Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Psikologi yang
berjudul “PSIKOLOGI DALAM KESEHATAN” dengan tepat waktu tanpa
halangan suatu apapun. Diharapkan makalah ini dapat memberikan wawasan dan
informasi kepada pembaca tentang perkembangan pentingnya psikologi bagi
kesehatan seseorang.
Bagaimana pun penulis telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-
baiknya, namun tidak ada kesempurnaan dalam karya manusia. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Mudah-mudahan sedikit yang penulis sumbangkan ini, akan menjadi ilmu yang
bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam pengobatan keprilakuan. Menurut Smet (1994) psikologi kesehatan ini
merupakan kepedulian para pakar psikologi yang peduli akan kesehatan yang
sifatnya holistic mencakup aspek fisiki, mental, dan sosial. Psikologi kesehatan
secara khusus dapat didefinisikan Penggerak konstribusi disiplin psikologi
pendidikan, ilmiah, dan professional yang spesifik untuk mempromosikan dan
memelihara kesehatan, prevensi dan penanganan sakit, dan identifikasi
hubungan etiologis dan diagnostis mengenai kesehatan, sakit, dan disfungsi
yang berkaitan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Memasukkan budaya dan psikologi ke dalam terapan ilmu kesehatan
sangat penting. Misalnya, dalam promosi kesehatan, preventif, keratif,
rehabilitasi, tidak mungkin mengesampingkan budaya setempat. Bahkan
beberapa budaya terdapat berbagai penyakit yang memang khas budaya
tersebut, yang hanya bisa dipahami, jika kita memasukkan konsep budaya
dalam penangan penyakit tersebut. Misalnya beberapa penyakit yang memiliki
kecenderungan mendapat pengaruh budaya seperti Hikokomori (lazim di
Jepang) dan anoreksia (lazim dalam masyarakat barat). Memahami alasan yang
mendasari hal ini, cara pencegahan dan pengobatan yang efektif untuk penyakit
seperti ini akan memerlukan pendekatan budaya.
4
Perilaku (PKIP). Dalam disiplin ilmu tersebut, mempelajari pentingnya
Psikologi dalam dunia Kesehatan menyangkut ilmu-ilmu perilaku kesehatan
untuk memberikan kontribusi nyata kepada peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Pengembangan keilmuan dibidang Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku diarahkan kepada aspek konseptual dan aspek terapan, di antaranya
metode dan teknologi pendidikan promosi kesehatan serta bidang ilmu perilaku
kesehatan dengan mempertimbangkan dan mengapresiasi aspek-aspek sosial
budaya masyarakat. Peminat cabang keilmuan psikologi kesehatan diharapkan
memiliki kemampuan merumuskan, menganalisis, merencanakan, menerapkan
dan mengevaluasi berbagai strategi, metode dan teknik promosi kesehatan
untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan masyarakat.
5
(reinforcing factors). Faktor predisposisi meliputi pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan dan tingkat sosial-ekonomi, dan sebagainya. Faktor
pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya ketersediaan air bersih, tempat
pembuangan sampah dan tinja, ketersediaan makanan bergizi, termasuk
keterjangkauan pada sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Posyandu,
Polindes, dan sebagainya. Sedangkan faktor penguat mencakup faktor
sikap dan perilaku tokoh masyarakat, perilaku petugas kesehatan, serta
peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan mulai dari undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan teknis dibidang kesehatan.
Untuk mempengaruhi perilaku masyarakat agar menerapkan pola hidup
sehat, pendekatan pendidikan kesehatan mutlak dilakukan. Karena pada
dasarnya, Pendidikan adalah sebuah proses sosialisasi ilmu dan nilai untuk
mempengaruhi orang lain secara individu atau kelompok agar mau mengikuti
ilmu dan nilai yang diajarkan seorang pendidik kesehatan. Unsur-unsur dalam
pendidikan kesehatan untuk mempengaruhi perilaku seseorang adalah unsur
input dan unsur output. Unsur input seperti sarana pendidikan dan tenaga
pendidik sedang unsur output yakni proses pendidikan yang dilakukan sebagai
upaya untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan petugas pendidik.
6
mengatasi kesakitan yang dideritanya. Psikologi kesehatan tidak
mendefinisikan “sehat” sebagai tidak sakit. Sehat dilihat sebagai pencapaian
yang melibatkan keseimbangan antara kesejahteraan fisik, mental dan sosial.
Psikologi kesehatan mempelajari seluruh aspek kesehatan dan sakit sepanjang
rentang hidup. Psikologi kesehatan fokus pada pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, seperti bagaimana mendorong anak mengembangkan kebiasaan
hidup sehat, bagaimana meningkatkan aktivitas fisik, dan bagaimana
merancang suatu kampanye yang dapat mendorong orang lain memperbaiki
pola makannya.
Psikologi Kesehatan juga mempelajari aspek-aspek psikologis dari
pencegahan dan perawatan sakit. Seorang psikologi kesehatan misalnya,
membantu mereka yang bekerja di lingkungan yang memiliki tingkat stress
yang tinggi untuk mengelola stress dengan efektif, sehingga tekanan yang
dialami di lingkungan kerja tidak mempengaruhi kesehatan mereka. Seorang
psikolog kesehatan juga dapat bekerja dengan mereka yang sedang menderita
suatu penyakit agar dapat menyesuaikan mental dan fisik mereka dengan
penyakit tersebut atau untuk mematuhi treatment yang dirancang oleh dokter
yang merawatnya. Psikologi kesehatan juga fokus pada etiologi dan kaitannya
dengan kesehatan, sakit dan disfungsi. Etiologi merujuk pada asal dan penyebab
sakit, dan psikolog kesehatan secara khusus tertarik pada faktor-faktor perilaku
dan sosial yang menyumbang kesehatan dan sakit dan disfungsi. Faktor-faktor
tersebut meliputi kebiasaaan yang merusak atau menunjang kesehatan seperti
konsumsi alkohol, merokok, olahraga, mengenakan sabuk pengaman, dan cara-
cara ‘berkawan’ dengan stress. Pada akhirnya, psikolog kesehatan menganalisa
dan berusaha meningkatkan system perawatan kesehatan dan merumuskannya
dalam kebijakan kesehatan. Psikologi kesehatan mempelajari dampak institusi
kesehatan dan tenaga medis dan paramedis terhadap perilaku orang.
Psikologi kesehatan bertujuan untuk memahami dinamika psikologis
individu yang tetap menjaga kesehatannya, dinamika psikologis individu yang
sehat namun kemudian mendapat diagnosa penyakit kronis serta dinamika
psikologis individu saat merespon keadaan sakit kronis yang sedang dialami.
7
Kita pasti pernah bertemu dengan orang yang tampak selalu sehat dan jarang
sakit. Terbersit dalam benak kita, apa yang dilakukan orang tersebut sehingga
kesehatannya terjaga? How does he or she maintain his or her
health? Dinamika psikologis apa yang tercermin pada individu yang berhasil
menjaga kesehatannya? Kita pernah pula berjumpa dengan orang yang sehat,
namun setelah orang tersebut mendapat diagnosa penyakit tertentu, muncul
banyak perubahan pada dirinya. Perubahan fisik dan juga perubahan emosional.
Orang tersebut menjadi lebih sensitif perasaannya-lebih emosional, menjadi
kurang semangat dalam berkarya-malas, bahkan mungkin memperlihatkan
perubahan perilaku yang sangat berbeda dalam kesehariannya.
Dinamika psikologis apa yang terlihat pada individu yang demikian?
Kita mungkin juga pernah bertemu dengan orang yang tengah berjuang dalam
menghadapi penyakit kronis yang dideritanya. Kita seolah dapat membaca
cerminan jiwanya, antara yakin dan tidak yakin bahwa dirinya bisa terbebas dari
penyakit yang dideritanya. Terkadang kita melihat orang itu tampak
bersemangat dan akan melakukan apapun demi kesembuhannya, namun di saat
lain kita meyaksikan orang tersebut berada pada puncak keputusasaannya.
Sehingga apapun yang kita katakan atau kita lakukan seolah tidak terlalu
bermakna bagi dirinya. Dinamika psikologis apa yang ada pada individu yang
demikian? Dinamika psikologis individu yang sehat ? Individu ini menyadari
bahwa kesehatan adalah sesuatu yang teramat penting. Bentuk kesadaran ini
tercermin dalam perilaku sehat (health behaviour). Perilaku sehat adalah
perilaku seseorang dalam mempertahankan status kesehatannya. Olah raga
teratur dan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi adalah contoh perilaku
sehat.
Individu selalu belajar (learn) dari kisah kesehatan orang lain. Proses ini
adalah bagian dari dinamika psikologis orang yang sehat. Karena ia
mendapatkan pemahaman (insight) bagaimana menjaga kesehatannya dan
bagaimana terhindar dari penyakit yang dialami oleh orang lain. Sehingga jika
ada keinginan untuk melakukan perilaku yang tidak sehat (poor health
behavior) - misal merokok - akan selalu ada yang informotaknya untuk tidak
8
meneruskan keinginan berperilaku tidak sehat. Dinamika psikologis individu
yang sehat kemudian sakit ? Individu yang sehat dapat melakukan banyak
aktivitas secara mandiri. Ketika kemudian ia terdiagnosa dengan penyakit
kronis tertentu akan muncul ketakutan dan kecemasan atas eksistensi dan
performansinya.
Kecemasan ini merupakan masalah tersendiri, bukan karena
mendatangkan stres bagi individu namun mempengaruhi kemampuan individu
dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari. Ketika suatu penyakit terjadi
pada seseorang, seluruh aspek kehidupannya akan terpengaruh. Dinamika
psikologis dan emosional yang muncul seringkali berupa pertanyaan seperti
"siapa yang akan merawat mereka ketika mereka telah sembuh? Jika pada
akhirnya mereka tidak dapat bekerja lagi, bagaimana mereka dapat
membayar/menangani masalah keuangan? Jika selama ini individu tersebut
merasa mampu melakukan semua hal sendiri secara mandiri, dapatkah mereka
kemudian menerima keadaan baru mereka (jadi tergantung pada orang lain).
Bagaimana jika individu ini tidak dapat lagi melakukan hobi lama?
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit
kronis yang dideritanya, yaitu :
1. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis
seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien
akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu
berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita
sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera
sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk
mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara
total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas
penyakit ini, misalnya perubahan body image).
2. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas
9
reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan
kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah
menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan
memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi
dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit
kanker.
3. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita
penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke,
kanker dan penyakit jantung mengalami depresi. Untuk dapat memahami
respon yang terjadi atas perubahan yang ada pada penderita penyakit kronis,
perlu pemahaman yang mendalam tentang diri individu (self) itu
sendiri. Self merupakan salah satu konsep utama dalam ilmu psikologi. Para
psikolog mengacu pada self concept sebagai keyakinan atas kualitas dan
penilaian yang dimiliki seseorang.
Penyakit kronis dapat menghasilkan perubahan yang drastis pada self
concept dan self esteem. Beberapa perubahan yang ada bisa bersifat
sementara, walaupun ada juga yang bersifat permanen. Self concept itu
sendiri merupakan bagian dari self evaluation termasuk didalamnya
beberapa aspek seperti body image, prestasi, fungsi sosial dan the private
self.
1. The Physical Self
Body image merupakan penilaian dan evaluasi atas fungsi dan
penampilan fisik seseorang. Body image yang rendah berhubungan
dengan harga diri yang rendah diikuti dengan terjadinya peningkatan
depresi serta kecemasan.
2. The Achieving Self
Jika keadaan penyakit kronis menjauhkan individu dari aktivitas
ini, konsep diri individu yang bersangkutan bisa terkoyak dan rusak.
Namun jika pekerjaan dan hobi sama sekali tidak terpengaruh oleh
10
keadaan sakit dan sebagainya, individu dapat memperoleh kepuasan
tersendiri dan meningkatkan harga dirinya.
3. The Social Self
Sebagaimana yang telah diketahui bersama, menciptakan
kembali kehidupan sosial pasien penderita penyakit kronis merupakan
aspek yang penting. Bentuk sumber daya sosial yang dapat membantu
individu yang menderita penyakit kronis misalnya dengan pemberian
informasi, bantuan dan dukungan emosional. Partisipasi keluarga dalam
proses rehabilitasi merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan.
Memberikan informasi pada anggota keluarga lain (bahkan anak-anak)
yang akurat dan cukup mengenai keadaan individu yangs akit (misalnya
gangguan/penyakit yang dialaminya, proses/treatment yang akan
dijalaninya bahka perubahan emosional yang terlihat) merupakan
sesuatu yang penting untuk dilaksanakan agar terhindar dari
kebingungan dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi antara individu
yang sakit dengan pihak keluarga.
Dengan demikian, setiap individu memiliki dinamika
psikologisnya tersendiri bilamana dikaitkan dengan status
kesehatannya. Antara individu yang sehat, individu yang sehat
kemudian sakit dan individu yang telah terkena penyakit kronis
memiliki dinamika psikologis dan emosional yang harus dipahami.
Psikologi kesehatan mencoba memahami aspek kejiwaan (psikologis
dan emosional) individu yang berada pada salah satu situasi diatas
(terlebih pada individu yang sakit).
11
termasuk Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan pendekatan perilaku dalam promosi
kesehatan tentang bahaya rokok. Publikasi terbaru hasil penelitian tentang
rokok dirilis pada 6 Februari 2012 dalam jurnal Archives of General Psychiatry,
yang dilakukan Severine Sabia dan rekan-rekannya dari University College
London. Penilaian fungsi mental para responden dilakukan selama tiga kali
selama kurun waktu 10 tahun. Sedangkan penilaian status merokok responden
dilakukan enam kali dalam kurun waktu 25 tahun. Usia rata-rata responden
adalah sekitar 56 tahun ketika penilaian pertama dilakukan.
Hasil analisis data sekitar 5.100 pria dan lebih dari 2.100 wanita terkait
fungsi mental, seperti memori, pembelajaran, dan pengolahan pikiran. Peneliti
menemukan bahwa di kalangan kaum pria, merokok berhubungan dengan
merosotnya kemampuan otak yang lebih cepat. Selain itu, penurunan yang lebih
massif terjadi pada pria yang terus merokok selama masa penelitian. Peneliti
menemukan bahwa pria yang berhenti merokok dalam 10 tahun sebelum
penilaian pertama dilakukan ternyata masih berisiko mengalami penurunan
mental, terutama terkait fungsi “eksekutif” pada otak. Namun, mereka yang
telah berhenti merokok dalam jangka waktu lama, cenderung mengalami
penurunan fungsi otak lebih lambat. Dalam riset tersebut, Severine Sabia dan
rekan-rekannya tidak menemukan hubungan antara efek merokok dan
penurunan fungsi mental pada kaum wanita. Alasan untuk perbedaan jenis
kelamin ini belum terungkap dengan jelas. Tetapi, hal itu mungkin berkaitan
dengan fakta bahwa pria umumnya cenderung merokok lebih banyak ketimbang
wanita. Untuk merubah perilaku merokok, maka beberapa teori perilaku bisa
menjadi rujukan seperti Teori Kurt Lewin, Teori Festinger, dan sebagainya.
Menurut Kurt Lewin (1970), perilaku manusia adalah suatu keadaan yang
seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driven forces) dan kekuatan-
kekuatan penahan (restining forces). Pada teori Kurt Lewin, melakukan
perubahan perilaku dengan cara melakukan ketidakseimbangan antara kedua
kekuatan didalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya
perubahan pada diri seseorang.
12
Ketiga kemungkinan tersebut adalah pertama, kekuatan-kekuatan
pendorong meningkat; adanya stimulus yang mendorong untuk terjadinya
perubahan-perubahan perilaku, seperti penyuluhan kesehatan dan bentuk-
bentuk promosi kesehatan lainnya. Kedua, kekuatan-kekuatan penahan
menurun; adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan seperti
anggapan bahwa merokok tidak mengganggu kesehatan. Anggapan yang keliru
tersebut dapat memperlemah driven forces. Ketiga, kekuatan pendorong
meningkat sedang kekuatan penahan menurun; kondisi inilah yang
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku, termasuk perilaku merokok.
Dari studi kasus perilaku merokok, maka bisa dilihat hubungan erat
pentingnya Ilmu Psikologi dalam dunia kesehatan. Apalagi Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang memiliki pendekatan preventif dan promotif, maka
penggunaan Psikologi sangat penting dan relevan dalam upaya-upaya
pencegahan ancaman terjangkit penyakit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Peranan Psikologi dalam dunia keperawatan sangat besar. Hal tersebut
disebabkan karena peran psokologis seseorang selalu menyertai diri, sejak
mulai merasakan sakit kemudian masuk rumah sakit hingga keluar dari rumah
sakit dan sembuh, peran psikologis seseorang tersebut sangat besar. Selain itu,
dengan ilmu psikologi kita dapat lebih memahami kepribadian dan tingkah laku
pasien sehingga kita dapat menyeleseikan masalah tersebut dengan sudut
pandang yang berbeda.
Psikologi kesehatan bertujuan untuk memahami tentang seseorang
dalam dinamika psikologis yang selalu menjaga kesehatannya, dinamika
psikologis seseorang yang sehat tetapi dia mengalami diagnosa penyakit kronis
serta dinamika psikologis seseorang saat merespon sakit kronis yang
dialaminya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.yarsi.ac.id/web-directory/kolom-dosen/73-fakultas-psikologi/173-
metta.html
14
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/03/20/pentingnya-ilmu-
psikologi-dalam-kesehatan/
http://ml.scribd.com/doc/22686304/MAKALAH-PSIKOLOGI
http://www.anneahira.com/psikologi-kesehatan.htm
http://www.psikologi.ui.ac.id/pages/peminatan-terapan-psikologi-kesehatan
http://www.psychologymania.com/2012/03/budaya-dan-psikologi-
kesehatan.html
http://psikologi.infogue.com/apakah_psikologi_kesehatan_
15