Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah sebuah masalah kesehatan global. Meskipun hipertensi telah


lama diketahui sebagai faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis yang
mengakibatkan timbulnya penyakit kardiovaskular pada orang dewasa, namun baru
dalam 2 dekade terakhir ini pengetahuan tentang hipertensi pada anak berkembang
secara bermakna. Telah diketahui dengan jelas sekarang bahwa prekursor penyakit
kardiovaskuler pada dewasa ternyata berawal sejak masa kanak-kanak dan bahwa

hipertensi tidak lagi dikategorikan sebagai penyakit orang dewasa.1


Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer (esensial) dan
sekunder. Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya
adalah sekunder. Di antara penyebab sekunder tersebut, penyakit parenkim ginjal
merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan (60-70%). Memasuki usia remaja,
penyebab tersering hipertensi adalah primer, yaitu sekitar 85-95%. 2
Pada umumnya hipertensi yang bersifat akut dan berat pada anak, terutama
usia sekolah, disebabkan oleh glomerulonefritis, sedangkan hipertensi kronik
terutama disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal. 3,4 Bayi muda dalam keadaan
hipertensi akut dapat menunjukkan gejala payah jantung kongestif. Setelah masa bayi,
hipertensi biasanya bersifat asimtomatik. Penderita dengan hipertensi berat dapat
menunjukkan gejala nyeri kepala, gangguan penglihatan, perdarahan hidung, dan
nausea.5
Hipertensi pada anak harus mendapat perhatian yang serius, karena bila tidak
ditangani dengan baik, penyakit ini dapat menetap hingga dewasa. Agar hipertensi
dapat dideteksi sedini mungkin sehingga dapat ditangani secara tepat, maka
pemeriksaan tekanan darah yang cermat harus dilakukan secara berkala setiap tahun
setelah anak berusia tiga tahun.6,7 Edukasi, deteksi dini, diagnosis yang akurat dan
terapi yang tepat akan memperbaiki kesudahan (outcome) jangka panjang anak-anak
dan remaja yang menderita hipertensi.8

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Definisi hipertensi pada anak dan remaja tidak dapat disebut dengan satu
angka, karena nilai tekanan darah normal bervariasi pada berbagai usia. 9 Definisi
hipertensi pada anak dan remaja adalah tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih
dari persentil 95 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan.10
Prehipertensi yaitu rerata TDS atau TDD > persentil 90 tetapi < persentil 95
merupakan, keadaan yang berisiko tinggi berkembang menjadi hipertensi. Terdapat
istilah “white-coat hypertension” yang merupakan keadaan penderita yang tekanan
darahnya > persentil 95 pada pemeriksaan di klinik atau praktek dokter, namun pada
keadaan lain TD tidak mencapai atau melebihi persentil 95. Kelompok ini memiliki
kemungkinan yang lebih baik untuk tidak menderita penyakit kardiovaskular
dikemudian hari dibandingkan dengan kelompok yang memiliki hipertensi yang
menetap.8,11
Anak-anak dan remaja dengan tekanan darah lebih tinggi dari persentil ke-90
berdasarkan usianya memiliki kemungkinan tiga kali lipat lebih besar untuk menjadi
hipertensi pada usia dewasa dibandingkan dengan sebayanya dengan tekanan darah
pada persentil ke-50. Temuan ini dengan jelas menunjukkan bahwa beban tekanan
darah tinggi dimulai pada masa kanak-kanak dan berlanjut hingga remaja akan
menetap dalam fase sisa kehidupannya.14
Data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), tekanan
darah anak laki-laki dan anak perempuan berdasarkan persentil usia dan tinggi badan
yang sudah direvisi tersaji pada tabel 1 dan 2 di bawah ini.8,11,12,13

2
Tabel 1. Tekanan Darah Anak Laki-Laki Berdasarkan Usia dan Persentil Tinggi Badan 8

3
Tabel 2. Tekanan Darah Anak Perempuan Berdasarkan Usia dan Persentil Tinggi Badan 8

4
Tabel 3. Persentil ke-95 tekanan darah anak dan remaja menurut usia dan jenis kelamin pada
persentil tinggi badan ke-5,50, dan 95.15

5
Tabel 4. Kurva tekanan darah berdasarkan jenis kelamin pada bayi usia 0-1215

Tabel 5. Klasifikasi Hipertensi pada Anak Usia 1 tahun atau Lebih dan Usia Remaja 15

Cara penggunaan tabel tekanan darah 1 dan 2 yaitu sebagai berikut:

1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC) 2000

untuk menentukan persentil tinggi anak.

2. Ukur dan catat TDS dan TDD anak.

3. Gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin.

6
4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara

horizontal dengan persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal).

5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD di

kolom kanan.

6. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:

TD: <persentil 90 adalah normal.

TD: antara persentil 90-95 disebut pre-hipertensi.

Pada anak remaja jika >120/80 mmHg disebut prehipertensi.

TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.

7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali pada
kunjungan berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD harus
dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.

Adapun formula untuk menghitung tekanan darah pada anak juga dikembangkan untuk
mendukung deteksi dini hipertensi pada anak yaitu:8
 Tekanan darah sistolik (persentil 95)
1-17 tahun =100+(usia dalam tahun x 2)
 Tekanan darah diastolik (persentil 95)
1-10 tahun = 60 + (usia dalam tahun x 2)
11-17 tahun = 70 + (usia dalam tahun)

2.2 Epidemiologi

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2013, pada tahun
2009 sampai 2010, 85,5% dari anak-anak dan 44,3% dari dewasa memenuhi
hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi di wilayah Afrika yaitu 46% dari orang
dewasa berusia 25 tahun keata, sedangkan prevalensi terendah yaitu 35% ditemukan
di Amerika. Penelitian yang dilakukan oleh American Heart Association tahun 2014
juga menyatakan bahwa tekanan darah tinggi terdaftar disertifikat kematian sebagai
penyebab utama 63.119 kematian di Amerika pada tahun 2010. Selain itu dalam
penelitian lain terhadap 14.686 orang anak berusia 10-15 tahun menemukan 4% anak
mengalami hipertensi.10 Penelitian yang dilakukan oleh Saing16 pada tahun 2005

7
menyatakan bahwa angka prevalensi kejadian hipertensi pada anak dan remaja di
Indonesia bervariasi dari angka 3,11% sampai 4,6%.

2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer (esensial) dan
sekunder. Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya
adalah sekunder. Di antara penyebab sekunder, penyakit parenkim ginjal
merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 60-70%.
Memasuki usia remaja, penyebab tersering hipertensi adalah primer, yaitu sekitar
85-95%.15
1) Hipertensi Primer

Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat


dijelaskan penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat
diperkirakan berperan menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan,
respons terhadap stres fisik dan psikologis, abnormalitas transpor kation pada
membran sel, hipereaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin, dan
respons terhadap masukan garam dan kalsium.8,11
Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala
(asimtomatik) dan sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin.
Obesitas sering dihubungkan dengan hipertensi esensial dan dijumpai pada
50% kasus.17
Pada obesitas peningkatan masa sel lemak menyebabkan peningkatan
produksi angiotensinogen di jaringan lemak, yang berperan penting dalam
peningkatan tekanan darah. Sel lemak juga membuat enzim konvertase
angiotensin dan katepsin, yang memiliki efek lokal pada katabolisme dan
konversi angiotensin. Asam lemak dapat meningkatkan stres oksidatif pada sel
endotel dan proses ini diamplifikasi oleh angiotensin. 18
Kadar Renin angiotensin system (RAS) lokal di dalam jaringan lemak
berperan dalam meningkatkan aktivitas RAS sistemik, sehingga menyebabkan
kenaikan tekanan darah. Jumlah jaringan lemak pada individu dengan obesitas
menyebabkan peningkatan RAS dalam jaringan lemak. Selain itu, angiotensin
II (komponen utama RAS) dan angiotensinogen (prekursor angiotensin II)
berperan dalam pertumbuhan, diferensiasi dan metabolisme jaringan lemak,

8
yang dalam jangka panjang dapat mendorong penyimpanan trigliserida dalam
hati, otot rangka, serta pankreas, sehingga menyebabkan resistensi insulin. 18
Selain itu obesitas juga dapat mengakibatkan disfungsi/kerusakan
fungsi vasoaktif dari sel endotelial, di mana terjadi penurunan nitric oxide
yang merupakan vasodilator dan peningkatan endhotelin yang merupakan
vasokontriktor. Peningkatan kadar leptin yang merupakan salah satu
adipocyte-derived substances juga berperan dalam peningkatan tekanan darah
melaui peningkatan stimulasi saraf simpatis, di mana leptin mengaktivasi saraf
simpatis secara sentral melalui efeknya pada hypothalamus dan secara perifer
lokal.18
Pada obesitas juga terjadi resistensi insulin dan atau hiperinsulinemia
yang dapat meningkatkan tekanan darah melalui beberapa mekanisme di
antaranya adalah efek antinatriuretik dari insulin, peningkatan sistem saraf
simpatis, peningkatan respon dari zat-zat vasokonstriktor, perubahan transpor
kation pada membran pembuluh darah, kerusakan sistem vasodilator
endotelium, dan efek stimulasi pertumbuhan otot polos pembuluh darah oleh
insulin.18

Gambar 1 Mekanisme patogenesis obesitas menyebabkan hipertensi.

9
2) Hipertensi Sekunder 6

Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding pada


orang dewasa. Evaluasi yang lebih teliti diperlukan pada setiap anak untuk
mencari penyebab hipertensi. Anak dengan hipertensi berat, anak dengan usia
yang masih muda, serta anak remaja dengan gejala klinis sistemik disertai
hipertensi harus dievaluasi lebih lanjut.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan pada suatu
kelainan sistemik yang mendasari hipertensi merupakan langkah pertama
evaluasi anak dengan kenaikan tekanan darah yang menetap. Jadi, sangat
penting untuk mencari gejala dan tanda klinis yang mengarah pada penyakit
ginjal (hematuria nyata, edema, kelelahan), penyakit jantung (nyeri dada,
dispneu, palpitasi), atau penyakit dari sistem organ lain (seperti kelainan
endokrinologis, reumatologis).
Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan
penyakit parenkim ginjal. Kebanyakan hipertensi akut pada anak berhubungan
dengan glomerulonefritis, sedangkan hipertensi kronis paling sering
berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal (70-80%), hipertensi
renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-10%), feokromositoma dan
penyebab endokrin lainnya (1-5%).
Pada anak yang lebih kecil (< 6 tahun) hipertensi lebih sering sebagai
akibat penyakit parenkim ginjal, obstruksi arteri renalis, atau koartasio aorta.
Anak yang lebih besar bisa mengalami hipertensi dari penyakit bawaan yang
baru menunjukkan gejala dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau
3
glomerulonefritis kronis. Penyebab hipertensi menurut kelompok umur.

10
Kelompok umur Penyebab
Neonatus Trombosis arteri renalis, stenosis arteri
renalis, koarktasio aorta, displasia
bronkopulmoner
Bayi – 6 tahun Penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri
renalis, koarktasio aorta
6 – 10 tahun Hipertensi essensial, penyakit parenkim
ginjal, stenosis arteri renalis
Adolesens Hipertensi essensial, penyakit parenkim
ginjal

Tabel 6. Etiologi berdasarkan umur

11
Tabel 7. Etiologi dan pemeriksaan yang ditemukan
2.4 Patogenesis19
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi
maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka
panjang.
Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai
dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri
pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan
berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah
cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Gambar 2. Sistem renin-angiotensin-aldosteron


Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Gambar 3. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah
2.5 Manifestasi Klinis

Hipertensi ringan atau sedang 12
Pada umumnya tidak menunjukkan gejala nyata. Namun, penelitian
terbaru menyatakan kebanyakan anak yang menderita hipertensi tidak
sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik berupa nyeri kepala,
insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat dikeluhkan.


Hipertensi berat 12
Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau
menggangu fungsi organ vital dapat timbul gejala yang nyata. Keadaan ini
disebut krisis hipertensi. Krisis hipertensi ini dibagi menjadi dua kondisi yaitu
hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Manifestasi klinisnya sangat
bervariasi namun komplikasi utama pada anak melibatkan sistem saraf pusat,
mata, jantung, dan ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala,
pusing, nyeri perut, muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi
dapat pula bermanifestasi sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti
komplikasi yang mengancam jiwa atau fungsi organ seperti ensefalopati, gagal
jantung akut, infark miokardial, edema paru, atau gagal ginjal akut.


Ensefalopati Hipertensif 8
Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun umum
diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma. Gejala yang tampak
pada anak dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan segera menghilang
bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah diturunkan. Gejala dan
tanda kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran neurologis yang
berat sangat penting karena menunjukkan hipertensi yang telah berlangsung
lama.

2.6 Penegakan Diagnosis


The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)
merekomendasikan agar anak di atas usia tiga tahun diperiksa tekanan darahnya
kapanpun mereka melakukan kunjungan atau pemeriksaan rutin.12 Ada beberapa
kondisi anak usia dibawah 3 tahun harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah,
yaitu:11
 Riwayat prematuritas, berat lahir sangat rendah, atau komplikasi neonatal
lainnya yang membutuhkan perawatan intensif
 Penyakit jantung kongenital
 Infeksi saluran kemih rekuren, hematuria, atau proteinuria
 Penyakit ginjal yang diketahui atau malformasi urologis
 Riwayat keluarga penyakit ginjal kongenital
 Transplantasi organ padat

 Keganasan atau transplantasi sumsum tulang


 Pengobatan dengan obat yang diketahui menaikkan kadar tekanan darah
 Penyakit sistemik lainnya yang terkait dengan Hipertensi (neurofibromatosis,
tuberous sclerosis, dan lain-lain)
 Tekanan intrakranial tinggi

Tekanan darah sebaiknya diukur dengan menggunakan sfigmomanometer air raksa,


sedangkan sfigmomanometer aneroid memiliki kelemahan yaitu memerlukan
kalibrasi secara berkala. Osilometrik otomatis merupakan alat pengukur tekanan
darah yang sangat baik untuk bayi dan anak kecil, karena saat istirahat teknik
auskultasi sulit dilakukan pada kelompok usia ini. Sayangnya alat ini harganya mahal

dan memerlukan pemeliharaan serta kalibrasi berkala.15

Gambar 4. Lingkaran Lengan Atas Harus Diukur Tengah-tengah Antara Olekranon dan
Akromion
Gambar 5. Cuff Pengukur Tekanan Darah

Panjang cuff manset harus melingkupi minimal 80% lingkar lengan atas,
sedangkan lebar cuff harus lebih dari 40% lingkar lengan atas (jarak antara akromion
dan olekranon. Ukuran cuff yang terlalu besar akan menghasilkan nilai tekanan darah
yang lebih rendah, sedangkan ukuran cuff yang terlalu kecil akan menghasilkan nilai
tekanan darah yang lebih tinggi.13

Tekanan darah sebaiknya diukur setelah istirahat selama 3-5 menit, suasana
sekitarnya dalam keadaan tenang. Anak diukur dalam posisi duduk dengan lengan
kanan diletakkan sejajar jantung, sedangkan bayi diukur dalam keadaan telentang.
Jika tekanan darah menunjukkan angka di atas persentil ke-90, tekanan darah harus
diulang dua kali pada kunjungan yang sama untuk menguji kesahihan hasil
pengukuran.15

Teknik pengukuran tekanan darah dengan ambulatory blood pressure


monitoring (ABPM) menggunakan alat monitor portable yang dapat mencatat nilai
tekanan darah selama selang waktu tertentu. ABPM biasanya digunakan pada keadaan
hipertensi episodik, gagal ginjal kronik, anak remaja dengan hipertensi yang
meragukan, serta menentukan dugaan adanya kerusakan organ target karena
hipertensi. Tekanan darah sistolik ditentukan saat mulai terdengarnya bunyi Korotkoff
ke-1. Tekanan darah diastolik sesungguhnya terletak antara mulai mengecil sampai
menghilangnya bunyi Korotkoff. Teknik palpasi berguna untuk mengukur tekanan
darah sistolik secara cepat, meskipun nilai tekanan darah palpasi biasanya sekitar 10
mmHg lebih rendah dibandingkan dengan auskultasi.15
2.6.1 Anamnesis
Riwayat medis pasien, termasuk kelahiran, pertumbuhan, dan sejarah
perkembangan, harus diperoleh, dan skrining untuk urologi sebelumnya, ginjal,
jantung, endokrin, dan penyakit neurologis harus diselesaikan. Banyak obat dapat
meningkatkan tekanan darah. Pasien harus diskrining untuk riwayat keluarga
hipertensi, faktor risiko CVD lainnya, ginjal atau sindrom endokrin. Faktor risiko
seperti kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat, merokok, dan konsumsi
alkohol harus dieksplorasi. Sebuah tinjauan lengkap harus dilakukan untuk
mengetahui gangguan medis yang mendasari atau gejala hipertensi urgensi (sakit
kepala, muntah) atau darurat hipertensi (kejang, perubahan status mental), yang
membutuhkan evaluasi dan pengobatan.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik pada kebanyakan anak dengan hipertensi adalah


normal. Indeks massa tubuh harus dihitung karena obesitas berhubungan dengan
hipertensi primer, dan pertumbuhan yang buruk mungkin menunjukkan penyakit
kronis. Tekanan darah harus diukur di kedua lengan saat anak duduk dan satu kaki
saat anak berada dalam posisi yang rata. Tekanan darah harus kurang lebih sama di
kedua lengan dan biasanya 10 sampai 20 mm Hg lebih tinggi di kaki. Jika ada
perbedaan yang signifikan pada tekanan darah antara lengan kanan dan kiri, jika
tekanan darah kaki lebih rendah dari tekanan darah pada lengan, atau jika pulsasi
arteri femoralis berkurang, anak mungkin memiliki koarktasio aorta. Sebuah bruit
perut dapat mengindikasikan penyakit renovaskular. Sisa dari pemeriksaan harus
fokus pada mendeteksi temuan fisik yang terkait dengan kondisi yang mendasari lain
yang menyebabkan hipertensi.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Anamnesis terhadap pasien dan keluarganya serta pemeriksaan fisis harus


diikuti dengan pemeriksaan urin rutin dan klinis dasar. Pemeriksaan USG abdomen
merupakan alat diagnosis yang tidak invasif tetapi sangat bermanfaat dalam
mengevaluasi ukuran ginjal, deteksi tumor adrenal dan ginjal, penyakit ginjal kistik,
batu ginjal, dilatasi sistem saluran kemih, ureterokel, dan penebalan dinding vesika
urinaria. Infeksi saluran kemih harus dilakukan pemeriksaan dimercapto succinic acid
(DMSA). Teknik ini lebih sensitif dibanding pielografi intravena (PIV), kurang
radiatif dan merupakan baku emas untuk mendiagnosis adanya parut ginjal.
Teknik lainnya adalah sidik diethylene triamine pentacetic acid (DTPA)
dan mictio-cysto ureterography (MCU). Jika diagnosis penyebab hipertensi
mengarah ke penyakit renovaskular maka dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi. Teknik lain adalah magnetic resonance angiography yang
sifatnya kurang invasif. Hipertrofi ventrikel kiri juga sering didapatkan pada anak
yang mengalami hipertensi dengan prevalens 41%. Ekokardiografi merupakan
teknik yang non invasif, mudah dilakukan, dan lebih sensitif dibandingkan
elektrokardiografi, sehingga teknik ini dapat dikerjakan sebagai pemeriksaan awal
pada semua anak yang mengalami hipertensi. Informasi yang didapat secara
akurat melaui anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat menghindarkan pemeriksaan
laboratorium dan radiologis yang tidak perlu dan mahal.20

Tabel 8 dibawah ini merangkum pemeriksaan tambahan yang direkomendasikan oleh


NHBPEP untuk anak-anak dan remaja dengan prehipertensi atau hipertensi.
2.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka
pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ
target. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus
diperhatikan faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas,
hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan intoleransi glukosa.
Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga
di bawah persentil ke-95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak. Pengobatan yang
dilakukan secara tepat sejak awal pada anak yang menderita hipertensi ringan-sedang
akan menurunkan risiko terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner di kemudian
hari.15

1. Terapi non-farmakologis 8,13


Pada anak dengan kondisi prahipertensi atau hipertensi tingkat 1
dianjurkan terapi berupa perubahan gaya hidup. Terapi ini meliputi pengendalian
berat badan, olahraga yang teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan
kebiasaan merokok pada anak remaja yang merokok, dan tidak mengkonsumsi
alkohol. Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang berat badannya berlebih
dengan peningkatan tekanan darah.
Pengurangan berat badan telah terbukti efektif pada anak obese disertai
hipertensi. Pengendalian berat badan tidak hanya menurunkan tekanan darah,
tetapi juga menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam, menurunkan
risiko kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin. Pada penelitian
tersebut disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10% menurunkan
tekanan darah dalam jangka waktu pendek sebesar 8 sampai 10 mmHg.
Aktivitas fisik yang teratur membantu menurunkan berat badan dan
sekaligus menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Aktivitas fisik tersebut
minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari. Intervensi diet pada anak dapat
berupa ditingkatkannya diet berupa sayuran segar, buah segar, serat, dan makanan
rendah lemak, serta konsumsi garam yang adekuat hanya 1,2 g/hari (anak 4-8
tahun) dan 1,5g/hari untuk anak yang lebih besar membantu dalam manajemen
hipertensi. Pengurangan garam pada anak dan remaja disebutkan dapat
mengurangi tekanan darah sebesar 1 sampai 3 mmHg. Peningkatan masukan
kalium, magnesium, asam folat juga dikaitkan dengan tekanan darah yang rendah.
2. Terapi farmakologis
Hipertensi pada anak yang merupakan indikasi pemberian anti hipertensi
yaitu hipertensi simtomatik, adanya kerusakan organ target (retinopati, hipertrofi
ventrikel kiri dan proteinuria), hipertensi sekunder, diabetes melitus, hipertensi
tingkat 1 yang tidak menunjukkan respons dengan perubahan gaya hidup, dan
hipertensi tingkat 2.7,15 Pemberian antihipertensi harus mengikuti aturan
berjenjang, dimulai dengan satu macam obat pada dosis terendah, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai efek terapetik atau munculnya efek
samping atau bila dosis maksimal telah tercapai. Obat kedua boleh diberikan
dengan menggunakan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda.13,15
Golongan diuretik dan β -blocker merupakan obat yang dianggap aman
dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu
dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit
penyerta adalah penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) pada anak
yang menderita diabetes melitus atau terdapat proteinuria, serta β -adrenergic atau
penghambat calcium-channel pada anak-anak yang mengalami migrain.
Selain itu pemilihan obat antihipertensi juga tergantung dari penyebabnya,
misalnya pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus pemberian diuretik
merupakan pilihan utama, karena hipertensi pada penyakit ini disebabkan oleh
retensi natrium dan air. Golongan penghambat ACE dan reseptor angiotensin
semakin banyak digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi proteinuria.
Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang mengalami
penurunan fungsi ginjal.
Meskipun kaptopril saat ini telah digunakan secara luas pada anak yang
menderita hipertensi, tetapi saat ini banyak pula dokter yang menggunakan obat
penghambat ACE yang baru, yaitu enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang
panjang, sehingga dapat diberikan dengan interval yang lebih panjang
dibandingkan dengan kaptopril. Obat yang memiliki mekanisme kerja hampir
serupa dengan penghambat ACE adalah penghambat reseptor angiotensin II (AII
receptor blockers). Obat ini lebih selektif dalam mekanisme kerjanya dan
memiliki efek samping yang lebih sedikit (misalnya terhadap timbulnya batuk)
dibandingkan dengan golongan penghambat ACE.15
Gambar 6. Langkah-langkah pendekatan pengobatan farmakologis pada anak dengan
hipertensi15

Tabel 9. Obat anti hipertensi pada anak 1-17 tahun rawat jalan8
The Fourth Report on the diagnosis, evaluation, and treatment of high
blood pressure in children and adolescents mendefinisikan hipertensi berat bila
tekanan darah melebihi 5 mmHg di atas persentil 99 menurut usia. Krisis
hipertensi yaitu rerata TDS atau TDD >5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala
dan tanda klinis. Pendapat lain menyebutkan bahwa hipertensi krisis dapat bersifat
emergensi yaitu peningkatan TDS atau TDD yang telah atau dalam proses
menimbulkan kerusakan organ dalam beberapa menit-jam atau urgensi yang perlu
diturunkan dalam 12-24 jam karena sewaktu-waktu dapat progresif menjadi
hipertensi emergensi (TDS >180 mmHg dan TDD >120 mmHg).
Krisis hipertensi yang disertai gejala ensefalopati hipertensif memerlukan
pengobatan dengan antihipertensi intravena untuk mengendalikan penurunan
tekanan darah dengan tujuan terapi menurunkan tekanan darah >25% selama 8
jam pertama setelah krisis dan secara perlahan-lahan menormalkan tekanan darah
dalam 26 sampai 48 jam. Krisis hipertensi dengan gejala lain yang lebih ringan
seperti sakit kepala berat atau muntah dapat diobati dengan antihipertensi oral atau
intravena. Sodium nitroprusid, nikardipin, dan labetalol dianjurkan sebagai obat
intravena yang aman dan efektif karena mudah dititrasi dan dengan toksisitas yang
rendah.
Obat lain yang dianjurkan adalah hidralazin, klonidin, esmolol, enalaprilat.
Nipedipin yang diberikan sublingual juga dianjurkan. Keamanan dan efikasi
nipedipin kerja cepat telah terbukti aman dan hanya menimbulkan sedikit efek
samping saat digunakan pada anak dengan hipertensi yang dirawat inap. Obat oral
perlu mendapat perhatian khusus karena efek penurunan tekanan darah tabg tidak
terkendali sehingga respons penurunan tekanan darah tidak dapat diprediksi.15
Tabel 10. Antihipertensi untuk menajemen hipertensi berat pada anak 1-17 tahun
Gambar 7. Penatalaksanaan Hipertensi pada Anak
2.8 Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi pada anak harus mencakup
pencegahan primer, sekunder, maupun tersier.

Pencegahan Primer21,22
Pencegahan primer hipertensi harus dilihat sebagai bagian dari
pencegahan terhadap penyakit lain seperti penyakit kardiovaskular dan stroke
yang merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa. Penting pula
diperhatikan faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular
seperti obesitas, kadar kolesterol darah yang meningkat, diet tinggi garam,
gaya hidupyang salah, serta penggunaan rokok dan alkohol. Sejak usia
sekolah, sebaiknya dilakukan pencegahan terhadap hipertensi primer dengan
cara mengurangi asupan natrium dan melakukan olah raga teratur.
Konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi
natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik
adalah buah-buahan seperti pisang dan jeruk. Secara alami, banyak
bahanpanganyang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi
dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik
akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya.
Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah
100:1, menjadi 10:6 pada makanan kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh
lain adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi
10:9 pada keripik dan 1:1,7 pada salad kentang. Memberikan ASI eksklusif
pada bayi merupakan cara penting untuk mengurangi faktor risiko terjadinya
hipertensi.

Pencegahan Sekunder15
Pencegahan sekunder dilakukan bila anak sudah menderita hipertensi
untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti infark miokard, stroke, gagal
ginjal atau kelainan organ target. Pencegahan ini meliputi modifikasi gaya
hidup menjadi lebih benar, seperti menurunkan berat badan, olahraga secara
teratur, diet rendahlemak dan garam, menghentikan kebiasaan merokok atau
minumalkohol. Olah raga yang baik pada anak yang menderita hipertensi
sebagai bagian dari pencegahan sekunder merupakan kombinasi dari jenis
aerobik dan statik. Olah raga yang bersifat kompetitif diperbolehkan pada anak
dengan prehipertensi, hipertensi stadium 1 dan 2 yang terkontrol, tanpa
disertai gejala atau kerusakan organ target.
Selain itu secara umum olahraga yang teratur akan membuat badan kita
sehat dan terasa nyaman. Olahraga teratur sering dikaitkan juga dengan
pelepasan zat yang disebut endorphins, yang membuat perasaan menjadi lebih
nyaman dan santai. Asupan makanan mengandung kalsium dapat dilakukan
sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi hipertensi. Kadar kalsium yang
tinggi dalam darah akan menurunkan kadar natrium. Apabila komplikasi sudah
terjadi, misalnya stroke dan retinopati, maka upaya rehabilitatif dan promotif
yang merupakan bagian dari pencegahan tersier dapat dilakukan untuk
mencegah kematian dan mempertahankan fungsi organ yang terkena
seefektifmungkin.
DAFTAR PUSTAKA

1. McNiece KL, Portman RJ, 2007. Hypertension: Epidemiology and evaluation.In:


Kher KK, Schnaper HW, Makker SP, eds. Clinical Pediatric Nephrology.London:
Informa Healthcare.
2. Flynn JT . Differentiation between primary and secondary hipertension in children
using ambulatory bloodpressure monitoring.Pediatrics. 2002;110:89-93.
3. Bartosh SM, Aronson AJ. Childhood hypertension. An update on etiology,
diagnosis and treatment. Pediatr ClinNort Am. 1999;46:235-53
4. McTaggari SJ,GulatiS.Evaluationandlongtermoutcomeofpediatricrenovascular
hypertension. Pediatr Nephrol.2000:14:1022-9.
5. Sinaiko AR. Currentconcepts: hypertension in children. N Engl J Med. 1996; 335:
1968-73.
6. Gulati S. Childhood hypertension. Indian Pediatrics 2006;43:326-33.
7. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Children and Adolescents. The fourth report on the diagnosis,
evaluation, and treatment of high bloodpressure in children and adolescent.
Pediatrics. 2004;114:555-76.
8. Supartha M, Suarta IK, Winaya IBA. Hipertensi pada Anak. Maj Kedokt
Indon, 2009;59(5):221-30.
9. Alatas H. Masalah dan penanggulangan hipertensi pada anak. Sari Pediatri
1994; 1:88–94.
10. Lumoindong A. Hubungan Obesitas dengan Profil Tekanan Darah pada Anak Usia
10-12 Tahun di Kota Manado. Ebm. 2013: 1(1).
11. National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Children and Adolescents. The Fourth Report on the
Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and
Adolescents. Pediatrics. 2004; 114:555-76.
12. Riley M, Bluhm B. Hypertension in Children and Adolescents. Am Fam
Physician. 2012;85(7):693-700.
13. Luma GB, Spiotta RT. Hypertension in Children and Adolescents. Am Fam
Physician. 2006;73:1158-68.
14. Raj Manu. Essential Hypertension in Adolescents and Children: Recent Advances
in Causative Mechanism. Indian J Endocrinol Metab. 2011. S367-S373.
15. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Tatalaksana Hipertensi pada Anak.
IDAI. 2011. p.1-20.
16. Saing JH. Hipertensi Pada Remaja. Sari Pediatri. 2005: 6(4):159-65
17. Umboh A, Kasie J, Edwin J. Hubungan Antara Resistensi Insulin dan Tekanan
Darah pada Anak Obese. Sari Pediatri, 2007;8(4):289-93.
18. Haris S, Tambunan T. Hipertensi pada Sindrom Metabolik. Sari Pediatri,
2009;11(4):257-63.
19. Nuraini B. Risk Factor of Hypertension. J Majority, 2015;4(5):10-9.
20. Bernstein D.Diseases of the peripheral vascular system. Dalam Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB(penyunting). Nelson textbook ofpediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia: International edition.2004:h.1591-8 10.
21. Goonasekera CDA, Dillon MJ. The child with hypertension. Dalam Webb N,
Postlethwaite R (penyunting). Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. Oxford:
Oxford University Press.2003:h.152-61
22. Feld LG, Corey H. Hypertension in childhood.Pediatric Rev.2007;28:283-98.

Anda mungkin juga menyukai