan konseling dan
perawatan pasien dengan HIV/AIDS dapat dilakukan disarana kesehatan. Oleh karena itu
penangan tidak hanya dari segi medis tapi juga dari segi sepiritual. Dalam hal ini RS Kristen
Lindimara melibatkan bagian kerohanian dalam pembinaan ODHA.

B.Tujuan Pedoman

1. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan Perawatan pasien terinfeksi


HIV/AIDS di RS Kristen Lindimara.
2. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumber daya dan manajemen yang sesuai.
3. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan Perawatan pasien
terinfeksi HIV/AIDS.

C. Ruang Lingkup

Buku pedoman memuat penjelasan mengenai program dan layanan komprehensif mengenai HIV-
AIDS di RS Kristen Lindimara meliputi aspek promotif, preventif, kuratif yang mengalami masalah
penyakit terkait HIV-AIDS.

1. Promotif
Dilakukan melalui kegiatan penerbitan/pembagian brosur tentang HIV/AIDS, penyuluhan-
penyuluhan tentang HIV/AIDS di institusi pendidikan,gereja-gereja,dan berbagai tempat yang
membutuhkan informasi tentang HIV/AIDS.
2. Preventif
Dilakukan melalui edukasi lewat konseling, agar tidak melakukan perilaku resiko yang bisa
tertular HIV. Edukasi juga diberikan kepada keluarga yang merawat anggota keluarga yang
terinfeksi HIV, agar mereka tidak tertular dengan mendapatkan informasi yang benar,bertujuan
agar mereka yang terinfeksi HIV tidak menularkan virusnya pada yang lain dan tetap menjaga
pola hidup yang sehat.

D. Batasan Operasional

1. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan
pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.
2. Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.
3. Integrasi adalah pendekatan pelayanan yang membuat petugas kesehatan menangani klien
secara utuh, menilai kedatangan klien berkunjung ke fasilitas kesehatan atas dasar kebutuhan
klien, dan disalurkan kepada layanan yang dibutuhkannya ke fasilitas rujukan jika diperlukan.
4. Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konselingdan atau tesing
HIV/AIDS.
5. Konselor adalah pemberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan konseling dan
dinyatakan mampu.
6. Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi
virus HIV/AIDS.
7. Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan
keluarganya. Termasuk didalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, dan
pencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosio ekonomi dan perawatan di rumah.
8. Sistem Rujukan adalah pengaturan dari institusi pemberi layanan yang memungkinkan
petugasnya mengirimkan klien, sampel darah atau informasi, memberi petunjuk kepada
institusi lain atas dasar kebutuhan klien untuk mendapatkan layanan yang lebih memadai.
Pengiriman ini senantiasa dilakukan dengan surat pengantar, bergantung pada jenis layanan
yang dibutuhkan. Pengaturannya didasarkan atas peraturan yang berlaku, atau persetujuan para
pemberi layanan, dan disertai umpan balik dari proses atau hasil layanan.

E. Landasan Hukum

1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.


2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV-
AIDS.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit
Rujukan bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA).

BAB II

TATA LAKSANA PELAYANAN

Begitu diagnosis klien ditegakkan dengan HIV positif, maka tanda-tanda vital pasien perlu
distabilkan dan diberi konseling tentang penyakitnya kemudian dirujuk dengan pertimbangan
akan kebutuhan rawatan dan dukungan. Kesempatan ini digunakan klien dan klinisi untuk
menyusun rencana dan jadwal pertemuan konseling lanjutan dimana penyakitnya menuntut
tindakan medik lebih lanjut, seperti pemberian terapi profilaksis dan akses ke ART
a. Konseling HIV/AIDS
Konseling HIV/AIDS pada dasarnya sama dengan konseling pada umumnya. Namun
konseling HIV/AIDS menjadi unik dibandingkan konseling lainya karena :
1. Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual (IMS) dan
HIV/AIDS.
2. Membutuhkan pembaha san mengenai praktik seks yang bersifat pribadi.
3. Membutuhkan pembahsan tentang kematian atau proses kematian.
4. Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat dan nilai yang
mungkin sangat bertentangan dengan nilai yang dianut oleh konselor itu sendiri.
5. Membutuhkan keterampilan pada saat pada saat memberikan hasil HIV yang positif
6. Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan anggota keluarga lain.

b. Perawatan pasien HIV/AIDS


Setelah pasien didiagnosis HIV positif maka pasien akan dirawat di RS Kristen Lindimara
sampai tanda-tanda vital pasien stabil kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan bagi Orang
Dengan HIV AIDS (ODHA) yaitu RSUD Umbu Rara Meha Waingapu. Jika pasien datang
dengan demam, yang dilakukan adalah melalukan tindakan keperawatan untuk mengurangi
demam, bila tanda-tanda vital perlahan stabil pasien kemudian dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan Rumah Sakit Rujukan bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) untuk mendapatkan
perawatan dan obat untuk HIV/AIDS.

c. Rujukan
Rujukan merupakan proses ketika petugas kesehatan atau pekerja masyarakat melakukan
penilaian bahwa klien mereka memerlukan pelayanan tambahan lainnya. Rujukan merupakan
alat penting guna memastikan terpenuhinya pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan klien
untuk mengatasi keluhan fisik, psikologik dan sosial. Konsep pelayanan berkelanjutan
menekankan perlunya pemenuhan kebutuhan pada setiap tahap penyakit infeksi, yang
seharusnya dapat diakses disetiap tingkat dari pelayanan VCT guna memenuhi kebutuhan
perawatan kesehatan berkelanjutan (Puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder dan tersier) dan
pelayanan sosial berbasis masyarakat dan rumah. Pelayanan VCT bekerja dengan membangun
hubungan antara masyarakat dan rujukan yang sesuai dengan kebutuhannya, serta memastikan
rujukan dari masyarakat ke pusat VCT, sehingga terdapat dua basis pelayanan.
Pelayanan VCT yang memerlukan rujukan :
1. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus
Tujuannya membantu klien untuk mendapatkan pelayanan berkelanjutan yang dibutuhkan.
Tahapan dalam manajemen kasus, identifikasi, penilaian kebutuhan pengembangan rencana
tindak individu, rujukan sesuai kebutuhan dan tepat dan koordinasi pelayanan tindak lanjut.

2. Layanan Psikiatrik
Banyak pengguna zat psikoaktif mempunyai gangguan psikiatrik lain atau gangguan
mental berat yang belum dikonseling (dual diagnosis). Pada saat menerima hasil positif
testing HIV, walaupun telah dipersiapkan lebih dulu dalam konseling pra testing dan diikuti
konseling pasca-testing, klien dapat mengalami goncangan jiwa yang cukup berat, seperti
depresi, gangguan panik, kecemasan yang hebat atau agresif dan risiko bunuh diri. Bila
keadaan tersebut terjadi, maka perlu dirujuk ke fasilitas layanan psikiatrik.
BAB III

PENGELOLAAN LIMBAH

Pengelolaan limbah di Instalasi Laboratorium untuk pemeriksaan serologi untuk HIV, maka
pengelolaan limbahnya disesuaikan dengan pedoman pelayanan Instalasi Laboratorium RS Kristen
Lindimara, oleh karena pemeriksaan serologi untuk HIV mengacu pada pengelolaan limbah RS, yaitu :

a. Limbah infeksius yaitu jarum bekas, spuit, swab kasa, plester bekas klien yang menjalani
pengambilan darah untuk tes HIV dimasukkan di tempat pembuangan limbah infeksius.
b. Limbah non infeksius, yaitu kertas, gelas plastik yang pengambilannya dilakukan oleh petugas
pengambil limbah.
BAB III

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien yang lebih
aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

B. Tata Laksana Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran Keselamatan Pasien mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien, meliputi :

1. Ketepatan Identifikasi Pasien


RS mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki dan meningkatkan ketelitian dalam
identifikasi pasien. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya kesalahan dalam identifikasi
pasien.

Identifikasi pasien HIV dilakukan ketika :

a. Pertama kali konseling HIV dengan menanyakan : Nama lengkap, tanggal lahir dan alamat.
b. Pengambilan darah untuk tes HIV.

2. Peningkatan Komunikasi Efektif


Komunikasi harus efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas, dapat dipahami sehingga
mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien. Kesalahan yang sering terjadi
adalah perintah yang diberikan secara lisan, melalui telepon, pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis.RS Kristen Lindimara mengembangkan metode TBK (Tulis, Baca, Konfirmasi) pada saat
menerima informasi lisan dan melalui telepon. Penerima perintah biasanya perawat / dokter jaga
harus menuliskan dalam suatu buku secara lengkap instruksi dari dokter spesialis. Buku ini berisi
identitas pasien, instruksi, dan tanda tangan dari penerima perintah dan dokter spesialis. Setelah
menuliskan perintah / instruksi maka penerima perintah akan membaca ulang instruksi dan
meminta dokter spesialis untuk mengkonfirmasi ulang instruksinya. Dalam melaporkan ke dokter
spesialis, penelepon wajib melaporkan dengan metode SBAR (Situation, Background,
Assessment, Recommendation) agar penerima telepon / dokter spesialis dapat mengerti kondisi
pasien yang dilaporkan.

3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert)


Untuk obat perawatan tergolong obat-obatan dalam golongan LASA (look alike sound
alike).
4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi.
Dalam Tim HIV berhubungan dengan standar Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, dan
Tepat Pasien Operasi, untuk pasien yang akan menjalani tindakan operasi.

5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Upaya pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cuci tangan dengan enam langkah yang
sudah ditetapkan. Cuci tangan wajib dilakukan saat 5 moment, yaitu :

1. sebelum kontak dengan pasien,


2. sesudah kontak dengan pasien,
3. sebelum melakukan tindakan asepsis,
4. setelah bersentuhan dengan darah / cairan tubuh,
5. setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien,

6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Ketika pasien HIV/AIDS menjalani rawat inap maupun rawat jalan, upaya mengurangi
risiko pasien jatuh dilakukan sesuai dengan prosedur Rumah Sakit.
BAB IV

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Sebagai layanan Konseling dan Perawatan pasien terinfeksi HIV/AIDS melakukan pelaporan
mengikuti sistem pencatatan dan pelaporan khusus yang berpegang pada prinsip kerahasiaan klien dan
sesuai pedoman Dinas Kesehatan..Dokumen klien disimpan di tempat tersendiri dan hanya bisa diakses
oleh petugas yang berwenang dan diarsipkan sesuai dengan prinsip catatan medik pasien di sarana
kesehatan.
BAB V

PENUTUP

Demikian pedoman pelayanan HIV/AIDS RS Kristen Lindimara dan hal-hal yang berhubungan dengan
pelayanan penanggulangan HIV/AIDS di Rumah Sakit sesuai dengan undang-undang tidak dilakukan
karena RS Kristen Lindimara tidak menjamin ketersediaan obat Anti Retroviral (ARV) yang secara
langsung didistribusikan oleh PT Kimia Farma sesuai dengan prosedur khusus yang berlaku dan obat
infeksi oportunistik tertentu, RS Kristen Lindimara tidak menyiapkan sarana, prasarana, dan fasilitas yang
sesuai dengan pedoman dan belum membentuk tim kelompok kerja/pokja khusus HIV dan AIDS yang
terdiri dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang telah dilatih melalui pelatihan khusus HIV
dan AIDS.

Anda mungkin juga menyukai