Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Pediatric basic life support (PBLS) merupakan suatu upaya resusitasi.


Resusitasi merupakan upaya yang dilakukan terhadap penderita atau korban yang
berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah kematian. Kejadian henti
jantung di luar rumah sakit bervariasi antara 2−20 kasus / 100.000 anak setiap
tahunnya. Serangan henti jantung di rumah sakit sekitar 5,5% terjadi pada anak
yang paling sering di sebabkan oleh asfiksia, dimana 6,7% dari anak yang dapat
bertahan, namun banyak yang mengalami gangguan neurologis. Faktor yang
mempengaruhi kondisi anak yang menjalani resusitasi adalah kondisi anak
sebelumnya, waktu dimulainya resusitasi jantung paru (RJP), awal terdeteksinya
henti jantung, dan kualitas dari proses PBLS. Resusitasi jantung paru sangat
berhubungan dengan keberhasilan kembalinya sirkulasi spontan atau return of
spontaneous circulation (ROSC).1

Pediatric Chain Survival berdasarkan American Heart Association tahun


2015 meliputi tindakan prevetif, resusitasi jantung paru (RJP) segera dengan
mengutamakan pijat jantung (teknik C-A-B atau Circulation-Air-Breathing),
mengaktifkan akses emergensi atau emergency medical system (EMS), bantuan
hidup lanjut, serta melakukan perawatan pasca henti jantung. 2

Sebagian besar kasus henti jantung pada anak disebabkan oleh hipoksia,
pada anak jarang dijumpai gangguan primer jantung yang dapat menyebabkan
henti jantung mendadak. Hal ini menyebabkan teknik A-B-C masih banyak
dikerjakan pada pasien anak, meskipun proses Airway-Breathing dilakukan dalam
waktu sesingkat mungkin. AHA menyatakan bahwa bila pijat jantung terlambat
dilakukan, angka keberhasilkan resusitasi menjadi lebih kecil. Ada penelitian
tentang perbandingan C-A-B dan A-B-C pada 170 tim resusitasi dengan hasil
bahwa teknik C-A-B membuat pengenalan dan intervensi henti jantung dan paru
lebih cepat secara bermakna.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit kardiovaskular adalah penyakit dengan prevalensi yang tinggi


dalam kegawatdaruratan. Banyak korban yang mengalami serangan jantung atau
heart attack tidak mendapatkan pertolongan yang layak dan semestinya sehingga
mortilitas untuk kasus ini sangat tinggi. Henti jantung atau cardiac arrest adalah
hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi
normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Bantuan Hidup Dasar
(BHD) adalah tindakan yang dilakukan untuk menolong korban yang keadaan
kehidupannya (nyawanya) terancam. Tindakan ini merupakan langkah kedua
untuk menyelamatkan korban. Ada 4 langkah yang menentukan keberhasilan
pertolongan korban yang mengalami cardiac arrest:3

1. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda


awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS.
2. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan
otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang
3. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrillasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut sekarang.
4. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernapasan.

Pediatric Basic Life Support


Pediatric Basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) pada anak
adalah tindakan resusitasi tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas
seperti bag-mask ventilation (BMV), sedangkan PALS atau bantuan hidup lanjut
(BHL) pada anak suatu tindakan resusitasi menggunakan alat atau obat resusitasi
sehingga penanganan lebih optimal. Untuk mencapai keberhasilan resusitasi
diperlukan keterampilan dan kerjasama yang baik dalam satu tim. 1

2
Resusitasi jantung paru segera dan efektif berhubungan dengan kembalinya
sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologi. Saat jantung berhenti
oksigenasi akan berhenti pula dan menyebabkan gangguan otak yang tidak
dapat diperbaiki walaupun terjadi dalam beberapa menit. Waktu merupakan hal
yang sangat penting saat kita menolong korban yang tidak sadar dan tidak
bernapas. 1

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan


sirkulasi agar oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan
organ vital lainnya. Penyebab terjadinya henti napas dan henti jantung
berbeda-beda tergantung usia. Pada bayi dan anak penyebab tersering adalah: 1
 Sudden infant death syndrome (SIDS)
 Penyakit pernapasan
 Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing)
 Tenggelam
 Sepsis
 Penyakit Neurologis
 Terbakar

Rantai Kelangsungan Hidup


Berdasarkan pedoman dari AHA tahun 2015 tatalaksana harus dilakukan
secara berkesinambungan meliputi RJP dan aktivasi system EMS terutama jika
ada lebih dari 1 penolong di tempat kejadian sesuai dengan Pediatric chain
survival 2015 dibagi menjadi dua IHCA dan OHCA. Pasien yang mengalami
OCHA mengandalkan masyarakat untuk memberikan dukungan. Penolong tidak
terlatih harus mengenali serangan, meminta bantuan, dan memulai CPR serta
memberikan defibrilasi hingga tim penyedia layanan medis darurat mengambil
ahli tanggung jawab. Sebaliknya pada HCA, mengandalkan sistem pengawasan
yang sesuai untuk mencegah serangan jantung. 4

3
Gambar 1. Pediatric chain survival

Sebelum melakukan BLS yang harus diingat dalam menolong pasien adalah
3S (Safety, Stimulate dan Shout for assistance). Selalu pastikan tempat melakukan
resusitasi aman untuk anak dan penolong. Posisikan anak terlentang di atas alas
datar dan keras. Jika anak harus dipindahkan, pergerakan leher dan kepala harus
seminimal mungkin. Setelah itu stimulasi dilakukan dengan guncangan ringan dan
dengan teriakan keras untuk melihat respons anak dan jangan lupa teriak minta
pertolongan untuk bantuan melakukan RJP. 3

Penekanan dada yang efektif adalah aspek yang paling penting dari resusitasi
henti jantung, dimana RKP yang dilakukan dengan kompresi lebih dahulu akan
meningkatkan kemungkinan korban untuk bertahan hidup karena tersedianya
sirkulasi ke otak dan jantung. 5

4
Circulation
Pada anak yang tidak sadar, penilaian sirkulasi dilakukan dalam 10 detik
dengan meraba pulsasi arteri brakialis (pada bayi) dan arteri karotis dan femoralis
pada anak. Jika frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit dan pada anak terlihat
tanda perfusi kurang (pucat dan sianosis), kompresi dada dapat dimulai. Kompresi
dada dilakukan secara push hard and fast, dengan kedalaman sepertiga diameter
anteroposterior dada, harus kembali sempurna (complete recoil) setelah setiap
kompresi dengan interupsi minimal. Semua ini termasuk high quality CPR.
Kecepatan kompresi pada orang dewas yaitu 100-120 x/menit pada bayi dan anak.
Penggunaan feedback device direkomendasikan karena dapat membantu
penolong dalam mengoptimalkan kecepatan dan kedalaman kompressi dada. 3

Pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan
dua jari (two-finger chest compression technique) yang diletakkan 1 jari di
bawah garis imajiner intermamae atau two thumb–encircling hands technique
yang direkomendasikan jika didapatkan dua penolong. Pada anak >1 tahun
kompresi jantung luar dilakukan dengan teknik kompresi pada pertengahan
bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak menekan
prosesus xypoid ataupun sela iga.1

Gambar 2. Teknik kompresi dada pada bayi

5
Jika penolong seorang diri, lakukan 30 kompresi dada diikuti pemberian 2
bantuan napas. Untuk 2 penolong, pemberian bantuan napas dan kompresi dada
dilakukan dengan perbandingan 15:2. Jangan melakukan bantuan napas dan
kompresi dada pada saat yang bersamaan. 3

6
Airway
Pada anak yang tidak sadar, lidah sering jatuh ke belakang dan dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas. Penolong harus membuka jalan napas
dengan maneuver head tilt dan chin lift yang dapat dikerjakan baik pada pasien
trauma maupun nontrauma. Teknik Jaw thrust dilakukan bila terdapat kecurigaan
trauma servikal. 3

Gambar 3. Cara melakukan head tilt dan chin lift

Breathing
Penilaian pernapasan sudah tidak mengguanakn metode listen, look and feel,
namun saat ini hanya melihat pegerakan dinding ada dan simultan dilakukan
dengan meraba nadi dalam 10 detik. Jika anak tidak bernapas atau gasping,
pertahankan jalan napas dan berikan 2 kali bantuan napas. Pada anak <1 tahun,
gunakan teknik mouth-to-mouth and nose, sedangkan pada anak >1 tahun dengan
menggunakan teknik mouth-to-mouth. Jika anak bernapas dan tidak ada riwayat
trauma sebelumnya. tempatkan pasien pada posisi stabil untuk menjaga jalan
napas dan menurunkan risiko aspirasi. 3

Hindari pemberian ventilasi yang berlebihan karena dapat menyebabkan


pneumotoraks akibat tekanan berlebihan, dapat menyebabkan regurgitasi lambung
karena saat ventilasi udara dapat masuk baik ke paru ataupun lambung, serta dapat
menyebabkan berkurangnya curah jantung akibat peningkatan tekanan intratorak
sehingga aliran balik darah ke jantung (venous return) berkurang. Ketiga hal ini
akan memperburuk kondisi anak. 3

7
Gambar 4. Bantuan napas pada bayi

Aktifkan Sistem Tanggap Darurat (Emergency Reponse System)


Jika ada penolong, seseorang harus segera melakukan CPR dan yang lain
harus mengaktifkan siste tanggap darurat (di sebagian besar daerah dengan
menelepon 911) dan mendapatkan AED (Automated external defibrillator), jika
tersedia. Kebanyakan bayi dan anak-anak dengan henti jantung disebabkan
asfiksia daripada akibat ventrikula fibrilasi. Oleh karena itu, untuk penolong
tunggal direkomendasikan untuk melakukan 2 CPR sebelum penolong
mengaktifkan system tanggap darurat dan mendapatkan AED jika ada di
dekatnya. Penolong tunggal kemudian harus kembali ke korban secepat mungkin
dan mengggunakan AED (jika tersedia) atau melanjutkan CPR, dimulai dengan
kompresi dada. Lanjutkan dengan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi sampai
penolong tanggap darurat tiba atau korban mulai bernapas spontan. 3

Keputusan mengakhiri upaya resusitasi


Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RJP segera setelah diagnosis
henti napas atau henti jantung dibuat. Tidak ada pernapasan spontan dan refleks
muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih
merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau di bawah efek

8
barbiturat atau dalam anestesia umum. Tidak adanya tanggapan jantung atau tidak
ada aktivitas listrik jantung terhadap tindakan resusitasi selama paling sedikit 30
menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat optimal menandakan mati
jantung. Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri jika ada salah satu
keadaan berikut ini:3

1) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.


2) Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung
jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
3) Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter
sebelumnya).
4) Penolong terlalu lelah sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
5) Pasien dinyatakan mati.
6) Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui Bahwa pasien berada dalam
stadium terminal, suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir
dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah
atau satu jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).

Gambar 5. Posisi stabil pada anak

Algoritma RJP pada anak menurut AHA di bagi dua yaitu Algoritma untuk satu
penolong dan dua penolong dapat dilihat pada gambar 6 dan gambar 7. 4

9
Gambar 6. Algoritma Pediatric Basic Life Support

10
Gambar 7. Algoritma Pediatric Basic Life Support

11
Tabel 1. Ringkasan Komponen CPR untuk penyedia BLS

12
BAB III
KESIMPULAN

Resusitasi jantung dan paru pada anak merupakan hal yang harus diketahui
semua kalangan, terutama tenaga kesehatan, seorang dokter harus mengenali
adanya henti jantung paru, mengusahakan resusitasi dengan cepat dan tepat,
melakukan teknik yang mengacu pada high quality CPR sehingga ROSCH dapat
dicapai.

Bantuan hidup dasar (Basic Life Support) pada anak berdasarkan


rekomendasi American Health Association (AHA) tahun 2015 Menegaskan
kembali urutan C-A-B (Compression- Airway-Breathing) sebagai urutan yang
tepat saat melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Peryoga, SU. Bantuan Hidup Dasar Dan Bantuan Hidup Lanjut Pada Anak.
Workshop FK UNS. Solo:Divisi Emergensi dan Rawat Intensif Anak
(ERIA).2017
2. Atkins DL, Berger stuarrt, Duff JP, Gonzales JC,et all. Pediatric bassic life
support and cardiopulmonary resuscitation quality 2015 American heart
association guidlnes update for cardiopulmonary resuscitation and emergancy
cardiovasculer care Pediatric. 2015;136 (2):S167-75.
3. Yuniar, Irene. Bantuan Hidup Dasar pada Anak. Continuing Medical
Education CDK -220/vol.41 No. 9. Jakarta: Divisi Pediatri Gawat Darurat,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2014
4. Highlights of the 2015 American Heart Association idelines Update for CPR
and ECC.©2015 American Heart Association.

5. Arif SK. RKP(RESUSITASI KARDIOPULMONER). Departemen


Anestesiologi , Terapi Intensif Dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin. Makassar:2016

14

Anda mungkin juga menyukai