Anda di halaman 1dari 5

2.

2 Geologi Regional

2.2.1 Geomorfologi Regional

Pulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen, 1949), dikelilingi
oleh laut yang cukup dalam.Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pegunungan yang ketinggiannya
mecapai 3.440 m (gunung Latimojong). Seperti telah diuraikan sebelumnya, Pulau Sulawesi berbentuk
huruf “K” dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut – barat daya, Lengan Utara
memanjang barat – timur dengan ujung baratnya membelok kearah utara – selatan, Lengan tenggrara
memanjang barat laut – tenggara, dan Lengan Selatan mebujur utara selatan. Keempat lengan tersebut
bertemu pada bagian tengah Sulawesi.

Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui bagian tengah
Sulwesi yang merupakan pegunungan dan dibentuk oleh batuan gunung api. Di ujung timur Lengan Utara
terdapat beberapa gunung api aktif, di antaranya Gunung Lokon, Gunung Soputan, dan Gunung Sempu.
Rangakaian gunung aktif ini menerus sampai ke Sangihe.Lengan Timur merupakan rangkaian
pegunungan yang dibentuk oleh batuan ofiolit.Pertemuan antara Lengan Timur dan bagian Tengah
Sulawesi disusun oleh batuan malihan, sementara Lengan Tenggara dibentuk oleh batuan malihan dan
batuan ofiolit.

Seperti yang telah di uraikan sebelumnya,pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya merupakan
pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.Akibat tektonik aktif ini,pulau Sulawesi dan daerah
sekitarnya dipotong oleh sesar regional yang masih aktif sampai sekarang.Kenampakan morfologi
dikawasan ini merupakan cerminan system sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan
penyusunya bagian tenga Sulawesi,lengan tenggara,dan lengan selatan dipotong oleh sesar regional
yang umumnya berarah timur laut – barat daya. sesar yang masih aktif sampai sekarang ini umumnya
merupakan sesar geser mengiri.

2.2.1.1 Morfologi

Van bemmelen (1945) membagi lengan tenggara Sulawesi menjadi tiga bagian: ujung utara,
bagian tengah,dan ujung selatan (gambar 4.2), Ujung utara mulai dari palopo sampai teluk tolo; dibentuk
oleh batuan ofiolit, Bagian tengah ,yang merupakan bagian paling lebar (sampai 162,5 km), didominasi
oleh batuan malihan dan batuan sedimen mesozoikum. Ujung selatan lengan tenggara merupakan
bagian yang relative lebih landai ; batuan penyusunya didominasi oleh batuan sedimen tersier ,uraian
dibawah ini merupakan perian morfologi dan morfogenesis lengan tengah Sulawesi.

2.2.1.2 Ujung utara

Ujung utara lengan tenggara Sulawesi mempunyai cirri khas de3ngan munculnya kompleks
danau malili yang terdiri atas danau matano,danau towuti,dan tiga danau kecil disekitarnya (danam
mahalona,danau lantoa, dan danau masapi; (gambar 4.2). Pembentuka kelima danau itu diduga akibat
sistem system sesar matano,yang telah diketahui sebagai sesar geser mengiri. Pembedaan ketinggian
dari kelima danau itu memungkinkan air dari suatu danau mengalir ke danau yang terletak lebih rendah.

2.2.1.3 Bagian Tengah

Morfologi bagian tengah Lengan Tenggara Sulawesi didominasi oleh pegunungan yang
umumnya memanjang hampir sejajar berarah barat laut - tenggara. Pegunungan tersebut diantaranya
adalah Pegunungan Mengkoka, Pegunungan Tangkelamboke, dan Pegunungan Matarombeo. Morfologi
bagian tengah ini sangat kasar dengan kemiringan lereng yang tajam. Puncak tertinggi pada rangkaian
pegunungan Mengkoka adalah Gunung Mengkoka yang mempunyai ketinggian 2790 m dpl. Pegunungan
Tangkelamboke mempunyai puncak Gunung Tangkelamboke (1500 m dpl). Sedangkan Pegunungan
Matarombeo berpuncak di barat laut Desa Wawonlondae dengan ketinggian 1551 m dpl.

2.2.1.4 Satuan Morfologi

Setidaknya ada lima satuan morfologi yang dapat dibedakan dari citra IFSAR bagian tengah dan
ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yakni satuan pegunungan, perbukitan tinggi, perbukitan
rendah, dataran rendah, dan karst. Uraian di bawah ini merupakan perian secara singkat dari kelima
satuan morfologi tersebut.

1. Satuan Pegunungan

Satuan morfologi pegunungan menempati bagian terluas di kawasan ini, terdiri atas Pegunungan
Mengkoka, Pegunungan Tangkelemboke, Pegunungan Mendoke dan Pegunungan Rumbia yang terpisah
di ujung selatan Lengan Tenggara. Satuan morfologi ini mempunyai topografi yang kasar dengan
kemiringan lereng tinggi. Rangkaian pegunungan dalam satuan ini mempunyai pola yang hampir sejajar
berarah barat laut – tenggara. Arah ini sejajar dengan pola struktur sesar regional di kawasan ini. Pola ini
mengindikasikan bahwa pembentukan morfologi pegunungan itu erat hubungannya dengan sesar
regional.

Satuan pegunungan terutama dibentuk oleh batuan malihan dan setempat oleh batuan ofiolit.
Ada perbedaan yang khas di antara kedua penyusun batuan itu. Pegunungan yang disusun oleh batuan
ofiolit mempunyai punggung gunung yang panjang dan lurus dengan lereng relatif lebih rata, serta
kemiringan yang tajam. Sementara itu, pegunungan yang dibentuk oleh batuan malihan, punggung
gunungnya terputus pendek-pendek dengan lereng yang tidak rata walaupun bersudut tajam.

2. Satuan Perbukitan Tinggi

Satuan morfologi perbukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara, terutama di
selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 m dpl dengan morfologi
kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sediman klastika Mesozoikum dan Tersier.

a. Satuan Perbukitan Rendah

Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung selatan Lengan
Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang.
Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier

b. Satuan Dataran

Satuan morfologi dataran rendah dijumpai di bagian tengah ujung selatan Lengan Tenggara
Sulawesi. Tepi selatan Dataran Wawotobi dan Dataran Sampara berbatasan langsung dengan satuan
morfologi pegunungan. Penyebaran satuan dataran rendah ini tampak sangat dipengaruhi oleh sesar
geser mengiri (Sesar Kolaka dan Sistem Sesar Konaweha). Kedua sistem ini diduga masih aktif, yang
ditunjukkan oleh adanya torehan pada endapan aluvial dalam kedua dataran tersebut (Surono dkk,
1997). Sehingga sangat mungkin kedua dataran itu terus mengalami penurunan. Akibat dari penurunan
ini tentu berdampak buruk pada dataran tersebut, di antaranya pemukiman dan pertanian di kedua
dataran itu akan mengalami banjir yang semakin parah setiap tahunnya.

Dataran Langkowala yang melampar luas di ujung selatan Lengan Tenggara, merupakan dataran
rendah. Batuan penyusunnya terdiri atas batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa Formasi Langkowala.
Dalam dataran ini mengalir sungai-sungai yang pada musim hujan berair melimpah sedang pada musim
kemarau kering. Hal ini mungkin disebabkan batupasir dan konglomerat sebagai dasar sungai masih
lepas, sehingga air dengan mudah merembes masuk ke dalam tanah. Sungai tersebut di antaranya
Sungai Langkowala dan Sungai Tinanggea. Batas selatan antara Dataran Langkowala dan Pegunungan
Rumbia merupakan tebing terjal yang dibentuk oleh sesar berarah hampir barat-timur. Pada Dataran
Langkowala, terutama di dekat batas tersebut, ditemukan endapan emas sekunder. Surono (2009)
menduga emas tersebut berasal dari batuan malihan di Pegunungan Rumbia dan sekitarnya.

c. Satuan Karst

Satuan morfologi karst melampar di beberapa tempat secara terpisah. Satuan ini dicirikan
perbukitan kecil dengan sungai di bawah permukaan tanah. Sebagian besar batuan penyusun satuan
morfologi ini didominasi oleh batugamping berumur Paleogen dan selebihnya batugamping Mesozoikum.
Batugamping ini merupakan bagian Formasi Tampakura, Formasi Laonti, Formasi Tamborasi dan bagian
atas dari Formasi Meluhu. Sebagian dari batugamping penyusun satuan morfologi ini sudah terubah
menjadi marmer. Perubahan ini erat hubungannya dengan pensesar-naikkan ofiolit ke atas kepingan
benua. Di sekitar Kendari batugamping terubah tersebut ditambang untuk bahan bangunan.

ii. Statigrafi Regional

Nama Formasi Meluhu diberikan oleh Rusmana & Sukarna (1985) kepada satuan batuan yang
terdiri batupasir kuarsa, serpih merah, batulanau, dan batulumpur di bagian bawah; dan perselingan
serpih hitam, batupasir, dan batugamping di bagian atas. Formasi Meluhu menindih takselarasan batuan
malihan dan ditindih takselaras oleh satuan batugamping Formasi Tampakura.

Formasi Meluhu mempunyai penyebaran yang sangat luas di Lengan Tenggara


Sulawesi.Formasi ini telah dipublikasikan secara luas; di antaranya oleh Surono dkk.(1992); Surono
(1997b, 1999), serta Surono & Bachri (2002), Sebagian besar bahasan selanjutnya merupakan
terjemahan dan/atau kompilasi dari publikasi tersebut.

Surono (1997b) membagi Formasi Meluhu menjadi tiga anggota (dari bawah ke atas):

1. Anggota Toronipa yang didominasi oleh batupasir dan konglomerat,

2. Anggota Watutaluboto didominasi oleh batulumpur, batulanau, dan serpih,

3. Anggota tuetue dicirkan oleh hadirnya napal dan batu gamping.

Anggota toronipa formasi meluhu didominasi batupasir dan konglomerat dengan sisipan serpih,
batulanau dan batulempung. Sisipan tipis lignit ditemukan setempat seperti di sungai kecil dekat Mesjid
Nurul Huda, Kota kendari dan Tebing tepi jalan di selatan tinobu. Lokasi tipe anggota toronipa berada di
tanjung toronipa, sebelah tenggara desa toronipa. Penampang tegak hasil pengukuran statigrafi terperinci
di tanjung toronipa. Dibeberapa tempat, batupasir pejal tersingkap baik dan diduga merupakan hasil
pengendapan grain flow. Secara setempat, batupasir kerikilan sering dijumpai diatas permukaan bidang
erosi. Ketebalan anggota toronipa pada lokasi tipe tersebut adalah 800 m. Ketebalan maksimum anggota
ini diduga kearah timur.

Struktur sedimen yang terekam pada anggota toronipab erupa silang siur, tikas seruling,
gelembur gelombang, perlapisan bersusun, dan permukaan erosi. Batang, ranting dan atau cetakan daun
juga ditemukan pada endapan klastik halus. Setiap runtunan batuan sedimen menunjukan penghalusan
keatas, yang menunjukan energi melemah kearah atas. Semua fakta dilapangan ini memberikan
gambaran bahwa anggota toronipa diendapkan pada lingkungan sungai kekelok. Arah arus purba, yang
sebagian diukur pada silang siur, menunjukan hasil kecendrungan unimodal. Kondisi seperti ini umum
ditemui pada arus sungai kekelok.

iii. Struktur Regional

Lengan tenggara Sulawesi, struktur utama yang terbentuk setelah tumbukan adalah sesar geser
mengiri, termasuk sesar matarombeo, sistem sesar Lawanopo (yang berasosiasi dengan batuan campur-
aduk toreo), sistem sesar Konaweha, sesar kolaka, dan banyak sesar lainnya serta liniasi. Sesar dan
liniasi menunjukkan sepasang arah utama tenggara-barat laut (332 0), dan timur laut barat daya (42 0).
Arah tenggara barat laut merupakan arah umum dari sesar geser mengiri dilengan tenggara sulawesi.

Sistem sesar Lawanopo termasuk sesar-sesar berarah utama barat laut-tenggara yang
memanjang sekitar 260 Km dari Utara Malili sampai tanjung Toronipa. Ujung barat laut sesar ini
menyambung dengan sesar Matano, sementara ujung tenggaranya bersambung dengan sesar Hamilton,
Yang memotong sesar naik Tolo. Sistem sesar ini diberi nama sesar Lawanopo oleh Hamilton (1979)
bedasarkan dataran Lawanopo yang ditorehnya.

Kenampakan fisiografi sistem sesar Lawanopo tergambar jelas lebih dari pada 50 Km pada citra
pengindraan jauh, termasuk citra langsat dan IFSAR. Citra tersebut menggambarkan adanya lembar
linear panjang, scap, offset, dan pembelokan aliran sungai. Aliran sungai yang tergeser mengiri dapat
diidentifikasi dibeberapa tempat antara Tinobu, dan soropia, utara kendari; contohnya pergeseran mengiri
2 Km sungai Andonohu (selatan Tinobu). Jarak pergeseran, yang membesar semakin besar dengan
sesar yang bersangkutan, merupakan tanda sesar geser (silvester, 1988). Pergeseran Mengiri sepanjang
Formasi Meluhu yang berada ditengah lengan tenggara Sulawesi.

Interprestasi citra foto udara disekitar Tinobu menunjukan penyebaran batuan campur-aduk
Toreo. Kepingan batuan yang berasal dari Formasi Meluhu, Formasi Tampakura, dan ofiolit, dijumpai
sebagai bodin dalam batuan campur-aduk itu. Analisis stereografi orientasi bodin, yang diukur pada tiga
lokasi, menunjukan keberagaman azimuth rata-rata/plunge: 30 o 44 o, 356,3 o/49 o, dan 208,7 o /21 o.

Adanya mata air panas di Desa Toreo, sebelah tenggara Tinobu serta pergeseran pada
bangunan dinding rumah dan jalan sepanjang sesar ini menunjukan bahwa sistem sesar Lawanopu
masih aktif sampai sekarang.

Lengan Sulawesi tenggara juga merupakan kawasan pertemuan lempeng, yakni lempeng benua
yang berasal dari Australia dan lempeng samudra dari Pasifik. Kepingan benua di Lengan Tenggara
Sulawesi dinamai Mintakat Benua Sulawesi Tenggara (South East Sulawesi Continental Terrane) dan
Mintakat Matarambeo oleh Surono (1944). Kedua lempeng dari jenis yang berbeda ini bertabrakan dan
kemudian ditindih oleh endapan Molasa Sulawesi. Bahasan selanjutnya akan mengikuti pola sebelum
tarbrakan dan setelah tabrakan tersebut yakni :

1. Kepingan Benua

2. Kompleks Ofiolit

3. Molasa Sulawesi

Sebagai akibat subduksi dan tumbukan lempeng pada Oligosen Akhir-Miosen Awal, kompleks
ofiolit tersesar–naikkan ke atas mintakat benua.
Molasa sulawesi, yang terdiri atas batuan sedimen klastik dan karbonat, terendapkan selama akhir dan
sesudah tumbukan, sehingga, molasa ini menindih takselaras Mintakat Benua Sulawesi Tenggara dan
Kompleks Ofiolit tersebut. Pada akhir kenomikum lengan ini di koyak oleh Sesar Lawanopo dan beberapa
pasangannya, termasuk Sesar Kolaka.

Anda mungkin juga menyukai