Anda di halaman 1dari 52

LaporanKasus

PNEUMONIA ASPIRASI

Oleh :
dr. Ida BagusGdeSujana, Sp.An, M.Si

AnakAgungPutriSatwika

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMFANESTESI DAN REANIMASI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................vi
BAB I Pendahuluan .....................................................................................................1
BAB II TinjauanPustaka .............................................................................................. 3
2.1 Pneumonia Aspirasi ..................................................................................3
2.1.1Definisi ............................................................................................3
2.1.2Epidemiologi ...................................................................................3
2.1.3Etiologi ............................................................................................ 3
2.1.4 DayaTahanTraktusRespiratorius .................................................... 5
2.1.5 Patofisiologi .................................................................................... 7
2.1.6 Klasifikasi ....................................................................................... 11
2.1.7 GejalaKlinis .................................................................................... 12
2.1.8 Diagnosis ........................................................................................ 13
2.1.9 PemeriksaanPenunjang ................................................................... 14
2.1.10 Penatalaksanaan ............................................................................ 17
2.1.11 Diagnosis Banding ........................................................................ 18
2.1.12 Komplikasi.................................................................................... 20
2.1.13 Prognosis ...................................................................................... 21
2.1.14 Pencegahan ................................................................................... 22
2.2 Pneumonia PadaPasien Stroke................................................................. 22
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 22
2.2.2 Epidemiologi .................................................................................. 23
2.2.3 Patofisiologi .................................................................................... 23
2.2.4 FaktorResiko ................................................................................... 24
2.2.5 Penatalaksanaan .............................................................................. 25
2.2.6 Pencegahan ..................................................................................... 25
2.3 SindromMendelson .................................................................................. 26

iii
2.3.1 Definisi ........................................................................................... 26
2.3.2 GejalaKlinis .................................................................................... 27
2.3.3 Patofisiologi .................................................................................... 27
2.3.4 Penatalaksanaan .............................................................................. 28
BAB III LaporanKasus ............................................................................................. 32
BAB IV Pembahasan ................................................................................................39
BAB V Penutup .......................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................47

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Faktorresiko yang berhubungandengan pneumonia aspirasi………... 5


Gambar 2a.Sistemrespirasimanusia ……………………………………………. 6
Gambar 2b.Sistemrespirasimanusia …………………………………………… 6
Gambar 3.Paru-paru yang mengalamiinfeksi …………………………………… 10
Gambar 4. Alveoli yang terisiolehaspirsimakanan ……………………………... 11
Gambar 5.Aspiration pneumonia.Memperlihatkaninfiltratpadaparu ….... ...... ..15
Gambar 6.Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah
menunjukkan benda logam di kiri bawah bronkus lobus........................ 16
Gambar 7. Gambaran pneumonia denganmenggunakan MRI terlihatpadapanah
yangterbesar………………………………………………………….... 17
Gambar 8.Skema diagnosis pneumonia aspirasi ………………………………...... 18
Gambar 9.Atelektasis.Lobuskiriatastertarik.Tampakbagianatas aorta knob... 19
Gambar 10.Gambarfototoraksposisi PA tegakmenunjukkanefusi pleura sisikiri
danhilangnyasudutcostophrenikuskiri lateral …………………….... 19
Gambar 11.FotoToraks. Massa parukananatas……………………………….....20
Gambar 12.FotoToraks AP (21/09/2016)……………………………………..…. 37

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.Predisposisiterjadinya pneumonia aspirasi ………………………………….. 8


Tabel 2.Predisposisiterjadinya pneumonia aspirasi………………………………….. 30

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh
maupun di luar tubuh penderita.1
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru.Tahun 1936 pneumonia menjadi
penyebab kematian nomor satu di Amerika.Penggunaan antibiotik, membuat
penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian.Namun tahun 2000, kombinasi
pneumonia dan influenza kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial
ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.1
Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia
aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor
predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa
kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien
dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang
mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang
dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat. Ini juga merupakan komplikasi yang
disebabkan oleh anestesi umum, yang terjadi sekitar 1 dari 3000 operasi dengan
anesthesia umumdan merupakan 10-30% persen penyebab kematian yang terkait
dengan anestesi.Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada
perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1
Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat
respirasi kesaluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru.
Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi serta daya
tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk berdasarkan etiologi
dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga berbeda.2

1
Agen-agen mikroba yang menyebabakan pneumonia memiliki tiga bentuk
transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran
hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius
adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran
secara hematogen lebih jarang terjadi.3
Hubungan pneumonia dengan stroke ada pada pneumonia aspirasi, terjadi pada
pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup isi lambung selagi tidak
sadar (misalnya pada stroke) atau muntah berulang.Pada pasien ini, gangguan refleks
tersendak dan menelan yang mempermudah aspirasi.Pneumonia yang terjadi
sebagian bersifat kimiawi, karena efek asam lambung yang iritatif, dan sebagian
bakteri.Bakteri aerob lebih dominan daripada bakteri anaerob. Bakteri jenis tersebut
sering menyebabkan nekrosis, memperlihatkan perjalan penyakit yang fulminant dan
sering menjadi penyebab kematian pada pasien yang rentan aspirasi.3 Pada laporan
ini akan dibahas terkait pneumonia aspirasi yang terjadi pada pasien dengan stroke.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia Aspirasi


2.2.1 Definisi
Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung
ke dalam larynx dan saluran pernafasan bawah.Beberapa sindrom pernafasan
mungkin terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi,
frekuensi aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi. Pneumonitis aspirasi
(Mendelson’s syndrome) adalah jejas kimia yang disebabkan oleh inhalasi isi
lambung.1Nama lain nya yaitu Anaerobic pneumonia, aspirasi vomitus, pneumonia
necrotizing, pneumonitis aspirasi, pneumonitis kimia.

2.1.2 Epidemiologi
Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia
aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor
predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa
kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien
dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang
mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang
dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat. Ini juga merupakan komplikasi yang
disebabkan oleh anestesi umum, yang terjadi sekitar 1 dari 3000 operasi dengan
anesthesia umumdan merupakan 10-30% persen penyebab kematian yang terkait
dengan anestesi. Pneumonia aspirasi lebih sering dijumpai pada pria daripada
perempuan, terutama usia anak atau lanjut.1,4

2.1.3 Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi
asamlambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingealmenyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral
oil atau vegetable oil dapatmenyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda

3
asing merupakan kegawatdaruratanparu dan pada beberapa kasus merupakan faktor
predisposisi pneumonia bakterial.1,5
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya
polimikrobialnamun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di
komunitas atau di RS. PadaPAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob
obligat (41-46%) yang terdapat di sekitargigi dan dikeluarkan melalui ludah,
misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiellapnemoniae dan
Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus,
danPeptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi
kuman anaerobfakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia, dan
S. aureus di samping bisajuga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.1,4
Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain:
 Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex batuk
dan penutupan glottis.
 Disfagia dari gangguan syaraf
 Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan
yang melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung.
 Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi,
endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric
feeding (NGT)
 Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan yang
diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan posisi terlentang.
 Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan
ventilator, penyakit periodontal dan trakeotomi.
Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya
volume aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis
aspirasi.
Pasien dengan stroke atau penyaki kritis yang membutuhkan perawatan
biasanya mempunyai beberapa factor resiko dan memperbaiki kasus yang
mempunyai proporsi yang besar.Kurangnya kebersihan gigi khususnya pada orang
tua atau pasien yang kondisinya lemah, menyebabkan koloni dalam mulut dengan

4
organism patogenik yang secara potensial bisa menyebabkan bertambahnya jumlah
bakteri.Peningkatan resiko infeksi dapat menyebabkan aspirasi.

Gambar 1. Faktor resiko yang berhubungan dengan pneumonia aspirasi4

2.1.4 Daya tahan traktus respiratorius


Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegahinfeksi dan terdiri dari:3
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasoorofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
yangdikeluarkan oleh set epitel tersebut.
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imunoglobulin A(IgA).5

5
Gambar 2a. Sistem respirasi Manusia6

Gambar 2b.Sistem respirasi Manusia6

6
2.1.5 Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini terdapat
perananaksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang
teraspirasi. Terdapat 3faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi,
yaitu sifat material yang teraspirasi,volume aspirasi, serta faktor defensif host.3
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan
antaraberbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada
parenkim disertaibronkiolitis dan gangguan interstisial.Perubahan patologis meliputi
kerusakan epitel,pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan
bronkus.Selanjutnya terjadi infiltrasi selradang peribronkial (peribronkiolitis) dan
terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial, duktusalveolaris maupun dinding
alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin danperdarahan intra
alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.3
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret
orofaringeal,nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah.
Penyakit ini terjadi pada orang dengan level kesadaran yang berubah karena serangan
cerebrovascular accident (CVA), CNS lesion mass, keracunan obat atau overdosis
dan cidera kepala. Kebanyakan individumengaspirasi sedikit secret orofaringeal
selama tidur, dan secret tersebut akan dibersihkan secaranormal.3
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1
1. Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk
(kejang,stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
2. Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring,
scleroderma)
3. Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan
aspirasi,hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran
napas.

7
Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi1
Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi
Perubahan tingkat kesadaran
 Stroke
 Kejang
 Intoksikasi (alkohol dan obat lainnya)
 Trauma kepala
 Anastesi
Mekanisme
 Nasogastric tube
 Intubasi endotrakeal
 Tracheostomy
 upper gastrointestinal endoscopy
 bronchoscopy
Penyakit neuromuskuler
 multiple sclerosis
 parkinson’s disease
 myasthenia gravis
 bulbar atau pseudobulbar palsy
Gangguan gastro-oesophageal
 inkompetensi sfingter cardiac
 striktur oesophageal
 neoplasma
 obstruksi gaster
 protracted vomiting
Lainnya
 posisi recumbent
 general debility

Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara


infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan
pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret
orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides,
Fusobacterium,Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang
paling sering ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk.
Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu,
dengan demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk
disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada
parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang
berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru

8
kanan bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi
karena banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.2
Resiko dari aspirasi secara langsung terkait dengan level kesadaran pasien
seperti misalnya penurunan Glascow ComaScale(GCS) yang dihubungkan dengan
resiko aspirasi yang meningkat. Luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung
terkait dengan volume dan kadar asam cairan yang dihirup. Aspirasi isi lambung
dalam jumlah besar juga dikenal dengan Mendelson syndrome, yang bisa
menyebabkan pernafasan akut dalam waktu 1 jam.Kadar asam dan isi lambung
menghasilkan pembakaran kimia pada cabang tracheobronchial yang terlibat dalam
aspirasi.
Sebuah penelitian pada tikus menunjukkan bahwa terdapat dua fase
mekanisme kerusakan paru setelah aspirasi asam. Puncak fase pertama terjadi pada
satu hingga dua jam setelah aspirasi dan menghasilkan efek langsung yang
diakibatkan pH yang rendah saat aspirasi pada sel-sel alveolar-permukaan kapiler.
Fase kedua, puncak pada empat hingga enam jam, berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil ke dalam alveoli dan intestinum paru, dengan karakteristik gambaran
histologist inflamasi akut. Mekanisme jejas pada paru setelah aspirasi lambung
melibatkan mediator-mediator inflamasi, sel-sel inflamasi, adesi molekuler, dan
enzim, terdiri dari Tumor Necrosis Factor a,, interleukin-8, cyclooxygenase dan
produk lipoxygenasedan Reactive Oxygen Species (ROS). Meskipun neutrofil dan
komplemen berperan dalam perkembangan jejas, penelitian pada hewan,
neutropenia, inhibitor fungsi neutrofil, menginaktivasi interleukin-8 (chemoatraktan
poten neutrofil), dan inaktivasi komplemen melemahkan jejas akut pada paru yang
diinduksi aspirasi asam.2
Karena asam lambung mencegah pertumbuhan bakteri, isi lambung tetap steril
dibawah kondisi normal.kesterilan isi lambung yang relatif normal, bakteri tidak
menjalankan peran dalam tahap awal penyakit. Ini tidak sepenuhnya baik bagi pasien
dengan gastroparesis atau sembelit atau bagi mereka yang menggunakan antasida
(Proton Pump Inhibitor/PPI,H2 receptor antagonist).Dengan tanpa melihat jumlah
bakteri inokulum, infeksi bakteri yang parah bisa saja terjadi setelah cidera kimia
awal.Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan
terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan

9
jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama
secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril
sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri.Enam puluh sampai 100% terdiri
dari kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada
aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.2,5
Ada dua persyaratan untuk menghasilkan pneumonia aspirasi:
1. Membahayakan bagi pertahanan biasa yang melindungi saluran bawah, termasuk
penutupan glottis, reflek batuk, dan mekanisme pembukaan.
2. Sebuah inolukrum mengganggu saluran bawah dengan sifat toksiknya langsung,
stimulasi proses peradangan dari bakteri inolukrum yang cukup atau
penghambatan karena volume zat atau zat partikelnya yang cukup.

Gambar 3.Paru-paru yang mengalami infeksi1

Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya


makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi
adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan
tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut
dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan
dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan
yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi
berulang.2

10
Gambar 4.Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan1

2.1.6 Klasifikasi
Aspirasi bisa terjadi pada individu yang sehat tanpa gejala perkembangan
infeksi tergantung pada faktor-faktor lain seperti ukuran inolukrum, besarnya efek
yang dihasilkan oleh organisme dan pertahanan bagian yang ditempatinya seperti
penutupan glottis, reflek batuk, dan status imunologis.Pneumonia bisa muncul
mengikuti aspirasi mikroorganisme yang virulen.Dan istilah pneumonia digunakan
untuk kemunculan pneumonia ketika ukuran inolukrum cukup luas dan/atau
gagalnya pertahanan bagian yang ditempatinya.
Aspirasi bisa dibagi menjadi dua kategori. Ini mempunyai penilaian penting,
yang akan menyebabkan bakteri pneumonia dengan organism mulut mendominasi.
Aspirasi isi lambung akan menyebabkan sebuah pneumonitis kimia (contoh:
Mendelson’s syndrome) karena isi lambung biasanya steril, tapi kadar asamnya
menghasilkan perkembangan radang yang cepat pada paru-paru. Terdapat tumpang
tindih antara pneumonia dan pneumonitis, tetapi memungkinkan untuk membuat
perbedaan dan menyesuaikan perawatan yang sesuai.Sindrom-sindrom aspirasi yang
lain termasuk penghambatan saluran karena benda asing dan pneumonia lipoid
eksogen.
Aspirasi meliputi beberapa sindrom aspirasi:
1. Pneumonitis kimia: aspirasi agen toksik seperti asam lambung, cidera
instanteneus ditandai dengan hipoksemia. Pengobatan membutuhkan dukungan
ventilator bertekanan positif.

11
2. Reflek penutupan saluran nafas: aspirasi cairan (air, garam, makanan nasogastrik)
dapat menyebabkan laringospasme pada saluran pernafasan dan edema pulmo
yang menghasilkan hipoksemia. Pengobatan termasuk pernafasan dengan tekanan
positif yang tidak teratur dengan 100% oksigen dan isoproterenol.
3. Obstruksi mekanik: aspirasi cairan atau zat partikel (saluran pernafasan makanan
secara parsial, hot dog, kacang) bisa menghasilkan penghambatan mekanis yang
sederhana. Terjadinya batuk, desahan dab dispnea dengan atelektasis yang
terlihat pada X-ray di dada. Pengobatan memerlukan penyedotan trakeobronkial
dan menghilangkan zat partikel dengan serat optic bronkoskopi.
4. Pneumonia aspirasi: aspirasi bakteri dari orofaring. Pasien mengalami batuk,
demam, batuk berdahak dan hasil radiografi menunjukkan infiltrasi. Pengobatan
membutuhkanantibiotik.

2.1.7 Gejala Klinis


Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga
berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor
penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.Gejala klinis
dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses
paru dan dapat diikuti terjadinya empiema.Adapun gambaran klinis dari pneumonia
aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga
kehijauan, dan sputum tersebut berbau.Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat
berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk,
sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping
hidung.Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien
mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di
mulut setelah menelan.Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti
ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat
makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah
makan.Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napassesudah makan atau
minum.Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisamemberikan
gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada
saatistirahat, sianosis.Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan

12
keluhan demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50%
kasus). Kemudian bisaditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan,
bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
marah atau cemas.1,2,5

2.1.8 Diagnosis
Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan
daripemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan
kultur sputum yangjuga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk
mendiagnosis pasien di rumah sakit danbeberapa klinik yang ada fasilitas foto
polosnya.Namun, pada masyarakat (praktek umum),pneumonia biasanya didiagnosis
berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.Mendiagnosispneumonia bisa menjadi
sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan penyakit penyertalainnya.
Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk
membedakanpneumonia dari penyakit lain.1,5
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan
fisik olehtenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh,
peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) ,
denyut jantung yang cepat (takikardi) danrendahnya saturasi oksigen, yang
merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikanoleh oksimetri atau
analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, ataumemiliki
sianosis memerlukan perhatian segera.2,5
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat
bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang
sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni,
bronkofoni, “whisperedpectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura
(pleural friction rub). Distensiabdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah
paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2

2.1.9 Pemeriksaan penunjang

13
1 . Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang
mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “shift to the left”. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3

2.Pemeriksaan radiologi

Foto Toraks
Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.3
Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit
dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi
lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas
yang mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi tersebut
hanya lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/ menyatu (infiltrat).
Pada beberapa kasus pneumonia aspirasi bersifat akut dan akan bersih dengan cepat
ketika penyebab yang menimbulkan aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus,
pneumonia disebabkan oleh penyakit kronik dan aspirasi berulang akan
mengakibatkan pneumonitis basis paru kronik yang menampilkan bercak berawan
4,5
(perselubungan inhomogen).
Lokasi infiltrate:
 Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi
denganukuran lebih besar
 Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk
padalobus kanan dan kiri bagian bawah.
 Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus
lateralkiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.

14
 Pada pasien pecandu alkohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone,
kosolidasiyang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan.

Gambar 5.Aspiration pneumonia. Memperlihatkan infiltrat pada paru

Gambaran radiologi klasik dari pneumonia adalah perselubungan inhomogen


(konsolidasi) dengan air bronchograms sign, dengan distribusi segmental atau
lobar.Pneumonia aspirasi dapat terjadi pada pasien yang kesulitan
menelan.Pneumonia disebabkan oleh aspirasi bahan-bahan yang terinfeksi dari
orofaring dan esophagus ke dalam saluran napas bawah.Keadaan ini sering ditemui
pada pasien yang tidak sadar dan pada pasien dengan penyakit neuromuscularatau
kelainan esophagus yang menimbulkan refluks (refluks gastroesofageal).Segmen
posterior lobus atas kanan atau segmen superior lobus bawah kanan yang sering
terkena.Infiltrat pada basis lobus bawah bilateral juga pertanda pneumonia aspirasi.
Aspirasi dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang akan memberikan gambaran
infiltrate difus.6
Pada foto toraks terlihat gambaran infiltrat pada segmen paru unilateral yang
dependen dan mungkin disertai kavitasi dan efusi pleura. Lokasi tersering adalah
lobus kanan tengan dan/atau lobus atas, meskipun lokasi ini tergantung kepada
jumlah aspirat dan posisi badan pada saat aspirasi.8

Computed Tomography Scanning (CT scan) Toraks


Pemeriksaan CT scan lebih unggul dibanding dengan foto konvensional dalam
menentukan sifat, luas, dan komplikasi aspirasi. Multidetektor CT (MDCT) telah
terbukti efektif dalam mengevaluasi adanya benda asing atau cairan. Pada pasien

15
yang diduga aspirasi benda asing, dalam hubungannya dengan MDCT, dapat
menggambarkan lokasi yang sesungguhnya. Temuan ini mungkin dapat membantu
penyebab aspirasi seperti fistulla atau tumor tenggorokan, laring, atau
kerongkongan.18Gambaran CT scan yang dapat kita peroleh pada pneumonia aspirasi
adalah adanya peningkatan densitas dari paru-paru yang terkena bahan aspirasi
berupa bayangan opak. Bayangan ini terlihat seperti konsolidasi dan ground-glass
opacities.3,5

Gambar 6. Aspirasi pneumonia. CT scan melalui bronkus lobus bawah


menunjukkan benda logam di kiri bawah bronkus lobus18

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Toraks


Beberapa penelitian besar dari MRI yang didedikasikan untuk penyakit
aspirasi pneumonia ini telah dilakukan. Namun, hasil dari studi kasus dipublikasikan
untuk mengkonfirmasi akurasi pencitraan MRI untuk kondisi-kondisi seperti
peradangan akut, granuloma, dan fibrosis. MRI berkerja baik dalam mendefinisikan
sifat aspirasi dan reaksi tubuh terhadap aspirasi. Beberapa penulis telah menemukan
bahwa MRI lebih unggul daripada CT scan dalam diagnosis lipoid aspirasi.8

16
Gambar 7.Gambaran pneumonia dengan menggunakan MRI terlihat pada
panah yang terbesar

2.1.10 Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak
dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan
yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau
masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan
postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila
penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah
sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob,
misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4,
atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit
bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi
berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau
penyesuaian antibiotik (AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2
1
minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.

17
Skema Diagnostik

Tanda dan gejala infeksi tractus respiratorius


inferior

Riwayat aspirasi isi lambung (pasti atau supect)

Ya Tidak

Rontgen Thorax Rontgen Thorax

Negatif Positif Negatif Positif

Peristiwa aspirasi Pneumonia asprasi Bronkitis Pneumonia

Durasi gejala > 24 Tidak diterapi Terapi antibiotik,


jam antibiotik, tindakan tindakan suportif
suportif

Tidak Ya

Tidak diterapi Terapi antibiotik,


antibiotik, tindakan tindakan suportif
suportif
Gambar 8.Skema diagnosis pneumonia aspirasi2

2.1.11 DIAGNOSIS BANDING

Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kolaps.Atelektasis sebenarnya bukan penyakit, tetapi

18
ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru.Atelektasis timbul karena alveoli
menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang.Terdapat dua penyebab utama
kolaps yaitu atelektasis absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau beronkiolus,
dan atelektasis yang disebabkan oleh penekanan. 5

Gambaran 9.Atelektasis.Lobus kiri atas tertarik. Tampak bagian atas aorta knob

Efusi pleura
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura.Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan
rongga dada.Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang
memisahkan kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam
rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung
kolesterol tinggi. 2

Gambaran 10.Gambar Foto toraks posisi PA tegak menunjukkan efusi pleura sisi
kiridan hilangnya sudut costophrenikus kiri lateral

19
Massa di Paru
Karsinoma bronkogen dimulai sebagai bayangan noduler kecil di perifer paru
dan akan berkembang menjadi suatu massa sebelum terjadi keluhan. Biasanya massa
di paru sebesar 4-12 cm berbentuk bulat atau oval yang berbenjol (globulated) dan
kadang-kadang pada pemeriksaan tomografi terlihat gambaran radiolusen yang
menunjukkan adanya nekrosis di dalam tumor.3

Gambar 11.Foto Toraks. Massa paru kanan atas.

2.1.12 Komplikasi
Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia
seringkesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup
bernafas tanpabantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat
membantu sepertimesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus
lain pemasanganendotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernafasan.Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus
acute respiratory distresssyndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon
inflamasi dalam paru-parusegera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan
ini menyatu dengan kerasmenyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan
alveoli,harus membuat ventilasimekanik yang dibutuhkan.2

20
Syok sepsis dan septic
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.Sepsis terjadi
karenamikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin.Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus
pneumoniamerupakan salah satu penyebabnya.Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unitperawatan intensif di rumah sakit.Mereka membutuhkan cairan
infus dan obat-obatanuntuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak
turun sampai rendah. Sepsisdapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung
diantara masalah lain dan seringmenyebabkan kematian.2

Effusi pleura,empyema dan abces


Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan
menyebabkanbertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi
paru (cavum pleura).Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan
cairan ini disebutempyema.Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia,
cairan ini sering diambildengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari
hasil pemeriksaan ini.Padakasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika
cairan tidak dapatdikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik
tiak menembus denganbaik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat
dilihat dengan foto thoraxdengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan seringmengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses padaparu,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh
ahli bedah atau ahli radiologi.2

2.1.13 Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20%
padaPAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi adalah
sebesar5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom
Mendelsonmencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai empyema
sebesar 20%.1,3

21
2.1.14 Pencegahan
 Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi
asamlambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi dengan
diet lunakdan takaran yang lebih sedikit
 Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untukterjadinya
aspirasi.
 Pasang NGT pada pasien yang beresiko, contoh disfagia.
 Puasa 6-8 jam sebelum operasi1,3

2.2 Pneumonia Pada Pasien Stroke


2.2.1 Definisi
Pasca-stroke pneumonia telah digunakan untuk menggambarkan pneumonia
yang terjadi awal setelah stroke. Istilah stroke associated pneumonia telah digunakan
untuk pertama kalinya oleh Hilker et al. Mengacu pada konsep ini. SAP dijelaskan
ketika itu terjadi di 72 jam pertama masuk ke rumah sakit. Klasifikasi lain membagi
SAP ke tingkat akut (ketika pneumonia berkembang dalam waktu satu bulan stroke)
dan kronis (ketika itu terjadi paling lambat satu bulan).
Klinis Studi SAP menggunakan berbagai kriteria untuk menentukan SAP
mulai dari kriteria Center of Disease Control and Preventionuntuk menyelidiki
ventilator-associated pneumonia setelah stroke untuk meninjau diagnosis pasien dari
grafik. Menurut kriteria ini, kesehatan care associated pneumonia diklasifikasikan
menjadi 3 kategori: Klinis pneumonia yang didefinisikan, pneumonia dengan bakteri
umum atau patogen jamur berfilamen dan laboratorium khusus temuan dan
pneumonia di immunocompromised pasien.3
Menurut Lin Li et al (2014), SAP merupakan komplikasi stroke potensial yang
bisa dicegah dan mempunyai prognosis yang buruk. SAP terjadi sebagian besar pada
tahap akut dan kritis stroke. Stroke cerebral dan radang paru-paru bersamaan dapat
meningkatkan tingkat kematian pasien dalam 30 hari secara 4 kali lipat,
memperpanjang masa tinggal di rumah sakit sebanyak 3 kali lipat, dan

22
mengakibatkan peningkatan tajam dari biaya pengobatan. Gambaran klinis SAP
adalah:
- Manifestasi klinis yang beragam;
- Beragam patogen;
- Manifestasi klinis atipikal;
- Kondisi yang mudah kambuh; dan
- Perubahan yang cepat dari kondisi, mudah rumit dengan edema paru.
Patogenesis SAP terdiri disfungsi kekebalan tubuh, disfagia, atau edema paru
neurogenik.

2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat. Sedikit studi yang telah dilakukan untuk
mengetahui perbedaan antara pneumonia aspirasi dan pneumonitis aspirasi. Beberapa
studi menyatakan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus community-acquired pneumonia
diakibatkan oleh pneumonia aspirasi.
Pneumonia aspirasi dipertimbangkan sebagai penyakit yang paling sering,
namun tak ada statistik yang menunjukkannya. Angka kematian/kesakitan
dihubungkan dengan pneumonia aspirasi yang mirip dengan community-acquired
Pneumonia pada kira-kira 1% pasien yang rawat jalan dan meningkat hingga 25%
pada pasien yang diopname. Angka kematian ini cakupannya tergantung
pada hadirnya faktor penyulit atau komplikasi.Tingkat kematian akibat pneumonitis
aspirasi (Mendelson sindrom) bisa mencapai 70%.Pneumonia aspirasi tanpa
perawatan, dihubungkan dengan tingginya insidens timbulnya kavitas dan abses bila
dibandingkan dengan community-acquired Pneumonia.Walaupun demikian, ternyata
keduanya bisa menyebabkan komplikasi berupa empyema, sindrom distress
pernapasan akut, dan kegagalan pernapasan.Pneumonitis aspirasi dapat menyebabkan
kegagalan pernapasan dengan cepat.

2.2.3 Patofisiologi
Teori Aspirasi
Secara tradisional, SAP dianggap sebagai hasil aspirasi sekunder.Aspirasi dan
faktor risiko yang terkait seperti tingkat gangguan kesadaran dan disfagia telah

23
ditemukan menjadi faktor risiko penting untuk SAP di berbagai studi klinis. Banyak
pasien stroke memiliki gangguan mekanisme menelan menyebabkan aspirasi konten
oral saat tidur, yang mungkin secara teoritis terkait dengan transmisi dopamin
abnormal.9
Tingkat substansi dahak P rendah juga ditemukan pada pasien usia lanjut
dengan aspirasi pneumonia dan peningkatan kadar serum substansi P diamati dalam
studi klinis setelah mengobati pasien stroke dengan angiotensin-converting enzyme
inhibitor dengan resolusi bersamaan aspirasi, menyarankan peran lanjut substansi P
rendah aspirasi.
Namun, insiden yang lebih tinggi dari pneumonia pada pasien stroke
dibandingkan dengan orang lain yang menderita disfagia atau tingkat kesadaran yang
dikompromikan serta dominasi infeksi pada fase stroke akut ketika defisit neurologis
maksimal hadir, mencirikan bahwa mekanisme lain yang terlibat dalam patogenesis
SAP mendorong suatu perubahan imunologi.9
Beberapa mekanisme SAP mungkin menyebabkan kerusakan setelah stroke
akut. SAP umumnya terkait dengan demam, ketidakseimbangan elektrolit atau
hipoksia. Faktor-faktor ini secara teoritis dapat mengganggu stroke.Efek demam
telah banyak diteliti pada model binatang. Demam memperburuk inflamasi
menyebabkan akumulasi neutrofil dalam luka jaringan, sementara hipotermia
terapeutik memodulasi proses inflamasi ini.
Excitotoxicity saraf, oleh peningkatan pelepasan neurotransmiter dan radikal
bebas, adalah mekanisme lain dimana demam mungkin menyebabkan stroke
memburuk. Pada tingkat klinis, metaanalisis menunjukkan bahwa demam dikaitkan
dengan morbiditas dan kematian setelah stroke.Ketidakseimbangan elektrolit,
terutama hiponatremia, dapat memperburuk edema serebral dan pasien stroke
hyponatremic mungkin mengalami peningkatan mortalitas. Masuknya bakteri dan
lipopolisakarida ke dalam aliran darah mengaktifkan koagulasi serta sistem
fibrinolisis dan mungkin secara teoritis menghasilkan perpanjangan daerah infark.3

2.2.4 Faktor Resiko

Untuk disfagia neurogenik, pencegahan aspirasi pneumonia adalah tujuan


terapi umum.Meskipun tabung makan sering ditempatkan untuk mencegah

24
pneumonia aspirasi, tidak ada data yang menunjukkan bahwa mereka mengurangi
risiko pneumonia aspirasi di neurogenic disfagia.Selanjutnya, tabung makan telah
lama disebut-sebut sebagai faktor risiko aspirasi pneumonia. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus Gram-negatif yang serius pneumonia dan
bacteremia organisme pertama kali berkembang biak pada tabung, kemudian di perut
dan faring, dan akhirnya di paru-paru atau darah.4

2.2.5 Penatalaksanaan
Pengobatan SAP harus dimulai dengan cepat karena SAP berhubungan dengan
kematian dan memburuknya hasil neurologis.Pengobatan SAP dapat mengikuti
pedoman terapi didapat di rumah sakit tentang terapi awal pneumonia karena SAP
bisa terjadi di beberapa hari pertama setelah rawat inap.Keputusan tentang
pengobatan empiris antibiotik tergantung pada faktor risiko individu, tingkat
keparahan penyakit, waktu onset, mikrobiologi umum SAP dan data mikrobiologis
lokal dari lembaga.

2.2.6 Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam
dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan
orang dewasa yang beresiko tinggi yakni:
- Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
pneumoniae)
- Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).
- Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari
serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan sistem kardiovaskuler dan
mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan terjadinya
aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan menerapkan
pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan kesehatan
otak dan sistem saraf. Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama
lain dan saling mendukung mencegah stroke berulang.5

25
- Kendalikan tekanan darah
- Kendalikan diabetes
- Miliki jantung sehat
- Kendalikan kadar kolesterol
- Berhenti merokok

American Heart Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi


preventif primer maupun sekunder diantaranya:
- Preventif Stroke pada Hipertensi
Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut Bethesda stroke
center (2007) adalah:
a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan indeks
masa tubuh 20-25kg/m2,
b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4 gr
Na+/hari,
c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi, d. Makan
buah dan sayur,
e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh.
- Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang hampir
normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif
dalam menurunkan progresivitas penyakit hipertensi dan ginjal dan
direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus.6
- Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi yang seimbang, olah raga secara
teratur, berhenti merokok, dan mengurangi alkohol.6

2.3 Sindrom Mendelson


2.3.1 Definisi
Aspirasi pneumonitis didefinisikan sebagai cedera paru akut setelah
menghirup muntahanisi lambung. Sindrom ini terjadi pada pasien yang memiliki
gangguan kesadaran seperti yang disebabkan oleh overdosis obat, kejang, kecelakaan

26
cere-brovascular besar, atau penggunaan anestesi. Adnet dan Baud menunjukkan
bahwa risiko aspirasi meningkat sesuai dengan tingkat kesadaran (yang diukur
dengan Glasgow Coma Scale).Secara historis, sindrom paling sering dikaitkan
dengan aspirasi pneumonitis adalah sindrom Mendelson, dimana pada Tahun 1946
Mendelson melakukan penelitian pada anesthesia umum yang dilakukan pada pasien
kebidanan.

2.3.2 Gejala Klinis


Mendelson mengklasifikasikan 2 kelompok gejala akibat aspirasi dari isi
lambung. Kelompok pertama adalah gejala akibat dari bahan padat isi lambung yang
mempunyai tanda dan gejala sianosis, suara wheezing, batuk-batuk, takipneu,
hipotensi dan mediastinal shift serta pada foto rontgen thoraks tampak konsolidasi
jaringan paru. Kelompok kedua adalah gejala dikenal dengan sindroma Mendelson
klasik yaitu akibat dari aspirasi asam dengan gejala spasme bronchus, takhipneu,
wheezing, sianosis dan rasa panas.

2.3.3 Patofisiologi
Aspirasi isi lambung, penyebab, akibat dan gejalanya dapat dibedakan oleh 3
bahan aspirat yaitu berupa asam, partikel (sisa makanan) dan bakteri.Secara umum
aspirasi dapat dicegah dengan menjaga isi lambung agar tidak masuk ke esophagus
dan faring, aspirat yang di faring dijaga tidak masuk trakhea dan paru.Selain bahan
aspirat, volume isi lambung menentukan keparahan akibat aspirasi sehingga jumlah
yang cairan masuk paru diupayakan menjadi lebih sedikit.
Timbulnya reaksi akibat aspirasi asam dapat terlihat segera setelah kejadian
atau gejala yang timbulnya lambat.Aspirasi asam lambung terjadi 2 fase yaitu trauma
pada jaringan dan reaksi keradangan. Dalam waktu 5 detik, asam akan bereaksi
dengan mukosa trakhea dan alveoli, dan dalam waktu 15 detik telah terjadi
netralisasi. Enam jam kemudian akan kehilangan lapisan sel superfisial yang bersilia
dan yang tidak bersilia. Regenerasi terjadi dalam waktu 3 hari, dan dalam waktu 7
hari terjadi regenerasi yang sempurna pada sel yang mengalami kerusakan. Sel
alveolar tipe II sangat peka terhadap asam hidroklorid dan mengalami kerusakan
dalam waktu 4 jam setelah terjadinya aspirasi. Peningkatan lisophophosphatidyle

27
choline yang cepat dalam 4 jam setelah aspirasi asam mengakibatkan peningkatan
permiabilitas alveolar dan cairan paru (lung water). Peningkatan cairan paru
mengakibatkan menurunkan compliance paru,, menurunkan kemampuan perfusi-
ventilasi paru. Pada fase kedua, ditandai dengan pelepasan sitokin sitokin inflamasi
yag terangsang dengan adanya zat asam seperti TNFα dan interleukin-8. Hal ini
akan merangsang ekspresi sel adhesion molecule L-selectin dan beta-2 integrins pada
neutrofil, and intercellular adhesion molecules (ICAM) pada endothel paru yang
selanjutnya merangsang reaksi peradangan (neutrophilic inflammatory response).
Akibatnya memicu reaksi peradangan yang menyeluruh yang memungkinan
terjadinya kegagalan kardiopulmoner.Aspirasi isi lambung secara bersamaan
menyebabkan terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing
dengan kerusakan jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam
lambung bekerja sama secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar.
Aspirasi partikel besar dari isi lambung, akan menimbulkan gejala obstruksi jalan
napas, dan dalam waktu pendek dapat terjadi kematian pasien, oleh karena itu
partikel tersebut harus segera dikeluarkan, dan dilakukan oksigenasi dan ventilasi
untuk menghindari hipoksia, dan segera dilakukan intubasi untuk mencegah aspirasi
selanjutnya. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai
bakteri.60-100% terdiri dari kuman anaerob.Gabungan kuman aerob dan anaerob
sering dijumpai pada aspirasi pneumoni yang terjadi di rumah sakit.Pseudomonas
aeroginosa, Klebsiella dan Escheresia colli merupakan kuman gram negatif yang
banyak dijumpai sebagai penyebab pneumonia nosokomial.Staphylococcus aureus
merupakan kuman gram positif yang patogen.Kuman gram negatif yang dijumpai
pada pemakaian ventilator, 34% berasal dari aspirasi isi lambung dan sekret
orofaring, dan diduga merupakan penyebab kematian pneumonia pasca bedah.

2.3.4 Penatalaksanaan
Aspirasi merupakan resiko dari tindakan anesthesia dan pemberian obat-
obatan yang mengurangi reflek proteksi jalan napas.Aspirasi dapat menyebabkan
pneumonitis, meningkatkan kejadian pneumonia dan adult respiratory distress
syndrome (ARDS).Tindakan segera setelah diketahui terjadi aspirasi, pertama adalah
terapi suportif dengan, pasien diposisikan head down untuk meminimalkan
kontaminasi isi lambung dengan paru.Mulut dan faring segera dibersihkan dengan

28
menekan cricoid.Pembersihan jalan napas melalui endotrakheal dapat dilakukan
dengan mengisap intratrakheal yang sebelumnya diberikan oksigen 100% dengan
PPV.Tindakan selanjutnya adalah melakukan bronhoscopy untuk membuang partikel
dari aspirat.Pemasangan oro/nasogastro ditujukan untuk mengosongkan lambung dan
mengukur derajat keasaman lambung.Terapi oksigen dan bronchodilator diberikan
sesuai dengan keadaan klinis dari pasien tersebut.Setelah diagnosis aspirasi
ditegakkan kelanjutan dari tindakan pembedahan dapat dibicarakan dan disesuaikan
dengan keadaan pasien. Setelah pembedahan berakhir dilihat keadaan klinik dalam 2
jam setelah aspirasi, apakah pasien perlu dilakukan tindakan lanjutan di ruang
perawatan intensif. Pertimbangan ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan jiwa
pasien.Warner melakukan studi retrospektif pada 66 pasien yang mengalami aspirasi.
Empat puluh dua pasien dari 66 orang dalam 2 jam tidak tampak adanya gejala dan
pasca bedah tidak dilakukan intervensi pada pernapasan. Delapan belas pasien yang
dilakukan rawat jalan 12 pasien, pulang pada hari tersebut. Delapan belas pasien dari
24 pasien yang menunjukan gejala wheezing, penurunan SpO2 lebih dari 10% dan
ada gambaran radiologis dari aspirasi dalam waktu 2 jam. Pasien tersebut dilanjutkan
perawatan di ICU untuk diberikan napas buatan. Tiga pasien dilakukan napas buatan
lebih dari 24 jam, dan 2 orang mengalami sindroma distres napas dan meninggal.
Pemberian antibiotika dilakukan bila pasien sudah dinyatakan
pneumonia.Pemeriksaan mikrobiologi dari pasien aspirasi diperlukan untuk
memastikan pemberian obat-obatan.Bahan aspirat membawa kuman masuk kedalam
jaringan paru. Dari penelitian bahan aspirat pada kasus aspirasi berat, didapatkan
kuman basili gram negatif 49%, bakteri anaerob 16% dan stafilokokus 12%.
Keberadaan kuman basili gram negatif menunjukan bahwa pasien tersebut
mengalami aspirasi dari bahan tractus gatrointestinal.Pemberian kortikosteroid masih
kontroversi.Pertimbangan penggunaannya adalah untuk mengurangi keradangan dan
stabilisasi membrane lysosom. Selain itu diduga dapat mencegah kerusakan sel paru
dengan cara melindungi pneumosit alveolar tipe II dan mengurangi aglutinasi
leukosit dan platelet. Hasil penelitian eksperimental oleh Downs JB et al menunjukan
efektivitas pemberian kortikosteroid ada hubungannya dengan nilai pH Aspirat, jika
pH aspirat berada pada 1,5-2,5 terapi corticosteroid berperan untuk membantu proses
kesembuhan acid aspiration pneumonitis. Dexamethasone diberikan 0,8 mg/kg BB

29
tiap 6 jam menurunkan cairan paru (lung water) secara bermakna mulai 24jam, dan
kembali kekeadaan normal setelah 72 jam. Bila pH aspirat lebih kecil dari 1,5 akan
terjadi kerusakan parensim paru yang hebat dan luas, oleh karena itu terapi steroid
tidak efektif. Apabila pH aspirat lebih besar dari 2,5 pemberian kortikosteroid tidak
ada artinya. Penelitian Wolfe et al, memperlihatkan bahwa pasien pneumonia pasca
aspirasi yang disebabkan oleh kuman gram negatif lebih banyak ditemukan pada
pasien yang diberi kortikosteroid.

Tabel 2. Predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi10


No Karakteristik Pneumonitis Aspirasi Pneumonia Aspirsi
1. Mekanisme Aspirasi isi lambung Aspirasi dari kolonisasi
yang steril materi orofaringeal
2. Proses patofisiologi cedera paru akut dari Respon inflamasi paru
bahan asam lambung akut terhadap bakteri dan
dan partikulat produk bakteri
3. Temuan bakteri Awalnya steril, Coccus gram positif,
berikutnya mungkin batang gram-negatif, dan
disertain dengan infeksi (jarang) bakteri anaerob
bakteri
4. Faktor predisposisi Penekanan terhadap Disfagia dan dismotilitas
utama kesadaran lambung
5. Kelompok usia Berbagai kelompok Umumnya usia tua
yang terinfeksi usia, umumnya usia
muda
6. Kejadian aspirasi Dapat disaksikan Biasanya tidak tampak
7. Presentasi khas Pasien dengan riwayat pasien dengan disfagia
penurunan tingkat yang menunjukkan gejala
kesadaran dengan klinis pneumonia dan
adanya infiltrate pada perkembangan gejala
paru dan tergantung segmen
berkembangnya gejala bronkopulmonal yang
pernapasan terkena

30
8. Gejala klinis Tidak ada gejala atau Takipnea, batuk, dan
gejala mulai dari batuk tanda-tanda pneumonia
produktif sampai
tachypnea, spasme
bronkus, dahak
berdarah atau berbusa,
dan gangguan
pernapasan terjadi 2
sampai 5 jam setelah
aspirasi

31
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : IKS
Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar / 31 Desember 1951
Usia : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan A. Yani Gang Jatayu No.20 Denpasar
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Suku : Bali
Agama : Hindu
Tanggal MRS : 21 September 2016
No.RM : 00829851

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUP Sanglah diantar oleh keluarganya pada
tanggal 21 September 2016 pukul 18.30 WITA dengan keluhan utama demam.
Demam dikatakan muncul sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Demam
dikatakan muncul mendadak, hilang timbul dan awalnya berespon dengan obat
penurun panas.Namun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan
demam dikatakan semakin berat dan tidak berespon dengan pemberian obat
penurun panas.Dikatakan tidak ada faktor yang memperberat maupun
memperingan keluhan demam tersebut.Keluhan penyerta seperti kejang,
penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal.
Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk yang dirasakan sejak kurang
lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk dikatakan berisi dahak

32
berwarna putih kekuningan dan kental.Batuk awalnya dikatakan ringan
kemudian semakin lama semakin memberat hingga pasien kesulitan untuk
mengeluarkan dahaknya.Keluhan batuk ini disertai dengan keluhan nafas yang
berbunyi grok-grok.Selain itu, pasien juga mengeluh sesak yang dirasakan
sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.Sesak dikatakan
muncul secara mendadak dan semakin lama semakin memberat. Keluhan lain
seperti batuk berisi dahak dan keringat malam disangkal.
Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah 3 hari sebelum masuk
rumah sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak kurang lebih ½ gelas
aiar mineral yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien
sebelumnya dan tidak ada darah.Sebelumnya pasien dikatakan memang sering
mengalami muntah dan tersedak terutama saat makan sejak pasien mengalami
stroke. Makan dan minum pasien dikatakan baik, BAB dan BAK dengan
pampers normal seperti biasa dan tidak ada darah.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Keluhan demam sebelumnya seperti saat ini disangkal.Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak lama yaitu lebih dari 10 tahun.Selain itu, pasien juga
memiliki riwayat stroke lebih dari 4 kali dimana stroke terakhir terjadi pada
Bulan Januari 2016.Stroke dikatakan jenis penyumbatan dan kelemahan yang
terjadi dikatakan pernah di sisi kanan maupun sisi kiri tubuh pasien.Pasien juga
dikatakan memiliki gangguan ginjal oleh keluarganya namun tidak diketahui
berapa kadar creatinin sebelumnya. Riwayat penyakit jantung, paru dan
diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Pengobatan:
Terkait keluhan demam yang dikeluhkan pasien, pasien sempat
mengkonsumsi obat penurun panas berupa paracetamol, namun demam
dikatakan belum membaik. Pasien juga sempat mengkonsumsi obat batuk yang
diperoleh dari dokter pribadinya namun pasien lupa nama obat tersebut dan
batuk tidak menghilang. Sebelumnya pasien mengkonsumsi Irbesartan 150mg
untuk mengontrol tekanan darahnya.Namun dikatakan pasien tidah rutin

33
mengkonsumsi obat.Terkait gangguan ginjal, pasien dikatakan belum pernah
mendapatkan terapi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat hipertensi, stroke, diabetes mellitus, penyakit jantung, paru maupun
ginjal di keluarga disangkal.

Riwayat Sosial:
Pasien adalah seorang wiraswasta namun saat ini sudah tidak bekerja.Semenjak
mengalami stroke pasien hanya tidur berbaring di rumah dengan aktivitas
sehari-hari yang bergantung kepada keluarganya.Pasien menyangkal adanya
kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit (21 September 2016)
Status Present :
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 112 kali/menit
Suhu Axilla : 38,7o C
Respirasi : 36 kali/menit, spontan
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 25,7 kg/m2

Status General:
Mata : anemis +/+, ikterus -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
edema palpebra -/-
THT : dalam batas normal
Leher : JVP ± 0 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris

34
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikular +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-

Status Neurologi:
GCS : E4V5M6
Rangsang meningeal : -/-
Reflek pupil : +/+
Paresis CN : paresis nervus VII sinistra supranuklear
Tenaga : 333333
333 333
Reflek fisiologis : +++ +
+++ +
Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra

2. Pemeriksaan fisik saat pemeriksaan (14 November 2016)


Status Present :
GCS : E2VxM4
Tekanan Darah : 142/85 mmHg
Nadi : 94 kali/menit
Suhu Axilla : 36,8o C
Respirasi : 27 kali/menit on ventilator (SIMV, PEEP 5, FO2 40%)
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 25,7 kg/m2
Status General:
Mata : anemis +/+, ikterus -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
edema palpebra -/-
THT : dalam batas normal
Leher : JVP ± 0 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris

35
Cor : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikular +/+, rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), Bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-

Status Neurologi:
GCS : E2VxM4
Rangsang meningeal : -/-
Reflek pupil : +/+
Paresis CN : tidak dapat dievaluasi
Tenaga : tidak dapat dievaluasi
Reflek fisiologis : +++ +
+++ +
Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium :
 Darah lengkap 21/09/2016:
WBC 14,31 x 103/µL (4,1-11); HGB 11,97 (13,5-17,5) g/dL ; HCT 37,34 %
(41-53) ; MCV 91,92 fL (80-100) ; MCH 29,47 pg (26-34) ; MCHC 32,06
g/dL (31-36) ; PLT 301,9 x103/µL (150-440)
 Faal Hemostasis (21/09/2016) :
PPT 14,2 detik (10,8-14,4) ; aPTT 29,70 detik (24-36) ; INR 1,17 (0,9-1,1)
 Kimia darah (21/09/2016) :
SGOT 18,8 U/L (11-33) ; SGPT 10,60 U/L (11-50) ; Albumin 3,81 g/dL
(3,40-4,80) ; BUN 79,0 mg/dL (8-23) ; SC 9,22 mg/dL (0,7-1,2) ; Asam
Urat 9,10 mg/dL (2-7) ; Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dL (70-140) ;
HbA1C 4,3% (4,8-5,9)
 AGD (21/09/2016) :
pH 7,33 (7,35-7,45) ; pCO2 29,5 mmHg (35-45) ; pO274,20 mmHg (80-
100) ; BE -10,6 mmol/L (-2-2) ; HCO3-15,3 mmol/L (22-26) ; SO2c

36
94,3%(95-100) ; 134 mmol/L (136-145) ; K 3,09 mmol/L (3,5-5,1) ; Cl 94
mmol/L (96-108)
 Procalcitonin (22/09/2016) :2,04 ng/mL (Resiko tinggi)
 Imunoserologi (22/09/2016) : HBsAg non reaktif, Anti HCV non reaktif
 Urine Lengkap (22/09/2016) : pH 6,00 (4,5-8) ; leukosit positif (++) ;
protein positif (++) ; glukosa normal ; keton negative ; darah positif (+++) ;
urobilinogen negatif ; bilirubin negatif ; leukosit 22,40/µL (≤5,8) ; leukosit
sedimen 4,00/HPF (≤2) ; eritrosit 521,80/µL (≤6,4) ; eritrosit sedimen
93,90/HPF (≤2) ; sel epitel 5,80/µL (≤3,5) ; sel epitel sedimen 1,00/HPF
(≤1) ; silinder 0,91/µL (≤0,47) ; silinder sedimen 2,64/LPF (≤2) ; bakteri
19,60/µL (≤23)

2. Thorax AP

Gambar 12. Foto Toraks AP (21/09/2016)

Hasil Bacaan:
Cor kesan membesar ke kiri
Tampak kalsifikasi di aorta knob
Pulmo tampak infiltrate di paracardial kanan
Sinus pleura kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan kiri kesan normal
Tulang-tulang tak tampak kelainan

37
Kesan:
Cardiomegali (ASHD)
Pneumonia

V. DIAGNOSIS
- Pneumonia Aspirasi
- Sepsis
- Retensi Sputum
- Acute on Chronic Kidney Disease et causa Pyelonefritis Kronis
- Hipertensi stage II
- Hiperurisemia
- Completed Stroke

VI. TATALAKSANA
Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena
Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena
Levofloxacine 750 mg @ 24 jam intravena
Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena
N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral
Asam folat 2 mg @ 12 jam intraoral
Irbesartan 150 mg @ 24 jam intraoral
Amlodipin 10 mg @ 24 jam intraoral
Allopurinol 100 mg @ 24 jam intraoral
Asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral

38
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Epidemiologi
Teori:
Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia
aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor
predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa
kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien
dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang
mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang
dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat.Pneumonia aspirasi lebih sering
dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.Pasien yang
mengalami pneumonia aspirasi di fasilitas kesehatan lebih banyak dibandingkan
pneumonia komunitas yaitu sekitar tiga kali lebih banyak, sehingga angka
mortalitasnya pun berbeda yaitu sekitar 28,4% untuk pneumonia aspirasi di fasilitas
kesehatan dan sekitar 19,4% untuk pneumonia aspirasi komunitas.
Kasus:
Pada kasus ini pasien merupakan seorang laki-laki berusia 54 tahun dimana
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, pasien didiagnosis dengan pneumonia aspirasi.Berdasarkan epidemiologi,
jenis kelamin laki-laki lebih sering menderita pneumonia aspirasi.Pneumonia aspirasi
lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan dengan wanita terutama pada usia anak
atau lansia karena sistem pernapasan dibawa oleh kromosom X, dan pada laki-laki
hanya memiliki jumlah kromosom X hanya satu, berbeda dengan wanita yang
memiliki jumlah kromosom X yang lebih, sehingga pada wanita lebih bagus fungsi
paru-parunya daripada pria. Terjadinya pneumonia aspirasi paling umum terjadi pada
pasien yang memiliki gangguan neurologis yang mempengaruhi kesadaran ataupun
terjadinya disfagia.Pada pasien dalam kasus ini diketahui memiliki riwayat stroke
sehingga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aspirasi pada pasien ini,
dimana pada stroke dapat dijumpai adanya disfagia.

39
4.2 Diagnosis
4.2.1 Anamnesis
Teori:
Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga
berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor
penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.Gejala klinis
dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses
paru dan dapat diikuti terjadinya empiema.Adapun gambaran klinis dari pneumonia
aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga
kehijauan, dan sputum tersebut berbau.Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat
berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk,
sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping
hidung.Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien
mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di
mulut setelah menelan.Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti
ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat
makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah
makan.Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napassesudah makan atau
minum.Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisamemberikan
gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada
saatistirahat, sianosis.Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan
keluhan demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50%
kasus). Kemudian bisaditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan,
bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
marah atau cemas.1,2,5
Kasus:
Gejala awal yang tampak pada pasien ini berupa demam.Demam dikatakan
muncul sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Demam dikatakan muncul
mendadak, hilang timbul dan awalnya berespon dengan obat penurun panas.Namun
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan demam dikatakan semakin berat
dan tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas.Dikatakan tidak ada faktor

40
yang memperberat maupun memperingan keluhan demam tersebut.Keluhan penyerta
seperti kejang, penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal.
Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk yang dirasakan sejak kurang lebih 2
minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk dikatakan berisi dahak berwarna putih
kekuningan dan kental.Batuk awalnya dikatakan ringan kemudian semakin lama
semakin memberat hingga pasien kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya.Keluhan
batuk ini disertai dengan keluhan nafas yang berbunyi grok-grok.Selain itu, pasien
juga mengeluh sesak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.Sesak dikatakan muncul secara mendadak dan semakin lama semakin
memberat. Keluhan lain seperti batuk berisi dahak dan keringat malam disangkal.
Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah 3 hari sebelum masuk rumah
sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak kurang lebih ½ gelas aiar mineral
yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelumnya dan tidak
ada darah.Sebelumnya pasien dikatakan memang sering mengalami muntah terutama
saat makan sejak pasien mengalami stroke.
Pada kasus ini, manifestasi klinis yang ditemukan sebagai keluhan utama
adalah demam. Seperti yang telah diketahui demam merupakan respon imun alamiah
terhadap bakteri ekstraselular dimana melalui mekanisme pertahanan tubuh tersebut
akan dihasilkan sitokin pro inflamasi sehingga menyebabkan terjadinya demam.
Aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi bahan asing ke dalam saluran udara.Isi dari
aspirasi adalah bervariasi dan dapat terdiri dari hasil sekresi, darah, bakteri, cairan
dan partikel makanan.Selain itu, gejala sistem pernapasan yang dijumpai pada pasien
ini berupa adanya keluhan batuk dan sesak.Kedua gejala tersebut umum terjadi pada
gangguan sistem respirasi dan merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada
pasien dengan pneumonia aspirasi.Terkait dengan faktor resiko, pada pasien dengan
riwayat stroke dan sering mengalami muntah dan tersedak.Muntah dan tersedak pada
pasien kemungkinan disebabkan oleh disfagia yang dapat terjadi pada pasien
stroke.Akibat stroke, sel neuron mengalami nekrosis dan kematian sel sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi.Gangguan fungsi yang terjadi tergantung
pada luas dan lokasi lesi.Pada pasien dengan stroke gangguan yang paling sering
terjadi adalah fase faringeal dan fase esophagus.Fase faringeal meliputi disfungsi
palatum mole dan faring superior, kelemahan muskulus kontriktor faring, gangguan

41
relaksasi muskulus krikofaring.Sedangkan fase esophagus meliputi kelemahan
dinding esophagus, kelemahan peristaltik esophagus.

4.2.2 Pemeriksaan Fisik


Teori:
Diagnosis pneumonia aspirasi harus dilihat dari gejala pasien dan temuan
daripemeriksaan fisik. Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis.
Pemeriksaan fisik olehtenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu
tubuh, peningkatan laju pernapasan(tachypnea), penurunan tekanan darah
(hipotensi), denyut jantung yang cepat (takikardi) danrendahnya saturasi oksigen,
yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikanoleh oksimetri atau
analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, ataumemiliki
sianosis memerlukan perhatian segera.2,5
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru.Pada pemeriksaan terlihat
bagianyang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang
sakit. Pada perkusiditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni,
bronkofoni, “whisperedpectoriloquy”. Kadang-kadang terdengar bising gesek pleura
(pleural friction rub). Distensiabdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah
paru, yang perlu dibedakan dengankolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2
Kasus:
Pada pemerikasaan vital sign didapatkan laju respirasi pasien 36 kali/menit
yang mennjukkan adanya peningkatan laju pernapasan(tachypnea), dan menunjang
keluhan sesak yang dirasakan pasien. Selain itu, didapatkan adanya peningkatan suhu
tubuh yaitu temperature aksila saat datang yaitu 38,7oC.Peningkatan suhu tuguh
dapat terjadi pada pasien dengan pneumonia karea berhubungan dengan infeksi yang
dialami.Denyut jantung juga meningkat diakibatkan oleh kompensasi terhadap
adanya peningkatan suhu.Selain itu ditemukan peningkatan tekanan darah saat pasien
masuk rumah sakit yaitu 180/110 mmHg. Hal ini sesuai dengan riwayat hipertensi
yang tidak terkontrol yang diderita oleh pasien.Pada pemeriksaan status general juga
di dapatkan rhonki berupa rhonki basah pada kedua lapang paru yang menunjukkan
adanya cairan dalam paru untuk menunjang diagnosis pneumonia.Pada pasien
dengan riwayat stroke ditemukan kelainan pada pemeriksaan status neurologis saat

42
awal masuk rumah sakit didapatkan adanya paresis nervus VII sinistra supranuklear,
penurunan tenaga dengan grade 3 dan ditemukan adanya reflex babinski dekstra dan
sinistra sesuai dengan gambaran neurologis pada pasien stroke.

4.2.3 Pemeriksaan penunjang


Teori:
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat
(lebih dari10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang
mengindikasikan adanyainfeksi atau inflamasi.Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenisleukosit “shift to the left”. LED selalu naik.
Billirubin direct atau indirect dapatmeningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveolidan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologidiperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Analisis gas darah menunjukanhipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3
Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah foto toraks.13
Gambaran radiologi pneumonia aspirasi bervariasi tergantung pada beratnya penyakit
dan lokasinya.Lobus bawah dan lobus tengah kanan paling sering terkena, Tetapi
lobus bawah kiri juga sering.Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas
yang mengalami peningkatan densitas.
Kasus:
Pada pasien dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mencari
kausa penyakit dan di dapatkan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya
infeksi dimana umumnya leukositosis ditemukan pada pasien dengan pneumonia
aspirasi. Procalcitonin sebagai salah satu marker infeksi juga diperiksa pada pasien
ini dan ditemukan >2 yang menunjukkan resiko tinggi. Pada pemeriksaan analisis
gas darah saat masuk rumasakit didapatkan gambaran asidosis yang disertai dengan
hipoksemia dan hipokarbia. Pada pemeriksaan kimia darah diperoleh adanya
peningkatan serum kreatinin. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan adanya
infiltrate di paracardial kanan yang menunjang adanya pneumonia. Selain itu pada
pasien juga di dapatkan adanya kardiomegali dimana pasien sudah mengalami
hipertensi dalam jangka waktu lama.

43
4.4 Tatalaksana
Teori:
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak
dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan
yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau
masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan
postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila
penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah
sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob,
misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4,
atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit
bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi
berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau
penyesuaian antibiotik (AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2
minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.
Kasus:
Pada awalnya pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kultur sputum sehingga
belum diketahui secara spesifik bakteri yang menginfeksi sehingga belum dapat
ditentukan antibiotic spesifik untuk mengeradikasi bakteri tersebut. Pada pasien
diberikan terapi antibiotik berupa Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena yang
merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke 3, Levofloxacine 750 mg @
24 jam intravena sebagai antibiotic broad spectrum golongan fluorokuinolon,
sedangkan Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena sebagai terapi antibiotic untuk
bakteri anaerob dimana pada pneumonia aspirasi sering terjadi aspirasi bakteri

44
anaerob ke paru. Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena sebagai terapi simtomatik
untuk menterapi demam pada pasien. N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral
sebagai agen mukolitik untuk mengencerkan dahak pada pasien. Terkait dengan
penyakit dasar yang dialami pasien, hipertensi pada pasien diterapi dengan
kombinasi amlodipine yang merupakan golongan calcium channel blocker dan
irbesartan yang merupakan golongan angiotensin II receptor antagonist. Pasien juga
diberikan terapi allopurinol untuk menterapi hiperurisemia yang diketahui dari
pemeriksaan kimia darah. Terkait dengan riwayat stroke yang dialami pasien, pasien
juga diterapi dengan asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral.

45
BAB V
PENUTUP

Pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi isi orofaring atau lambung ke


dalam larynx dan saluran pernafasan bawah.Beberapa sindrom pernafasan mungkin
terjadi setelah aspirasi, tergantung pada jumlah dan jenis material aspirasi, frekuensi
aspirasi dan respon host terhadap material aspirasi.
Telah diuraikan kasus laki-laki, 54 tahun dimana berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah kepada diagnosis
pneumonia aspirasi.Pada kasus juga disebutkan bahwa pasien merupaka penderita
stroke yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya aspirasi.
Hubungan pneumonia dengan stroke ada pada pneumonia aspirasi, terjadi pada
pasien dengan debilitas berat atau mereka yang menghirup isi lambung selagi tidak
sadar (misalnya pada stroke) atau muntah berulang.Pada pasien ini, gangguan refleks
tersendak dan menelan yang mempermudah aspirasi.Pneumonia yang terjadi
sebagian bersifat kimiawi, karena efek asam lambung yang iritatif, dan sebagian
bakteri.Bakteri aerob lebih dominan daripada bakteri anaerob.Sehingga pada pasien
ini juga telah diberikan terapi berupa antibiotik berupa cefoperazone, levofloxacin
dan metronidazole sebagai agen untuk mengeradikasi bakteri tersebut.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J


Med, Vol 334, No. 9. Texas tech University Health Science Center:
Massacussetts
2. O, 8 Maret 2012) connor, S. 2003. Aspiration pneumonia and pneumonitis.
Australian Prescriber
3. Bartlett, JG, Sexton, DJ, Thorner, AR. 2009. Aspiration Pneumonia In Adult.
UpToDate For Patients
4. Stead L. G, Stead S. M, Kaufman M. S. Aspiration Pneumonia in First Aid for
the Emergency Medicine Clerkship. Singapore: The McGraw-Hill Companies;
2002. p. 116
5. Karlinsky JB, King TE, Crapo JD, Glassroth J. Aspiration Pneumonia in
Anaerobic and other Infection Syndromes. In: Baum’s textbook of pulmonary
diseases.7th Ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2004.p. 405-8.

6. Mettler AF. Chest dalam Essentials of Radiology. 2nd ed. Philadelphia:


Elsevier Saunders; 2005. p 94

7. Eisenberg, Ronald L. Aspiration Pneumonia. In: Comprehensive Radiographic


Pathology. United States of America: Mosby Elsevier; 2007. p 48

8. Gurney WJ, Muram, Winer HT. Aspiration Pneumonia. In: Pocket Radiologist
Chest Top 100 Diagnoses. China: Amirsys; 2003. p. 6-8

9. Hannawi Y, Vankatasubba R, Suarez J, Bershad E. Stroke-Associated


Pneumonia : Mayor Advances and Obstacle. Cerebrovascular Disease 2013;35;
p.430-43
10. Marik, PE. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. The New
England Journal of Medicine. 2001:344(9); p. 665-71

47

Anda mungkin juga menyukai