Etika Profesi Hukum PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

1

MAKALAH

KEBEBASAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA

DITINJAU DARI ETIKA PROFESI HUKUM

OLEH :

NAMA : WINI DINA RETRIANI LANI

NIM : 14.11.04.0064

MATA KULIAH : ETIKA PROFESI HUKUM DAN PRANATA SOSIAL

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2015
3

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tegaknya supremasi hukum merupakan harapan seluruh masyarakat

Indonesia yang hidup dalam Negara Hukum Indonesia. Penegakan hukum

tidak telepas dari adanya peraturan perundang-undangan, lembaga penegak

hukum dan aparat penegak hukum serta kemauan atau kesadaran masyarakat

untuk mematuhi hukum yang berlaku.

Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai

tugas berat namun mulia. Salah satu persyaratan mutlak dalam sebuah negara

yang berdasarkan hukum adalah pengadilan yang mandiri, netral (tidak

berpihak), kompeten dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa

hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan. Dengan

memenuhi kriteria tersebut maka dapat menjamin keadilan bagi pencari

keadilan dalam peradilan.

Hakim merupakan aktor utama lembaga peradilan, yang memiliki

posisi, dan peran yang sangat penting, terlebih dengan segala kewenangan

yang dimilikinya. Sebagai contoh, melalui putusannya, seorang hakim dapat

mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabut kebebasan warga negara,

menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap


4

masyarakat, sampai dengan memerintahkan penghilangan hak hidup

seseorang.

Hal ini menggambarkan bahwa seorang hakim mempunyai kebebasan

dalam memutuskan perkara namun sejauh mana kebebasan itu sejalan dengan

etika profesi hukum yang diembannya. Hakim di mana dan kapan saja diikat

oleh aturan etik disamping aturan hukum. Aturan etik adalah aturan mengenai

moral atau atau berkaitan dengan sikap moral. Moral menyangkut nilai

mengenai baik dan buruk, layak dan tidak layak, pantas dan tidak pantas.

Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran

dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia,

baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan

kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus

dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan

kepada hukum.

Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai kebebasan

hakim dalam memutuskan perkara dan kebebasan tersebut ditinjau dari etika

profesi hukum seorang hakim. Agar semua kewenangan yang dimiliki oleh

hakim dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan

keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang.

b. Permasalahan
5

Berdasarkan uraian yang dipaparkan dalam latar belakang di atas

maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan hakim?

2. Bagaimanakah kebebasan hakim dalam memutuskan perkara ditinjau dari

etika profesi hukum?

c. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui makna dari kebebasan hakim

2. Menganalisis kebebasan hakim ditinjau dari etika profesi hukum


6

II. KAJIAN PUSTAKA

a. Kekuasaan Kehakiman

Perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan

khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. UUD 1945 menegaskan

bahwa Indonesia adalah Negara hukum, dasar sebagai Negara berdasarkan

atas hukum mempunyai sifat normatif bukan sekedar asas belaka. Sejalan

dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting Negara hukum

adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas

dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan1.

Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan

oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan. Hakim adalah hakim pada Mahkamah

Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan

1
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta,2012,hlm. 206.
7

peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada

pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 2.

Kekuasaan kehakiman, dalam konteks Negara Indonesia, adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila ,demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia3.

Menurut Ridwan HR, implementasi Negara hukum harus didukung

dengan sistem demokrasi. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan

kehilangan bentuk dan arah sedangkan hukum tanpa demokrasi akan

kehilangan makna 4 . Selanjutnya J.B.J.M ten Berge menyebutkan prinsip-

prinsip Negara hukum sebagai berikut5:

1. Asas legalitas, pembatasan kebebasan warga Negara (oleh Pemerintah)

harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan

peraturan umum.

2. Perlindungan hak-hak asasi

3. Pemerintah terikat pada hukum

4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum,

hukum harus dapat ditegakkan ketika hukum itu dilanggar

2
Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
3
Data ini diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_kehakiman_di_Indonesia., Data
diakses pada Minggu, 7 Junil 2015 pukul 22.23 WITA
4
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara,Raja Grafindo ,Jakarta,2013, hlm. 8
5
Ibid.,hlm 9.
8

5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka, superioritas hukum tidak dapat

ditampilkan jika aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan organ

pemerintahan sehingga diperlukan pengawasan oleh hakim yang

merdeka.

b. Etika Profesi Hukum

Istilah etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti

karakter, watak kesusilaan, atau adat. sebagai suatu subjek etika berkaitan

dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai

apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atu benar, buruk

atau baik. Etika adalah refleksi dari self control karena segala sesuatunya

dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri6.

Etika mempersoalkan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, apa

yang baik atau buruk untuk dilakukan. Jadi tugas utama etika adalah

menyelidiki apa yang harus dilakukan manusia. Dalam etika, dibicarakan

tema-tema sentral seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, norma,

hak, kewajiban dan keutamaan7.

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok

untuk menghasilkan nafkah hidup dengan mengandalkan suatu keahlian.

Secara rinci dalam pengertian profesi terkandung makna8 :

6
Muhammad Nuh,Etika Profesi Hukum,Pustaka Setia, Bandung,2011,hlm.17.
7
Umbu L. Pekuwali, Bahan Kuliah Etika Profesi Hukum dan Pranata Sosial, Magister Ilmu
Hukum, Universitas Nusa Cendana,2015.
8
Nuh, op.cit.,hlm.119-120
9

a. Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus;

b. Dilaksanakan sebagau suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purnawaktu);

c. Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup;

d. Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.

Selanjutnya Muhammad Nuh menyatakan bahwa secara umum ada

beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu9 :

1. Adanya pengetahuan khusus, biasanya keahlian dan keterampilan in

dimiliki setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman

bertahun-tahun;

2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Setiap pelaku profesi

mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi;

3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksanan profesi

harus mengtamakan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan

pribadinya;

4. Ada izin khusus menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu

berkaitan dengan kepentingan masyarakat, yaitu nilai-nilai kemanusiaan

berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, dan sebagainya

untuk menjalankan suatu profesi harus ada izin khusus;

5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Profesi hukum adalah pekerjaan yang berkaitan dengan masalah

hukum. Penegak hukum salah satunya hakim, adalah pembela kebenaran dan

9
Ibid; hlm. 120.
10

keadilan. Seorang profesional hukum harus bermoral dalam arti ini diperlukan

suatu kode etik bagi pengemban profesi hukum. Kode etik adalah sebuah

kompas yang menunjuk arah moral bagi professional hukum dan sekaligus juga

menjamin mutu moral profesi hukum di mata masyarakat10.

Hakim dalam menjalankan profesinya juga berada di etika profesi

hukum yaitu kode etik profesi hakim (ditetapkan di Bandung Tahun 2001) dan

pedoman perilaku hakim, Mahkamah Agung mengeluarkan Pedoman Perilaku

Hakim yang berlaku untuk hakim di seluruh pengadilan di Indonesia. Selain itu

terdapat Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi

Yudisial Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012 –

02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim.

10
Ibid; hlm. 147.
11

III. PEMBAHASAN

a. Kebebasan Hakim

Hukum sebagai suatu sistem tersusun dari berbagai komponen hukum,

salah satunya penegak hukum sebagai pembela kebenaran dan keadilan.

Hakim sebagai salah satu penegak hukum memiliki pern penting dalam

peradilan yang memperjuangan keadilan bagi masyarakat. Sebagai sebuah

profesi yang berkaitan dengan proses di pengadilan, definisi hakim tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

atau yang biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Pasal 1 angka 8 KUHAP menyebutkan, hakim adalah pejabat

peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

Sedangkan mengadili diartikan sebagai serangkaian tindakan hakim untuk

menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur,

dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang

diatur dalam undang-undang.

Pada dasarnya tugas hakim adalah memberikan keputusan atas setiap

perkara (konflik) yang dihadapkan kepadanya artinya, hakim bertugas untuk

menetapkan hubungan hukum, nilai hukum dari perilaku, serta kedudukan

hukum para pihak yang terlibat dalam situasi yang dihadapkan kepadanya.

Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan para hakim harus mandiri dan
12

bebas dari pengaruh pihak mana pun termasuk pemerintah 11 . Hal ini

menunjukkan bahwa seorang hakim memiliki kebeasan dalam memutuskan

perkara berdasarkan pertimbangannya dari segi asas, norma, substansi dan

prosedur hukum.

Konstitusi menenpatkan hakim sebagai penegak hukum yang

bertanggung jawab dalam mengemban tugas menegakkan hukum dan keadilan

dengan sebaik-baiknya. Melalui hakim hukum yang berintikan keadilan dan

kebenaran menjadi sesuatu yang nyata dan realita dalam kehidupan

masyarakat. Seorang hakim tidak hanya memutuskan suatu perkara

berdasarkan hukum tertulis tetapi juga menggali dari hukum tidak tertulis

hukum yang berlaku dan diakui oleh masyarakat, di sinilah letak kebebasan

hakim untuk mengeksplor semua materi yang ada untuk menghasilkan

putusan yang berkeadilan.

Setiap undang-undang tidak selalu lengkap, tidak atau kurang jelas.

Dalam soal-soal tertentu undang-undang sendiri memberikan kebebasan

kepada hakim untuk menilai apa yang diyakininya menurut hukum tepat dan

adil terhadap suatu perbuatan hukum yang konkret. Meskipun hakim memiliki

kebebasan dalam memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya

11
Ibid; hlm. 162.
13

namun tidak berarti ia bebas untuk mengesampingkan UU untuk mengabaikan

keadilan. Kebebasan hakim tidaklah mutlak sifatnya12.

13
Selanjutnya Isaiah Berllin dalam Mahendra mengemukakan

kebebasan hakim terdiri atas kebebasan negatif yang mencakup kebebasan

dari campur tangan dan paksaan pihak lain jadi terkait dengan hambatan fisik

dan campur tangan terhadap tindakan, dan kebebasan positif yaitu kebebasan

untuk melakukan sesuatu, kebebasan ini berhubungan dengan aspek mental

dari kehendak, rasionalitas dan moralitas. Dalam konteks ini kebebasan hakim

berarti adanya kemampuan untuk menentukan pilihan secara bebas dan

rasional menurut keyakinannya dengan didasari oleh hukum dalam

menegakkan keadilan dan kebenaran.

Ciri – ciri hukum menurut Franz Magnis-Suseno yaitu bahwa hukum

harus memiliki kepastian dan keadilan. Kepastian hukum berarti kepastian

dalam pelaksanaannya yaitu hukum yang resmi diperundangkan dan

dilaksanakan dengan pasti oleh Negara, setiap orang dapat menuntut agar

hukum dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, serta setiap pelanggaran

hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum juga. Termasuk

12
A.A. Oka Mahendra,Menguak Masalah Hukum, Demokrasi dan Pertanahan,Muliasari,
Jakarta,1996,hlm.27.
13
Ibid;hlm.27.
14

pengadilan dalam memberikan keputusan harus bebas dari pengaruh

kekuasaan.14

b. Kebebasan Hakim dan Etika Profesi Hukum

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman pasal 3 ditegaskan bahwa dalam menjalankan tugas

dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian

peradilan dan segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di

luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Isi Pasal tersebut menunjukkan bahwa pengadilan dalam hal ini hakim

dapat memberikan keputusan yang semata-mata berdasarkan kebenaran,

keadilan, dan kejujuran maka tidak dapat dibenarkan adanya tekanan-tekanan

atau pengaruh-pengaruh dari luar yang akan menyebabkan para hakim tidak

bebas lagi dalam mengambil keputusan yang seadil-adilnya. Hal ini juga

menjamin kebebasan hakim dalam memutuskan perkara. Sejalan dengan

pendapat Hans Kelsen 15 bahwa pengadilan diberi wewenang oleh tatanan

hukum untuk memutus perkara berdasarkan kebijaksanaanya sendiri, untuk

menghukum atau membebaskan terdakwa, untuk mengabulkan atau menolak

gugatan penggugat, untuk menjatuhkan atau menolak menjatuhkan sanksi

kepada terdakwa atau penggugat.

14
Frans Magnis-Suseno, Etika Politik,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2001,hlm.79
15
Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusamedia,Bandung,2011,hlm.209.
15

Amandemen UUD 1945 mengandung arti adanya the rule of law yang

juga mementingkan hukum tak tertulis maka titik beratnya adalah keadilan

maka dalam membuat keputuasn hakim tidak harus tunduk pada bunyi hukum

tertulis melainkan dapat membuat putusan sendiri dengan menggali rasa dan

nila-nilai keadilan di dalam masyarakat.

Keadilan adalah tujuan utama yang diingin dicapai, H.L.A Hart 16

menyatakan bahwa tradisi keadilan dipandang sebagai pemeliharaan atau

pemulihan keseimbagan (balance) atau jatah bagian (proportion), dan kaidah

pokonya seringkali dirumuskan sebagai “perlakukanlah hal-hal yang serupa

dengan cara yang serupa;kendatipun kita perlu menambahkan padanya dan

perlakukan hal-hal yang berbeda dengan cara yang berbeda”. Maka

kebebasan hakim hendaknya tidak disalahgunakan, kebebasan hakim adalah

mempertanggungjawabkan keputusannya secaa yuridis, moral, etik dan

spiritual.

Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala

Negara tetapi komitmen hakim bukan ditujukan kepada penguasa tetapi pada

Negara Republik Indonesia yang berdasar atas hukum. Kebebasan hakim

mengaharuskan adanya kemampuan intelektual dan keberanian moral untuk

menentukan pilihan secara bebas mengikuti panggilan hati nuraninya

16
H.L.A.Hart, Konsep Hukum,Nusamedia,Bandung,2013,hlm.246.
16

berdasarkan penalaran hukum bukan semata-mata tiadanya campur tangan,

paksaan atau tekanan pihak-pihak lain17.

Hakim sebagai professional hukum harus mampu menafsirkan hukum

yang berlaku secara tepat dan cermat bagi kehidupan bersama tanpa

mengabaikan etika profesinya. Tidak hanya penguasaan hukum tetapi juga

harus bermoral. Dari segi etika profesi hukum, kebebasan hakim adalah

kebebasan yang bermoral. Sehingga diperlukan kode etik yang merupakan

nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib diperhatikan dan dijalankan

oleh professional hukum.

Menurut Paul F. Camenisch18 kode etik penting bagi profesi hukum

karena profesi hukum merupakan suatu moral community (masyarakat moral)

yang memilki cita-cita dan nilai-nilai bersama serta memilki izin untuk

menjalankan profesi hukum. Dalam pengambilan keputusan para hakim

hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi

atau dijadikan landasan yuridis keputusannya di samping sikap etis atau etika

profesi hakim yang berintikan : sikap taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

jujur, adil, bijaksana, imparsial (tidak memihak), sopan, sabar, memegang

teguh rahasia jabatan, solidaritas tinggi. Hakim memiliki kedudukan dan

peranan yang penting demi tegaknya Negara hukum. Oleh karena itu, terdapat

beberapa nilai yang dianut dan wajib dihormati oleh penyandang profesi

hakim dalam menjalankan tugasnya. Nilai di sini diartikan sebagai sifat atau

17
Mahendra.,op.cit.hlm 29.
18
Nuh,op.cit. hlm 148.
17

kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir

maupun batin. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi

dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.

Terdapat enam prinsip penting bagi hakim tidak hanya di Indonesia

tetapi seluruh dunia yaitu sebagaimana tercantum dalam The Bangalore

Principle sebagai berikut19 :

1. Independensi (independence principle), hal ini merupakan jaminan bagi

tegaknya hukum dan keadilan dan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita

Negara hukum.

2. Ketidakberpihakan (impartiality principle), merupakan prinsip yang

melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan

memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan

kepadanya

3. Integritas (integrity principle), merupakan sikap batin yang

mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim

sebagai pribadi dan sebagai pejabat Negara dalam menjalankan tugas

jabatannya

4. Kepantasan dan kesopanan (propriety principle), merupakan norma

kesusilaan pribadi dan norma kesusilaan antarpribadi yang tercermin

dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai

19
Ibid.,hlm153-154.
18

pejabat Negara dalam menjalankan tugas profesionalnya yang

menimbulkan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

5. Kesetaraan (equality principle), merupakan prinsip yang menjamin

perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan

yang adil dan beradab tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain

atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status

perkawinan, kondisi fisik, status sosial ekonomi, umur, pandangan

politik, ataupun alasan – alasan yang serupa.

6. Kecakapan dan kesamaan (competence end diligence principle),

merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan

terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan professional hakim

yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam

pelaksanaan tugas. Kesamaan merupakan sikap pribadi hakim yang

menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian ketekuan dan

kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.

Dalam mengadili, hakim juga tidak boleh membeda-bedakan orang

dan wajib menghormati asas praduga tak bersalah. Kewajiban menegakkan

keadilan ini tidak hanya dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada

sesama manusia, tetapi juga secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara

yang diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas.

Apabila hakim melihat adanya kekosongan hukum karena tidak ada atau
19

kurang jelasnya hukum yang mengatur suatu hal, maka ia wajib menggali

nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Nilai ini dinamakan sebagai

nilai keterbukaan.

Mahkamah Agung telah mengeluarkan Pedoman Perilaku Hakim

untuk menjaga martabat profesi hakim yang dalam kebebasannya mengadili

perkara harus berdasarkan prinsip dan perilaku berikut : adil, jujur dan

mendengarkan kedua belah pihak, arif dan bijaksana, mandiri, integritas

tinggi, bertanggungjawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi,

rendah hati, dan professional.

Profesi hakim sebagai salah satu bentuk profesi hukum sering

digambarkan sebagai pemberi keadilan. Oleh karena itu, hakim juga

digolongkan sebagai profesi luhur yaitu profesi yang pada hakikatnya

merupakan pelayanan pada manusia dan masyarakat. Sebagai suatu profesi di

bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku utama dalam

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk memiliki suatu

keahlian khusus sekaligus memahami secara mendalam mengenai ruang

lingkup tugas dan kewajibannya. Salah satu unsur yang membedakan profesi

hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses rekrutmen serta

pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang yang akan

mengemban profesi ini.


20

Terhadap tanggung jawab profesi hakim itu sendiri dapat dibedakan

atas tiga jenis, yaitu tanggung jawab moral, tanggung jawab hukum, dan

tanggung jawab teknis profesi. Tanggung jawab moral adalah tanggung jawab

sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan

kehidupan profesi yang bersangkutan, baik bersifat pribadi maupun bersifat

kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para aparat

bersangkutan. Sementara tanggung jawab hukum diartikan sebagai tanggung

jawab yang menjadi beban aparat untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan

tidak melanggar rambu-rambu hukum. Sedangkan tanggung jawab teknis

profesi merupakan tuntutan bagi aparat untuk melaksanakan tugasnya secara

profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi

yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam

lembaganya.

Pada jenis tanggung jawab ini, penilaian terhadap sesuai atau tidaknya

tindakan yang dilakukan oleh hakim dengan ketentuan yang berlaku menjadi

hal yang paling diutamakan. Selain itu, penilaian terhadap kinerja dan

profesionalisme hakim dalam menjalankan tugasnya juga menjadi perhatian.

Setiap hakim dituntut mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sebagai

profesional di bidang hukum, baik di dalam maupun di luar kedinasan, secara

materi dan formil. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang mutlak bagi para

hakim untuk memahami secara mendalam aturan-aturan mengenai hukum

acara di persidangan.
21

Seperti diuraikan di atas bahwa tujuan akhir profesi hakim adalah

ditegakkannya keadilan. Cita hukum keadilan yang terapat dalam das sollen

(kenyataan normatif) harus dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan

alamiah) melalui nilai-nilai yang terdapat dalam etika profesi. Salah satu etika

profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal

perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four

Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari

empat butir di bawah ini:

a. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).

b. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).

c. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).

d. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).

Kode kehormatan hakim tercermin dalam pralambang atau sifat hakim

yang dikenal sebagai Panca Dharma Hakim, yaitu:

1. Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk bersikap adil;

3. Candra, berarti hakim harus bersikap bijaksana atau berwibawa;

4. Sari, berarti hakim haruslah berbudi luhur atau tidak tercela; dan

5. Tirta, berarti seorang hakim harus jujur.

Struktur kekuasaan kehakiman Indonesia di dalamnya telah

terbentuk Komisi Yudisial yang merupakan institusi pengawasan yang

independen terhadap para hakim. Komisi Yudisial adalah komisi yang


22

bersifat mandiri yang kewenangannya adalah mengusulkan pengangkatan

hakim agung dan kewenangan lain yaitu menjaga (mengawasi) dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim (UUD

1945 pasal 24B ayat (1). Dalam menjaga dan menegakkan kehormatan

hakim, Komisi Yudisial akan menilai apak putusan yang dibuat sesuai

dengan kehormatan hakim dan rasa keadilan yang timbul dari masyarakat

ataukah tidak, mengawasi apakah profesi hakim itu telah dijalankan sesuai

pedoman etika dan perilaku hakim atau memperoleh pengakuan

masyarakat, serta mengawasi dan menjaga agar para hakim tetap dalam

hakikat kemanusiaannya, berhati nurani, sekaligus memelihara harga

dirinya, dengan tidak melakukan perbuatan tercela20.

Dengan demikian kebebasan hakim dalam mengadili dan

memutuskan suatu perkara dilakukan dengan berpedoman pada etika

profesinya yang berdasarkan moral dan akhlak yang mulia sehingga asas

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Peradilan dilakukan "Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dapat tercapai.

20
Ibid.,hlm.225
23

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Kebebasan hakim memiliki makna bahwa adanya kemampuan untuk

menentukan pilihan secara bebas berdasarkan pertimbangannya dari segi

segi asas, norma, substansi dan prosedur hukum serta rasional menurut

keyakinannya dengan didasari oleh hukum dalam menegakkan keadilan

dan kebenaran tanpa adanya tekanan maupun paksaan dari pihak luar.

2. Kebebasan hakim dalam memutuskan perkara ditinjau dari etika profesi

hukum yaitu bahwa kebebasan hakim adalah mempertanggungjawabkan

keputusannya secara yuridis, moral, etik dan spiritual. Berpedoman pada

kode etik profesi hakim dan pedoman perilaku hakim.

b. Saran

1. Diperlukan kesadaran dan pemahaman yang baik dari para hakim

untuk tidak menyalahgunakan kebebasan dalam memutuskan perkara

dan tetap berpedoman pada kode etik dan pedoman perilaku hakim.

2. Diperlukan pengawasan secara khusus bagi para hakim untuk tetap

menjaga perilaku dan profesionalismenya dalam menegakkan

keadilan dan kebenaran.


24
25

DAFTAR PUSTAKA

Frans Magnis-Suseno, Etika Politik, , 2001, Gramedia Pustaka Utama ,Jakarta.

Friedman Lawrence, 1975, Sistem Hukum, Nusa Media, Bandung.

Hart, H.L. A, 1997, Konsep Hukum, Nusa Media, Bandung.

Huda, Ni’Matul, 2012,Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Kelsen, Hans,2014, Teori Hukum Murni,Nusa Media, Bandung.

Kelsen, Hans,2011, Teori Umum tentang Hukum dan Negara ,Nusa Media,

Bandung.

L. J. van Apeldroon. Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996

Lili Rasjidi dan I. B Wyasa Putra,2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung,

Mandar Maju.

Nuh, Muhammad,2011, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia, Bandung.

Rahardjo, Satjipto,2014,Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Undang- Undang
26

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial

Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang

Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


27

Anda mungkin juga menyukai