10.30 WIB ini menjadi cambuk bagi dunia pertambangan indonesia soalnya kecelakaan yang
terjadi di kecamatan talawi ini merupakan kecelakaan tambang terparah yang pernah terjadi
beberapa dekade ini yang menewaskan 33 pekerja tambang serta puluhan orang dirawat karena
mengalami luka-luka. Kecelakaan ini berupa ledakan tambang bawah tanah yang berada
diwilayah kuasa pertambangan PT Dasrat Sarana Arang Sejati di bukit ngalau cigak dengan
status eksploitasi berdasarkan SK No. 05.39/PERINDAKOP/2006 berlaku mulai 2 juni 2006
sampai dengan 2 juni 2011 dengan pelaksana pertambangan kontraktor CV. Perdana.
Sebagai informasi untuk kita menganalisis kesalahan-kesalahan apa yang menimbulkan ledakan
tambang bawah tanah yang memakan korban lebih dari 40 orang maka perlu kita meninjau
tambng di sawahlunto tersebut. Sawahlunto merupakan sebuah kabupaten yang terletak di
provinsi sumatera barat yang kaya akan Sumber daya alamnya berupa Batubara. Saat ini telah
tercatat cadangan batubara di sawahlunto sebesar 12.161.521,94 ton dengan cada ngan terbukti
sebesar 7.755.690,03 serta cadangan terkira sebesar 12.161.521,94. Besarnya cadangan batubara
di sawahlunto telah memanggil para investor untuk menanamkan modalnya untuk perusahaan-
perusahaan tambang yang akan mengeksploitasi wilayah tersebut sehingga sampai saat ini
tercatat ada 13 perusahaan tambang yang telah mendapat izin dari dinas ESDM setempat untuk
melakukan kegiatan pertambangan diwilayah ini. Dengan 10 perusahaan beroperasi dengan
menggunakan metode tambang bawah tanah serta tiga perusahaan lainya menggunakan metode
tambang terbuka sehingg pendapatan terbesar APBD dari kabupaten sawahlunto adalah dari
pertambangan. Dengan potensi yang besar serta banyaknya perusahaan tambang yang beroperasi
di wilayah tambang batubara sawahlunto menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya
masyarakat di sekitar tambang, PETI, serta pengawasan terhadap proses penambangan tersebut
sehingga akibat dari semua permasalahan tersebut berujung pada ledakan tambang yang terjadi
bukit ngalau cigak tersebut. Ledakan tambang yang terjadi di sawahlunto dikategorikan sebagai
kecelakaan tambang karena mengandung unsur-unsur diantaranya:
1. Benar - benar terjadi.
2.Mengakibatkan cedera pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh KTT.
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan.
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang
diberi ijin.
5. Terjadi di dalam kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
2. Peralatan
Dalam melakukan proses penambangannya 50 orang korban ledakan ini menggunakan peralatan
seadanya yaitu berupa belincong dan palu. Dan tidak ada perlatan-perlatan tambang bawah tanah
modern yang digunakan. Tentu ini berdampak buruk karena belincong yang digunakan untuk
melubangi lapisan batu bara akan memercikan api dan ini mengakibatkan gas metana yang
terperangkap dalam tambang tersebut meledak. Kedaaan ini sebenarnya dapat diatas asal saja
para pekerja memiliki peralatan yang memadai berupa ventilasi buatan yang akan menormalkan
kadar gas metana dalam tambang bawah tanah tersebut. Selain dari pada itu juga diperlukan gas
detector untuk mengetahui kandungan gas-gas berbahaya dalam tambang tersebut. Andaikan
para pekerja denga peralatan yang lengkap dan modern tentunya kecelakaan dapat dihindari
karena dengan perlatan seperti gas detector maka akan diketahui kandungan gas metana saat itu
adalah 5-15% dan ini berbahaya jika dilakukan penambangan maka salah satu cara
mengantisipasinya dengan mengaktifkan ventilasi buatan untuk mengalirkan udara kedalam
tambang sehingga mampu meneralkan gas metana hingga menjadi normal kembali sampi 0,25-
2%. Dengan ini jelas peralatan yang digunakan berpengaruh terhadap terjadinya ledakan
tambang tersebut selain itu diperkirakan ledakan tambang tersebut disebabkan oleh peralatan
yang dibawa para pekerja seperti genzet dan genzet ini mengalami konsleting sehingga
memercikkan api yang mengakibatkan munculnya ledakan tambang batu bara tersebut.
Solusi dari permasalahan diatas :
1. Menghindari penggunaan mesin/ peralatan peledakan yang berbahaya. Sesuai dengan isi
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 ayat (1) dan (2)Butir
a yang berbunyi :
“(1)Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau
instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan”.
3. Material
Tambang sawah lunto merupakan tambang bawah tanah dengan barang tambang berupa
batubara.Kita mengetahui setiap lapisan batubara mengandung CBM atau coal bed methane (gas
metana). Gas metatna ini akan keluar dengan sendirinya jika bersentuhan dengan udara. Kadar
normal gas metan yang diperbolehkan dalam tambang bawah tanah adalah 0,25-2% sedangkan
kondisi saat ledakan tersebut berkisar antara 5-15%. Apakah ini sebuah masalah tentu saja
tidak.Keadaan seperti ini sebenarnya kerap terjadi di tambang bawah tanah hanya saja untuk
menetralkannya dibutuhkan ventilasi buatan yang memadai. Sehingga dapat kita simpulkan
bahwa material bukanlah faktor yang berpengaruh akan terjadinya kecelakaan tersebut.
Solusi permasalahan dari segi material adalah :
1. Adanya peningkatan keselamatan kerja ketika dilakukan kegiatan penambangan material.
Sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 BAB II Ruang Lingkup Pasal 2 ayat (2)
Butir e yang berbunyi :
2. Pekerja harus berhati-hati agar tidak terkena material yang terpelanting pada saat peledakan
dengan memakai peralatan yang ditetapkan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 BAB II Ruang Lingkup Pasal 2 ayat (1) dan (2) Butir k yang berbunyi :
“(1)Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
k.dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan
benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.”
4. SOP
Perusahaan memiliki tanggung jawab atas semua yang terjadi di wilayah KP-nya seperti
kecelakaan dan sebagainya. Maka dari pada itu untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan
pemahaman karyawan akan K3 dan SOP yang berlaku di perusahaan tersebut untuk dapat
menimalisir kecelakaan-kecelakaan yang akan terjadi. Sekarang mari kita tinjau kasus ledakn
tambang di sawahlunto. Beberapa korban yang selamat ada yang menturkan bahwa ada beberapa
karyawan yang merokok dalam melakukan proses penambangannya tentu saja ini sudah
menyalahi K3. Dengan ini di dapat dua kemungkinan apakah perusahaan tersebut yang tidak
memiliki manajemen K3 dan SOP atau karyawannya yang tidak menghiraukan SOP dan K3 dari
perusahaan. Maka untuk menjawab ini kita membutuhkan data-data penunjang salah satunya
bahwa kecelakaan yang terjadi pada 16 juni 2009 ini bukanlah kecelakaan yang pertama namun
ini adalah kecelakan yang ke sekiankalinya pada posisi yang sama. Dari tahu 2002-2009
terhitung 91 korban meninggal akibat ledakan tambang bawah tanah tersebut.Ini menandakan
tidak adanya SOP dan K3 di perusahaan yang menguasai wilayah KP tersebut karena seringnya
terjadi kecelakaan tambang dan tidak ada upaya antisipasi.
Solusi kesalahan dari segi SOP adalah :
Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 BAB III Syarat-Syarat
Keselamatan Kerja Pasal 3 ayat(1) Butir a-f yang berbunyi :
“ (1)Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.mencegah dan mengurangi kecelakaan; b.mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d.memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.memberi pertolongan pada kecelakaan. f.memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
”
Dari empat aspek diatas dapat kita simpulkan bahwa ledakan tambang yang terjadi di sawahlunto
diakibatkan oleh faktor SOP dan K3 perusahaan yang tidak ada, peralatan yang digunakan tidak
menunjang K3, manusia atau pekerja yang tidak terampil dan tidak berpengalaman dalam dunia
pertambangan dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif.