PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ yang fungsi utamanya adalah
menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormone
berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
Salah satu organ utama dari sistem endokrin adalah kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal
merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang menghasilkan hormon yang saling
berkaitan. Hipotalamus menghasilkan CRH(corticotropin-releasing hormone), yang merangsang
kelenjar hipofisa utnuk melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid
oleh kelenjar adrenal. Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun hipotalamus
gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai. Kekurangan atau
kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan penyakit yang serius. Salah satu
penyakit yang ditimbulkan adalah penyakit Addison.
Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi,
sedang Di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari Bagian Statistik Rumah
Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut
Thom, laki-laki 56%, dan wanita 44%. Penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur,
tetapi lebih banyak terdapat pada umur 20 – 50 tahun.
Penyakit Addison merupakan masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini
merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu dipelajari untuk pemahaman yang lebih
baik dalam mendeteksi dan menanggulanginya secara dini.
B. Tujuan :
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem endokrin yang
berjudul ” Penyakit Addison ”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai penyakit addison lebih
dalam lagi agar dapat menambah pengetahuan penulis ataupun pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A. Definisi
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal. (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart
Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar
adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks
adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi
ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan
dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan
timbulnya diabetes melitus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh.
Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein
menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk
meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium
atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal
yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur
keseimbangan natrium jangka panjang.
C. Etiologi
1. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum, yang
terutama menyerang paru-paru)
2. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides immitis, yang
biasanya menyerang paru-paru.
3. Kriptokokissie
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua
kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan
tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang
terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini kedalam daftar
diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan
insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan
Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, cokelat seperti terkena sinar matahari, biasanya
pada kulit buku jari, lutut, siku
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah
1. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
2. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4. Penurunan kadar kortisol serum
5. Kadar kortisol plasma rendah
6. ADH meningkat
7. Analisa gas darah: asidosis metabolic
8. Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah
limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.
c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan
hemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder
akibat adanya abnormalitas elektrolik
e. Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek-cepat. Penyukuran cortisol
dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan-tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini,
CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan
120 menit setelah suntikan. Pasien-pasien dengan ketidakcukupan adrenal sekunder mempunyai
respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
Ketidakhadiran respon-respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu
penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 – 50
mg/hr
2. Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
H. Komplikasi
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes melitus
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. Penyebab dari penyakit
addison adalah Tuberculosis diantaranya adalah Histoplasmosis (penyakit infeksi yang
disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum, Koksidiodomikosis, Kriptokokissie,
Pengangkatan kedua kelenjar adrenal, Kanker metastatik, Adrenalitis auto imun. Tanda dan
gejala yang timbul dalam penyakit addison ini adalah kelemahan, fatique, anoreksia, nausea,
muntah, BB menurun, hipotensi, dan hipoglikemi. Untuk dapat mengetahui seseorang menderita
penyakit Addison yaitu dengan. Pemeriksaan Laboratorium Darah, Pemeriksaan radiografi
abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal, CT Scan, Gambaran EKG, Tes stimulating
ACTH, Tes Stimulating CRH. Penatalaksanaan penyakit adiison yang pertama adalah terapi
dengan pemberian kortikostiroid setiap hari, pemberian Prednison, Hidrkortison, Pemberian
infus dekstrose 5% dalam larutan saline, Fludrukortison.
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner And suddarth. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 Vol.1:EGC:jakarta
Dr.MED. Ahmad Ramali, Kamus Kedokteran, Edisi Revisi, Ui
Http://wwww.total kesehatan nanca.com/Addison4.html
Huddak and Gallok.1996.Keperawatan Kritis Vol. II Edisi VI, EGC:jakarta
Price, Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC