Anda di halaman 1dari 33

Peninggalan kerajaan kutai

Peninggalan sejarah yang membuktikan Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu pertama adalah
ditemukannya prasasti berbentuk Yupa menggunakan bahasa sanskerta dan huruf pallawa. (Yupa adalah
tiang batu pengikat hewan korban untuk dipersembahakan kepada dewa.)
Peninggalan kerajaan tarumanegara

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik
Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya,
Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya
menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai
Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana
alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan
yang terjadi pada musim kemarau.

3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang
mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, KabupatenPandeglang, Banten, berisi pujian
kepada Raja Purnawarman.

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor


5. Prasasti Muara Cianten, tepi sungai Cisadane

6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor


Peninggalan kerajaan kalingga

Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu,
Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang
berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang
mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu
ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan
lambang keeratan hubungan manusiadengan dewa-dewa Hindu.[4]

Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi.
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta
Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama
Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-
bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Candi Bubrah, Jepara


Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang
kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan
Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.
Peninggalan kerajaan sriwijaya

1. Prasasti Ligor

Prasasti Ligor merupakan prasasti yang terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand). Prasasti ini
merupakan pahatan ditulis pada dua sisi, bagian pertama disebut prasasti Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip
Viang Sa sedangkan di bagian lainnya disebut dengan prasasti Ligor B.
Isi: Dari manuskrip Ligor A ini berisikan berita tentang raja Sriwijaya, raja dari segala raja yang ada di dunia, yang mendirikan
Trisamaya caitya untuk Kajara.[2] Sedangkan dari manuskrip Ligor B berangka tahun 775, berisikan berita tentang nama Visnu
yang bergelar Sri Maharaja, dari keluarga Śailendravamśa serta dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana (pembunuh musuh-
musuh yang sombong tidak bersisa).

2. Prasasti Palas Pasemah


Prasasti Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis
dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk
aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.
Isi:
Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

2. Prasasti Leiden

Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka tahun 1005 yang terdiri dari bahasa
Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden, Belanda.
Isi: Prasasti ini memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya dengan dinasti Chola dari Tamil, selatan
India.

4. Prasasti Kota Kapur


Prasasti ini ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat penemuannya yaitu sebuah
dusun kecil yang bernama "Kotakapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu
Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen
pada bulan Desember 1892.
Isi: Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh Dapunta Hiyaŋ, seorang
penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya.

5. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan
35 Ilir, Palembang,Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil
berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di
Museum Nasional Indonesia
Isi: Menyatakan bahwa Dapunta Hyang mengada- kan perjalanan suci (sidhayarta) dengan perahu dan membawa 2.000 orang.
Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan beberapa daerah.

6. Prasasti Hujung Langit

Prasasti Hujung Langit, yang dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang, adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di desa
Haur Kuning, Lampung, Indonesia. Aksara yang digunakan di prasasti ini adalah Pallawa dengan bahasa Melayu Kuna. Tulisan
pada prasasti ini sudah sangat aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya 919 Saka atau 997 Masehi.
Isi: Isi prasasti diperkirakan merupakan pemberian tanah sima.

7. Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen


Palembang kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang,
Isi: Isi prasasti Talang Tuo adalah berupa doa-doa dedikasi, dimana hingga kini, doa-doa demikian masih dijalankan dan
diyakini. Prasasti ini memperkuat bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari cara pandang Mahayana pada masa tersebut,
dengan ditemukannya kata-kata seperti bodhicitta, mahasattva, vajrasarira, danannuttarabhisamyaksamvodhi, dimana istilah-
istilah bahasa Sanskerta tersebut memang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.

8. Prasasti Telaga Batu


Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota
Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di
sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di
sekitar prasasti. Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan
Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Isi: Isinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah
dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori
berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.

9. Prasasti Karang Birahi

Prasasti Karang Brahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir
L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin. Prasasti ini terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan
Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.

Peninggalan kerajaan mataram kuno


1. Prasasti Canggal

Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya) adalah prasastidalam bentuk candra
sengkala berangka tahun654 Saka atau 732 Masehi yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di
desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti yang ditulis pada stela batu ini
menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti dipandang sebagai pernyataan diri RajaSanjaya pada
tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini menceritakan tentang
pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-
mula adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.

2. Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kunoyang berangka tahun
700 Saka atau 778M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan,Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam
huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil
membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra
(Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi
Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha).
Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan. Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.147 di Museum
Nasional, Jakarta.

3. Prasasti Kedu (Mantyasih)

Prasasti Mantyasih, juga disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu adalahprasasti berangka
tahun 907 M yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung
Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung.
Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-
raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno. Dalam prasasti juga disebutkan bahwa
desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini
masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan.
Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung
SindorodanSumbing). Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih"

4. Prasasti Kelurak

Prasasti Kelurak merupakan prasasti batu berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekatCandi Lumbung Desa
Kelurak, di sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah. Keadaan batu prasasti Kelurak sudah
sangat aus, sehingga isi keseluruhannya kurang diketahui. Secara garis besar, isinya adalah tentang didirikannya
sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya.
Menurut para ahli, yang dimaksud dengan bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks
Percandian Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda
peninggalan kerajaan Sriwijaya. Prasasti Kelurak ditulis dalam aksara Pranagari, dengan menggunakan bahasa
Sanskerta. Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.44 di Museum Nasional, Jakarta.

5. Prasasti Ratu Boko

Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa, arti harafiah: "raja
bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan.
Ditemukan di wilayah Kecamatan Prambanan,Kabupaten Sleman, Yogyakarta dan terletak pada ketinggian hampir
200 m di atas permukaan laut. berisikan tentang kekalahan Balaputeradewa dalam perang saudara dengan
kakaknya (Pramodawardhani). Balaputradewa melarikan diri ke sriwijaya.

6. Prasasti Nalanda
Prasasti Nalanda merupakan sebuah prasasti yang terdapat
di Nalanda, Bihar, India. Prasasti ini berangka tahun 860, dari penafsiran manuskrip menyebutkan Sri Maharaja di
Suwarnadwipa, Balaputradewa anak Samaragrawira, cucu dari Śailendravamsatilaka (mustika keluarga Śailendra)
dengan julukan Śrīviravairimathana (pembunuh pahlawan musuh), rajaJawa (Mataram Kuno) yang kawin dengan
Tārā, anak Dharmaset.
Peninggalan kerajaan Kediri

1. Candi Penataran

Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara
Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun
pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa
pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.

2. Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi
yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya
dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.

3. Candi Tondowongso

Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun
Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar
untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian
Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957.
Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan
Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam
bentuk bangunan atau hasil pahatan.

4. Arca Buddha Vajrasattva

Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi
Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
5. Prasasti Kamulan

http://dimassahrul.files.wordpress.com

Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada
masa pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan
bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.

6. Prasasti Galunggung

Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak
di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno.
Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa
huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di
tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah
satu sisi prasasti.
(from http://www.radartulungagung.co.id)

7. Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa
Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam prasasti
tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat
Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning.

8. Candi Tuban

Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi
menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari
pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap
angker.

Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa
Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi
Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas
candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.

Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari
dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga
didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma
dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
(from http://sebuah-dongeng.blogspot.com)

9. Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan
penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu.
Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang
dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.

10. Prasasti Talan

Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136
Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan
manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap. Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada
Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan
Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan
menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka
memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.

Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan
menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Peninggalan kerajaaan singashari

1. Candi Singosari

Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada lembah di antara Pegunungan
Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada
yang bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi raja Singasari
terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-
gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.

2. Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya
hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan
Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km
dari Candi Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada
masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening
airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.

4. Arca Dwarapala

Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala
merupakan pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan letak
kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada
awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta

6. Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh
bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun
1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh
lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali
ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan
lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

7. Prasastri Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan
sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan
oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci,
termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai
pariwara pembangunan sebuah caitya.

8. Candi Jawi

Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan Pringebukan.
Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya
merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari
abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang
merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.

9. Prasasti Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah
tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta,
dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja
Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha
Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
Peninggalan kerajaan majapahit

1. Candi Sukuh

Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini
digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni
yang melambangkan seksualitas. Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan
Dunia sejak tahun 1995.

2. Candi Cetho

Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit
(abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga
melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali
pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai
diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa
Gumeng,Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.

3. Candi Pari

Candi Pari adalah sebuah peninggalan Masa Klasik Indonesia di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Lokasi tersebut berada sekitar 2 km ke arah barat laut pusat semburan lumpur PT
Lapindo Brantas saat ini.

Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan peninggalan zaman
Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M.

4. Candi Jabung

Candi hindu ini terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton,Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Struktur
bangunan candi yang hanya dari bata merah ini mampu bertahan ratusan tahun. Menurut keagamaan, Agama
Budha dalam kitab Nagarakertagama Candi Jabung di sebutkan dengan nama Bajrajinaparamitapura. Dalam kitab
Nagarakertagama candi Jabung dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk pada lawatannya keliling Jawa Timur pada
tahun 1359 Masehi. Pada kitabPararaton disebut Sajabung yaitu tempat pemakaman Bhre Gundal salah seorang
keluarga raja.

Arsitektur bangunan candi ini hampir serupa dengan Candi Bahal yang ada di Bahal, Sumatera Utara.

5. Gapura Wringin Lawang

Dalam bahasa Jawa, Wringin Lawang berarti 'Pintu Beringin'. Gapura agung ini terbuat dari bahan bata merah
dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim
disebut bergaya candi bentar atau tipe gerbang terbelah. Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era
Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.

6. Gapura Bajang Ratu

Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan
Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi
sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang
dalamNegarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328 M). Namun
sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini
didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di
daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.

7. Candi Brahu

Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan
sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi
Brahu.

8. Candi Tikus

Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Candi Tikus yang
semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan
laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan
rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya
merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut
berada merupakan sarang tikus.

9. Candi Surawana
Candi Surawana adalah candi Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, sekitar
25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan
dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam
Negarakertagamadiceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit pernah berkunjung bahkan
menginap di Candi Surawana. Candi Surawana saat ini keadaannya sudah tidak utuh. Hanya bagian dasar yang telah
direkonstruksi.

10. Candi Wringin Branjang

Candi Wringin Branjang terletak di Blitar, Jawa Timur. Candi yang terbuat dari batu andesit ini memiliki bentuk
yang sangat sederhana. Struktur bangunannya tidak memiliki kaki candi, tetapi hanya mempunyai tubuh dan atap
candi saja, dengan ukuran panjang 400 cm, lebar 300 cm dan tingginya 500 cm. Sedangkan pintu masuknya
berukuran lebar 100 cm, tingginya 200 cm dan menghadap ke arah selatan. Pada bagian dinding tidak terdapat
relief atau hiasan lainnya, tetapi dinding-dinding ini memiliki lubang ventilasi yang sederhana. Bentuk atap candi
menyerupai atap rumah biasa, dan diduga bangunan candi ini merupakan tempat penyimpanan alat-alat upacara
dari zaman Kerajaan Majapahit yakni pada abad ke 15 M.
Peninggalan kerajaan bali

1)Kerajaan buleleng

Pura Panji

2) Kerajaan Warmadewa

Pura tirta empul


Pura penegil dharma

Anda mungkin juga menyukai