Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ade Selvi Pebriani

Nim : 171101198
Email : Adeselvipebriani1@gmail.com

Judul: Penilaian dalam pembelajaran siswa


Abstrak: Penilaian merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi keguruan,
yakni kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai sejauh mana ia telah mampu
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Setiap guru harus dapat melakukan
penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara iluminatif-observatif maupun
secara struktural-objektif. Makna dari kedua cara penilaian tentang kemajuan belajar tersebut,
seperti terurai berikut ini: Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan
yang terus-menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian
secara struktural-objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa
dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. Masih banyak kekurangan dan kelemahan,
penilaian cara yang kedua (struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun
penilaian cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan guru
disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut belum membudaya
(Sudjana, 1989 : 21 – 22).Dengan pendapat tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa
masih terbatasnya kemampuan akademik dari para guru di dalam lembaga-lembaga pendidikan
formal merupakan suatu kendala yang pasti untuk menuju pada kualitas pembelajaran yang
relevan. Di samping itu, masih ada kecenderungan-kecenderungan negatif pada diri guru. maka
perlu adanya suatu kegiatan penalaran yang dapat menjelaskan secara sistematis tentang
kemampuan guru mata pelajaran dalam penilaian ranah kognitif, afektif dan psikomotor, baik
yang dilakukan oleh guru itu sendiri maupun pihak lainnya.
Kata kunci: Penilaian, iluminatif-observatif, struktural-observatif, kognitif, afektif, psikomotor.
BAB 1
PEMBAHASAN

A. Penilaian dalam pembelajaran siswa


Penilaian merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi keguruan,
yakni kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai sejauh mana ia telah mampu
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya.
Kiranya perlu dicatat bahwa dalam usaha pencapaian tujuan selalu terdapat jurang pemisah
(gap) antara tujuan dan hasil yang dicapai. Karena itu, usaha-usaha yang serius harus dilakukan
untuk :
1.Menentukan tujuan yang realistis dan pragmatis.
2.Menentukan standar kualitas pekerjaan yang diharapkan.
3.Meneliti sampai pada tingkat apa standard yang telah ditentukan itu dapat dicapai.
4.Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, baik penyesuaian rencana,
pelaksanaan maupun cara memotivasi serta pengawasan. Penyesuaian dapat pula ditujukan
terhadap tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1981 : 141).
Kriteria di atas merupakan komponen-komponen yang perlu mendapatkan perhatian
dalam setiap aktivitas proses penilaian. Artinya bahwa setiap kegiatan penilaian harus selalu
tertuju pada ketentuan-ketentuan tersebut.
Dalam pendidikan, orang mengadakan evaluasi (penilaian) dapat memenuhi dua tujuan,
yaitu :
(a)Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang didik setelah si terdidik tadi menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
(b)Untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 : 7).
Berpangkal dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penilaian dalam
lembaga-lembaga pendidikan formal pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan informasi
mengenai jarak antara situasi yang ada dengan kondisi yang diharapkan untuk memperoleh data
yang akan memberikan gambaran tentang harapan-harapan yang tertuang dalam tujuan
pembelajaran seperti yang ditetapkan sebelumnya. Tanpa ada kegiatan penilaian tidak akan
mungkin seorang guru dapat mengembangkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang
dilaksanakan karena tidak tersedianya informasi yang akurat tentang kelebihan/keuntungan
maupun kekurangan/kelemahan dari berbagai praktik-praktik yang telah dilakukannya di dalam
proses pembelajaran itu sendiri. Demikian pula bahwa dengan kegiatan penilaian akan diperoleh
data tentang sejauh mana penguasaan peserta didik terhadap bahan yang telah tersaji dalam
interaksi belajar mengajar dan sekaligus juga dapat diketahui efektifitas dan efesiensi program
pengajaran yang telah dilakukan.
Penilaian dalam proses belajar bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai. Karena
tujuan pendidikan pada umumnya bersifat kompleks, maka penilaiannya pun tidak mungkin
sederhana. Dalam menilai tujuan yang hendak dicapai perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai
berikut.
a.Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian.
b.Hasil belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan.
c.Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan.
d.Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta yang dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari
(Rusyan, 1989 : 2010 – 2011).
Apabila diperhatikan beberapa aspek yang perlu dicermati dalam proses penilaian sebagai
bidang garapan guru di sekolah, maka dapat dinyatakan pula bahwa pada hakekatnya kegiatan
penilaian itu harus berorientasi pada ketiga aspek tujuan pendidikan, yakni aspek kongnitif,
afektif dan psikomotor.
Di dalam perkembangan lembaga-lembaga pendidikan formal, di mana sampai saat ini
masih harus diakui bahwa terdapat ketimpangan yang sangat mendasar yang dilakukan oleh para
guru di sekolah tentang pelaksanaan penilaian, dimana guru-guru pada umumnya tidak
memahami kualitas tes atau alat yang disusunnya.
Umumnya guru-guru yang melaksanakan tugas-tugas keguruan, pada setiap jenjang
pendidikan dapat dikatakan memiliki berbagai keterbatasan kemampuan, baik yang disebabkan
katena faktor intern dari guru-guru yang bersangkutan maupun yang disebabkan oleh
keterbatasan fasilitas untuk berbuat secara optimal sesuai dengan tuntutan dari perkembangan
ilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak sedikit para ahli pendidikan yang memiliki
asumsi bahwa guru-guru di lapangan masih belum mampu mengoptimalkan antara potensi yang
dimilikinya dengan kenyataan-kenyataan yang semestinya dikerjakan. Salah satu di antaranya,
sebagaimana dipaparkan di bawah ini.
Diakui atau tidak dan disadari atau tidak, praktik penilaian pendidikan yang berkembang
sampai saat ini masih banyak mengalami kendala, hal ini bersumber dari ketidakmampuan
akademis dari guru yang bersangkutan untuk melaksanakan proses penilaian di bidang tersebut.
Dengan kata lain, guru kurang memahami penilaian secara mendalam. Kebanyakan guru tidak
memiliki latar belakang pendidikan formal secara khusus dalam penilaian pendidikan. Di
sebagian perguruan tinggi atau lembaga penghasil tenaga pendidik dan tenaga kependidikan,
kajian tentang penilaian pendidikan hanya diperoleh melalui beberapa mata kuliah saja atau
bahkan satu mata kuliah saja. Sehingga bukanlah hal yang mengejutkan jika sebagian guru
menggunakan tes yang sama dari tahun ke tahun. Sebagian guru bahkan berendapat bahwa
mereka memberikan tes sebagaimana tes yang mereka terima. Hal ini dapat dibenarkan
sepanjang guru menggunakan tes yang benar-benar baku dan dilakukan dengan cara yang baku
pula. Namun terkadang guru menggunakan tes yang tidak dapat dijamin standarisasinya, dan tes
yang cenderung sama digunakan dari tahun ke tahun(Supranata, 2004 : 70).
Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa,
baik secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-objektif. Makna dari kedua cara
penilaian tentang kemajuan belajar tersebut, seperti terurai berikut ini.
Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus-menerus
tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara struktural-
objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam
rangka penilaian hasil belajar siswa. Sungguhpun masih banyak kekurangan dan kelemahan,
penilaian cara yang kedua (struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun
penilaian cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan guru
disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut belum membudaya
(Sudjana, 1989 : 21 – 22).
Dengan pendapat tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa masih terbatasnya
kemampuan akademik dari para guru di dalam lembaga-lembaga pendidikan formal merupakan
suatu kendala yang pasti untuk menuju pada kualitas pembelajaran yang relevan. Di samping itu,
masih ada kecenderungan-kecenderungan negatifpada diri guru.Tidak ada usaha yang lebih baik
selain usaha untuk meningkatkan mutu tes atau non-tes yang disusunnya.Namun hal ini tidak
dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk beranggapan bahwa yang menjadi hasil
karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah cukup. Guru yang sudah banyak
pengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes/non-tes, juga masih sukar menyadari bahwa
tesnya masih belum sempurna (Arikunto, 1987 : 199).
Gejala-gejala yang digambarkan di atas, pada dasarnya meliputi hampir semua
pengemban profesi guru, sehingga pada akhirnya berdampak langsung pada semua mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah, terutama dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang
berorientasi pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Bertitik tolak dari fakta-fakta teori yang ada, maka perlu adanya suatu kegiatan penalaran
yang dapat menjelaskan secara sistematis tentang kemampuan guru mata pelajaran dalam
penilaian ranah kognitif, afektif dan psikomotor, baik yang dilakukan oleh guru itu sendiri
maupun pihak lainnya.

B. Contoh Pengembangan Instrumen Penilaian Proses dan Hasil Pembelajaran Bahasa


Indonesia
Penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia sama dengan penilaian mata pelajaran
lain, meliputi 3 ruang lingkup, yaitu:
1. Penilaian program pengajaran (penilaian terhadap tujuan, isi program, dan strategi
pengajaran)
2. Penilaian proses pengajaran (kesesuaian antara rencana dan PBM); kesiapan guru dalam
melaksanakan PBM; kesiapan siswa mengikuti PBM; minat dan perhatian siswa;
keaktifan dan partisipasi siswa; peranan BP terhadap siswa yang memerlukan; interaksi
komonikasi yang terjadi dikelas; pemberian penguatan; pemberian tugas).
3. Penilaian hasil pengajaran penguasaan siswa terhadap tujuan yang direncanakan.
Berikut contoh penilaian proses dan hasil pembelajaran bahasa indonesia:
Penilaian Proses pembelajaran bahasa Indonesia
Contoh Penilaian Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia
Contoh 1
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : II/ I SD
Standar Kompetensi : Membaca (permulaan)
Indikator : Mampu membaca huruf dan kata
Tema : Dapat membaca dengan lafal yang tepat
Sub tema : Pengalaman
Waktu : 2 X 35 menit

Keterampilan yang dilatihkan:


- Melatih pelafalan huruf dan kata
- Melatihkan membaca dengan intonasi yang benar
- Pemahaman isi bacaan
Kegiatan pembelajaran (penggalan)
- Dua atau tiga anak bergiliran diminta membaca teks yang sudah disediakan guru yang
berjudul, contoh “Pergi ke Toko Buku” dengan bersuara.
- Siswa mengamati pembacaan temannya dan memberikan tanggapan . jika ada anak yang
mengatakan belum benar , guru meminta siswa lain mencoba memperbaiki cara
membaca. Selanjutnya, secara bersama-sama membaca seperti contoh terutama cara
pelafalan.
BAB 2
PENUTUP

Kesimpulan
Penilaian merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi keguruan,
yakni kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai sejauh mana ia telah mampu
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Dalam pendidikan, orang mengadakan
evaluasi (penilaian) dapat memenuhi dua tujuan, yaitu :
(a)Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang didik setelah si terdidik tadi menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
(b)Untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 : 7). Adapun contoh Penilaian dalam
pembelajaran bahasa Indonesia sama dengan penilaian mata pelajaran lain, meliputi 3 ruang
lingkup, yaitu:
1. Penilaian program pengajaran (penilaian terhadap tujuan, isi program, dan strategi pengajaran)
2. Penilaian proses pengajaran (kesesuaian antara rencana dan PBM); kesiapan guru dalam
melaksanakan PBM; kesiapan siswa mengikuti PBM; minat dan perhatian siswa; keaktifan dan
partisipasi siswa; peranan BP terhadap siswa yang memerlukan; interaksi komonikasi yang
terjadi dikelas; pemberian penguatan; pemberian tugas).
3. Penilaian hasil pengajaran penguasaan siswa terhadap tujuan yang direncanakan.
SUMBER

Arikunto, Suharsimi, 1987, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta.

Buchari, M, 1983, Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan, Jemmars, Bandung.

Rusyan, A. Tabrani; Atang Kusdinar dan Zainal Arifin, 1989, Pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar, Remadja Karya CV, Bandung.

Siagian, P. Sondang, 1981, Filsafat Administrasi, Gunung, Agung, Jakarta.

Sudjana, Nana, 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Supranata, Sumarna dan Muhammad Hatta, 2004, Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum
2004, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Jerowaru Lombok Timur, 20 Desember 2011

https://www.kompasiana.com/ahmadturmuzi/550af8bc8133111178b1e3f7/kegiatan-penilaian-
proses-pembelajaran

http://maphikmah.blogspot.com/2018/02/instrumen-penilaian-proses-dan-hasil.html

Anda mungkin juga menyukai