Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melanoma pada mata, atau melanoma mata adalah jenis kanker langka yang
mempengaruhi berbagai bagian dari mata, khususnya koroid, ciliary body, dan iris.
Melanoma uvea merupakan keganasan intraokular yang sering terjadi pada dewasa.
Banyak orang yang bingung dengan aspek melanoma dari jenis kanker mata,
sebagai melanoma paling sering dikaitkan dengan kulit. Koroid merupakan bagian dari
lapisan bola mata. Pigmen berwarna gelap berfungsi untuk mencegah cahaya memantul
di sekitar dalam mata. Ciliary memanjang dari koroid dan berfokus pada mata dengan
mengubah bentuk lensa mata. Iris merupakan bagian depan mata yang berwarna, yang
berfungsi mengontrol jumlah cahaya yang memasuki mata. Semua struktur ini diwarnai
dengan melanin. Melanoma berkembang dari melanosit, sel yang mengandung pigmen
gelap (melanin) yang mendefinisikan pewarnaan kulit. Melanosit tidak eksklusif untuk
kulit, melanosit dapat ditemukan pada rambut, mata, dan lapisan dari beberapa organ.
Melanoma uvea sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada orang dewasa dan
jarang pada anak-anak. Lebih pada keturunan Kaukasia dibandingkan Afrika dan Asia.
Angka kejadian melanoma Kaukasia dan 8 per 10 juta populasi Afrika Amerika. Terjadi
terutama pada usia 50 tahun dan awal 60 tahunan.
Melanoma uvea pada tahap awal sering tanpa gejala dan sulit terdeteksi pada
pemeriksaan mata. Seperti jenis-jenis kanker lainnya, kita tidak cukup yakin apa
penyebab melanoma okular, tetapi ada kecurigaan bahwa ini berhubungan dengan
paparan sinar UV matahari. Namun, teori ini belum dibuktikan.
Penulisaan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan pencegahan melanoma uvea. Walaupun saat ini kejadian melanoma
uvea sulit ditemui, diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi terkait melanoma uvea dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang
melanoma uvea.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.1.1 Iris
Iris merupakan bagian paling anterior dari traktus uvea yang terletak di
depan lensa kristalina. Tersusun dari pembuluh darah dan jaringan ikat, serta
melanosit dan sel-sel pigmen memberikan warna yang khas. Mobilitas iris
memungkinkan pupil berubah ukuran. Selama midriasis, iris ditarik ke
berbagai tonjolan dan lipatan; selama miosis, permukaan anterior tampak
lebih halus. Diafragma iris membagi segmen anterior menjadi bilik mata
depan dan bilik mata belakang.
Iris tersusun atas lima lapisan, yaitu lapisan anterior, stroma, lapisan otot,
epitel pigmen anterior, dan epitel pigmen posterior. Stroma iris terdiri dari
sel-sel berpigmen (melanosit) dan sel nonpigmen, fibril kolagen, dan
matriks yang mengandung asam hialuronik. Permukaan ini ditutupi oleh
lapisan sel jaringan ikat yang menyatu dengan badan silier. Pembuluh darah
membentuk sebagian stroma iris. Permukaan posterior padat berpigmen,
terlihat seperti beludru halus dan seragam. Kemudian berlanjut menjadi
epitel nonpigmen badan silier dan neurosensorik retina.
2.1.2 Badan Silier
Badan silier berbentuk segitiga pada potongan melintang,
menghubungkan segmen anterior dan posterior. Apeks badan silier ke
posterior menuju ora serrata. Dasar dari badan silier merupakan asal dari
iris. Satu-satunya perlekatan badan silier ke sklera adalah dasarnya, melalui
serat otot longitudinal, yang masuk ke dalam spur sklera. Badan silier
memiliki dua fungsi utama, yaitu pembentukan akuos humor dan akomodasi
lensa. Berperan juga dalam aliran trabekular dan uveosklera dari akuos
humor.
Lebar badan silier adalah 6-7 mm dan terdiri dari dua bagian, pars plana
dan pars plikata. Pars plana relatif avaskular, halus, berpigmen, lebar 4 mm

2
dan memanjang dari ora serrata menjadi prosesus silieris. Pendekatan bedah
posterior ke rongga vitreus paling aman melalui pars plana, 3-4 mm dari
limbus kornea. Pars plikata kaya vaskularisasi dan terdiri dari 70 lipatan
radial atau prosesus silieris. Serat zonula lensa melekat terutama pada
lekukan prosesus silieris dan juga sepanjang pars plana. Bagian uvea dari
badan silier terdiri dari kapiler berfenestrasi yang relatif besar, fibril
kolagen, dan fibroblas.
2.1.3 Koroid
Koroid merupakan bagian posterior traktus uvea, menjaga bagian terluar
dari retina. Ketebalan rata-rata 0,25 mm dan terdiri dari tiga lapisan
pembuluh darah, yaitu koriokapilaris (lapisan terdalam), pembuluh darah
kecil (lapisan tengah) dan pembuluh darah besar (lapisan luar). Perfusi dari
koroid berasal dari arteri silieris posterior dan anterior. Saluran darah vena
melalui sistem vortex. Aliran darah yang melalui koroid banyak
dibandingkan dengan jaringan lain. Sehingga, kandungan oksigen darah
vena koroid hanya 2-3% lebih rendah dari darah arteri.
Membran Bruch adalah lamina PAS-positif yang dihasilkan dari fusi
lamina basal dari epitel pigmen retina (RPE) dan koriokapilaris dari koroid.
Meluas dari margin diskus optikus ke ora serrata, dan secara ultrastruktural
memiliki lima lapisan, yaitu: lamina basal dari RPE, zona kolagen dalam,
serat elastis tebal dan berpori, zona kolagen luar, dan lamina basal dari
koriokapilaris.

3
2.2 Uveal Melanoma
2.2.1 Definisi
Melanoma uvea merupakan keganasan primer intraokuler yang paling
sering pada orang dewasa, biasanya soliter dan unilateral. Melanoma uvea
berasal dari melanosit neuroektodermal. Melanoma uveal adalah kanker
(melanoma) dari mata, melibatkan iris, badan siliar, atau koroid yang secara
kolektif disebut sebagai uvea.
Tumor berasal dari sel-sel pigmen (melanosit) yang berada dalam uvea,
berfungsi untuk memberi warna pada mata. Ukuran basal melanoma koroid
rata-rata 11 mm (kisaran 2-33 mm) dan ketebalan rata-rata 5 mm (kisaran 1-
23 mm).
2.2.2 Epidemiologi
Melanoma uvea sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada orang dewasa
dan sangat jarang pada anak-anak. Lebih sering pada keturunan Kaukasia
dibandingkan Afrika dan Asia. Angka kejadian melanoma uvea di Amerika
Serikat sekitar 4-6 kasus perjuta populasi Kaukasia dan 8 per 10 juta
populasi Afrika Amerika. Terjadi terutama pada usia 50 tahun dan awal 60
tahunan.
Melanoma terjadi pada uvea dengan 4% keterlibatan iris, 6% keterlibatan
badan silier, dan 90% keterlibatan koroid. Melanoma koroid muncul sebagai
55% masa berpigmen, 15% nonpigmen dan 30% campuran.
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, Melanoma uvea dapat terjadi dalam dua bentuk:
 Bertangkai
Mulanya tampak datar, berwarna abu-abu, kemudian menjadi
menonjol dan berpigmen dan akhirnya pecah melalui membran
Bruch (Collar-Stud tumour).
 Difus (flat)
Menyebar perlahan ke seluruh uvea, tanpa membentuk massa tumor
dan gejalanya muncul terlambat. Terjadi hanya 5 persen kasus.

4
Melanoma uvea diklasifikasikan berdasarkan asal anatomi (badan silier,
dan/atau koroid), pola pertumbuhan (penonjolan atau difus), dan ukuran
tumor. Tetapi tidak tersedia metode yang sederhana dan dapat diandalkan
untuk menilai ukuran tumor. Collaborative Ocular Melanoma Study
(COMS) mengklasifikasikan melanoma uvea menjadi kecil, sedang, atau
besar berdasarkan ketebalan dan diameter basal.
 Kecil : Tebal  2 mm, diameter basal  8 mm
 Medium : Tebal 2,5-8 mm, diameter basal 8-16 mm
 Besar : Tebal  8 mm, diameter basal  16 mm.

Gambar 1. Sistem Klasifikasi Uveal Melanoma

5
Klasifikasi melanoma uvea secara histologi menggunakan sistem
Modified Callender mengklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
 Melanoma Sel Spindel

Gambar 2. Melanoma Sel Spindel


Merupakan 45% dari semua tumor, lebih dari 90% sel yang
berbentuk spindel. Prognosis terbaik, 80 persen memiliki
kelangsungan hidup 10 tahun.
 Melanoma Sel Epitel

Gambar 3. Melanoma Sel Epitel


Merupakan 5% dari semua tumor, lebih dari 90% sel besar, oval atau
bulat, pleomorfik dengan nukleus yang lebih besar dan sitoplasma
asidofilik yang berlimpah. Prognosis terburuk, 35 persen memiliki
kelangsungan hidup 10 tahun.

6
 Melanoma Sel Campuran
Merupakan 45% dari semua tumor, terdiri dari kurang dari 90% sel
spindel dan lebih dari 10% sel epitel. Prognosis menengah, 45 persen
memiliki kelangsungan hidup 10 tahun.
 Melanoma Nekrotik
Sisa 5% dari semua tumor, jenis sel dominan adalah tidak dikenali.
2.2.4 Etiologi
Etiologi tidak jelas, tetapi sinar UV merupakan faktor risiko.
2.2.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding melanoma uvea meliputi nevi koroid yang
mencurigakan, makula disciform, hipertrofi kongenital dari RPE (CHRPE),
hemangioma koroid, melanositoma, metastase karsinoma atau melanoma,
dan osteoma koroid. Tidak ada karakteristik klinis patognomonis melanoma
koroid. Akurasi diagnostik dikaitkan dengan pengalaman klinis dan fasilitas
pemeriksaan penunjang.
CHRPE tampak lesi yang rata, berpigmen gelap, diameter 1 mm sampai
dengan lebih dari 10 mm, asimtomatis, dan lesi didapatkan ketika
pemeriksaan oftalmologi. Biasanya terjadi pada umur belasan atau dua
puluhan.
Melanositoma (nevus magnoselular) dari diskus optikus biasanya timbul
sebagai lesi epipapiler coklat gelap sampai hitam, sering dengan tepi
fibrillar sebagai akibat dari ekstensi ke lapisan serabut saraf. Biasanya
terletak eksentris di atas diskus optikus dan menonjol. Penting untuk
membedakan lesi ini dari melanoma, karena melanositoma memiliki potensi
ganas minimal. Studi menunjukkan sepertiga melanositoma diskus optikus
memiliki komponen nevus peripapiler dan 10% kasus akan menunjukkan
pertumbuhan minimal dan perkembangan definitif dalam 5 tahun. Selain itu,
lesi ini dapat mengakibatkan defek aferen pupil dan berbagai kelainan
lapangan pandang, mulai dari bintik buta sampai kerusakan lapisan serat
saraf yang luas.

7
Gambar 4. Melanositoma Diskus Optikus

2.2.6 Diagnosa
 Anamnesis
Melanoma uvea sering tanpa gejala pada tahap awal dan ditemukan pada
pemeriksaan mata rutin dan biasanya berukuran agak besar pada saat
terdeteksi. Gejala paling umum yang dimiliki pasien, diantaranya:
 Penglihatan kabur, yang dapat disebabkan karena pertumbuhan tumor
ke subfoveal retina, adanya cystoid macular edema, ablasio retina,
perdarahan vitreus, katarak, dan blok aksis visual dari massa tumor.
 Hilangnya lapangan pandang, karena pertumbuhan melanoma di
perifer atau adanya eksudat di subretina.
 Floaters, karena area yang nekrosis pada melanoma atau struktur
sekitarnya mengakibatkan perdarahan vitreus atau hifema.
 Nyeri, disebabkan melanoma mengenai nervus silieris posterior atau
terjadi peningkatan tekanan intra okular dari glaukoma sekunder sudut
tertutup.
 Riwayat berat badan turun, mudah lelah, perubahan pola BAB dan
BAK yang menandakan adanya metastase keganasan.

8
 Pemeriksaan Fisik
Melanoma iris tampak sebagai lesi amelanotik sampai cokelat gelap dan
sebagian besar terdapat pada iris inferior. Pada kasus yang jarang, terjadi
pola pertumbuhan yang difus yang menimbulkan sindrom heterekromia
hiperkromik unilateral dan glaukoma sekunder.

Gambar 5. Melanoma Iris, A. Melanoma iris pigmentasi ringan pada nasal, pembuluh

darah sentinel (panah), B. Melanoma pada iris bagian bawah, C. Melanoma pada

temporal bawah yang menyebar ke bagian iris yang lain.

Melanoma badan silier biasanya tidak terlihat kecuali pupil dilebarkan.

Beberapa masuk dalam segmen anterior melalui akar iris dan menjadi

terlihat pada pemeriksaan eksternal atau dengan gonioskopi. Dalam kasus

yang jarang terjadi, tumor meluas langsung melalui sklera pada daerah

silia, menghasilkan massa gelap epibulbar. Tanda awal terdapat

pembuluh darah sentinel episklera yang melebar pada kuadran dari

tumor. Tumor akhirnya menjadi cukup besar, yang menghasilkan katarak

sektoral atau difus, subluksasi lensa, glaukoma sekunder, ablasio retina,

dan bahkan neovaskularisasi iris. Pada kasus yang jarang, melanoma

badan silier diasumsikan sebuah pola pertumbuhan difus yang meluas

180°-360° mengelilingi badan silier. Tipe melanoma ini disebut

melanoma cincin.

9
Gambar 6. A. Melanoma badan silier, B. Pembuluh darah sentinel, C. Gross pathology.

Gambaran klinis melanoma badan silier:

 Tahap awal

Terdapat hipotoni ringan, visus yang menurun, vena episklera yang

melebar ‘sentinel’ pada kuadran yang mengandung tumor.

 Tumor menyebar ke anterior

Adanya tekanan pada lensa sehingga terjadi perpindahan lensa ke

anterior, subluksasi lensa, dan pembentukan katarak. Tumor yang

mengenai iris dan bilik mata depan mengakibatkan glaukoma

sekunder. Tumor dapat menyebar keluar melalui sklera sepanjang

pembuluh darah dan tampak sebagai massa epibulbar.

 Tumor menyebar ke posterior, melibatkan koroid dan terjadi ablasio

retina eksudatif.

 Tumor dapat menyebar melingkar melibatkan seluruh badan silier,

menyerupai melanoma koroid.

Melanoma koroid mempunyai gambaran khas massa berbentuk kubah

subretinal yang menonjol, dengan tingkat pigmentasi mulai dari

amelanotik sampai coklat gelap. Seiring waktu, tumor keluar melalui

membran Bruch sehingga berbentuk seperti jamur. Gumpalan menonjol

10
pigmen oranye di tingkat RPE bisa terdapat di atas permukaan tumor dan

terjadi pelepasan serosa dari neurosensori retina. Kadang-kadang terjadi

ablasio retina yang luas, perpindahan diafragma anterior lensa-iris dan

glaukoma sudut tertutup sekunder. Neovaskularisasi iris juga dapat

muncul, dan mungkin terjadi perdarahan spontan ke dalam ruang

subretinal. Perdarahan vitreus biasanya terlihat pada kasus melanoma

yang telah meluas melalui membran Bruch dan retina.

Gambar 7. Melanoma Koroid. A. Melanoma koroid kecil mengenai tepi nasal saraf

optik, B. Melanoma koroid sedang di temporal makula, C. Melanoma koroid besar di

sekitar saraf optik dan menyebar ke ora serrata, D. Gross pathology.

Gambaran klinis melanoma koroid dibagi menjadi empat, yaitu:

11
 Tahap Tenang

Gejala tergantung lokasi dan ukuran tumor. Tumor kecil yang terletak

di perifer tidak memberikan gejala, sedangkan tumor yang timbul dari

polus posterior memiliki gejala awal hilangnya penglihatan. Tumor

besar disertai ablasio retina eksudatif juga ditandai hilangnya

penglihatan. Pemeriksaan fundus selama tahap ini menunjukkan tanda

sebagai berikut:

o Tumor kecil terbatas koroid muncul sebagai massa oval berpigmen

yang menonjol, jarang tumor yang amelanotik. Tanda patognomik

paling awal pada tahap ini adalah munculnya bercak oranye di

epitel pigmen karena akumulasi lipofusin tersebut.

o Tumor besar yang menembus membran Bruch dan tumbuh di ruang

subretinal ditandai dengan ablasio retina eksudatif. Pada bagian

tengahnya, retina kontak dengan tumor. Pembuluh darah lebar

seperti pita yang terlihat mengalir melintasi permukaan tumor.

Gambaran lain yang dapat dilihat termasuk perdarahan subretinal

atau intraretinal, lipatan koroid dan perdarahan vitreus. Seiring

pertumbuhan tumor, ablasio retina eksudatif semakin dalam dan

secara bertahap tumor mengisi seluruh mata.

 Tahap Glaukoma

Glaukoma terjadi akibat obstruksi aliran vena akibat tekanan pada

vena vortex, penyumbatan sudut bilik mata depan karena perpindahan

diafragma iris ke depan akibat meningkatnya pertumbuhan tumor.

12
Pasien tidak bisa melihat, disertai nyeri hebat, mata merah dan berair.

Pada pemeriksaan didapatkan konjungtiva kemosis, kornea edema,

bilik mata depan dangkal, pupil midriasis, lensa biasanya buram

menutupi segmen posterior, tekanan intraokular meningkat, terkadang

disertai iridosiklitis karena uveitis yang diinduksi tumor.

 Tahap Ekstensi Ekstraokular

Pertumbuhan yang progresif, tumor keluar sklera biasanya di limbus.

Penyebaran ekstraokular dapat terjadi sepanjang ruang perivaskular

dari vena vortex atau pembuluh darah silier, dapat disertai keterlibatan

jaringan luar mata yang mengakibatkan proptosis.

 Tahap metastase Jauh

Penyebaran limfatik biasanya tidak diketahui. metastase melalui darah

biasanya terjadi ke hati dan merupakan penyebab kematian tersering.

 Pemeriksaan Penunjang

 Oftalmoskopi indirek merupakan teknik diagnostik yang penting

untuk mengevaluasi tumor intraokular, karena menyediakan lapangan

pandang yang luas dan memfasilitasi visualisasi dari fundus perifer,

terutama bila dilakukan dengan penekanan sklera. Oftalmoskopi

indirek dapat menilai ukuran dasar dan tinggi puncak tumor, tetapi

tidak bisa dilakukan pada mata yang keruh, sehingga membutuhkan

metode diagnostik lain, seperti ultrasonografi, computed tomography

(CT), dan/atau magnetic resonance imaging (MRI).

13
 Slit-lamp biomicroscopy digunakan kombinasi dengan gonioskopi

untuk mengetahui adanya dan tingkat keterlibatan anterior dari

melanoma badan silier. Penggunaan biomikroskopi ultrasound

frekuensi tinggi memungkinkan visualisasi yang sangat baik dari

struktur anterior dan evaluasi serta dokumentasi kelainan segmen

anterior.

 Selain itu, adanya katarak sektoral, keterlibatan glaukoma sekunder,

atau pembentukan pembuluh darah sentinel dapat dijadikan petunjuk

untuk diagnosis tumor badan silier. Evaluasi fundus dengan

perbesaran tinggi dapat menggambarkan adanya ablasio retina

neurosensorik, pigmentasi oranye, pecahnya membran Bruch, invasi

tumor intraretinal, dan keterlibatan vitreus. Fundus biomikroskopi

dengan tiga lensa kontak berguna dalam menilai lesi fundus perifer.

 Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah ultrasonografi.

Ultrasonografi A-scan memberikan penilaian yang akurat dari

reflektifitas, vaskularisasi dan pengukuran ketebalan massa.

Pemeriksaan serial dengan ultrasonografi A-scan dapat digunakan

untuk mendokumentasikan pertumbuhan atau regresi tumor

intraokular. Ultrasonografi A-scan menunjukkan pola tumor padat

dengan echospike yang tinggi pada saat awal dan refleksi amplitudo

internal yang rendah (‘low internal reflectivity’).

 Ultrasonografi B-scan memberikan informasi tentang ukuran relatif

(tinggi dan diameter dasar), bentuk umum, dan posisi tumor

14
intraokular. Bentuk tumor melintang dan disertai ablasio retina dapat

dideteksi lebih mudah dengan ultrasonografi daripada oftalmoskopi.

Ultrasonografi B-scan menunjukkan massa koroid berbentuk kubah

atau jamur, dengan reflektivitas tinggi pada batas anterior, kekosongan

akustik, cekungan koroid, dan terkadang terdapat bayangan orbita.

Ultrasonografi B-scan dapat digunakan untuk mendeteksi tumor

intraokular baik pada media yang jernih maupun keruh.

 Fundus fotografi berguna untuk mendokumentasikan tampilan

oftalmoskop dari melanoma koroid dan untuk mengidentifikasi

perubahan ukuran basal tumor pada pemeriksaan selanjutnya. Foto

fundus sudut luas (60°-180°) menunjukkan penyebaran lesi tumor

intraokuler yang paling luas dan mendokumentasikan hubungan antara

lesi dan struktur intraokular lainnya. Posisi pembuluh darah retina bisa

menjadi penanda perubahan ukuran lesi. Tidak ada pola angiografi

fluorescein yang patognomonis untuk melanoma koroid.

 CT dan MRI tidak banyak digunakan dalam penilaian tumor

melanositik intraokular. Modalitas ini mengidentifikasi tumor

intraokuler pada media yang keruh dan menentukan ekstensi

ektrasklera serta keterlibatan organ lain. MRI dapat membantu dalam

membedakan lesi vaskular atipikal dari tumor melanositik.

15
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan melanoma uvea ditentukan beberapa faktor, diantaranya
ukuran, lokasi, dan luas tumor; status visual mata yang terkena dan mata
sebelahnya; serta usia dan kesehatan umum pasien.
 Observasi
Pertumbuhan lesi melanositik kecil uvea yang tebalnya kurang atau sama

dengan 1 mm dan bisa diobservasi secara berkala menggunakan fundus

fotografi dan ultrasonografi. Lesi dengan ketebalan lebih dari 1 mm,

harus dipertimbangkan untuk pengobatan definitif. Observasi pada tumor

yang membesar secara aktif dilakukan juga pada pasien usia lanjut dan

pasien dengan penyakit sistemik yang tidak dapat dilakukan semua jenis

terapi intervensi.

 Enukleasi

Enukleasi merupakan gold standard dalam pengobatan tumor intraokular

ganas. Enukleasi dilakukan pada melanoma yang berukuran besar,

melibatkan lebih dari separuh bola mata. COM membandingkan aplikasi

terapi radiasi eksternal-beam preenukleasi diikuti oleh enukleasi dengan

enukleasi saja pada pasien melanoma koroid besar. Secara statistik tidak

ditemukan perbedaan signifikan pada kelangsungan hidup 5 tahun.

Enukleasi tetap merupakan perawatan primer melanoma uvea.

Enukleasi merupakan pengangkatan seluruh bola mata dan menyisakan

jaringan orbita lain, dengan memutuskan perlekatan dari otot-otot ekstra-

okuler dan nervus optikus. Rektus superior tidak boleh ditempatkan

terlalu anterior untuk meminimalkan kejadian retraksi palpebra superior

16
atau ptosis. Enukleasi tumor intraokular harus dilakukan dengan hati-hati

untuk mencegah penetrasi bola mata dan meminimalkan resiko

penyebaran sel tumor.

Sebuah konformer dengan drainase besar di sentral harus dimasukkan

post operatif dan didiamkan sampai protesa dipasang sekitar enam

minggu. Implan orbita biasanya dimasukkan pada saat enukleasi primer

tetapi dihindari jika terdapat keganasan intraokular atau orbita sangat

meradang, yang dapat meningkatkan ekstrusi pasca operasi.

 Brachytherapy (plakat radioaktif)

Penerapan plakat radioaktif ke sklera di atas tumor intraokular

merupakan metode yang sering digunakan untuk mengobati melanoma

uvea. Hal ini memungkinkan pengiriman dosis tinggi radiasi untuk tumor

dan dosis yang relatif rendah untuk struktur normal sekitar mata.

Berbagai isotop digunakan, diantaranya, strontium 90, iridium 192, dan

paladium 103, yang paling umum digunakan adalah iodium 125 dan

ruthenium 106. Di Amerika Serikat, iodium adalah isotop yang paling

sering digunakan dalam pengobatan melanoma badan silier dan koroid.

Kemajuan dalam lokalisasi intraoperatif, terutama penggunaan USG,

telah meningkatkan tingkat kontrol tumor lokal sampai 95%. Pada

kebanyakan pasien, ukuran tumor berkurang dan terjadi pendataran

tumor dengan pembentukan skar, tetapi ada juga yang tidak mengalami

perubahan ukuran tumor, meskipun perubahan klinis dan USG dapat

dilihat. Pertumbuhan kembali hanya sekitar 10%. Komplikasi radiasi

17
lambat, terutama neuropati optik dan retinopati, menurunnya visus pada

50% pasien yang menjalani pengobatan. Komplikasi radiasi timbul

tergantung dosis radiasi, dan meningkat pada tumor yang melibatkan atau

berdekatan dengan makula atau saraf optik.

 Charged-particle radiation

Radiasi transfer linear energi tinggi dengan partikel bermuatan (ion

proton dan helium) telah digunakan secara efektif dalam mengelola

melanoma uvea. Teknik ini membutuhkan bedah disertai klip tantalum

untuk sklera untuk menandai margin basal tumor sebelum fraksi radiasi

pertama. Sinar partikel memberikan dosis energi radiasi lebih homogen

untuk tumor daripada sebuah plakat radioaktif dan penyebaran lateral

energi radiasi dari sinar tersebut lebih sedikit. Tingkat kontrol tumor

lokal hingga 98% telah dilaporkan. Respon sama dengan brachytherapy.

Namun, radiasi partikel bermuatan memberikan dosis lebih tinggi pada

segmen anterior dan menyebabkan 10% glaukoma neovaskular yang

tidak terkontrol dan 50% kehilangan penglihatan.

 Radiasi external-beam

Terapi radiasi external-beam konvensional tidak efektif sebagai

modalitas pengobatan tunggal untuk melanoma. Radioterapi external-

beam pre-enukleasi dikombinasikan dengan enukleasi untuk membatasi

kekambuhan orbita pada melanoma besar dan secara non statistik

menunjukkan penurunan yang signifikan mortalitas 5 tahun dan 10 tahun

pada penelitan besar COMS.

18
Komplikasi radioterapi yaitu katarak, mata kering, retinopati radiasi,

optik neuropati, glaukoma neovaskular, perdarahan vitreus, dan

kekambuhan tumor lokal. Katarak dapat berkembang mengikuti semua

jenis radioterapi. Operasi pengangkatan katarak yang diinduksi radiasi

diindikasikan jika tumor intraokular nonviable dan pasien memiliki

keterbatasan penglihatan disebabkan katarak. Tidak ada peningkatan

mortalitas setelah ekstraksi katarak.

 Terapi Alternatif Lain

 Krioterapi

Krioterapi menggunakan teknik tripel beku-cair telah dicoba pada

pengobatan melanoma koroid kecil, tetapi bukan terapi standar dan

tidak ada evaluasi lebih lanjut efikasi terapi ini.

 Diatermi transklera

Diatermi dikontraindikasikan dalam pengobatan tumor intraokular

ganas karena menyebabkan kerusakan sklera dan dapat menyediakan

rute untuk penyebaran sel tumor ke ekstrasklera.

 Kemoterapi

Saat ini kemoterapi tidak efektif dalam pengobatan melanoma uvea

primer atau metastase. Berbagai regimen telah digunakan, untuk

pengobatan paliatif pasien dengan penyakit metastase.

 Imunoterapi

Imunoterapi menggunakan sitokin sistemik, agen imunomodulator,

atau terapi vaksin lokal untuk mencoba mengaktifkan respon imun sel

19
T yang diarahkan ke tumor. Saat ini, imunoterapi untuk melanoma

uvea primer tidak tersedia, dan imunoterapi untuk penyakit metastase

masih dalam penyelidikan.

 Eksenterasi

Eksenterasi dilakukan bila terdapat penyebaran ekstrasklera dari

melanoma uvea, tetapi jarang digunakan. Saat ini bila terjadi

penyebaran ekstrasklera dilakukan pengobatan konservatif, dengan

enukleasi ditambah tenonektomi terbatas. Penambahan radioterapi

lokal untuk mencapai hasil kelangsungan hidup yang hampir sama

dengan pasien yang dilakukan eksenterasi.

2.2.8 Evaluasi Metastase


Semua pasien memerlukan evaluasi metastase sebelum pengobatan
definitif melanoma uvea. Tujuan dari evaluasi ini ada dua:
 Untuk menentukan apakah pasien memiliki kondisi medis lain yang
kontraindikasi untuk perawatan bedah atau perlu diperbaiki sebelum
operasi.
 Untuk menyingkirkan kemungkinan melanoma metastatik. Sangat jarang
penyakit metastase dari melanoma uvea terdeteksi pada saat awal
presentasi. Jika penyakit metastase secara klinis hadir selama evaluasi
praterapi tumor mata, enukleasi tidak dilakukan, kecuali mata terasa
nyeri.

20
2.2.9 Prognosis
Prognosis ditentukan oleh faktor klinis, histologis, dan metastase. Tumor
yang melibatkan sklera dan saraf optik dan yerdapatnya lesi metastase pada
saat diagnosis mengakibatkan prognosis yang buruk. Mortalitas 5 tahun
yaitu 50% dari melanoma koroid besar dan 30% melanoma koroid sedang,
angka mortalitas 5 tahun pada pasien melanoma koroid kecil yang diterapi
sekitar 10%.
Faktor resiko klinis yang dikaitkan dengan mortalitas yang lebih tinggi,
diantaranya:
 Ukuran tumor yang lebih besar pada saat terapi
 Pertumbuhan tumor yang cepat
 Lokasi tumor di anterior misalnya badan silier
 Penyebaran ekstra okular
 Usia yang lebih tua
 Pertumbuhan kembali tumor setelah terapi konservatif bola mata
 Penurunan ukuran tumor yang cepat setelah terapi konservatif bola mata
 Tumor juxtapapiler.
Gambaran histologis dan molekular yang dikaitkan dengan tingkat
metastase yang lebih tinggi, diantaranya:
 Jenis sel epitel
 Indeks mitosis dan proliferasi yang tinggi
 Pola matriks ekstraseluler (loops, networks of loops, and parallel with
crosslinking)
 Limfosit dan makrofag yang menginfiltrasi tumor
 Monosomy 3 dan trisomy 8.

21
BAB III
KESIMPULAN

 Melanoma uveal adalah kanker (melanoma) dari mata, melibatkan iris, badan
siliar, atau koroid yang secara kolektif disebut sebagai uvea.
 Tumor berasal dari sel-sel pigmen (melanosit) yang berada dalam uvea,
berfungsi untuk memberi warna pada mata.
 Melanoma uvea sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada orang dewasa dan
sangat jarang pada anak-anak.
 Angka kejadian melanoma uvea di Amerika Serikat sekitar 4-6 kasus perjuta
populasi Kaukasia dan 8 per 10 juta populasi Afrika Amerika. Terjadi terutama
pada usia 50 tahun dan awal 60 tahunan.
 Melanoma terjadi pada uvea dengan 4% keterlibatan iris, 6% keterlibatan badan
silier, dan 90% keterlibatan koroid. Melanoma koroid muncul sebagai 55% masa
berpigmen, 15% nonpigmen dan 30% campuran.
 Tumor mata sering mencakup beberapa bagian uvea dan dapat diberi nama
sesuai dengan tempat terjadinya.
 Etiologi tidak jelas, tetapi sinar UV merupakan faktor risiko.
 Pengobatan primer dapat melibatkan penghapusan mata yang terkena
(enukleasi).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas SH dan Sri, RY. 2012. Anatomi dan fisiologi mata, Dalam: Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, hal. 1-12
2. Riordan-Eva Paul. 2007. Anatomi dan embriologi mata, Dalam: Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC, hal. 8-19
3. Arif M, K. Triyanti, R. Saviitri. 2007. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta:
Media Aesculapius, hal.520-22

23

Anda mungkin juga menyukai