Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Avulsi
Dalam bidang medis , avulsi merupakan cedera dimana suatu struktur badan itu
tertanggal secara paksaan . Ia sering kali mengacu pada trauma permukaan di mana
semua lapisan kulit telah terkoyak dan mengungkapkan struktur dibawahnya (
seperti jaringan subkutan , otot atau tendon ) . Avulsi adalah serupa dengan abrasi
tetapi lebih parah karena bagian anggota tubuh seperti kelopak mata atau telinga
dapat terpisah sebagian atau sepenuhnya dari tubuh . Istilah ini berasal dari kata
Latin avellere yang berarti " untuk merobek " .
Avulsi terjadi akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi sering kali dihubungan
dengan perdraahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari kepala pada cedera
degloving. Cedera dramatis sering kali dapat diperbaiki dengna scar-scra kecil.
Apabila semua bagian tubuh seperti jari tangan, jari kaki dll jik amengalami
sobekan mka pasti akan dikirim ke rumah sakit dna segera mendapatkana
penanganan.
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali
dihubungkan dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari
tengkorak pada cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat diperbaiki
dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti telinga, jari tangan
tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah sakit
dengan segera untuk memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
B. Etiologi
 Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terjepit, terbentur.
 Trauma elektriks dan trauma karena listrik dan petir.
 Trauma termis yang disebkan oleh dingin dan panas
 Trauma kimia yang disebkan oleh zat kimia yang bersifat asam maupun basa
serta zat iritatif lainya.
C. Jenis jenis Avulsi
Jenis-jenis avulsi pada anggota badan adalah seperti:
a. Telinga
b. Kelopak mata
c. Kuku
d. Saraf (pleksus brakial)

1
e. Kulit
f. Gigi
g. Pembedahan
h. Periosteal

D. Pathway

Cedera/ sayatan

Luka robek / lecet


Luka terbuka/ tertutup
Kerusaakan integritas
Avulsion kulit
Kuman masuk
Perdarahan
KOMPLIKASI Nyeri Akut

Syok hipovolemik
Intoleransi aktifitas
Perawatan luka tidak baik Perwatan luka baik/ RICE

Perawatan di Rumah Sakit


Resiko infeksi Infeksi tidak ada

Defisit pengethauan
sembuh
Sepsis

Kematian anxietas

2
E. Tanda dan Gejala
Tnada-tanda umum adalah syock dn syndrom Remuk (criss syndro) dan tanda-
tanda lokal biasnya terjadi nyeri dan perdarahan.syock sering terjdi akibat
kegaggaalan sirkulasi perifer ditndai dengan tekanan darh menurun hingga atidak
teraba, keringat dingin, lemah, kesdaran menurun hingga tidk sadar.
Syock dapat terjadi misalnya ada daerah yang hancur mislanya otot otot paada
derah yang luka , sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal ynag
menyebbkn kelinn nyng disebut lower nefron/ nefrosis tndnya urin berwarna merh,
disuriaa dan ureum darah meningkat.
F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit pada
perdarahan Hb dba Ht akan menurun disetai leukositosis, sel darah merah yang
bnayak dalam sedimen urin biasanya kan menunjukkan traauma jik mengalami
trauma pada salutran kencing.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan skin avulse atau degloving dibagi menjadi dua
bagian yaitu :
1. Resusitasi
2. Rekonstruksi

Semua pasien harus diperiksa secara menyeluruh dan setiap cedera yang
mengancam nyawa harus segera ditangani. Gangguan sirkulasi dan masalah
skeletal harus segera ditangani dengan control pendarahan dan stabilisasi fracture.

Berkaitan dengan cidera jaringan lunak, maka yang paling penting adalah
menentukan viabilitasnya. Hal ini akan membantu saat dilakukan debridmen dan
membantu dalam memutuskan apakah luka akan ditutup primer atau tidak, apakah
akan segera dilakukan rekontruksi atau tidak.

Banyak cara untuk menentukan viabilitas jaringan baik secara klinis maupun secara
eksperimental. Dari pengamatan langsung atau klinis, kita bias menilai dari batas
perdarahan pada kulit, warna kulit dan kapilari refill (mandel,MA,1981,the
management of flower extriminity degloving injuris, annals of plastic surgery
volume 6 nomor 1) Kaplan et al menyatakan: tanda klinis untuk mengevaluasi
viabilitas flap adanya perdarahan yang berupa darah merah segar pada tepi luka

3
dan munculnya bintik perdaran saat dilakukan eksisi flap (solomons Donald, MB
B.CH,1968,the treatment off skin avulsion injuris,S.A.medical jurnal). Metode ini
masih subjectif dan sekarang lebih direkomendasikan untuk melakukan teknik
analisis perfusi yang objectif menggunakan fital dye teknik quis. Fluorecein,
merupakan cara yang baik untuk menilai permeabilitas jaringan.Dengan dosis
sampai 1,5 gm disuntikkan intra vena maka dalam beberapa menit jaringan dengan
perfusi yang baik akan tampak fluorescein saat disinari ultra violet, daerah yang
tidak fluorescein berarti memiliki system mikrosirkulasi yang jelek dan non viable
(mandel, MA,1981,the mnajement of flower extremity degloving injuries,Annal of
plastic surgrery volume 6 nomor 1). Selain dengan fluorescein, injeksi disulphine
blue dan kiton fast green (ciba) juga bias dilakukan (solomons Donald, MB B.CH
1968, The treatment of skin avulsion injuries, S.A Medical journal).metode lain
seperti angiografi bagus untuk mendeteksi untuk melihat adanya gangguan pada
pembuluh besar, tetapi jarang digunakan untuk mengukur vaskolaritas flap kulit
atau jaringan yangmengalami degloving. USG doppeler banyak digunakan untuk
menilai aliran darah pada pembuluh darah kecil tetapi jarang digunakan untuk
menilai vaskularitas dan flap.

Manajemen standar untuk penatalaksanaan skin avulse dibagi menjadi dua


kategori.yang pertama adalah mengembalikan secara langsung flap pada badnya,
dengan perkiraan bahwa flap vital. Kedua adalah membuang flap dan
menggantikannya dengan graf T, dimana graf ini diperoleh dari flap tersebut
(split/full tihicknees) atau mengambil donor dari tempat lain (KUD SK, K.A,
GF.seldon and RL.atson,degloving injurist of the extrtemityes and
torso.J.trauma,21(10):835)

Pada kasus skin avulse, masalah yang dapat dihadapi menjadi dua, yang pertama
adalah apa yang harus dilakukan dengan flap avulsi dan kedua metode apa yang
digunakan untuk menutup defect pada kulit. Beberapa cara yang mungkin bias
dilakukan untuk mengatasi masalah adalah :

1. Mengembalikan kembali secara langsung flap pada bednya.


Tindakan ini sudah ditinggalkan karena sudah terbukti flap akan mengalami
pembengkakan, nekrosis dan terinfeksi.Sering kali hal ini yang menyebabkan
pasien jatuh dalam kondisi toksis sehingga memperlama waktu

4
perawatan.Pada saat awal, mungkin flap terlihat baik, dengan perfusi arteri
baik, tetapi ternyata system vena dan limpe sudah rusak sehingga system
drainase kurang baik, flap menjadi bengkak dan lama kelamaan akan
menghambat aliran arteri sehingga pada akhirnya flap akan nekrosis (solomons
donal MBCH,20 april 1968, the treetmen of skin avolson injuris, es.a.medical
jurnal) (coryllos, Elizabeth, MD et al, March 1960, Treatment of an Avulsed
Skin-Flap Involving the Circumference of the Entire Lower Leg: A case
Report,Annal of surgery)
2. Pada flap yang masih tampak vital bila panjangnya tidak melebihi lebar dari
pedikelnya, flap dapat dikembalikan kebadnya setelah dibersihkan dan
memberikan hasil yang baik.
Pengalaman menunjukkan bahwa metode ini kurang baik. Pada saat awal
tampak baik, tetapi kemudian mengalami nekrosis. Hal ini juga terjadi karena
gangguan system drenase dimana suplay darah arteri yang baik tidak ditunjang
system drenase vena dan limpe, hal berbeda terjadi maka flap dipotong pada
pedikelnya dan ditanam sebagai seplit atau full tiknes
3. Mengembalikan flap pada bednya setelah jaringan subkutisnya dibuang (de-
fatted)
Metode ini dikatakan sebagai terapi terpilih dan pada penelitian terbukti lebih
baik dibandingkan dengan metode lainnya yang penting untuk diperhatikan
pada metode ini adalah menentukan sampai sebatas mana jaringan yang masih
viable dan sejauh mana dilakukan eksisi.Dengan metode ini flap yang tidak
vital dipotong, dibuang jaringan subkutisnya dan digunakan untuk menutup
defect sebagai graf. Berupa split atau full thickness.Penanaman graf bias
dilakukan secara langsung atau ditunda.
4. Melakukan eksisi pada flap dan menutup defek dengan skin graft baik berupa
split atau full thickness

Pengebangan teknik ini adalah apa yang disebut dengan trilaminar skin coverage
technique, dimana flap dari avulse dilakukan STSG untuk mendapatkan lapisan
epitel dan dermis superficial, lapisan dermis tengah sampai dalam diambil lagi dan
sisa lapisan dermis dalam dibersihkan dari lemak subkutis.Disini kita bisa dapat
mendapatkan 3 lapis grab yang bisa digunakan untuk menutup luka.

5
Pemilihan split atau full thicknees akan memiliki konsekwensi masing
masing.Dengan menggunakan split thicknees maka kemungkinan graf “take “
lebih tinggi. tetapi pada evaluasi setelah dua tahun kulit tampak tipis, gelap dan
seperti bersisik sehingga misalnya tempatnnya tepat didistal amputate, maka pada
saat menggunakan protesis akan timbul luka. Keuntungan lain dari split thickness
adalah lapisan ini hamper pasti bebas trauma sengga jaringannya lebih sehat
dibandingkan jika menggunakan full thickness terutama jika efullsi yang
disebabkan oleh mesin industry. Sedangkan menggunakan full thickness,
walaupun kemungkinan “take”nya lebih kecil tetapi kulit akan lebih kuat dan
secara kosmetik lebih baik.

Mengenai waktu dilakukan kapan akan dilakukan graf, bisa di lakukan lansung
atau di tunda. Keuntungan lansung adalah luka segera di tutup sehingga bisa di
pakai sebagai barier terhadap infeksi dan jika gerak baik maka lama rawatnya juga
berkurang. Kelemahan cara ini adalah sulitnya mencapai haemostatis yang
adekuat. Dengan menunda pemasangan gerak maka ada beberapa keuntungan
yang bisa diperoleh: hemostasis cukup, sisa jaringan non pital terlihat, kondisi
pasien akan lebih baik. Gerak yang diperoleh dari plak bisa disimpan didalam
reprigat untuk sementara waktu.

6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh Menurut Carpenito (2013:47).
1. Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membawa klien masuk rumah sakit, Pada
umumnya keluhan utama pada kasus avulsi adalah rasa nyeri. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi


faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar,diris-iris, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit luka/ pembedahan.

7
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga seperti keadaan sakit DM,
hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
e. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan
pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari
edema,gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti
infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Ada 2 kondisi yang perlu dikaji
 Luka baru
1. Kaji keaadaaan umum pasien
2. Kaji tempat kejadian (emergensi aau stabil)
3. Kaji tanda-tanda vital
4. Kaji keadaan luka
5. Kaji adanya tanda-tanda infeksi luka
6. Kjai hal-hal yaang berhhubungna dengan luka, fraktur, pendarahan, onjury,
dan cedera kepala
7. Kaji perdarahan yang keluar ( ada atau tidak, jumlah warna dam bau )
 Luka lama
1. Kaji penampilan luka
2. Kaji luas luka
3. Kaji keluhan nyeri
4. Kaji kondisi jahitan luka
5. Kaji drainage
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
 Trauma tumpul/ tajam

8
 Insisi pembedahan
 Penekanan yang lama
 Injury
 Imobilisasi
2. Nyeri Akut berhuubungan dengan
 Cedera termal
 Insisi pembedahan
 kerusakan jaringan
 Imobilisasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
 Hilangnya sebagian jaringan
 Luka terbuka
 Mal nutrisi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
 Nyeri
 Imobilissi
 Kelemahan fisik
C. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakn integritas kulit berhubungan dengan trauma tupul/tajam, insisi
operasi, penekanan yang lama, injury, imobilissi
Hasil yang diharapkan :
 Klien akna mempertahnakan keutuhan kulit selam perawatan
 Jaringan tampak menyatu
 Kulit tidak lecet
 Integrits kulit bebas dari luka tekan
Intervensi :
1. Kaji/ catat keadaan luka (ukuran, wrna, kedalaman luka) perhatikan
jaringan nekrotik
R/ memberikn informasi dasar adanya kemungkinan kebutuhan tentang
sirkulasi
2. Kaji kulit luka terbuka , benda asing, kemrahan, perdarahan, dan perubahan
warna.
R/ sebgi data dasar untuk intervensi selanjutnya.
3. Anjurkan klien untuk merubh posisi setiap 4 jam

9
R/ menigkatkan perfusi jaringan dan sirkulasi dengan mencegah dekubitus
akibat tekanan dan gesekaan yang lama.
4. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari
R/ mencegah terjadinya kerusakan kiulit secara lebih lanjut
5. Pertahnakan tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering.
R/ menghidarkankulit lecet dan terkontaminasi dnegan mikroorganisme
6. Tempatkan bantalan air/ bantalan dibawah siku, tumit sesuai indikasi.
R/ menurunkan tekanan pada area yang beresiko terjadinya kerusakan kulit
7. Guanakan baby oil 2-3 kali setelah mandi.
R/ melincinkan kulit dan menghindari gatal.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terafi anti inflamasi.
R/ menghindari infeksi.
2. Nyeri berhubungan dengan cedera termal, insisi pembedahan, kerusakan
jaringan, imobilisasi.
Hasil yaang diharapkaan :
 Klien kaan bebas dari nyeri selama perawatan
 Klien mengatakan nyeri berangsur-angsur menghilang sampai dengan
hilang.
 Klien tampak rileks
 Klien dapat beraktifitas tanpa nyeri
Intervensi :
1. Kaji keluhn nyer (lokasi, intrnits, skala, lamnya serngan PQRST )
R/ sebagai databdasra untuk menentukan intervensi selnajutnya.
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ tirah baring dalan posisi nyaman, memungkinkan paisen untuk
mengurangi spasme otot, peneknan pada bagian tubuh tertentu, dan
mempasilitasi jika terjadinya reduksi.
3. Anjurkna pasien untuk melakukan gerakan yng tepat dan batasi aktifitas
sela anyeri.
R/ mengilnagkn dan mengurangi stress pd otot dna mencegah trauma lebih
lanjut.
4. Anjurkjan adan ajarakan klien untuk melakukan tehnik visualissi, relkssi.
R/ mengalihkan perhatian dan membnatu menghilangkan nyeri dsn
mempercepat prose penyembuhan.

10
5. Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena.
R/ meningktkan aliran balik vena, meningktkan edemaa, dan mennurunkan
nyeri.
6. Lakukan kompres dingin / es 24-48 jam pertma.
R/ menurunkn edema/ pembentukan hematom, menurunkan sensasi nyeri.
7. Letakkan semua kebutuhan paisen dalam batas ynag mudah dijangkau oleh
paisen.
R/ menurunkan resiko peregangan saat meraih.
8. Kolaborasi dnegan dokter untuk pemberin terafi anlgetik
R/untk mnegurangi nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya sebagian jaringan, luka
terbuka, malnutrisi.
Hal yang diharapkan :
 Kien tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi selama mas
aperawatan
 Luka tampak kering dan bersih
 Toidak ada cairan/ darah yang keluar merembes
 Penyembuhan luka rapat dan baik.
Intervensi :
1. Kaji kulit terhadap iritasi, luka terbuka/ robekan kulit.
R/ mengidentifikasi adanya faktor pencetus msuknya kuman penyebba
infeksi.
2. Kaji TTV
R/ sebgai intervensi sel ajutnya di tanda-tanda vital.
3. Tekankan tehnik cuci tangan untuk semua individu yang datang/ ada
kontak dengan klien
R/ mencegah kontaminasi silang,mencegah infeksi.
4. Keluarga perlu anjurkan klien di isolasi sesuai indikasi.
R/ isolasi dapat dilihat dari luka sederhana/ terbuka untuk mencegah
kontaminasi silang.
5. Lakukan perawatan luka aseptik selama 2 kali sehari.
R/ mencegah infeksi dna mendukung penyembuhan.

11
6. Tampung cairan sisa yang terkontaminasi pad tempat tertentu dalam
ruangan kemudian dibuang pada pembuangna yang sudah disediakan oleh
rumah skit
R/ mencegah penyebran infeksi di lingkungan RS.
7. Kolaborasi dengan dokter dlam pemberian antibiotik
R/ antibiotik dapat membuhun kuman penyakit dan mengurangi
penyebaran infeksi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri, imobilisasi, kelemahan fisik.
Hasil yang diharapkan :
 Klien dapat melakukan aktifitas mandiri selama ms aperawatan
 Klien tampak rileks.
Intervensi :
1. Kaji respon terhadap aktifitas klien
R/ sebgai parameter untuk menentukan taaingkat kemampuan klien dalma
beraktifitas.
2. Kaji TTV
R/ sbgai indikator terhadap perubhn TTV kibtaa aktifitas.
3. Observsi keluhan klien selam aberaktifitaas.
R/ indikator untuk menetukan intervensi selanjutnya.
4. Jelaskan pasa pasien tentang tehnik penghemaytan energi.
R/ mengurangi dna mengheat penggunaan energi, juga membantu
keseimbngan antara suplai dan kebutuhna O2
5. Ubah posisi secara periodik dn lakukan tehnik nafas dalam.
R/ mengurangi tekanan pada salah satru area dnegan meningkatkan
sirkulasi perifer
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
R/ mengurangi kelelahan otot dpat membantu mengurangi nyeri, spasme
dan kejang.

D. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan
cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana
keparawatan.

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan
di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih
atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan 2010).
Avulsi terjadi akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi sering kali dihubungan
dengan perdraahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari kepala pada cedera
degloving. Cedera dramatis sering kali dapat diperbaiki dengna scar-scra kecil.
Apabila semua bagian tubuh seperti jari tangan, jari kaki dll jik amengalami sobekan
mka pasti akan dikirim ke rumah sakit dna segera mendpatkana penanganan.
B. Saran
Dari kasus diatas yaitu avulsion merupakan suatu keadaan masalah kesehatan
yang hrus segera di tangani . Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan
pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong


W, ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
1997: 72-3.
2. Wasitaatmadja. SM. Anatomi Kulit . Ilmu Penyakit kulit dan kelamin , edisi ketiga ,
FKUI ,Jakarta , 2001, hal 3-8.
3. I. C. Josty, R. Ramaswamy and J. H. E. Laing. 2001. Vacuum-assisted closure: an
alternative strategy in the management of degloving injuries of the foot. British
Journal of Plastic Surgery.
4. Yamada, N. Ui, K. Uchinuma, E. 2001. The use of a thin abdominal flap in
degloving finger injuries. British Journal of Plastic Surgery volume 54 pp: 434-438.
5. Chen, SL. Chou, GH. Chen, TM. Wang, HJ. 2001. Salvage of completely degloved
finger with a posterior interosseous free flap. British Journal of Plastic Surgery .The
British Association of Plastic Surgeons.
6. Van der Kolk, BM. Pickkers, P. 2007. Treatment of necrotizing soft tissue
infections. Netherlands Journal of Critical Care.
7. Karmiris, NA. Vourtsis, SA. Assimomitis, CM. Spyriounis, PK. 2008. The role of
microsurgical free flaps in distal tibia, ankle and foot reconstruction. A 6 year
experience. EEXOT Volume 59, (4):223-229.
8. E Segev, S Wientroub. Y Kollender, I Meller. A Amir, E Gur. 2007. A combined use
of a free vascularised flap and an external fixator for reconstruction of lower
extremity defects in children. Journal of Orthopaedic Surgery ;15(2):207-10
9. Chin-Ta Lin, Shyi-Gen Chen, Niann-Tzyy Dai, Tim-Mo Chen, Shun-Cheng Chang.
2013. Free Sensate Anteromedial Thigh Fasciocutaneous Flap for Reconstruction of
Complete Circumferential Degloving Injury of the Digits: Case Report and
Literature Review. J Med Sci ;33(1):057-060
10. Pilancı, Özgür. Et al. 2013. Management of soft tissue extremity degloving injuries
with full-thickness grafts obtained from the avulsed flap. Ulus Travma Acil Cerr
Derg Vol. 19, No. 6.
11. Doengoes, Mrilynn E., Mary Frances Moorhouse., & lice C.Muur.2010. Nursing
Diagnosis Manual : planning, individuallizing nd Documenting Client Care.
Philadelphia :F.A Davis Company.

14

Anda mungkin juga menyukai