Anda di halaman 1dari 4

1.

Ciprofloxacin
Farmakodinamik:
Bentuk double helix DNA harus dipisahkan menjadi 2 rantai DNA pada saat akan
berlangsungnya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini selalu akan mengakibatkan
terjadinya puntiran berlebihan (overwindling) pada double helix DNA sebelum titik
pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase
(topoisomerasi II) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan
kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal.
Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon
terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (= DNA girase) dan IV
pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang
mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada waktu
transkripsidalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan
DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai.
Farmakokinetik:
Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam
nalidiksat. Penyerapan siprofloksasin dan mungkin juga fluorokuinolon lainnya
terhambat bila diberikan bersama antasida. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan
protein. Golongan obat ini didistribusi dengan baik pada berbagai organ tubuh. Dalam
urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui kadar hambat minimal
untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Salah satu sifat
fluorokuinolon yang menguntungkan adalah bahwa golongan obat ini mampu mencapai
kadar tinggi dalam jaringan prostat. Beberapa fluorokuinolon seperti siprofloksasin dan
ofloksasin dapat mencapai kadar tinggi dalam cairan serebrospinal bila ada meningitis.
Sifat lain fluorokuinolon yang menguntungkan adalah masa paruh eliminasinya
panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali sehari. Kebanyakan fluorokuinolon
dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal. Sebagian kecil obat akan
dikeluarkan melalui empedu.
Indikasi:
ISK, infeksi saluran cerna, infeksi saluran napas, penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual, infeksi tulang dan sendi
Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap ciprofloxacin, anak dibawah 18 tahun, kehamilan dan menyusui
Efek Samping:
Mual, muntah, sakit kepala, hepatotoksisitas.
Dosis:
Oral :
2 kali 250 – 500 mg
Untuk gonore : 1x250 mg
Parenteral :
3 kali 200 – 400 mg IV
Sediaan :
Tablet 250, 500 dan 750 mg
Infus 200 dan 400 mg
Interaksi obat:
 Antasid dan Preparat Besi (Fe) absorpsi kuinolon dan fluorokuinolon dapat
berkurang hingga 5-% atau lebih. Karena itu pemberian antasid dan preparat besi
harus diberikan dengan selang waktu 3 jam
 Teofilin. Beberapa kuinolon seperti siprofloksasin, pefloksasin dan enoksasin
menghambat metabolisme teofilin dan meningkatkan kadar teofilin dalam darah
sehingga dapat terjadi intiksikasi. Karena itu pemberian kombinasi kedua
golongan obat ini perlu dihindari.
 Obat-obat yang dapat memperpanjang interval QTc. Golongan kuinolon
sebaiknya tidak dikombinasikan dengan obat-obat yang dapat memperpanjang
QTc interval, antara lain obat anti aritmia kelas IA (kuinidin, prokainamid) dan
golongan III (amiodaron, sotalol, terfenadin, dan sisaprid).
Opini:
Setuju, karena :
Berdasarkan anamnesis pada pasien, pasien mengeluhkan sesak napas, batuk, dan
keluhan gastrointestinal berupa mual, muntah dan diare. Pada pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya peningkatan frekuensi napas (26x/menit), dan pada auskultasi
terdapat adanya ronkhi pada paru-paru kanan dan kiri. Dan pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan jumlah leukosit meningkat (leukositosis) 16.800/uL
dimana gejala-gejala diatas mengarah kepada Pneumonia.
Maka ciprofloxacin dapat digunakan karena ciprofloxacin merupakan antibiotik
golongan fluorokuinolon lama yang mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat
terhadap bakteri H. Influenzae, dimana bakteri tersebut adalah salah satu penyebab
pneumonia pada orang dewasa.

2. Ramipril
Farmakodinamik:
Secara umum ACE Inhibitor dibedakan atas dua kelompik: 1) Yang bekerja langsung,
contohnya kaptopril dan lisinopril. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, ramipril,
perindopril, silazapril, benazepril, fosinopril, dll.
ACE Inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga terjadi vasodilatasi
dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat
sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi
ACE Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,
sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan
retensi urin. Pada gagal jantung kongestif efek ini akan sangat mengurangi beban
jantung dan akan memperbaiki keadaan pasien. Walaupun kadar Ang1 dan renin
meningkat, namun pemberian ACE Inhibitor jangka panjang tidak menimbulkan
toleransi dan penghentian obat ini biasanya tidak menimbulkan hipertensi rebound.
Selain itu, ACE Inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardi.
Berkurangnya produksi angiotensin II oleh ACE Inhibitor akan mengurangi sekresi
aldosteron di korteks adrenal. Akibatnya, terjadi ekskresi air dan natrium, sedangkan
kalium mengalami retensi sehingga ada tendensi terjadinya hiperkalemia terutama pada
gangguan fungsi ginjal. Di ginjal ACE Inhibitor menyebabkan vasodilatasi arteri
renalis sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan secara umum akan memperbaiki
laju filtrasi glomerulus. Pada sirkulasi glomerulus, ACE Inhibitor menimbulkan
vasodilatasi lebih dominan pada arteriol eferen dibanding dengan arteriol aferen
sehingga menurunkan tekanan intraglomeruler. Efek ini akan dimanfaatkan untuk
mengurangi proteinuria pada nefropati diabetik dan sindrom nefrotik. Dan juga akan
memperlambat progresivitas nefropati diabetik. Namun, pada stenosis arteri renalis
bilateral atau stenosis unilateral pada ginjal tunggal ACE Inhibitor dapat memperburuk
fungsi ginjal. Penurunan tekanan filtrasi glomerulus pada keadaan stenosis arteri renalis
diatas dapat menimbulkan kegagalan filtrasi.
Farmakokinetik:
Sebagian besar ACE Inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril yang
tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal.
Indikasi:
Hipertensi ringan, sedang, dan berat. Hipertensi dengan gagal jantung kongestif,
hipertensi dengan hipotrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner.
Kontraindikasi:
Wanita hamil, ibu menyusui, pasien stenosis arteri renalis bilateral atau unilateral pada
keadaan ginjal tunggal.
Efek Samping:
Hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash, gagal ginjal akut, teratogenik
Dosis:
2,5 – 20 mg/hari frekuensi pemberian 1x
Sediaan:
Tablet 10 mg
Interaksi Obat:
 Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik (sekitar 85% pasien TD-
nya terkendali dengan kombinasi ini) sedangkan efek hipokalemia diuretik dapat
dicegah.
 Kombinasi dengan B-Blocker memberikan efek aditif.
 Kombinasi dengan penghambat adrenergik lain yang menghambat respons
adrenerdik α dan β (misalnya klonidin, metildopa, labetalol atau kombinasi
dengan α dan β-bloker sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi
berat dan berkepanjangan.
Opini:
Setuju, Berdasarkan anamnesis pada pasien, dikatakan bahwa pasien mengalami sesak
napas yang dirasakan terus menerus dan semakin parah saat melakukan aktivitas dan
pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien juga memiliki riwayat DM sejak 3 tahun yang lalu, makan obat yang aman
dikonsumsi oleh pasien hipertensi dengan diabetes adalah ramipril (golongan ACEI)

Anda mungkin juga menyukai