Anda di halaman 1dari 56

HASIL SIDANG

KOMISI A
ANGGARAN DASAR DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA

MUSYAWARAH NASIONAL IX
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

Page 0 of 56
PALEMBANG, SUMATERA SELATAN
MEI 2015

MUKADIMAH

Berkat rahmat Allah Yang Maha Esa disertai adanya keinginan bersama dari berbagai
organisasi keperawatan untuk menyatukan diri dan membentuk satu organisasi profesi
keperawatan di Indonesia, terbentuklah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

PPNI berdiri dalam rangka turut mengisi kemerdekaan Republik Indonesia demi
tercapainya kehidupan masyarakat yang sehat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, melalui pelayanan dan asuhan keperawatan sebagai bagian
intergral dari pelayanan kesehatan. Sebagai landasan untuk mencapai keinginan tersebut,
disusunlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional
Indonesia sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi.

Page 1 of 56
ANGGARAN DASAR
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
IDENTITAS ORGANISASI

Pasal 1
NAMA ORGANISASI

Perkumpulan bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat PPNI.

Pasal 2
BENTUK ORGANISASI

PPNI berbentuk kesatuan dimana kedaulatan tertinggi ditangan anggota melalui


Musyawarah Nasional.PPNI merupakan perkumpulan yang dibentuk atas dasar kesamaan
profesi.
Pasal 3
JANGKA WAKTU

PPNI didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 dan didirikanuntuk jangka waktu yang tidak
terbatas.

Pasal 4
KEDUDUKAN

PPNI berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat membentuk


perwakilan PPNI di daerah dan PPNI di luar negeri

Pasal 5
LAMBANG PPNI

Lambang PPNI berbentuk lingkaran yang berisi sebuah segi lima hijau tua dengan dasar
kuning emas dan sebuah lampu putih yang berlidah api lima, warna merah dengan tulisan
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA–PPNIpada bingkai lingkaran.

Page 2 of 56
BAB II
AZAS, NILAI, DAN TUJUAN

Pasal 6
AZAS

PPNI berazaskan Pancasila dan Undang-UndangDasar1945.

Pasal 7
NILAI

PPNI menganut nilai-nilai jujur, altruistik, peduli, akuntabel, transparan, dan kebersamaan.

Pasal 8
TUJUAN

1. Meningkatkan danatau mengembangkan pengetahuan, keterampilan praktek


keperawatan, martabat, kesejahteraan dan etika profesi Perawat

2. Mempererat persatuan kesatuan dan memperdayakan perawat dalam rangka menunjang


pembangunan kesehatan

3. Memantapkan persatuan dan kesatuan antar perawat

BAB III
PERAN, FUNGSI, DAN KEGIATAN

Pasal 9
PERAN DAN FUNGSI

1. PPNI berperan sebagai wadah perawatyang mendorong lahirnya kebijakan bagi


kepentingan keperawatandi Indonesia.
2. PPNI berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas
Keperawatan di Indonesia.

Page 3 of 56
Pasal 10
KEGIATAN

1. Memantapkan persatuan dan kesatuan yang kokoh antar perawat.


2. Meningkatkan mutu pendidikan, penelitian, dan pelayanan keperawatan dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3. Mengembangkan karir dan prestasi kerja bagi tenaga keperawatan sejalan dengan
peningkatan kesejahteraan tenaga keperawatan.
4. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi lain, lembaga dan institusi lain
baik di dalam maupun di luar negeri.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 11
Jenis Keanggotaan

Anggota PPNI terdiri dari :


1. Anggota Biasa
2. Anggota Khusus
3. Anggota Kehormatan

BAB V
SUSUNAN DAN KEPENGURUSAN ORGANISASI

Pasal 12
SUSUNAN PENGURUS ORGANISASI

Susunan Pengurus Organisasi terdiri dari :


a. Pengurus Pusat
b. Pengurus Provinsi
c. Pengurus Kabupaten/Kota
d. Pengurus Komisariat
e. Pengurus Perwakilan Luar Negeri

Page 4 of 56
Pasal 13
KOMPOSISI KEPENGURUSAN

1. Komposisi Pengurus terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno


2. Kepengurusan bersifat kolektif kolegial

Pasal 14
MASA KEPENGURUSAN

1. Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia dipilih untuk masa bhakti 5 (lima)
tahun
2. Ketua Umum, Ketua Provinsi, Ketua Kab/Kota tidak dapat dipilih kembali setelah
menjabat 2 (dua) periode.

BAB VI
DEWAN PERTIMBANGAN

Pasal 15

1. Dewan Pertimbangan dibentuk melalui keputusan Musyawarah


Nasional/MusyawarahProvinsi/Musyawarah Kab/KotaProvinsi/Musyawarah Kab/Kota
2. Dewan Pertimbangan merupakan badan yang berwenang memberikan arahan, petunjuk
dan pertimbangan, saran serta nasihat kepada Pengurus PPNI sesuai dengan tingkat
kepengurusan organisasi
3. Dewan Pertimbangan berada di tingkat Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi dan
Pengurus Kab/Kota.

BAB VIII
KOLEGIUM DAN BADAN KELENGKAPAN

Pasal 16
KOLEGIUM

1. Kolegium merupakan badan otonom di dalam PPNI


2. Kolegium bertanggungjawab kepada PPNI
3. Kolegium berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar
pendidikan tinggi bagi perawat profesi
4. Para ketua kolegium menjadi majelis Kolegium

Pasal 17

Page 5 of 56
BADAN KELENGKAPAN

1. Badan Kelengkapan terdiri dari Ikatan dan Himpunan sesuai cabang keilmuan
keperawatan, dan dapat dibetuk badan lain yang dipandang perlu
2. Ikatan, dan Himpunan tidak memiliki badan hukum tersendiri dan menginduk kepada
Badan Hukum PPNI
3. Ikatan dan Himpunan dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain diwajibkan
melalui PPNI.
4. Ikatan dan Himpunan menjadi pelaksana kerjasama PPNI dengan pihak lain sesuai
substansi yang terdapat dalam kerjasama tersebut.
5. Ikatan dan Himpunan di tingkat Pusat bertanggungjawab kepada PPNI Pusat; Ikatan
Himpunan di tingkat Provinsi bertanggung jawab kepada Ikatan Himpunan terkait di
tingkat Pusat dan PPNI Provinsi.
6. AD/ART Ikatan dan Himpunan harus mendapat persetujuan dari Pengurus Pusat PPNI
7. AD/ART Ikatan dan Himpunan setelah mendapatkan persetujuan Pengurus Pusat PPNI
berstatus memiliki kekuatan hukum dalam mengatur internal Ikatan dan Himpunan
sepanjang tidak bertentangan dengan AD/ART PPNI dan ketentuan yang ditetapkan
oleh PPNI.

Pasal 18
MASA KEPENGURUSAN

Masa Kepengurusan Ikatan/Himpunan adalah 5 (lima) tahun.

BAB IX
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Pasal 19

1. Majelis Kehormatan Etik Pusat dibentuk oleh Tim Formatur.


2. Majelis Kehormatan Etik Pusat berkedudukan di ibukota negara.
3. Majelis Kehormatan Etik berkoordinasi dengan Pengurus Pusat

BAB X
BADAN-BADAN LAIN

Pasal 20

1. Badan-badan lain dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan perlu diatur dengan
Peraturan Organisasi

Page 6 of 56
2. Badan lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini bersifat adhock dan dibentuk atas
keputusan rapat pleno pengurus
3. Pembentukan Badan lain seperti dimaksud ayat (1) pasal ini wajib disyahkan melalui
Surat Keputusan Pengurus

BAB XI
KEKAYAAN

Pasal 21

Kekayaan organisasi dapat berasal dari sumber:


a. Uang Pangkal
b. Uang Iuran Wajib
c. Hibah dan Sumbangan
d. Usaha-usaha lain yang syah dan tidak mengikat

BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 22
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Perubahan anggaran dasar ini hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional

Pasal 23
PEMBUBARAN ORGANISASI

1. Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan melalui suatu Musyawarah Nasional Luar
Biasa
2. Dalam hal organisasi dibubarkan maka kekayaan organisasi diserahkan kepada lembaga
sosial atau Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 7 of 56
BAB XIII
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 24

Peraturan-peraturan dan badan-badan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan
perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 25
PENUTUP

1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga dan Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
2. Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di :Kota Palembang


Pada tanggal : 08 Mei, 2015
Pimpinan Musyawarah Nasional IX PPNI
1. Ketua : Arthur D.T.B Lapian,SE.S.Kep.,M.Kes
2. Sekretaris :Wawan Arif Sawana,S.Kp.,MARS
3. Anggota :
3.1.: H. Sutardi,SKM.,M.Kes.
3.2 ;Dra. Junaity Sahar, S.Kp.,M.AppSc.,Ph.D
3.3 ;Isak Jurun Hans Tukayo, S.Kp.,M.Sc

Page 8 of 56
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

Page 9 of 56
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
PENJELASAN UMUM

Dalam Anggaran Rumah Tangga ini yang dimaksud dengan :


1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
dalam maupun di Iuar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
2. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
3. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik
sehat maupun sakit
4. Praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam
bentuk asuhan keperawatan
5. Asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan klien dan
lingkungannya untuk mencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien
dalam merawat dirinya

6. Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat PPNI adalah satu-satunya organisasi


profesi yang mewadahi seluruh perawat di wilayah hukum Republik Indonesia yang
berdiri sejak tanggal 17 Maret 1974 sebagai fusi dari berbagai organisasi perawat yang
ada pada saat itu dan telah memiliki badan hukum yang diperkuat Kementerian Hukum
dan HAM nomor 93.AH.01.07.2012

7. Anggota adalah perseorangan perawat yang menyatakan bersedia menjadi anggota


PPNI dan telah memiliki nomor induk registrasi nasional anggota dan memiliki kartu
anggota
8. Pengurus adalah sekumpulan orang yang mendapatkan amanah sebagai eksekutif
melalui musyawarah untuk mengelola organisasi dalam periode kepengurusan dan
dibuktikan dengan surat keputusan sesuai dengan tingkat kepengurusan
9. Dewan Pertimbangan adalah sekumpulan orang yang diangkat melalui musyawarah
dengan kewenangan memberikan pertimbangan organisasi baik diminta maupun tidak
oleh pengurus sesuai tingkatannya

Page 10 of 56
BAB II
IDENTITAS ORGANISASI

Pasal 2
NAMA ORGANISASI

1. Organisasi profesi adalah kumpulan individu yg mempunyai karakteristik pekerjaan


yang sama untuk mencapai tujuan bersama.
2. PPNI adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
3. Peraturan organisasi adalah pedoman penyelenggaraan pengelolaan organisasi yang
merupakan penjabaran dari AD/ART.

Pasal 3
BENTUK DAN MAKNA LAMBANG PPNI

1. Bentuk Lambang PPNI


Lingkaran yang berisi sebuah segi lima dan sebuah lampu yang berlidah api lima
cabang dengan tulisan dibingkai pinggir berbunyiPERSATUAN PERAWAT
NASIONAL INDONESIA - PPNI.
2. Warna
a. Lingkaran (bidang pinggir) berwarna merah
b. Dasar kuning emas dalam lingkaran
c. Dasar segilima berwarna hijau tua
d. Sisi-sisi segilima berwarna putih
e. Badan lampu berwarna putih
f. Lidah api berwarna merah
g. Huruf-huruf berwarna putih
3. Makna Lambang PPNI
a. Lingkaran dengan warna merah: menunjukkan semangat persatuan
b. Dasar kuning mas dalam lingkaran: keluhuran jiwa dan cinta kasih
c. Segi lima: berkepribadian pancasila
d. Warna hijau tua dalam segilima: kesejahteraan
e. Lampu warna putih: identitas perawat

Page 11 of 56
f. Lidah api lima cabang berwarna merah: semangat pengabdian yang
dilandasi/dijiwaiPancasila
g. Warna putih: melambangkan kesucian
4. Makna lambang secara keseluruhan warga perawat Indonesia yang hidup di negara
Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
mengabdikan dirinya dalam bidang keperawatan dan atau kesehatan dengan itikat dan
kesadaran pengabdian yang suci murni disertai dengan keluhuran jiwa dan cinta kasih
senantiasa menunaikan dharma baktinya terhadap negara dan Bangsa Indonesia serta
kemaslahatan umat dunia.

Pasal 4
PENGGUNAAN LAMBANG ORGANISASI

1. Lambang organisasi PPNI wajib dicantumkan dalam bentuk Pataka, Bendera PPNI,
Kop Surat PPNI, dan Stempel.
2. Lambang organisasi dipergunakan pada berbagai kegiatan organisasi, yakni:
Musyawarah Nasional; Musyawarah Propinsi; Musyawarah Kabupaten/Kota; dan
kegiatan lain yang mengatasnamakan PPNI dengan persetujuan Pengurus PPNI sesuai
jenjang kepengurusan.
3. Lambang organisasi digunakan dari PPNI tingkat pusat sampai komisariat dengan
bentuk dan warna sesuai ketentuan Pasal 3, dan dibawah lambang dicantumkan nama
sesuai tingkat kepengurusan PPNI.
4. Pemakaian lambang atau logo PPNI diluar anggota dan juga pengurus PPNI tingkat
pusat, provinsi, kab/kota dan komisariat harus seizin PPNI.
5. Pemakaian lambang atau logo PPNI tanpa izin PPNI, dapat dikenakan sanksi sesuai
perarturan perundangan yang berlaku.
6. Lambang organisasi dapat dipasang pada Poster, Spanduk, Leaflet dan bentuk lainnya
selama tidak mengurangi martabat organisasi.
7. Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus
Komisariat, Perwakilan Luar Negeri, PengurusIkatan/Himpunan/Kolegium dapat
menggunakan lambang organisasi tanpa meminta persetujuan dari Pengurus PPNI.
8. Pihak lain (selain yang termuat pada ayat 7) dapat menggunakan lambang PPNI dengan
ijin dan persetujuan Pengurus Pusat PPNI / Pengurus Provinsi.

Pasal 5
KELENGKAPAN ORGANISASI
Kelengkapan Organisasi PPNI terdiri dari:
1. Pataka
2. Bendera
3. Mars PPNI
4. Stempel dan Kertas Kop PPNI
5. Jas, Rompi dan Batik PPNI
6. Logo/ Lencana/ Emblem

Page 12 of 56
Pasal 6
BENTUK, UKURAN,DAN PENGGUNAAN PATAKA

1. Pataka merupakan simbol kekuatan organisasi PPNI dan lambang komando dari
organisasi.
2. Pataka PPNI berwarna putih dengan logo PPNI pada bagian tengah, bagian sisi
samping dan bawah memiliki assesoris (Umbai) berwarna kuning emas.
3. Pataka berbentuk segi lima dengan ukuran sisi atas 60 cm, sisi kanan kiri 70 cm, garis
tengah 80 cm.
4. Pataka wajib dimiliki oleh Pengurus PPNI dari tingkat pusat sampai tingkat komisariat.
5. Pataka digunakan dalam acara pelantikan dan serah terima Ketua PPNI terpilih dari
tingkat pusat sampai komisariat.

Pasal 7
BENTUK DAN PENGGUNAAN BENDERA

1. Bendera PPNI berwarna putih dengan logo PPNI dibagian tengah.


2. Ukuran panjang berbanding lebar adalah 3 (tiga) berbanding 2 (dua) meter.
3. Bendera PPNI wajib selalu dipasang di Sekretariat Pengurus PPNI
4. Pada acara resmi PPNI wajib memasang Bendera PPNI dan Bendera Merah Putih, yang
ditempatkan di sebelah kanan podium dengan susunan Bendera Merah Putih paling
kanan, diikuti bendera PPNI dan Pataka PPNI

Pasal 8
MARS PPNI

Mars PPNI wajib dikumandangkan dalam setiap acara resmi PPNI, Ikatan, Himpunan, dan
Kolegium.

Pasal 9
STEMPEL DAN KOP SURAT

Stempel dan Kop Surat PPNI digunakan dalam setiap surat menyurat resmi yang
mengatasnamakan PPNI sesuai jenjang kepengurusan.

Page 13 of 56
Pasal 10
JAS, ROMPI, DAN BATIK PPNI

1. Jas PPNI wajib dikenakan pada pembukaan musyawarah, rapat kerja, audiensi kepada
institusi di luar PPNI, dan mewakili PPNI dalam memenuhi undangan acara resmi.
2. Rompi PPNI digunakan dalam kegiatan lapangan yang mengatasnamakan PPNI.
3. Batik PPNI digunakan dalam berbagai rapat yang mewakili PPNI.
4. Jas, rompi, dan batik PPNI berwarna dasar merah marun.
5. Jas dan rompi PPNI sesuai ayat (4) dikenakan oleh seluruh anggota PPNI dan atau
anggota Ikatan dan Himpunan.

Pasal 11
PIN/LENCANA PPNI

1. Pin/Lencana PPNI hanya dikenakan pada saat mengenakan jas PPNI dengan posisi
di daerah dada sebelah kiri atas
2. Ukuran dan bentuk Pin/lencana akan diatur dalam peraturan organisasi

BAB III
KEGIATAN

Pasal 12
KEGIATAN ILMIAH, SEMINAR DAN PELATIHAN

1. Kegiatan ilmiah yang diselenggarakan oleh Pengurus PPNI dan atau atas nama PPNI
wajib mencantumkan lambang organisasi dalam leaflet, poster, spanduk
pemberitahuan/pemasaran dan dalam sertifikat.
2. Kegiatan ilmiah yang diselenggarakan atas kerjasama dengan wajib mencantumkan
kata-kata kerjasama dengan PPNI dalam lambang organisasi dalam leaflet, poster,
spanduk pemberitahuan/pemasaran dan dalam sertifikat.

Pasal 13
KERJASAMA

1. Pihak ketiga baik perseorangan dan atau lembaga dapat bekerjasama dengan PPNI atas
dasar saling menguntungkan.
2. Kerjasama seperti tercantum pada butir 1 di atas harus diwujudkan dalam bentuk
perjanjian tertulis (memory of understanding) tertulis.
3. Perjanjian kerjasama seperti pada butir 1 dan 2 di atas dilaksanakan antara pihak ketiga
dan Pengurus Pusat PPNI sebagai pihak yang menandatangani perjanjian dimaksud.

Page 14 of 56
4. Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dan atau Pengurus
Komisariat dapat menjadi pelaksana perjanjian dari pihak PPNI dengan mandat yang
diberikan oleh Pengurus Pusat.
5. Inisiatif kerjasama dapat berasal dari PPNI dan atau dari pihak ketiga.
6. Inisiatif kerjasama yang berasal dari PPNI dapaat berasal dari Pengurus Pusat,
Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dan atau dari Pengurus Komisariat.
7. Pembagian hasil kerjasama yang berupa materi adalah 70% (tujuh puluh persen) untuk
penginisiasi dan 30% (tiga puluh persen) untuk Pengurus Pusat.
8. Pembagian dari hasil kerjasama dengan inisiasi dari Pengurus Pusat PPNI adalah 50%
(lima puluh persen) untuk pengurus Pusat dan 50% (lima puluh persen) untuk
pelaksana kerjasama.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 14
PERSYARATAN ANGGOTA

1. Anggota Biasa :
a. Warga Negara Indonesia
b. Memiliki ijazahpendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di Iuar negeri
yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
c. Menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota
pada Pengurus Kab/Kota atau Komisariat.
d. Mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPNI dan Kode Etik
Keperawatan Indonesia
e. Bersedia aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau
Ikatan/Himpunan yang bernaung di bawah PPNI

2. Anggota Khusus:
a. Perawat warga negara asing yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi
ketentuan Pemerintah R.I dan telah mengikuti proses adapatasi. Untuk ketentuan
adaptasi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi yang dikeluarkan oleh
Pengurus Pusat.
b. Memiliki surat pernyataan yang menunjukkan bahwa pengusul memiliki perilaku
etis yang baik dari organisasi profesi negara asal (certificate of good standing).
c. Memiliki bukti bahwa yang bersangkutan t elah teregistrasi di negara asal
d. Menyatakan diri untuk menjadi angota PPNI melalui proses pendaftaran anggota
pada Pengurus Kab/Kota atau Komisariat

Page 15 of 56
e. Mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati
AD/ART PPNI dan Kode Etik Keperawatan Indonesia
f. Aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau
Ikatan/Himpunan yang bernaung di bawah PPNI

3. Anggota Kehormatan:
Mereka yang bukan perawat, tetapi telah berjasa terhadap perkembangan keperawatan
dan atau organisasi PPNI

Pasal 15
TATA CARA PENERIMAANANGGOTA

1. Anggota Biasa dan Khusus


a. Mendaftarkan diri untuk menjadi anggota PPNI di Sekretariat Pengurus Kabupaten
/Kota (Kab/ Kota)dan atau Pengurus Komisariat dan atau Pengurus PPNI
Perwakilan Luar Negeri
b. Mengisi dan menandatangani: formulir pendaftaran anggota, formulir kesediaan
mengikuti kegiatan PPNI dan mentaati AD/ART PPNI serta formulir kesediaan
mentaati Kode Etik Perawat Indonesia
c. Pengurus Kab/ Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negeri dapat
menerima calon anggota tersebut apabila telah memenuhi persyaratan yang
diperlukan
d. Pengurus Kab/Kota dan atau Pengurus PPNI Perwakilan Luar Negerimengusulkan
diterbitkannya Nomor Induk Anggota dan kartu anggota bagi anggota yang telah
diterima kepada Pengurus Pusat
e. Keanggotaan PPNI selanjutnya diatur dalam Pedoman Sistem Informasi
Keanggotaan PPNI secara Nasional.

2. Anggota Kehormatan
a. Diusulkan olehPengurus Kab/Kota dengan persetujuan Pengurus Provinsi atau
Pengurus Provinsi kepada Pengurus Pusat atau diusulkan langsung oleh Pengurus
Pusat, dan wajib dilengkapi dengan data pendukung bahwa yang bersangkutan
berjasa bagi Professi keperawatan dan atau PPNI
b. Pengurus Pusat mengadakan rapat pleno khusus untuk membahas usulan calon
anggota kehormatan yang diusulkan Pengurus Kab/Kota yang telah dilengkapi
lembar persetujuan dari Pengurus Provinsi.
c. Dalam rapat pleno Pengurus Pusat dapat menerima atau menolak usulan tersebut.
d. Apabila usulan diterima, maka Pengurus Pusat dapat wajib mengundang calon
anggota kehormatan tersebut untuk mengikuti acara pengesahan dalam forum Munas
dan atau Rakernas
e. Kepada Anggota kehormatan yang telah disyahkan diberikan nomor induk Anggota
Kehormatan dan Kartu Anggota kehormatan oleh Pengurus Pusat

Page 16 of 56
Pasal 16
KEWAJIBAN ANGGOTA

1. Menjunjung tinggi, menaati dan mengamalkan Sumpah perawat, Kode Etik Perawat
Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan semua peraturan serta
Keputusan PPNI.
2. Membayar uang pangkal dan iuran tahunan, kecuali anggota kehormatan.
3. Menghadiri rapat-rapat atas undangan Pengurus PPNI
4. Anggota wajib memberikan informasi yang benar sesuai kebutuhan kepada pengurus
sesuai keangotaannya.

Pasal 17
HAK ANGGOTA

1. Anggota biasa berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan baik lisan
maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan organisasi, memilih
dan dipilih sesuai jenjang kepengurusan organisasi.
2. Anggota khusus dan anggota kehormatan berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau
pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh
kegiatan organisasi, tetapi tidak berhak memilih dan dipilih
3. Setiap anggota berhak mendapatkan kesempatan menambah atau mengembangkan ilmu
dan keterampilan keperawatan yang diselenggarakan organisasi sesuai program dan
kemampuan organisasi serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan
4. Setiap anggota berhak mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan
tugas organisasi dan profesi, apabila memenuhi:
a. AD/ART
b. Kode Etik Perawat Indonesia
c. Standar Kompetensi
d. Standar Praktik
e. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
f. Ketentuan organisasi
5. Setiap anggota berhak untuk mendapatkan pembelaan terhadap kasus yang terkait
dengan masalah hukum dalam lingkup praktik keperawatan, apabila anggota tersebut
telah memenuhi kewajiban sebagai anggota

Page 17 of 56
Pasal 18
PEMBERHENTIAN ANGGOTA

Anggota berhenti/hilang keanggotaannya apabila:


a. Meninggal dunia
b. Permintaan sendiri secara tertulis, setelah melakukan konsultasi dengan Pengurus
Kab/Kota yang membidangi organisasi
c. Diberhentikan oleh Pengurus Pusat atas usul Dewan Pertimbangan dan atau Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan setempat setelah terbukti berbuat hal-hal yang
merugikan organisasi.
d. Bagi perawat warga negara asing yang kembali ke negara asal dan atau telah
berakhir masa tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 19
TATA CARA PEMBERHENTIAN ANGGOTA

1. Pemberhentian atas permintaan sendiri harus dilakukan dengan pemberitahuan secara


tertulis kepada Pengurus Kab/Kota di tempat ia terdaftar, setelah terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Pengurus Kab/Kota yang membidangi organisaasi dan diajukan
sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya.
2. Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh Pengurus Kab/Kota
setelah didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan jarak waktu
masing-masing 1 (satu) bulan dengan tembusan kepada Pengurus Provinsi dan Pengurus
Pusat, apabila tidak melakukan kewajiban sebagai anggota selama 2 (dua) tahun
berturut-turut.
3. Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian langsung oleh Pengurus Pusat tanpa
pemberitahuan sebelumnya, setelah mendapat masukan dari tim penilai Pengurus Pusat.
apabila yang bersangkutan telah terbukti melakukan tindakan kriminal yang memiliki
kekuatan hukum tetap (inkrah), kemudian memberitahukan kepada Pengurus Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
4. Paling lama 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara, Pengurus
Kab/Kota dapat merehabilitasi kembali apabila sudah ada perubahan ke arah perbaikan
5. Paling lambat 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara, Pengurus
Kabupaten/Kota mengusulkan pemberhentian tetap dengan persetujuan Pengurus
Provinsi dan diusulkan penetapan kepada Pengurus Pusat, apabila tidak menunjukkan
perubahan kearah perbaikan.
6. Dalam kondisi luar biasa yang mengancam organisasi, Pengurus Pusat dapat melakukan
pemberhentian langsung, kemudian memberitahukan kepada Pengurus Provinsi dan
Pengurus Kab/Kota.

Page 18 of 56
Pasal 20
PEMBELAAN

1. Anggota yang diberhentikan sementara dapat membela diri di hadapan rapat pleno
Pengurus Kab/Kota, Pengurus Provinsi atau Pengurus Pusat
2. Kepurusan rapat pleno Pengurus Pusat tidak dapat diganggugugat
3. Untuk kasus hukum terkait praktik keperawatan, bila dipandang perlu Pengurus
Provinsi atau Pengurus Pusat dapat menunjuk pembela hukum atas nama PPNI

Pasal 21
PENGKADERAN

1. Untuk kesinambungan upaya organisasi perlu dibina kader-kader kepemimpinan PPNI


2. Kader-kader yang akan dipromosikan telah disaring dengan kriteria:
a. Memiliki prestasi, dedikasi dan loyal terhadap PPNI
b. Mempunyai bakat dan pengetahuan serta pengalaman dalam kepemimpinan
organisasi keperawatan
c. Telah melalui proses pendidikan dan atau pelatihan khusus untuk itu
d. Tidak pernah melakukan tindakan yang tercela
3. Ketentuan terkait pengkaderan akan diatur dalam aturan organisasi

Pasal 22
SANKSI

1. Bagi anggota yang tidak melaksanakan kewajiban organisasi dapat diberikan sanksi
2. Tata cara pemberian sanksi harus diatur lebih lanjut melalui peraturan organisasi yang
dikeluarkan oleh Pengurus Pusat
3. Jenis sanksi yang dapat diberikan berupa :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Penghentian sementara dari keanggotaan
d. Penghentian permanen dari keanggotaan

Pasal 23
KARTU ANGGOTA

1. KartuTanda Anggota (KTA) dikeluarkan dan ditandatangani oleh Ketua pengurus


kab/kota. Bila di luar negeri, sitanda tangani oleh ketua PPNI perwakilan luar negeri
2. Nomor Induk Registrasi Anggota (NIRA) dikeluarkan oleh Pengurus Pusat sesuai
kodifikasi KTA.
3. Masa berlakuKTA 5 tahun

Page 19 of 56
BAB V
SUSUNAN DAN KEPENGURUSAN

Pasal 24
SUSUNAN ORGANISASI

1. Pengurus Pusat, membawahi seluruh Propinsi di seluruhIndonesia dan berkedudukan


di Ibukota Negara Republik Indonesia,
2. Pengurus Propinsi, meliputi Propinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibukota dan
berkedudukan di Ibukota Propinsi, Daerah Istimewa, Daerah Khusus Ibukota
3. Pengurus Kabupaten/Kota, meliputi seluruh Kabupaten/Kota dan berkedudukan di
Ibukota Kabupaten/Kota
4. Pengurus Komisariat, merupakan jenjang organisasi di tingkat institusi yang memiliki
sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) perawat. Apabila kurang dari 25 (dua puluh
lima) perawat bergabung dengan komisariat lain atau Kabupaten/Kota
5. Pengurus Perwakilan Luar Negeri, merupakan perwakilan perawat yang berada di luar
negeri dan berkedudukan di ibukota negara tersebut yang memiliki sekurang-kurangnya
25 (dua puluh lima). Perwakilan PPNI di luar negeri disebut Pengurus PPNI Perwakilan
(diikuti nama Negara)

Pasal 25
PENGURUS PUSAT

1. Pengurus Pusat terdiri dari Pengurus Harian dan pengurus pleno.


2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua Umum, para Ketua DPP, Sekretaris Jendral,
Sekretaris, Bendahara Umum, dan Bendahara.
3. Pengurus Pleno terdiri dari para Ketua Departemen serta Anggota Departemen
4. Komposisi Pengurus Pusat terdiri dari :
a. Ketua Umum
b. Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi
c. Ketua Bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik
d. Ketua Bidang Hubungan Dalam Negeri / Antar Lembaga
e. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri
f. Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan
g. Ketua Bidang Penelitian
h. Ketua Bidang Sistem Informasi&Komunikasi
i. Ketua Bidang Pelayanan
j. Ketua Bidang Kesejahteraan

k. Sekretaris Jenderal
1) Sekretaris I
2) Sekretaris II
3) Sekretaris III

Page 20 of 56
l. Bendahara Umum
1) Bendahara I
2) Bendahara II

m. Koordinator Wilayah disingkat KORWIL meliputi :


1) Wilayah 1: Sumatera
2) Wilayah 2: Jawa
3) Wilayah 3: Bali, NTB, NTT
4) Wilayah 4: Kalimantan
5) Wilayah 5: Sulawesi
6) Wilayah 6: Maluku dan Maluku Utara
7) Wilayah 7 : Papua dan Papua Barat

n. Ketua Departemen
1) Ketua Departemen Organisasi& Kaderisasi
2) Ketua Departemen Hukum dan Pemberdayaan Politik.
3) KetuaDepartemen Hubungan Dalam Negeri/ Antar Lembaga
4) KetuaDepartemen HubunganLuarNegeri
5) Ketua Departemen Pendidikan dan Pelatihan
6) Ketua Departemen Penelitian
7) Ketua Departemen Sistem Informasi& Komunikasi
8) Ketua Departemen Pelayanan
9) Ketua Departemen Kesejahteraan

Pasal 26
PENGURUS PROVINSI

1. Pengurus Provinsi terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno


2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua,Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris,
Bendahara dan Wakil Bendahara
3. Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Bidang serta Anggota
Bidang
4. Komposisi Pengurus Provinsi terdiri dari :
a. Ketua
b. Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi
c. Wakil Ketua Bidang Hukum & Pemberdayaan Politik.
d. Wakil Ketua Bidang Hubungan antar lembaga
e. Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan
f. Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Sistem Infromasi& Komunikasi
g. Wakil Ketua Bidang Pelayanan
h. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan

Page 21 of 56
i. Sekretaris
1) Wakil Sekretaris I
2) Wakil Sekretaris II
3) Wakil Sekretaris III
j. Bendahara
1) Wakil Bendahara I
2) Wakil Bendahara II
k. Divisi-divisi :
1) Ketua Divisi Organisasi Hukum & Pemberdayaan Politik.
2) Ketua Divisi Hubungan Antar Lembaga
3) Ketua Divisi Pendidikan dan Pelatihan
4) Ketua Divisi Penelitian dan Sistem Infromasi& Komunikasi
5) Ketua Divisi Pelayanan
6) Ketua Divisi Kesejahteraan

Pasal 27
PENGURUS KAB/KOTA

1. Pengurus Kab/Kota terdiri dari Pengurus Harian dan Pengurus Pleno


2. Pengurus Harian terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris,
Bendahara dan Wakil Bendahara
Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan para Ketua Divisi serta Anggota Divisi
3. Komposisi Pengurus Kab/Kota terdiri dari :
a. Ketua
b. Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi
c. Wakil Ketua Bidang Hukum & Pemberdayaan Politik.
d. Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan
e. Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Sistem Informasi
f. Wakil Ketua Bidang Pelayanan
g. Wakil Ketua Bidang Hubungan antar Lembaga
h. Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan
i. Sekretaris
1) Wakil Sekretaris I
2) Wakil Sekretaris II
j. Bendahara
1) Wakil Bendahara I
2) Wakil Bendahara II
k. Divisi-divisi Divisi
- Divisi Organisasi dan Kaderisasi
- Divisi Hukum & Pemberdayaan Politik.
- Divisi Pendidikan dan Pelatihan

Page 22 of 56
- Divisi Penelitian dan Sistem Informasi& Komunikasi
- Divisi Pelayanan
- Divisi Hubungan antar Lembaga
- Divisi Kesejahteraan

Pasal 28
PENGURUS KOMISARIAT

1. Pengurus Komisariat merupakan bagian dari Pengurus Kab/Kota pada institusi tertentu
yang anggotanya sekurang-kurangnya 25 orang.
2. Pengurus komisariat PPNI terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris dan Wakil Sekretaris
c. Bendahara dan Wakil Bendahara
d. Seksi-seksi:
1) Seksi Organisasi dan Hukum
2) Seksi Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian,
3) Seksi Pelayanan dan Sistem Infromasi& Komunikasi
4) Seksi Pengembangan, Hubungan antar lembaga
5) Seksi Kesejahteraan
Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan komisariat

Pasal 29
PENGURUS PPNI PERWAKILAN LUAR NEGERI

1. Susunan Kepengurusan
a. Ketua Perwakilan PPNI di negara (ditulis nama negaranya)
b. Sekertaris
c. Bendahara
d. Ketua Bidang Organisasi, Hukmas, dan Kerjasama
e. Ketua Bidang Pendidikan, Pelayanan, dan Kesejahteraan
f. Ketua Departemen dan anggota dibentuk sesuai kebutuhan
g. Pembentukan wilayah se-tingkat kabupaten/kota di Luar Negeri bisa dibentuk
setelah mendapat persetujuan Pengurus Pusat
2. Tata cara
a. Melakukan rapat anggota umum semua perawat yang bekerja di negaratersebut
untuk membentuk pengurus adhock dengan persetujuan PP-PPNI
b. Memilih Pengurus PPNI Perwakilan negara (tulis nama negaranya) sesuai dengan
ketentuan rapat pada pasal 14
c. Mengajukan surat permintaan pembentukan dan pengesahan perwakilan PPNI di
negara tersebut kepada PP-PPNI dengan melampirkan berita acara hasil pemilihan
dan susunan penguru

Page 23 of 56
BAB VI
PEMBENTUKAN PENGURUS BARU DI WILAYAH PEMEKARAN

Pasal30
PENGURUS PROPINSI

1. Syarat pembentukan Pengurus PPNI Propinsi baru :


a. Terjadi pemekaran wilayah Pemerintah Propinsi.
b. Pemekaran kepengurusan disetujui oleh Pengurus Propinsi sebelumnya dan
Pengurus Kabupaten/ Kota lainnya dalam Rakerprop khusus yang membahas
tentang rencana pemekaran.
c. Pengurus Propinsi baru (hasil pemekaran) dituangkan dalam Berita Acara Deklarasi
yang ditandatangani oleh ketua Pengurus PPNI Propinsi yang lama dan yang baru
disaksikan oleh Pengurus PPNI Pusat dan Ketua Pengurus PPNI Kabupaten/ Kota
yang lainnya.
2. Sebagai konsekwensi pembentukan pengurus PPNI Propinsi baru ini secara
administratif harus diikuti pelepasan tanggung jawab aktifitas organisasi PPNI
Kabupaten/ Kota dari pengurus lama kepada Pengurus PPNI Propinsi yang baru sesuai
wilayah Pemerintahan Propinsi tersebut
3. Pengurus Pusat melantik Pengurus Propinsi tersebut berdasarkan Berita Acara
Pembentukan Pengurus Propinsi

Pasal 31
PEMEKARAN PENGURUS KABUPATEN / KOTA

1. Syarat pemekaran Pengurus PPNI Kabupaten/ Kota :


a. Terjadi pemekaran wilayah Pemerintah Kabupaten/ Kota.
b. Pemekaran kepengurusan disetujui oleh Pengurus Kabupaten/ Kota sebelumnya dan
Pengurus Komisariat lainnya dalam Rakerkab/ Rakerkot khusus yang membahas
tentang rencana pemekaran.
c. Pengurus PPNI Kabupaten/ Kota baru (hasil pemekaran) dituangkan dalam Berita
Acara Deklarasi yang ditandatangani oleh Ketua Pengurus PPNI Kabupaten/ Kota
yang lama dan yang baru disaksikan oleh pengurus PPNI Propinsi dan Perwakilan
Ketua Pengurus PPNI Komisariat yang ada.
2. Sebagai konsekwensi pembentukan pengurus PPNI Kabupaten/ Kota baru ini secara
administratif harus diikuti pelepasan tanggung jawab aktifitas organisasi PPNI
Komisariat dari pengurus lama kepada Pengurus PPNI Kabupaten/ Kota yang baru
sesuai wilayah pemerintahan Kabupaten/ Kota tersebut.
3. Pengurus Propinsi melantik Pengurus Kabupaten/ Kota tersebut berdasarkan Berita
Acara Pembentukan Pengurus Kabupaten/ Kota.

Page 24 of 56
Pasal 32
PELANTIKAN PENGURUS

1. Pengurus Pusat :
a. Ketua Umum dilantik oleh Munas.
b. Pengurus Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat, Ketua MKEK Pusat. dan Ketua Badan
Kelengkapan Pusat dilantik oleh Ketua Umum

2. Pengurus Propinsi :
a. Ketua Pengurus Propinsi dilantik oleh Pengurus Pusat dalam Musyawarah Propinsi
b. Anggota Pengurus Pleno Propinsi, Dewan Pertimbangan Propinsi, MKEK Propinsi,
dan Ketua Badan Kelengkapan Propinsi dilantik oleh Ketua Pengurus Propinsi atas
nama Pengurus Pusat.
3. Pengurus Kabupaten/ Kota :
a. Ketua Pengurus Kabupaten/ Kota dilantik oleh Pengurus Propinsi dalam
Musyawarah Kabupaten/ Musyawarah Kota.
b. Anggota Pengurus Pleno Kabupaten/ Kota, Dewan Pertimbangan Kabupaten/ Kota,
dilantik oleh Ketua Pengurus Kabupaten/ Kota atas nama Pengurus Propinsi.
4. Pengurus Komisariat dilantik oleh Pengurus Kabupaten/Kota dalam Rapat Anggota
5. Pengurus Perwakilan Luar Negeri dilantik oleh Ketua Umum atau Pengurus Pusat

Pasal 33
TATA CARA PELANTIKAN

1. Pelantikan Ketua Umum PPNI dilantik oleh Pimpinan Munas dalam Sidang Pleno
pelantikan Ketua Umum terpilih.
2. Personel pengurus lengkap Pengurus Pusat PPNI, Dewan Pertimbangan Pusat, MKEK
Pusat, dan Majelis Kolegium dilantik oleh Ketua Umum PPNI dalam acara khusus
Pelantikan Pengurus, Dewan Pertimbangan Pusat, MKEK Pusat, dan Majelis
Kolegium.
3. Personel pengurus lengkap Kolegium dilantik oleh Ketua Majelis Kolegium atau
Pengurus Kolegium dalam acara khusus pelantikan Kolegium.
4. Pelantikan Ketua/Ketua Umum Ikatan/Himpunan dilakukan oleh Ketua Umum PPNI
pada acara Kongres Nasional Ikatan/ Himpunan.
5. Pelantikan Ketua Pengurus Propinsi terpilih dilaksanakan oleh Ketua Umum/Pengurus
Pusat atas nama Ketua Umum dalam sidang Pleno Pelantikan Ketua Propinsi terpilih
dalam acara Musprop.
6. Personel pengurus lengkap Pengurus Propinsi PPNI, Dewan Pertimbangan Propinsi,
dan MKEK Propinsi dilantik oleh Ketua Propinsi PPNI dalam acara khusus Pelantikn
Pengurus, Dewan Pertimbangan Propinsi, dan MKEK Propinsi.

Page 25 of 56
7. Pelantikan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota PPNI dilantik oleh Ketua Pengurus
Propinsi/Pengurus Propinsi atas nama Ketua Pengurus Propinsi dalam Sidang Pleno
Pelantikan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota terpilih dalam acara Muskab/Muskot.
8. Personel Pengurus lengkap Pengurus Kabupaten/Kota PPNI dan Dewan Pertimbangan
Kabupaten/Kota dilantik oleh Ketua Pengurus Kabupaten/Kota PPNI dalam acara
khusus Pelantikan Pengurus, Dewan Pertimbangan Kabupaten/Kota.
9. Personel Pengurus Lengkap Perwakilan Luar Negeri dilantik oleh Ketua Umum atau
Pengurus Pusat dalam acara khusus pelantikan Pengurus Perwakilan Luar Negeri.

Pasal 34
SYARAT PELANTIKAN

1. Pelantikan Ketua Umum / Ketua Pengurus Propinsi/Pengurus Kabupaten/Kota/Ketua


Komisariat/ Perwakilan Luar Negeri:
a. SK Pimpinan Munas/ Musprop/ Musprop/ Rapat Anggota
b. Pataka
c. Meja dan Alat Tulis
d. Naskah Pelantikan
e. Berita Acara Pelantikan
2. Pelantikan Pengurus lengkap, Dewan Pertimbangan, MKEK, Majelis Kolegium,
Kolegium, Ikatan, dan Himpunan
a. SK Pengurus Pusat/ Pengurus Propinsi/ Pengurus Kabupaten/ Kota/ Majelis
Kolegium/ Kolegium/ Ikatan/ Himpunan
b. Pataka
c. Meja dan Alat Tulis
d. Naskah Pelantikan
e. Berita Acara Pelantikan
3. Untuk Luar Negeri disamakan dengan provinsi

Page 26 of 56
Pasal 35
Naskah Pelantikan

KOP*

NASKAH PELANTIKAN

Bismillaahir rahmaanir rahiim

Saya atas nama ....................**Persatuan Perawat Nasional Indonesia ke ...melantik Saudara


sebagai ..........***Persatuan Perawat Nasional Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan
Pimpinan Munas Nomor : ...............****

Memberikan kewenangan dan tanggung jawab organisasi untuk dapat dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk dan kekuatan serta ridhoNya.

................, .........., ...........*****

Yang melantik

Tanda tangan
..................................... ******
Catatan :
1. Untuk pelantikan Ketua Umum
* diisi dengan kata-kata “Musyawarah Nasional ....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia”
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum
*** diisi dengan kata-kata Musyawarah Nasional
*** diisi dengan nomor SK Pimpinan Munas
***** diisi dengan nama tempat Munas, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan
musyawarah
2. Untuk pelantikan Ketua Pengurus Propinsi
* diisi dengan kata-kata “Musyawarah Propinsi ....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia”
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum
*** diisi dengan kata-kata Ketua Pengurus Propinsi
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Musprop
***** diisi dengan nama tempat Munas, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan

Page 27 of 56
musyawarah
3. Untuk pelantikan Ketua Pengurus Kabupaten/Kota
* diisi dengan kata-kata “Musyawarah Kabupaten/Kota ....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia”
** diisi dengan kata-kata Ketua Pengurus Propinsi
*** diisi dengan kata-kata Musyawarah Kabupaten/Kota
**** diisi dengan nomor SK Pimpiinan Muskab/Muskot
***** diisi dengan nama temmpat Munas, tanggal dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan
musyawarah
4. Untuk pelantikan Ketua Komisariat
* diisi dengan kata-kata “Rapat Anggota ....
Persatuan Perawat Nasional Indonesia”
** diisi dengan kata-kata Ketua Pengurus Kabupaten/Kota
*** diisi dengan kata-kata Rapat Anggota
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Rapat Anggota
***** diisi dengan Nama temmpat Munas, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan Nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan Rapat
Anggota
5. Untuk pelantikan Ketua Perwakilan Luar Negeri
* diisi dengan kata-kata “Musyawarah Luar Negeri
Persatuan Perawat Nasional Indonesia”
** diisi dengan kata-kata Ketua Umum
*** diisi dengan kata-kata Ketua Perwakilan Luar Negeri
**** diisi dengan nomor SK Pimpinan Musprop
***** diisi dengan nama tempat Munas, tanggal, dan tahun
****** diisi dengan nama yang melantik dan jabatan dalam pimpinan
musyawarah

6. Sebelum pelantikan dimulai, yang melantik menanyakan terlebih dahulu kesiapan yang
akan dilantik dengan kata-kata “Apakah Saudara siap untuk dilantik?”
7. Bila yang akan dilantik menjawab siap, maka pelantikan dimulai
8. Setelah pelantikan dilanjutkan dengan penandatanganan Berita Acara Pelantikan

Pasal 36
SYARAT PENGURUS ORGANISASI

1. Berasal dari anggota yang berpengalaman dan mempunyai jujur, visioner, kepribadian
yang baik, berprestasi, dedikasi, memiliki kemampuan kepemimpinan organisasi dan
loyalitas yang tinggi terhadap PPNI
2. Mampu bekerjasama secara kolektif, mampu meningkatkan dan mengembangkan
peranan PPNI dalam pelayanan keperawatan professional dalam menunjang

Page 28 of 56
pengembangan pelayanan kesehatan khususnya dan Pengembangan Nasional
umumnya.
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi dan profesi
4. Sanggup bekerja aktif dalam organisasi.

Pasal 37
PENGGANTIAN PENGURUS ANTAR WAKTU

1. Penggantian Kepengurusan organisasi dalam satu masa jabatan dimungkinkan karena


ada pengurus:
a. Meninggal dunia
b. Berhenti atas permintaan sendiri
c. Pindah ke tempat lain yangmengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat aktif
dalam waktu 6 bulan
d. Tidak menghadiri rapat 6 kali berturut-turut dengan alasan yang dapat diterima
forum rapat pleno
e. Tidak melaksana uraian tugas yang ditetapkan
f. Tidak aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dinilai oleh rapat pleno pengurus
diberhentikan.
2. Kewenangan pembehentian pengurus sesuai ayat (1) butir “d” diatur sebagai berikut:
a. Pengurus Pusat dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat setelah berkonsultasi
dengan Dewan pertimbangan Pusat
b. Pengurus Provinsi dilakukan oleh Pengurus Pusat atas usulan hasil Rapat Pleno
Pengurus Provinsi setelah berkonsultasi dengan Dewan pertimbangan Provinsi
c. Pengurus Kab/Kota dilakukan oleh Pengurus Provinsi atas usulan hasil Rapat
Pleno Pengurus Kab/Kota setelah berkonsultasi dengan Dewan pertimbangan
Kab/Kota
d. Pengurus Komisariat dilakukan oleh Pengurus Kab/Kota atas usul hasil Rapat
Pengurus Komisariat.
e. Untuk Kolegium dilakukan oleh Ketua Umum atas usul Ketua Kolegium terkait
dengan pertimbangan Majelis Kolegium
f. Untuk PengurusIkatan, dan Himpunan oleh Rapat Pleno Ikatan dan Himpunan dan
atas pertimbangan Pengurus PPNI sesuai tingkat kepengurusan organisasi.

Page 29 of 56
BAB VII
KEWENANGAN, KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS

Pasal 38
KEWENANGAN PENGURUS

1. Pengurus Pusat berwenang:


a. Membuat keputusan pelaksanaan hasil Munas dan atau Rakernas.
b. Memutuskan penyelesaian perbedaan penafsiran AD/ ART.
c. Menyusun program kerja berdasarkan hasil Munas.
d. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi.
e. Mengangkat dan atau memberhentikan karyawan organisasi.
f. Memberikan penghargaan terhadap orang, badan, lembaga yang berjasa terhadap
profesi keperawatan.
g. Meminta pertanggungjawaban Pengurus Propinsi dalam rangka pelaksanaan hasil
Munas secara periodik
h. Memberhentikan keanggotaan PPNI atas usul pengurus Kabupaten/ Kota melalui
proses telah Pengurus PPNI Propinsi.
i. Menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan PPNI Propinsi sesuai
usulan hasil Musyawarah Propinsi.
j. Membekukan sampai memberhentikan kepengurusan PPNI Propinsi bila tidak
sejalan dengan kebijakan serta AD/ ART organisasi serta menunjuk caretaker
sebagai penganti menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya
kepengurusan baru.
k. Memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan/
Badan Usaha yang syah di bawah tanggung jawab organisasi profesi (PPNI).
2. Pengurus Propinsi
a. Membuat keputusan pelaksanaan hasil Musprop dan atau Rakerprop.
b. Menyusun program kerja berdasarkan hasil Musprop dengan mempertimbangkan
amanat Munas, kebijakan dan aturan organisasi PPNI Pusat.
c. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi.
d. Mengangkat dan atau memberhentikan karyawan organisasi.
e. Meminta pertanggungjawaban Pengurus Kabupaten/ Kota dalam rangka
pelaksanaan hasil Musprop secara periodik
f. Menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan PPNI Kota/Kabupaten
sesuai usulan hasil Musyawarah Kota/Kabupaten.
g. Membekukan sampai memberhentikan kepengurusan PPNI Kota/Kabupaten bila
tidak sejalan dengan kebijakan serta AD/ART organisasi serta menunjuk caretaker
sebagai penganti menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya
kepengurusan baru.
h. Memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan /
Badan Usaha di bawah tanggung jawab organisasi profesi (PPNI) Propinsi.

Page 30 of 56
3. Pengurus Kabupaten/Kota
a. Membuat keputusan terkait pelaksanaan hasil Muskab/ Muskot dan atau Rakerkab/
Rakerkot.
b. Menyusun program kerja berdasarkan hasil Muskab/ Muskot dengan
mempertimbangkan amanat Musprop, Munas, dan kebijakan organisasi PPNI
Pusat.
c. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi.
d. Mengangkat dan atau memberhentikan karyawan organisasi.
e. Meminta pertanggungjawaban Pengurus Komisariat dalam rangka pelaksanaan
hasil Muskab/ Muskot secara periodik.
f. Menetapkan Surat Keputusan pengesahan kepengurusan PPNI Komisariat sesuai
usulan hasil Musyawarah Komisariat (Musyawarah Anggota).
g. Membekukan sampai memberhentikan kepengurusan PPNI komisariat bila tidak
sejalan dengan kebijakan serta AD/ART organisasi serta menunjuk caretaker
sebagai penganti menjalankan fungsi organisasi sampai terbentuknya
kepengurusan baru.
h. Memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan /
Badan Usaha bersama pengurus komisariat yang ada di bawah tanggung jawab
organisasi profesi.

4. Pengurus Komisariat
a. Melakukan penerimaan anggota baru dan lama, penarikan iuran anggota sesuai
AD/ ART.
b. Mendapatkan pembinaan dari Pengurus Kabupaten/ Kota dan Propinsi.
c. Menjalankan fungsi organisasi sesuai AD/ ART dan Kebijakan Organisasi PPNI.
d. Melakukan pendataan anggota diwilayahnya dan melaporkan ke PPNI Kab/ Kota,
Propinsi, dan Pusat.
e. Mengusulkan dan meminta nomor keanggotaan sesuai AD/ ART.
f. Memberi usulan pemberhentian keanggotaan PPNI kepada pengurus Kabupaten/
Kota, dan Propinsi melalui proses telaah Pengurus Komisariat.

5. Pengurus Perwakilan Luar Negeri (LN)


a. Membuat keputusan pelaksanaan hasil Musyawarahdan Rapat Kerja Perwakilan
LN
b. Menyusun program kerja berdasarkan hasil Musyawarah LN dengan
mempertimbangkan amanat Munas, kebijakan dan aturan organisasi PPNI Pusat.
c. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAB) Organisasi.
d. Memperoleh masukan dana dan iuran anggota maupun hasil usaha Yayasan /
Badan Usaha di bawah tanggung jawab organisasi profesi Perwakilan LN.

Page 31 of 56
Pasal 39
KEWAJIBAN PENGURUS

1. Pengurus Pusat
a. Menyelenggarakan Munas setiap 5 tahun sekali.
b. Menyelenggarakan Rakernas selambat-lambatnya 2 tahun setelah Munas.
c. Melaksanakan Keputusan Munas dan atau Rakernas.
d. Melakukan pembinaan anggota PPNI melalui PPNI Propinsi dan Kabupaten/ Kota
e. Melaksanakan laporan pertanggungjawaban kepengurusan pada Munas.
f. Menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Rakernas.
g. Menjalankan pengelolaan, regulasi anggota dan organisasi secara nasional.
h. Membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah,
swasta, organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain, di dalam negeri
maupun di luar negeri.
2. Pengurus Propinsi
a. Menyelenggarakan Musprop selambat-lambatnya 6 bulan setelah Munas PPNI
yang terakhir.
b. Menyelenggarakan Rakerprop selambat-lambatnya 1 tahun setelah Rakernas PPNI
yang terakhir.
c. Melaksanakan kebijakan dan keputusan-keputusan Organisasi PPNI Pusat.
d. Melaksanakan Keputusan Musprop dan atau Rakerprop.
e. Melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan pada Musprop.
f. Menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Rakerprop.
g. Menjalankan pengelolaan, regulasi anggota, dan organisasi.
h. Menyampaikan laporan periodik kepada Pengurus Pusat, yaitu: kegiatan PPNI
propinsi dan hasilnya, keanggotaan PPNI di propinsi, fasilitas, dan sarana
prasarana organisasi dan usaha yang mengatasnamakan PPNI.
i. Membayarkan uang iuran anggota dan uang hasil usaha lain yang menggunakan
nama PPNI, yang menjadi hak Pengurus Pusat sesuai AD ART.
j. Membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah,
swasta, organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain diwilayahnya
3. Pengurus Kabuapaten/ Kota
a. Menyelenggarakan Muskab/ Muskot selambat-lambatnya 6 bulan setelah Musprop
PPNI yang terakhir.
b. Menyelenggarakan Rakerkab/ Rakerkot selambat-lambatnya 1 tahun setelah
Rakerprop PPNI yang terakhir.
c. Melaksanakan kebijakan dan keputusan PPNI Pusat, Propinsi sesuai AD ART.
d. Melaksanakan Keputusan Muskab/ Muskot dan atau Rakerkab/ Rakerkot.
e. Melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan pada Musprop.
f. Menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Rakerprop.
g. Menjalankan pengelolaan anggota dan organisasinya

Page 32 of 56
h. Menyampaikan laporan periodik kepada Pengurus Propinsi dan tembusan ke
Pengurus Pusat yaitu: kegiatan PPNI Propinsi dan hasilnya, keanggotaan PPNI di
propinsi, fasilitas, dan sarana prasarana organisasi dan usaha yang
mengatasnamakan PPNI
i. Membayarkan uang iuran anggota dan hasil usaha organisasi yang merupakan hak
Pengurus Pusat dan Pengurus Propinsi sesuai AD ART.
j. Membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah,
swasta, organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain, diwilayahnya.
4. Pengurus Komisariat
a. Melakukan penerimaan anggota baru dan lama, penarikan dan penyerahan iuran
anggota sesuai ketentuan dalam AD/ART.
b. Melakukan pendataan anggota secara periodik dan dilaporkan ke PPNI Propinsi
dan PPNI Pusat.
c. Melaksanakan kegiatan diwilayahnya, pergerakan anggota dalam mendukung
pelaksanaan program organisasi.
d. Melaksanakan pembinaan anggota PPNI di wilayahnya dengan dukungan PPNI
Kab/ Kota, Propinsi.
e. Mentaati pelaksanaan peraturan, kebijakan, dan keputusan-keputusan organisasi
PPNI Pusat, Propnsi, dan Kab/ Kota
5. Pengurus Perwakilan LN
a. Menyelenggarakan Musyawarah setelah Munas PPNI yang terakhir.
b. Menyelenggarakan Rapat Kerja
c. Melaksanakan kebijakan dan keputusan-keputusan Organisasi PPNI Pusat.
d. Melaksanakan Keputusan Musyawarah Perwakilan LN
e. Melaksanakan pertanggungjawaban kepengurusan pada Musyawarah Perwakilan
LN
f. Menyampaikan laporan kemajuan organisasi pada Musyawarah Perwakilan LN
g. Menjalankan pengelolaan, regulasi anggota, dan organisasi.
h. Menyampaikan laporan periodik kepada Pengurus Pusat.
i. Membayarkan uang iuran anggota Perwakilan LNsesuai AD ART.
j. Membina hubungan baik dengan semua instansi yang sah, yaitu: pemerintah,
swasta, organisasi kemasyarakatan (LSM), organisasi profesi lain diwilayahnya

Pasal 40
HAK PENGURUS

1. Pengurus berhak menggunakan dan mengatasnamakan organisasi PPNI sesuai tingkat


kepengurusan dan sesuai aturan yang berlaku di organisasi.
2. Pengurus berhak mewakili PPNI pada kegiatan-kegiatan PPNI atau diluar PPNI setelah
mendapat mandat atau surat tugas dari Ketua atau Sekretaris Jenderal PPNI sesuai
tingkat organisasi.

Page 33 of 56
3. Pengurus berhak mengemukakan pendapat, usulan, dan saran di setiap rapat-rapat atau
kegiatan lain untuk kemajuan Organisasi PPNI.
4. Pengurus berhak menerima imbalan yang besaran disesuaikan dengan aturan yang ada.
5. Pengurus berhak menampung masukan dan saran dari anggota untuk kemajuan
Organisasi PPNI

BAB VIII
DEWAN PERTIMBANGAN

Pasal 41
Pembentukan

DewanPertimbangandibentukmelaluikeputusanMusyawarahNasional/Musyawarah
Propinsi/MusyawarahKab/Kota

Pasal 42
Kewenangan

DewanPertimbanganmerupakanbadan yang berwenangmemberikanarahan,


petunjukdanpertimbangan, saran sertanasihatkepadaPengurus PPNI
sesuaidengantingkatkepengurusanorganisasi

Pasal 43
SusunandanKomposisiKepengurusan

(1) DewanPertimbanganberada di tingkatPengurusPusat,


PengurusPropinsidanPengurusKab/Kota.
(2) KomposisiDewanPertimbanganterdiridariKetua, WakilKetua,
Sekretarisdanduasampaiempat orang Anggota.

Pasal 44
TugasPokok

Memberikanpertimbangan, arahan, nasehat, saran danpetunjukkepadaPengurus PPNI


dalamlingkuptingkatkepengurusan yang bersangkutanbaikdimintamaupuntidakdiminta demi
kemajuandanpengembanganorganisasidanprofesiKeperawatan.

Page 34 of 56
BAB IX
MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEPERAWATAN

Pasal 45
PembentukandanKedudukan

4. MajelisKehormatanEtikdibentukolehPengurusPusat
5. MajelisKehormatanEtikberkedudukan di PengurusPusatdanmembentukperwakilan di
tingkatPengurusPropinsi
6. MajelisKehormatanEtikbertanggungjawabkepadaPengurusPusat

Pasal 46
Kewenangan

MajelisKehormatanEtikberwenangmenyelidikidanmerekomendasikanpenyelesaianmasalah
yang berkaitandenganpelanggarankodeetikprofesikeperawatankepadaPengurusPusat PPNI

Pasal 47
TugasPokok

(1) MembinaanggotadalampenghayatandanpengamalanKodeEtikKeperawatan
(2) Membuatpedomanpenerapanetika dalam
pemberianpelayanankeperawatandanpedomanpenyelesaianpertentanganetikdalampelay
anankeperawatan

Pasal 48
KomposisiKepengurusan

PengurusMajelisKehormatanEtikterdiridari :
1 (satu) orang KetuamerangkapAnggota
1 (satu) orang WakilKetuamerangkapAnggota
1 (satu) orang SekretarismerangkapAnggota
1 (satu) orang WakilSekretarismerangkapAnggota
3 (tiga) atau 5 (lima) orang Anggota

Page 35 of 56
BAB X
PEMBENTUKAN BADAN KELENGKAPAN

Pasal 49
PENGERTIAN

1. Ikatan perawat adalah kumpulan perawat dari berbagai tingkat pendidikan keperawatan
yang mengembangkan satu kekhususan keilmuan keperawatan yang sama dan
dibuktikan dengan sertifikat.
2. Himpunan perawat adalah kumpulan perawat yang terdiri dari berbagai kekhususan
keilmuan keperawatan yang mempunyai peminatan dan lingkup pekerjaan yang sama.
3. Kolegium adalah kumpulan Ners dan atau Ners spesialis dengan area keilmuan yang
sama, bertanggungjawab terhadap pengembangan dan pemantauan kepakaran serta
profesi keperawatan pada strata Ners dan Ners spesialis.

Pasal 50
PERSYARATAN PEMBENTUKAN IKATAN DAN HIMPUNAN

1. Ikatan dan Himpunan pertama kali terbentuk di tingkat pusat.


2. Kepengurusan Ikatan dan Himpunan dibentuk sampai tingkat Provinsi.
3. Ikatan dan atau Himpunan yang baru dapat dibentuk apabila lebih dari 50% (lima puluh
persen) kompetensi berbeda dengan Ikatan dan atau Himpunan yang sudah ada.
4. Kelompok kerja komunitas perawat yang akan membentuk Ikatan dan atau Himpunan
baru harus berkonsultasi kepada Ikatan dan atau Himpunan terkait yang sudah ada dan
mendapatkan rekomendasi dari Ikatan dan atau Himpunan tersebut.
5. Kelompok kerja komunitas perawat yang akan membentuk Ikatan dan atau Himpunan
baru atas dasar rekomendasi dari Ikatan dan Himpunan terkait menyelenggarakan Pra
Kongres untuk membuat naskah akademik, draft AD/ ART, Daftar Standar Kompetensi
Kerja,dan Program Kerja.

Pasal 51
PROSES PEMBENTUKAN IKATAN DAN HIMPUNAN

1. Pengusul mengajukan permohonan persetujuan pendirian Ikatan dan atau Himpunan


kepada Pengurus Pusat PPNI dengan melampirkan Naskah Akademik dan Daftar
Standar Kompetensi Kerja hasil Pra Kongres sebagai bahan pertimbangan terbentuknya
Ikatan dan atau Himpunan
2. Apabila naskah akademik disetujui oleh PP-PPNI,maka pengusul melanjutkan dengan
menyusun AD/ ART, dan Program Kerja dalam kongres nasional
3. Pengurus Pusat PPNI akan melakukan verifikasi dengan melibatkan Ikatan dan atau
Himpunan terkait terhadap permohonan yang diajukan.

Page 36 of 56
4. Apabila permohonan telah disetujui Pengurus Pusat PPNI calon Ikatan dan Himpunan
harus menyelenggarakan Kongres sebagai prosesi pembentukan Ikatan dan atau
Himpunan yang sah.
5. Kongres berwenang memilih Ketua Umum Ikatan dan atau Himpunan, menyepakati
Naskah Akademik, AD/ ART serta Keputusan lain yang berkaitan dengan Ikatan dan
atau Himpunan.
6. Ketua UmumIkatan dan atau Himpunan Pusat terpilih dilantik oleh Pengurus Pusat
PPNI pada acara Kongres Ikatan dan atau Himpunan.
7. Pelantikan Ketua Ikatan/Himpunan Propinsi dilakukan oleh Ketua Umum
Ikatan/Himpunan Pusat dan disaksikan oleh Pengurus Propinsi PPNI.

Pasal 52
KELENGKAPAN ORGANISASI IKATAN DAN ATAU HIMPUNAN

1. Kelengkapan Ikatan dan atau Himpunan terdiri dari:


a. Bendera Merah Putih
b. Bendera PPNI
c. Bendera Ikatan dan Himpunan
d. Pin/Logo/Emblem PPNI
e. Pin/Logo/Emblem Ikatan dan atau Himpunan
2. Sekretariat Ikatan dan atau Himpunan harus tersedia Bendera Republik Indonesia,
Bendera PPNI, dan Bendera Ikatan dan atau Himpunan.
3. Setiap kegiatan resmi Ikatan dan atau Himpunan harus terpasang ketiga bendera pada
ayat (1) dan wajib menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Mars PPNI.
4. Jas Ikatan dan atau Himpunan warna dan model harus sesuai dengan warna dan model
jaket PPNI dengan assesoris pin/logo/emblem sebelah kiri atas PPNI dan dibawahnya
agak ke kiri pin/logo/emblem Ikatan dan atau Himpunan dengan ukuran proporsional
dimana ukuran pin/logo/emblem PPNI lebih besar.

Pasal 53
PEMBENTUKAN KOLEGIUM DAN MAJELIS KOLEGIUM

1. Kolegium dapat dibentuk berdasarkan Musyawarah Pakar Keperawatan sesuai bidang


keilmuan keperawatan dengan mempertimbangkan kebutuhan pelayanan keperawatan
dan perkembangan keilmuan.
2. Pimpinan Kolegium dipilih oleh dan dari Anggota Kolegium.
3. Majelis Kolegium terdiri atas para Ketua Kolegium.
4. Pimpinan Majelis Kolegium dipilih oleh dan dari Anggota Majelis Kolegium
5. Kolegium dan Majelis Kolegium disyahkan dan dilantik dalam Musyawarah Nasional
PPNI.
6. Kolegium dan Majelis Kolegium hanya ada di tingkat nasional.
7. Kolegium melaporkan kegiatan pada Musyawarah Nasional PPNI.

Page 37 of 56
Pasal 54
KEDUDUKAN

1. Ikatan/ Himpunan/ Kolegium bertanggungjawab kepada PPNI Pusat.


2. AD/ ART Ikatan/ Himpunan/ Kolegium harus mendapat persetujuan dari Pengurus
Pusat PPNI.
3. AD/ ART Ikatan/ Himpunan/ Kolegium yang telah mendapatkan persetujuan Pengurus
Pusat PPNI berstatus memiliki kekuatan hukum.

Pasal 55
KEWENANGAN

1. Ikatan / Himpunan berwenang :


a. Membina anggota Ikatan/ Himpunan.
b. Memberikan masukan kepada PPNI untuk pengembangan profesi.
c. Menjadi pelaksana kerja sama antara PPNI dengan pihak lain dalam wilayah kerja
Ikatan dan Himpunan.
2. Kolegium berwenang :
a. Menyusun standar kurikulum pendidikan, standar penyelenggaraan pendidikan dan
uji kompetensi.
b. Memberikan masukan kepada PPNI untuk pengembangan profesi.
3. Majelis Kolegium berwenang menjaga keserasian pelaksanaan tugas antar kolegium.
4. Kewenangan Kolegium dan Majelis Kolegium diatur secara rinci dalam peraturan
Majelis Kolegium.

Pasal 56
TUGAS POKOK

Ikatan dan Himpunan memiliki tugas pokok membina anggota dan pengembangan profesi
dalam kekhususannya serta memberikan masukan kepada PPNI dalam menentukan
kompetensi kekhususan dimaksud.

Pasal 57
SUSUNAN DAN KOMPOSISI KEPENGURUSAN

1. Susunan Kepengurusan Ikatan dan Himpunan terdiri dari Pengurus Pusat Pengurus
Provinsi dan kabupaten kota.
2. Pengurus Pusat Ikatan dan Himpunan disahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat PPNI.
3. Pengurus Ikatan dan Himpunan disahkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat Ikatan dan
atau Himpunan dengan diketahui dan disaksikan oleh Pengurus Provinsi PPNI.

Page 38 of 56
Pasal 58
KOMPOSISI KEPENGURUSAN

Komposisi kepengurusan Ikatan dan atau Himpunan disesuaikan dengan kebutuhan dan
harus sesuai dengan AD/ ART Ikatan dan atau Himpunan.

Pasal59
MASA KEPENGURUSAN

1. Masa Kepengurusan Ikatan/ Himpunan/ Kolegium adalah 5 (lima) tahun


2. Badan kelengkapan sesuai AD/ ART PPNI dimaksud terdiri dari 3 jenis, yaitu: Ikatan,
Himpunan, dan Kolegium.

Pasal 60
KEPENGURUSAN IKATAN DAN ATAU HIMPUNAN

1. Kedudukan berada di tingkat Pusat dan Propinsi, sesuai jenjang organisasinya.


2. Masa bakti 5 tahun.
3. Ketua dan pengurus ikatan/ himpunan perawat di pilih dalam sidang anggota atau
kongres.
4. Pengurus ikatan/ himpunan adalah perawat yang telah menjadi anggota PPNI.
.

Pasal 61
PEMBENTUKAN IKATAN DAN ATAU HIMPUNAN

Pertimbangan membentuk Ikatan/ Himpunan:


1. Memiliki peer group yang berminat mendalami pencabangan keperawatan tersebut.
2. Ada kebutuhan pelayanan yang spesifik dan harus dilakukan oleh perawat dengan
kualifikasi/ kompetensi yang spesifik.
3. Memiliki kejelasan ruang lingkup kegiatan pelayanan keperawatan.
4. Memiliki kejelasan kompetensi dan kewenangan dalam melaksanakan pelayanan.

Pasal 62
LANGKAH-LANGKAH PEMBENTUKAN

1. Peer Group menyusun naskah akademik terkait bidang kekhususan yang berisikan
lingkup garapan sesuai literatur, kebutuhan masyarakat, kompetensi yang diharapkan,
spesifikasi peran, dan kontribusinya dalam pelayanan keperawatan.
2. Naskah Akademik di usulkan kepada PP-PPNI.

Page 39 of 56
3. Pengurus PP-PPNI melakukan telaah/ pembahasan naskah akademis dan menghadirkan
perwakilan dari kelompok seminat dan Pakar keperawatan.
4. Pengurus memberikan jawaban terkait bentuk badan kelengkapan tersebut dan
menugaskan peer group melaksanakan proses pembentukan (kongres).
5. Peer Group mengadakan tindak lanjut sesuai rekomendasi PPNI.

BAB XI
KOLEGIUM DAN MAJELIS KOLEGIUM KEPERAWATAN INDONESIA

Pasal 63
KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB

1. Membantu PPNI dan Pemerintah dalam pengawasan, bimbingan, pengarahan dan


peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan dan praktik Ners dan Ners spesialis.
2. Mengembangkan keilmuan sesuai kepakarannya.
3. Mengembangkan mekanisme dan materi ujian nasional dalam proses pendidikan sesuai
kepakarannya.

BAB XII
MUSYAWARAH DAN RAPAT

Pasal 64
MUSYAWARAH NASIONAL

1. Status:
a. Musyawarah Nasional selanjutnya disingkat MUNAS merupakan pelaksanaan
kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat nasional
b. MUNAS diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Pusat melalui
badan khusus yang disebut Panitia MUNAS, yang diangkat dan betanggung jawab
kepada Pengurus Pusat.
c. Panitia Munas terdiri dari Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu MUNAS Luar Biasa, atas
usul sekurang-kurangnya 30 persen (30%) Pengurus Provinsi dan disetujui 2/3 (dua
pertiga) dari Pengurus Provinsi yang ada.
e. MUNAS dapat menyelenggarakan siding ilmiah diluar sidang organisasi

2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan tata tertib MUNAS
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUNAS

Page 40 of 56
c. Menyempurnakan dan atau menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Organisasi, pedoman-pedoman pokok, garis-garis besar program kerja
Organisasai dan pernyataan sikap.
d. Menelaah pertanggungjawaban Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan hasil
MUNAS sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Pusat selesai, maka
Pengurus Pusat dinyatakan demisioner, dan selanjutnya Pengurus Pusat mempunyai
status anggota biasa, namun pengurus yang sudah diberi mandat sebelum pengurus
pusat demisioner tetap dapat memilih sampai berakhir MUNAS.
e. Memilih dan melantik Ketua Umum terpilih
f. Menunjuk Ketua terpilih sebagai Ketua Tim Formatur
g. Memilih Anggota Tim Formatur
h. Memberikan Mandat kepada Tim Formatur untuk melengkapi Personel Pengurus
Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat,
setelah terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI secara otomatis Tim
Formatur dinyatakan bubar.
i. Memberikan mandat kepada Ketua terpilih untuk melantik Pengurus pusat, Dewan
Pertimbangan Pusat, majelis Kehormatan Etik Keperawatan Pusat, Kolegium,
Ikatan, Himpunan, dan badan kelengkapan PPNI lainya.
j. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Pusat
k. Menetapkan tempat MUNAS berikutnya.
3. Pedoman Umum MUNAS
a. MUNAS diselenggarakan oleh Pengurus Pusat melalui Panitia MUNAS yang terdiri
dari panitia pengarah dan panitia pelaksana yang diangkat dengan hak otonomi
penuh dan bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat.
b. Tempat pelaksanaan MUNAS ditetapkan pada MUNAS sebelumnya.
c. Panitia Pengarah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan termasuk Substansi
MUNAS
d. Panitia pelaksana MUNAS bertanggung jawab dari segi teknis penyelenggaraan
MUNAS
e. Peserta MUNAS :
1) Utusan, terdiri dari
a) Utusan Pengurus Pusat 5 (lima) orang
b) Utusan Pengurus Provinsi 3 (tiga) orang
c) Utusan Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang
d) Utusan komisariat 1orang dengan anggota minimal 500 orang
e) Utusan Dewan Pertimbangan 1 (satu) orang
f) Utusan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan 1 (satu) orang
g) Utusan Kolegium masing-masing 3 (tiga) orang
h) Utusan Ikatan dan Himpunan Pusat masing-masing 3 (tiga) orang, dan Ikatan
dan Himpunan propinsi masing-masing 3 (tiga) orang.
i) Utusan Perwakilan PPNI di luar negerimasing masing 3 orang.
2) Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat tugas/mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya.

Page 41 of 56
3) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kab/Kota,
Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Ikatan/Himpunan diluar utusan dan
undangan lain yang berminat menghadiri MUNAS
f. MUNAS sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Provinsi yang ada.
g. MUNAS, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3
bulan, dan setelah itu MUNAS dianggap sah dengan peserta MUNAS yang hadir
h. Utusan mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau
mempunyai hak bicara dan hak dipilih saja
i. Sidang Paripurna MUNAS dipimpin oleh Pimpinan MUNAS yang terdiri dari
seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota.
Kecuali sidang paripurna pengesahan kuorum, jadwal acara, tata tertib dan
pemilihan Pimpinan MUNAS dipimpin oleh Ketua Umum.
j. Tempat penyelenggaraan MUNAS ditetapkan pada MUNAS sebelumnya.
k. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata
Tertib MUNAS.

Pasal 65
RAPAT KERJA NASIONAL

1. Pembentukan Panitia Musyawarah Nasional, Rapat Kerja Nasional dilaksanakan oleh


rapat Pengurus Pusat yang dipimpin oleh Ketua Umum.
2. Rapat Pengurus Pusat yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah Nasional dan
atau Panitia Rapat Kerja Nasional dianggap syah apabila dihadiri 50% (lima puluh
persen) tambah satu dari jumlah Personel Pengurus Pusat.
3. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hari kalender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum rapat dilaksanakan.
4. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
waktu yang sama, maka rapat dianggap syah dengan jumlah peserta yang hadir dan
disetujui mayoritas peserta rapat.
5. Dalam hal Ketua Umum berhalangan tetap, rapat dapat dipimpin oleh Sekretaris
Jenderal bersama dengan Ketua yang membidangi organisasi.
6. Panitia Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional disyahkan dan ditetapkan
dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat.
7. Panitia Musyawarah Nasional dan Panitia Rapat Kerja Nasional bertanggungjawab
kepada Ketua Umum.

Page 42 of 56
Pasal 66
MUSYAWARAH PROVINSI

1. Status :
a. Musyawarah Provinsi selanjutnya disingkat MUSPROP merupakan pelaksanaan
kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Provinsi.
b. MUSPROP diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Provinsi
melalui badan khusus yang disebut Panitia MUSPROP, yang diangkat dan
bertanggung kepada Pengurus Provinsi
c. Panitia MUSPROP terdiri dari Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana
d. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Provinsi
Luar Biasa, atas usul sekurang-kurangnya 30 persen (30%) Pengurus Kab/Kota
dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pengurus Kab/Kota yang ada di
Provinsi tersebut.
e. MUSPROP dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar sidang organisasi

2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan tata tertib MUSPROP
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSPROP
c. Menelaah pertanggungjawaban Pengurus Provinsi mengenai amanat yang
diberikan oleh MUSPROP sebelumnya, apabila pertanggung jawaban Pengurus
Provinsi selesai, maka Pengurus Provinsi dinyatakan demisoner dan selanjutnya
Pengurus Provinsi mempunyai status anggota biasa, namun pengurus yang sudah
diberi mandat sebelum pengurus propinsi demisioner tetap dapat memilih sampai
berakhir MUSPROP.
d. Memilih Ketua Pengurus Provinsi yang selanjutnya Ketua Pengurus Provinsi
dilantik oleh Ketua Umum atau Pengurus Pusat PPNI yang diberi mandat.
e. Menunjuk Ketua Pengurus Provinsi terpilih sebagai Ketua Tim Formatur
f. Memilih Anggota Tim Formatur Provinsi
g. Memberikan mandat kepada Tim formatur untuk menyusun personel Pengurus
Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi, dan Majelis Kehormatan Etik
Provinsi,setelah terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI Provinsi secara
otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.
h. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Provinsi terpilih untuk melantik
Pengurus Provinsi, Dewan Pertimbangan Provinsi, Majelis Kehormatan Etik
Keperawatan Provinsi.
i. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Provinsi.

3. Pedoman Umum MUSPROP


a. MUSPROP diselenggarakan oleh Pengurus Provinsi melalui Pantia Pelaksana
MUSPROP yang diangkat oleh Pengurus Provinsi.
b. Tempat pelaksanaan MUSPROP ditetapkan pada MUSPROP sebelumnya

Page 43 of 56
c. Panitia Pengarah MUSPROP bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan
substansi MUSPROP
d. Pantia Pelaksana MUSPROP bertanggung jawab dari segi teknis penyelenggaraan
MUSPROP.
e. Peserta MUSPROP terdiri dari :
1) Utusan:
a) Utusan Pengurus Provinsi 5 (lima) orang
b) Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang
c) Dewan pertimbangan dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masing-
masing 1 (satu) orang
d) Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang
Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya dan diserahkan kepada panitia pelaksana pada saat
registrasi.
2) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kab/Kota,
Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Ikatan, Pengurus Himpunan, dan
Pengurus PPNI perwakilan luar negeri diluar utusan, serta undangan lain yang
berminat menghadiri MUSPROP
f. MUSPROP sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah 1 (satu) jumlah
Kabupaten/Kotayang ada, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda
paling lambat 3 bulan dan setelah itu MUSPROP dianggap sah dengan peserta
MUSPROP yang hadir
g. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih,
sementara peninjau mempunyai hak bicara.
h. MUSPROP dipimpin oleh Pimpinan MUSPROP yang terdiri dari seorang Ketua,
seorang sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota.
i. Sidang paripurna pengesahan kuorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan
Pimpinan MUSPROP dipimpin oleh Ketua Pengurus Propinsi.
j. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata
Tertib MUSPROP.

Pasal 67
PANITA MUSYAWARAH PROPINSI/RAPAT KERJA PROPINSI

1. Pembentukan Panitia Musyawarah Propinsi, Rapat Kerja Propinsi dilaksanakan oleh


rapat Pengurus Propinsi yang dipimpin oleh Ketua Pengurus Propinsi.
2. Rapat Pengurus Propinsi yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah Propinsi
dianggap syah apabila dihadiri 50% (lima puluh persen) tambah satu dari jumlah
Personel Pengurus Propinsi.

Page 44 of 56
3. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hari kalender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum rapat dilaksanakan.
4. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
waktu yang sama, maka rapat dianggap syah dengan jumlah peserta yang hadir dan
disetujui mayoritas peserta rapat.
5. Dalam hal Ketua Pengurus Propinsi berhalangan tetap, rapat dapat dipimpin oleh oleh
Ketua I bersama dengan Sekretaris
6. Yang dimaksud berhalangan tetap adalah tidak aktif dalam melaksanakan tugas sebagai
pengurus selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
7. Panitia Musyawarah Propinsi dan Rapat Kerja Propinsi disyahkan dan ditetapkan
dengan Surat Keputusan Pengurus Propinsi dengan tembusan disampaikan kepada
Pengurus Pusat dan Pengurus Kabupaten/Kota.
8. Panitia Musyawarah Propinsi dan Panitia Rapat Kerja Provinsi bertanggungjawab
kepada Ketua Pengurus Propinsi.

Pasal 68
MATERI DAN JADWAL MUSYAWARAH/RAPAT KERJA PROPINSI

1. Panitia Musprop/Rakerprop bersama Pengurus Propinsi harus berkonsultasi kepada


Pengurus Pusat tentang materi dan jadwal Musprop.
2. Selain kegiatan organisasi, dalam Musprop/Rakerprop dapat dilakasanakan kegiatan
ilmiah.
3. Kegiatan ilmiah dimaksud dapat berupa pembekalan Musprop/Rakerprop atau pun
kegiatan yang diselenggarakan terpisah.

Pasal 69
MUSYAWARAH KABUPATEN/KOTA

1. Status :
a. Musyawarah Kabupaten/Kota selanjutnya disingkat MUSKAB/MUSKOT
merupakan pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Kab/Kota
b. MUSKAB/MUSKOT diselengarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus
Kab/Kota melalui badan khusus yang disebut Panitia MUSKAB/MUSKOT, yang
diangkat dan bertanggung kepada Pengurus Kab/Kota
c. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Kab/Kota
Luar Biasa di Tingkat Kab/Kota, atas usul sekurang-kurangnya 30 persen (30%)
Pengurus Komisariat dan disetujui 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pengurus
Komisariat dibawah Pengurus Kab/Kota tersebut.
d. MUSKAB/MUSKOT dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar sidang
organisasi.

Page 45 of 56
2. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSKAB/MUSKOT
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSKAB/MUSKOT
c. Menelaah pertanggungjawaban Pengurus Kab/Kota mengenai amanat yang
diberikan oleh MUSKAB/MUSKOT sebelumnya, apabila pertanggung jawaban
Pengurus Kab/Kota selesai, maka Pengurus Kab/Kota dinyatakan demisioner dan
selanjutnya Pengurus Kab/Kota mempunyai status anggota biasa, namun pengurus
yang sudah diberi mandat sebelum pengurus pusat demisioner tetap dapat memilih
sampai berakhir MUSKAB/MUSKOT.
d. Memilih Ketua Pengurus Kab/Kota yang selanjutnya Ketua Pengurus Kab/Kota
terpilih dilantik oleh Pengurus Provinsi atas nama Ketua Umum Pengurus Pusat
PPNI.
e. Menunjuk Ketua Pengurus Kab/Kota terpilih sebagai Ketua Tim Formatur
f. Memilih Anggota Tim Formatur.
g. Memberikan mandat kepada Tim formatur untuk melengkapi personel Pengurus
Kab/Kota, Dewan Pertimbangan Kab/Kota. Setelah terbentuk kepengurusan
lengkap, maka secara otomatis Tim Formatus dianyatakan bubar
h. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Kab/Kota terpilih untuk melantik
Pengurus Kab/Kota, dan Dewan Pertimbangan Kab/Kota,
i. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Kab/Kota
3. Pedoman Umum MUSKAB/MUSKOT
a. MUSKAB/MUSKOT diselenggarakan oleh Pengurus Kab/Kota melalui Pantia
Pelaksana MUSKAB/MUSKOT yang diangkat oleh Pengurus Kab/Kota.
b. Tempat pelaksanaan MUSKAB/MUSKOT ditetapkan pada MUSKAB/MUSKOT
sebelumnya
c. Panitia Pengarah MUSKAB/MUSKOT bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
dan substansi MUSKAB/MUSKOT
d. Pantia Pelaksana MUSKAB/MUSKOT bertanggung jawab dari segi teknis
penyelenggaraan MUSKAB/MUSKOT.
e. Peserta MUSKAB/MUSKOT terdiri dari:
1) Utusan:
a) Pengurus Kab/Kota 3 (tiga) orang
b) Dewan pertimbangan 1 (satu) orang
c) Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, masing-masing 1 (satu) orang
d) Pengurus Komisariat 3 (tiga) orang

Sebagai utusan wajib dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya, dan diserahkan kepada panitia pada saat
registrasi.

2) Peninjau adalah Pengurus Provinsi, Pengurus Kab/Kota, Pengurus


Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan, Pengurus Ikatan/Himpunan

Page 46 of 56
diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri
MUSKAB/MUSKOT

f. MUSKAB/MUSKOT sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah


Komisariat yang ada dibawah Pengurus Kab/Kota yang bersangkutan, apabila
persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3 bulan dan setelah
itu MUSKAB/MUSKOT dianggap sah dengan jumlah peserta
MUSKAB/MUSKOT yang hadir
g. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih,
sementara peninjau mempunyai hak bicara
h. MUSKAB/MUSKOT dipimpin Pimpinan MUSKAB/MUSKOT yang terdiri dari
seorang Ketua, seorang sekretaris, dan 2 (dua) orang anggota. Kecuali sidang
paripurna pengesahan quorum, jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan
MUSKAB/MUSKOT dipimpin oleh Ketua Pengurus Kabupaten/Kota
i. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata
Tertib MUSKAB/MUSKOT.

Pasal 70
PEMBENTUKAN PANITIA MUSYAWARAH/RAPAT KERJA
KABUPATEN/KOTA

1. Pembentukan Panitia Musyawarah Kabupaten/Kota, Rapat Kerja Kabupaten/Kota


dilaksanakan oleh Rapat Pengurus Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Ketua Pengurus
Kabupaten/Kota.
2. Rapat Pengurus Kabupaten/Kota yang membahas pembentukan Panitia Musyawarah
Kabupaten/Kota dianggap syah apabila dihadiri 50% (lima puluh persen) tambah satu
dari jumlah Personel Pengurus Kabupaten/Kota.
3. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi, maka rapat ditunda sampai dengan 15 (lima
belas) hari kalender dan pengurus mengirimkan undangan untuk rapat berikutnya
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum rapat dilaksanakan.
4. Apabila kourum tersebut tidak terpenuhi sampai 2 (dua) kali penundaan dengan jeda
waktu yang sama, maka rapat dianggap syah dengan jumlah peserta yang hadir dan
disetujui mayoritas peserta rapat.
5. Dalam hal Ketua Pengurus Kabupaten/Kota berhalangan tetap, rapat dapat dipimpin
oleh Ketua I bersama dengan Sekretaris.
6. Yang dimaksud berhalangan tetap adalah tidak aktif dalam melaksanakan tugas sebagai
pengurus selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
7. Panitia Musyawarah Kabupaten/Kota dan Rapat Kerja Kabupaten/Kota disyahkan dan
ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengurus Kabupaten/Kota dengan tembusan
disampaikan kepada Pengurus Propinsi dan Pengurus Komisariat.
8. Panitia Musyawarah Kabupaten/Kota dan atau Rapat Kerja Kabupaten/Kota
bertanggungjawab kepada Ketua Pengurus Kabupaten/Kota.

Page 47 of 56
Pasal 71
MATERI DAN JADWAL MUSYAWARAH KABUPATEN/KOTA

1. Panitia Kabupaten/Kota bersama Pengurus Kabupaten/Kota harus berkonsultasi kepada


Pengurus Propinsi tentang materi dan jadwal Kabupaten/Kota.
2. Selain kegiatan organisasi, dalam Muskab/Kota dapat dilakasanakan kegiatan ilmiah.
3. Kegiatan ilmiah dimaksud dapat berupa pembekalan Muskab/Kota atau pun kegiatan
yang diselenggarakan terpisah.

Pasal 72
RAPAT KERJA NASIONAL

1. Status:
a. Rapat kerja nasional disingkat RAKERNAS adalah rapat kerja Pengurus Pusat yang
dihadiri oleh Pengurus pusat dan Pengurus Provinsi dan dapat pula diikuti oleh
Pengurus Kab/Kota.
b. RAKERNAS diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode kepengurusan
c. Dalam keadaan luar biasa rapat kerja nasional dapat dilakukan sewaktu-waktu atas
usul Pengurus Pusat atau Pengurus Propinsi dan mendapat persetujuan sekurang-
kurangnya setengah jumlah Pengurus Propinsi yang ada.
2. Kewenangan:
a. Menilai pelaksananan program kerja amanat MUNAS, menyempurnakan dan
memperbaiki untuk diaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi
c. Membahas materi yang akan didiskusikan pada MUNAS yang akan datang
d. Mengambil Keputusan Organisasi secara nasional yang harus diikuti oleh seluruh
pengurus dan anggota PPNI.
3. Tata Tertib Rapat Kerja Nasional:
a. RAKERNAS diselenggarakan oleh Pengurus Pusat dengan Panitia Pelaksana
Pengurus Propinsi yang ditunjuk
b. Panitia Pelaksana RAKERNAS bertanggung jawab mengenai teknis penyelengaraan
rapat kerja nasional
c. RAKERNAS dihadiri oleh Pengurus pusat, Pengurus Provinsi, Dewan
pertimbangan, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Kolegium,
Pengurus Ikatan,Himpunan dan badan kelengkapan lainnya, peninjau serta undangan
dari Pengurus Pusat
d. RAKERNAS dipimpin oleh Pengurus Pusat
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan AD/ART

Page 48 of 56
Pasal 73
RAPAT KERJA PROVINSI

1. Status:
a. Rapat Kerja Provinsi disingkat RAKERPROP adalah rapat kerja Pengurus Provinsi
yang dihadiri oleh utusan Pengurus Pusat , Pengurus Provinsi dan utusan Pengurus
Kab/Kota dan dapat pula diikuti oleh Pengurus Komisariat.
b. RAKERPROP diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode
kepengurusan
c. Dalam keadaan luar biasa Rapat Kerja Provinsi dapat dilakukan sewaktu-waktu atas
usul Pengurus Provinsi atau Pengurus Kab/Kota dan mendapat persetujuan
sekurang-kurangnya setengah jumlah Pengurus Kab/Kota yang ada di Provinsi
tersebut.

2. Kewenangan:
a. Menilai pelaksananan program kerja amanat MUSPROP, menyempurnakan dan
memperbaiki untuk diaksanakan pada sisa periode kepengurusan selanjutnya
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi
c. Membahas materi yang akan didiskusikan pada MUSPROP yang akan datang

3. Tata Tertib Rapat Kerja Provinsi:


a. RAKERPROP diselenggarkan oleh Pengurus Provinsi dengan Panitia Pelaksana
Pengurus Kab/Kota yang ditunjuk Pengurus Provinsi.
b. Panitia Pelaksana RAKERPROP bertanggung jawab mengenai teknis
penyelengaraan RAKERPROP
c. RAKERPROP dihadiri oleh Utusan Pengurus Provinsi, Dewan pertimbangan
Provinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, Pengurus Kab/Kota,
Pengurus Ikatan/Himpunan dan badan kelengkapan lainnya, peninjau dan undangan
yang diundang oleh Pengurus Provinsi
d. RAKERPROP dipimpin oleh Pengurus Provinsi
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan AD/ART

Pasal 74
RAPAT KERJA KABUPATEN/KOTA

1. Status:
a. Rapat Kerja Kabupaten/Kota disingkat RAKERKAB/RAKERKOT adalah Rapat
Kerja Pengurus Kabupaten/Kota yang dihadiri oleh utusan Pengurus Komisariat dan
Pengurus Ikatan/Himpunan

Page 49 of 56
b. RAKERKAB/RAKERKOT diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode
kepengurusan Pengurus Kab/Kota
c. Dalam keadaan luar biasa RAKERKAB/RAKERKOT dilakukan sewaktu-waktu
atas usul Pengurus Komisariat dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya
setengah jumlah Pengurus Komisariat yang ada.

2. Kewenangan:
a. Menilai pelaksananan program kerja amanat MUSKAB/MUSKOT.
b. Menyempurnakan dan memperbaiki program kerja untuk diaksanakan pada sisa
periode kepengurusan selanjutnya
c. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi
d. Membahas bahan-bahan yang akan didiskusikan pada MUSKAB/MUSKOT dan
atau usulan pada MUSPROP/MUNAS yang akan datang.

3. Tata Tertib Rapat KerjaRAKERKAB/RAKERKOT :


a. RAKERKAB/RAKERKOT diselenggarkan oleh Pengurus Kab/Kota dengan Panitia
Pelaksana Pengurus Komisariat yang ditunjuk Pengurus Kab/Kota.
b. Panitia Pelaksana RAKERKAB/RAKERKOT bertanggung jawab mengenai teknis
penyelengaraan rapat kerja Pengurus Kab/Kota.
c. RAKERKAB/RAKERKOT dihadiri oleh Utusan Pengurus Kab/Kota, Pengurus
Komisariat, Ikatan/Himpunan.
d. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan AD/ART

Pasal 75
MUSYAWARAH ANGGOTA

1. Status:
a. Musyawarah Anggota adalah Pelaksanaan kedaulatan tertinggi di tingkat komisariat
yang dihadiri oleh Pengurus dan anggota komisariat, Pengurus Kabupaten/Kota serta
undangan dari Pengurus Komisariat
b. Musyawarah Anggota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode
kepengurusan
c. Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Anggota dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul Pengurus Komisariat dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya
setengah dari jumlah anggota di Komisariat tersebut.

2. Kewenangan:
a. Menetapkan dan Menilai pelaksananan program kerja Pengurus Komisariat serta
memperbaiki program yang berjalan untuk dilaksanakan pada sisa periode
kepengurusan

Page 50 of 56
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan dan atau
perkembangan organisasi
c. Memilih Pengurus komisariat
d. Menjabarkan program kerja komisariat sebagai pelaksanaan dari program kerja hasil
MUSKAB/MUSKOT.

3. Pedoman Musyawarah Anggota:


a. Musyawarah Anggota diselenggarakan oleh pengurus Komisariat
b. Musyawarah anggota dihadiri oleh utusan Pengurus Kabupaten/Kota serta seluruh
pengurus dan anggota di Komisariat tersebut.
c. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 76
MUSYAWARAH PERWAKILAN LN
1. Status :
a. Musyawarah Perwakilan LN selanjutnya disingkat MUSPER LN merupakan
pelaksanaan kedaulatan tertinggi organisasi di tingkat Perwakilan LN.
b. MUSPER LN diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus
MUSPER LN melalui badan khusus yang disebut Panitia MUSPER LN, yang
diangkat dan bertanggung kepada Pengurus PPNI Pusat
c. Panitia MUSPER LN terdiri dari Panitia Pengarah dan Panitia Pelaksana

4. Kewenangan
a. Mengesahkan jadwal acara dan tata tertib MUSPER LN
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSPER LN
c. Menelaah pertanggungjawaban Pengurus Perwakilan LN mengenai amanat yang
diberikan oleh MUSPER LN sebelumnya, apabila pertanggung jawaban Pengurus
Provinsi selesai.
d. Memilih Ketua Pengurus Perwakilan LN yang selanjutnya Ketua Pengurus
Provinsi dilantik oleh Ketua Umum atau Pengurus Pusat PPNI yang diberi mandat.
e. Menunjuk Ketua Pengurus Perwakilan LN terpilih sebagai Ketua Tim Formatur
f. Memilih Anggota Tim Formatur Perwakilan LN
g. Memberikan mandat kepada Tim formatur untuk menyusun personel Pengurus
Provinsi, Dewan Pertimbangan Perwakilan LN.
h. Memberikan mandat kepada Ketua Pengurus Perwakilan LN terpilih untuk
melantik Pengurus Perwakilan LN, Dewan Pertimbangan Perwakilan LN.
i. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Perwakilan LN.

Page 51 of 56
BAB XIII
KESEKETARIATAN DAN RUMAH TANGGA PPNI

Pasal 76
SEKRETARIAT PENGURUS

1. Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/Kota dan Pengurus


Komisariat PPNI wajib memiliki Sekretariat.
2. Sekretariat tersebut dapat berupa hak milik, sewa, kontrak ataupun pinjaman yang tidak
mengikat.
3. Setiap Pengurus PPNI wajib memberitahukan alamat sekretariat kepada Pengurus Pusat
PPNI dengan tembusan kepada pengurus diatasnya dalam wilayah propinsi masing-
masing.

Pasal 77
PENGELOLAAN RAPAT

1. Rapat Badan Pengurus Harian, diselenggarakan setiap 1 (satu) bulan sekali.


2. Rapat Badan Pengurus Lengkap, diselenggarakan sekurang – kurangnya 1 ( satu )
kalisetiap 3 ( tiga ) bulan.
3. Rapat – Rapat Badan Pengurus adalah sah bila dihadiri 2/3 (dua per tiga) jumlah
anggota BadanPengurus.
4. Para Ketua dapat mengadakan rapat dengan Kompartemen yang ada di bawah
koordinasinya,sewaktu – waktu diperlukan.
5. Para Kompartemen/Departemen dapat mengadakan rapat di dalam lingkungannya
sendiri atauantar
6. Kompartemen/Departemen, sewaktu – waktu diperlukan

Pasal 78
SURAT MENYURAT

1. Semua-surat yang bersifat formal, baik surat masuk maupun keluar, untuk masing –
masing
2. bidang/departemen/divisi, harus dicatat oleh Staf Sekretariat, setelah berkoordinasi
dengan Sekretaris Jenderal/Sekretaris.Surat masuk yang telah diterima dan dicatat,
diberi lembar disposisi dan dilaporkan kepada
3. Sekretaris Jenderal/Sekretaris, kemudian didisposisikan dan diteruskan kepada Ketua
Umum untuk mendapatkan disposisi lebih lanjut atau dilaksanakan.
4. Semua Surat keluar pada prinsipnya ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris
Jenderal, terutama yang bersifat keluar dan pernyataan sikap untuk dan atas nama
organisasi, setelah mendapat paraf dari Ketua yang terkait dengan perihal surat /
permasalahan yang ditanggapi.

Page 52 of 56
5. Surat keluar yang menyangkut pelaksanaan kegiatan / Program Kerja, dapat
ditandatangani oleh salah seorang Ketua bersama Sekretaris Jenderal atau Sekretaris,
yang
6. bersangkutan dengan Kegiatan/ Program Kerja tersebut, yang tembusan surat ditujukan
kepada Ketua Umum.
7. Surat yang bersifat tehnis administratif dan rutin semata, dapat ditandatangani
Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada Ketua Umum

BAB XII
BADAN-BADAN LAIN

Pasal 72
1. Badan Bantuan Hukum dan Advokasi
2. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Keperawatan\
4. Badan Penanggulangan Bencana
5. Badan Usaha

BAB XIII
KEKAYAAN

Pasal 73
Sumber dan Alokasi

1. Besarnya uang pangkal dan uang iuran keanggotaan ditetapkan oleh MUNAS
2. Besaran uang pangkal bagi anggota baru adalah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah ribu
rupiah)
3. Iuran anggota sebesar Rp 200.000,- (dua ratus ribu rupiah )/orang/tahun
4. Pengalokasian uang pangkal dan iuran bulanan anggota ditetapkan sebagai berikut:
a. Pengurus Pusat sebesar 15%
b. Pengurus Provinsi / sebesar 20%
c. Pengurus Kab/Kota sebesar 25%
d. Pengurus Komisariat 40%
5. Untuk Perwakilan Luar Negeri menyetorkan 20% dari uang iuran anggota ke Pengurus
PPNI Pusat.
6. Iuran anggota disetorkan komisariat melalui sistem Bank
7. Iuran anggota ditambahkan iuran keanggotaan ICN sebesar Rp. 5.000.- (lima ribu
rupiah)/anggota/bulan dan disetorkan langsung oleh Pengurus Kabupaten /Kotakepada
Pengurus Pusat melalui rekening Bank

Page 53 of 56
8. Pembagian uang hasil usaha dari unit-unit pelaksana teknisatau usaha-usaha lain yang
mengatasnamakan dan atau menggunakan nama PPNI antara lain:
a. Pelaksana usaha yang bersangkutan 75%
b. Fee organisasi sebanyak 25% dengan rincian:
1) Komisariat atau lokasi di mana badan usaha tersebut berada: 10%
2) Pengurus Pusat, Provinsi dan Penngurus Kab/Kota, masing-masing: 5%
9. Pembagian hasil usaha yang dilakukan dan atau melibatkan Kolegium, Ikatan dan
Himpunan
10. Mekanisme pembagian hasil usaha yang melibatkan Kolegium, Ikatan dan
Himpunandan badan-badan lain, secara rinci akan diatur dalam peraturan organisasi

Pasal 74
Pengelolaan keuangan

1. Pengelolaan dan penggunaan dana pada setiap tingkatan organisasi dituangkan


Rencana Pendapatan dan Pengeluaran Organisasi berupa rencana kerja dan anggaran
tahunan yang dibahas dalam rapat pleno
2. Pengeluaran yang bersifat mendesak diputuskan para rapat pengurus harian dan
dilaporkan pada rapat pleno pengurus serta pengeluaran harus ditandatangani
sedikitnya 2 orang sebagai berikut : untuk pengurus pusat di tandatangani oleh Ketua
umum atau Sekretaris Jenderal dan seorang Ketua,untuk provinsidan kab/kota ditanda
tangani oleh ketua atau wakil ketua dan sekretaris.
3. Pengurus menyampaikan laporan keuangan kepada rapat Pleno Pengurus secara
berkala, triwulan, tahunan dan lima tahunan
4. Audit keuangan eksternal dilakukan oleh akuntan publik sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu periode guna keperluan pengawasan
5. Pembukuan keuangan organisasi dimulai setiap tanggal 1 Januari, sampai dengan 31
Desember pada setiap tahunnya.
6. Bendahara Umum/ Bendahara di setiap tingkatan membuat laporan keuangan dan
menyusunneraca keuangan organisasi pada setiap akhir tahun, dan selambat-lambatnya
pada tanggal 31 desember tahun berjalan.
7. Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib didokumentasikan sesuai
dengan sistem yang berlaku untuk organisasi nirlaba
8. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dan harta kekayaan organisasi dilakukan
pada Musyawarah Nasional/Musyawarah Propinsi/Musyawarah
Kabupaten/Kota/Rapat Anggota

Page 54 of 56
BAB XIV
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 75

1. Setiap anggota PPNI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga PPNI
2. Perselisihan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI ini
diputuskan oleh Pengurus Pusat.
3. Hal-hal yang belum diatur di dalam Anggaran Rumah Tangga PPNI ini dimuat di
dalam Peraturan Organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Rumah
Tangga
4. Pemberlakuan terkait pasal 73 tentang sumber dan alokasi dana di mulai pada tahun
2016

Ditetapkan di :Kota Palembang


Pada tanggal : 08 Mei, 2015
Pimpinan Musyawarah Nasional IX PPNI
1. Ketua : Arthur D.T.B Lapian,SE.S.Kep.,M.Kes
2. Sekretaris :Wawan Arif Sawana,S.Kp.,MARS
3. Anggota :
3.1.: H. Sutardi,SKM.,M.Kes.
3.2 ; Dra. Junaity Sahar, S.Kp.,M.AppSc.,Ph.D
3.3 ; Isak Jurun Hans Tukayo, S.Kp.,M.Sc

Page 55 of 56

Anda mungkin juga menyukai