Anda di halaman 1dari 18

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih karunia
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul "Pengaruh Paparan Lem
Ehabond selama 14 hari pada profil Histologi" dengan baik. Makalaih ini dibuat sebagai Tugas
Akhir Semester IV pada mata kuliah Toksikologi.

Pada pembuatan makalah ini, ada dukungan dari berbagai pihak dalam membantu
pembuatan makalah ini, antara lain :

Michael Vallery Louis Tumbol, S.Farm,M.Kes. Apt (Selaku Dosen Penanggungjawab


Matakuliah Toksikologi Praktek).

Kedua orangtua, teman-teman dan sahabat.

Untuk itu penulis mengucapkan Terimakasih atas dukungannya sehingga makalah ini dapat
selesai dengan baik.

Pada pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak agar dapat
mengkoreksi dan menyempurnakan makalah ini.

Manado, Juni 2019

Penulis
Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, semakin banyak saja fenomena-
fenomena negatif sosial kemasyarakatan yang dilihat dari maraknya tindakan kriminal yang
sudah sering terjadi dan sangat meresahkan tatanan kehidupan masyarakat. Tindakan yang timbul
di era globalisasi seperti saat ini sudah sangat menonjol bahkan tindakan-tindakan tersebut sudah
sering terjadi ditengah-tengah masyarakat khususnya dikalangan remaja yaitu banyaknya remaja
menyala gunakan lem Ehabond untuk di hirup.

Pada awalnya lem ehabond ini hanya digunakan sebagai alat perekat serba guna. Namun,
dengan semakin berkembangnya zaman, lem ehabond ini digunakan untuk hal-hal yang negatif
sehingga dapat disalahgunakan untuk mendapatkan sensasi ‘high‘ atau mabuk. Padahal
menghirup uap lem sangat berbahaya, sebab pada kadar tertentu bisa menyebabkan penyakit
kronis bahkan kematian.

Lem Ehabond mengandung berbagai zat kimia yang dapat menimbulkan efek baik jangka
panjang maupun jangka pendek. Menghirup uap lem hingga mabuk, efeknya hampir mirip
dengan jenis narkoba yang lain yakni menyebabkan halusinasi, sensasi melayang-layang dan rasa
tenang sesaat meski kadang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya. Sama seperti
narkoba pada umumnya, efek hirup akan menyerang susunan saraf di otak sehingga bisa
menyebabkan kecanduan. Dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan otak sementara
dalam jangka pendek risikonya adalah kematian.

Oleh karena itu, penulis ingin meneliti mengenai pegaruh Menghirup lem Ehabond terhadap
organ tubuh dengan mengunakan macit atau tikus putih dalam judul penelitian "Pengaruh
Paparan Lem Eha-Bond selama 14 hari pada profil Histologi"

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh paparan Lem Ehabond pada organ Paru-paru, hati dan jantung.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulakan oleh paparan Lem Ehabond selama 14 hari
pada organ paru-paru, hati dan jantung.

Bab II. Isi

1. Pengertian Toksikologi dan Toksisitas


Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan
kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi
didefinisikan sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur
kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
bahan kimia tersebut.

Dalam bidang toksikologi sudah dikenal adanya Postulat Paracelcus: “All substances are
poisons; there is none which is not a poison. The right dose differentiates a poison from a
remedy”, "Semua zat adalah racun, tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat yang
membedakan racun dari obat."

Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat
yang berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu
organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor
“tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan
terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah
toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek
berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam
kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu
organisme.

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan


satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik
daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam
kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi
seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan
penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek
berbahaya itu terjadi.

Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila terjadi interaksi
antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus
diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja
farmakon pada suatu organisme (aspek farmakodinamik atau toksodinamik) dan pengaruh
organisme terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik atau toksokinetik)

Toksisitas juga dapat dinyatakan berdasarkan waktu hingga timbulnya gejala keracunan (onset),
yaitu:

a. Toksisitas akut, jika efek timbul segera atau paparan durasi pendek dalam hitungan
jam sampai hari setelah terpapar bahan toksik. Efek akut dapat reversibel atau tidak
dapat dipulihkan.
b. Toksisitas sub akut, jika gejala keracunan timbul dalam jangka waktu setelah sedang
(minggu sampai bulan) setelah terpapar bahan toksik dalam dosis tunggal
c. Toksisitas kronis, jika akibat keracunan baru timbul setelah terpapar bahan toksik
secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang (dalam hitungan tahun) atau
bahkan dekade. Efek kronis terjadi setelah terpapar dalam waktu lama (bulan, tahun,
dekade) dan bertahan setelah paparan telah berhenti.

2. Pengertian Lem Ehabond dan Kandungannya

Lem atau Perekat adalah bahan lengket (biasanya cairan) yang dapat merekatkan 2 benda
atau lebih. Lem bisa dibuat dari bagian tumbuhan atau hewan, maupun bahan kimia dari minyak.
Lem memiliki bermacam-macam jenis sesuai dengan fungsi dari lem tersebut.

Lem Eha-bond merupakan salah satu jenis lem yang digunakan untuk merekatkan sepatu
kayu, kulit sintesis, dan benda lainnya. Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang
sangat berbahaya jika dikonsumsi. Di dalamnya terdapat Lysergic Acid Diethyilamide atau LSD
dan berbagai macam Volatile Hidrokarbon termasuk diantaranya, toluene aceton, alifatik acetat,
benzine, petroleum naftat, perklorethylen, trikloretane, karbontetraklorida. Selain berisi Volatile
Hidrokarbon, juga mengandung Diethyleter, Kloroform, Nitrous Oxyda, macam-macam Aerosol,
Insektiside. Bahan-bahan ini bersifat menekan sistem susunan saraf pusat yang sebanding dengan
efek alkohol meskipun gejalanya berbeda. Umumnya efek akut bahan ini serupa dengan inhalasi.

3. Pengaruh Lem Ehabond Terhadap Profil Histologi

Didalam lem eha bond mengandung sejumlah zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan
tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan yang terpapar oleh zat kimia tersebut.

Kandungan Lem Eha Bond seperti Volatile Hidrokarbon, Kloroform, aerosol insektisida, dan
Lysergic Acid Diethyilamide.

 Lysergic Acid Diethyilamide merupakan suatu senyawa bahan zat adiktif yang
terkandung dalam zat psikotropika yang dapa menyebabkan halusinogen. Lysegic Acid
Diethylamide masuk kedalam tubuh melalui inhalasi yang kemudian masuk kedalam
sistem saraf pusat dan mempengaruh kerja sistem saraf pusat menyababkan gangguan
metabolisme pada seluruh sistem pada tubuh bagi pada sistem respiratorik, produksi sel
darah dan lainnya.
 Volatile Hidrokarbon merupakan Senyawa organik yang mudah menguap, yang
mengandung bahan kimia organik yang memiliki tekanan uap tinggi pada suhu kamar
biasa. Misalnya seperti benzine, Benzene dapat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi
dalam bentuk uap, absorbsi kulit, dan oral. Benzena merupakan senyawa organik volatil
(VOC) konstituen dari minyak. Benzene berasal dari kendaraan lalu lintas, emisi SPBU,
beberapa industri, asap rokok, dan beberapa produk pembersih/bahan perekat. Potensi
efek karsinogenik dan imunologi akibat paparan kronis benzene sudah diketahui. Selain
itu, paparan benzene kronis juga dikaitkan dengan masalah pernapasan, Sebelum sampai
ke organ target, benzene yang terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan, gejala batuk, dan sesak. Toluene merupakan volatile organic compound
(VOC) atau bahan kimia organik yang sangat mudah menguap pada suhu ruangan serta
paling banyak digunakan di dunia sebagai pelarut. Toluene memiliki dampak kesehatan
yang cukup berbahaya bagi manusia, toluen sering menyerang organ hepar yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. toluene yang terjadi di hati menghasilkan kelompok
oksigen reaktif (ROS) yang bersifat radikal bebas. Keberadaan ROS yang terlalu banyak,
dapat menyebabkan kerusakan sel hati
 Aerosol Insektisida merupakan suatu komponen dalam bahan kimia insectisida, yang
sering digunakan pada kehidupan manusia. Aerosol insectisida sering menyebabkan efek
negatif pada tubuh manusia seperti sesak nafas, penyakit pada paru-paru dan penyakit
lainnya. Aerosol insectisida masuk ketubuh melalui inhalasi dan masuk kedalam tubuh
dan menyebabkan toksik.

A. Pra-Analitik
Persiapan Alat :
- Gunting bengkok
- Pinset
- Pisau Bedah
- Gelas arloji
- Talenan (papan bedah)
- Gelas beaker 50ml

Persiapan Bahan :
- 5 ekor tikus perlakuan
- Kloroform
- Toples
- Aquades

Data Perlakuan Tikus (1-14 hari)


Hari Tikus Warna Kulit Respon Motorik Urinalisis BB Penurunan
ke ke Telinga Kesadaran

1 (7/5) 1 Tidak normal Sebelum : aktif 1,5 gr 164 gr 4 menit 6 detik

Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 183 gr 4 menit

Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,2 gr 170 gr 4 menit 19


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 173 gr 5 menit 8 detik

Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 1,0 gr 175 gr 3 menit 11


detik
Sesudah : tidak aktif

2 (8/5) 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 155 gr 2 menit 31


detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 166 gr 2 menit 6 detik

Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 172 gr 3 menit 15


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 170 gr 2 menit 34


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 160 gr 2 menit 7 detik

Sesudah : tidak aktif

3 (9/5) 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,9 gr 160 gr 1 menit 49


detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 173 gr 1 menit 30


detik
Sesudah : tidak aktif
3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 179 gr 2 menit 44
detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 174 gr 2 menit 20


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 163 gr 1 menit 39


detik
Sesudah : tidak aktif

4 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 162 gr 3 menit 27


(10/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 175 gr 2 menit 22


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 179,5 gr 1 menit 24


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 177 gr 1 menit 52


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 168 gr 1 menit 10


detik
Sesudah : tidak aktif

5 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 165 gr 3 menit 27


(11/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 173 gr 2 menit 33


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,2 gr 183 gr 5 menit 17


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 174 gr 5 menit 37


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 163 gr 7 menit 23


detik
Sesudah : tidak aktif
6 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 166 gr 2 menit 32
(12/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 173 gr 2 menit 37


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 182 gr 4 menit 52


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 173 gr 5 menit 12


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 163 gr 5 menit 23


detik
Sesudah : tidak aktif

7 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 160 gr 3 menit 4 detik


(13/5)
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 166 gr 3 menit 17


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 167 gr 1 menit 30


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 161 gr 1 menit 45


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 176 gr 4 menit 23


detik
Sesudah : tidak aktif

8 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0 gr 159 gr 3 menit 18


(14/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,2 gr 166 gr 2 menit 38


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 173 gr 1 menit 39


detik
Sesudah : tidak aktif
4 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,1 gr 150,8 gr 2 menit 35
detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,2 gr 165 gr 2 menit 37


detik
Sesudah : tidak aktif

9 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,5 gr 163 gr 1 menit 27


(15/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,1 gr 169 gr 1 menit 7 detik

Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,1 gr 177 gr 1 menit 59


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,3 gr 170 gr 1 menit 14


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : tidak aktif 0,1 gr 158 gr 1 menit 34


detik
Sesudah : tidak aktif

10 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,9 gr 163 gr 2 menit 39


(16/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 1,3 gr 170 gr 2 menit 9 detik

Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,2 gr 170 gr 2 menit 4 detik

Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0 gr 152 gr 4 menit 18


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 182 gr 2 menit 8 detik

Sesudah : tidak aktif

11 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 164 gr 1 menit 35


(17/5) detik
Sesudah : aktif
2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 171 gr 2 menit 35
detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 153 gr 2 menit 42


detik
Sesudah : aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,7 gr 173 gr 2 menit 7 detik

Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 183 gr 3 menit 43


detik
Sesudah : aktif

12 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,5 gr 164, 5 1 menit 20


(18/5) gr detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,5 gr 171 gr 2 menit 20


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 159 gr 3 menit 50


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,7 gr 172 gr 2 menit 45


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,29 gr 187 gr 2 menit 15


detik
Sesudah : tidak aktif

13 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 164 gr 1 menit 30


(19/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 171 gr 2 menit 30


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 153 gr 2 menit 42


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,7 gr 173 gr 2 menit 7 detik

Sesudah : tidak aktif


5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,3 gr 183 gr 3 menit 40
detik
Sesudah : tidak aktif

14 1 Tidak normal Sebelum : aktif 0,5 gr 163 gr 2 menit 20


(20/5) detik
Sesudah : tidak aktif

2 Tidak normal Sebelum : aktif 0,5 gr 172 gr 2 menit 20


detik
Sesudah : tidak aktif

3 Tidak normal Sebelum : aktif 0,4 gr 152 gr 3 menit 30


detik
Sesudah : tidak aktif

4 Tidak normal Sebelum : aktif 0,7 gr 172 gr 2 menit 40


detik
Sesudah : tidak aktif

5 Tidak normal Sebelum : aktif 0,29 gr 183 gr 2 menit 30


detik
Sesudah : tidak aktif

B. Analitik
Prosedur Kerja ;

1. Prosedur Euthanasia
- Hewan uji sebelum di nekropsi, di euthanasia terlebih dahulu dengan cara dibius
menggunakan klorofom
- Pipet 5ml kloroform, masukkan kedalam toples berisi kain
- Masukkan tikus perlakuan kedalam toples lalu tutup rapat
- Tunggu beberapa menit hingga tikus tidak sadarkan diri hingga mati. Kemudian
keluarkan dari toples.

1. Prosedur Nekropsi Tikus


- Tempatkan tikus dengan posisi punggung menempel pada meja
- Tiap kaki difiksasi dengan jarum/pin
- Bedah tikus mulai dari bagian perut/uterus dengan gunting bengkok
- Ambil dan pisahkan masing-masing organ dengan gunting lurus
- Cuci organ dengan aquades hingga bersih dari darah

2. Prosedur mengukur volume organ


- Tambahkan 10ml aquadest kedalam beaker glass
- Masukkan organ kedalam gelas beaker berisi aquadest
- Catat selisih volume aquadest sebelum dan sesudah dimasukkan organ
C. Pasca Analitik
Hasil makroskopik organ tikus perlakuan :
a. Tikus 1
Pengamatan Hati Paru-paru jantung
Makroskopik
Berat 4,5 gr 2,7 gr 0,7 gr
Warna Merah pucat Coklat kemerahan, Merah
tonjolan keras berwarna
kuning kecolatan

Volume 6ml 5 ml 1ml

b. Tikus 2
Makroskopis hati Paru-paru Jantung
Tikus
Berat 5 gr 2,2 gr 0,7 gr
Warna Merah kecoklatan Coklat kemerahan Merah
Volume 5 ml 6 ml 1 ml

c. Tikus 3
Makroskopik tikus hati Paru-paru Jantung
Berat 4,5 gr 1,8gr 0,7 gr
Warna Merah kecoklatan Krem kemerahan Merah kecoklatan

volume 6 ml 5 ml 1 ml

d. Tikus 4
Makroskopik tikus hati Paru-paru Jantung
Berat 4,3 gr 1,4 ml 0,6 gr
Warna Merah kecoklatan Krem kemerahan Merah

volume 6 ml 4 ml 1 ml
e. Tikus 5
Makroskopik hati Paru-paru Jantung
tikus
Warna Merah kecoklatan Krem kecoklatan Merah

Berat 5,2 gr 1,5 gr 0,6 gr


volume 7 ml 4 ml 3 ml

f. Tikus Normal (pembanding)


Makroskopi hati Paru-paru jantung
k tikus
warna Merah tua Merah Merah tua

Berat 4,2 gr 1,1 gr 0,5 gr


volume 5 ml 4 ml 1 ml

D. Pembahasan

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) adalah bahan/zat yang bila
masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan saraf pusat/otak, sehingga
menyebabkan gangguan fisik, psikis dan fungsi sosial. Jika dijabarkan satu persatu, Narkotika
menurut UU No.22 tahun 1997 adalahzat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun bukan sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi golongan opoid, kanabis dan
kokain.
Psikotropika merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika menurut UU
No.5 tahun 1997 meliputi ectasy, shabu-shabu, LSD, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi
dan anti psikosis. Zat adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang
penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini termasuk inhalasia (aseton,
thinner cat, lem, nikotin dan kafein
Lysergic Acid Diethylamide (LSD) merupakan salah satu narkoba jenis psikotropikayang
bekerja sebagai agonis serotonin dan dopamin serta menimbulkan efek halusinasi. LSD mudah
didapat karena merupakan bahan baku pembuatan lem kayu, dijual bebas dalam bentuk lem, dan
memiliki harga yang relatif terjangkau. LSD merupakan psikotropika golongan I. LSD juga
dapat berdampak langsung bagi kesehatan organ jika terpapar langsung.
Selain Lysergic Acid Diethylamide atau LSD, ada bahan kimia lain yang terkandung
dalam Lem Eha Bond seperti Volatile Hidrokarbon dan aerosol insectisida yang merupakan
Senyawa organik yang mudah menguap, yang mengandung bahan kimia organik yang memiliki
tekanan uap tinggi pada suhu kamar biasa. Yang dapat membahayakan kesehatan tubuh jika di
konsumsi atau di hirup.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan atau melihat perubahan kualitas kesehatan
organ tubuh tikus setelah diberi paparan lem Eha-Bond. Pada uji kali ini digunakan 5 tikus
sebagai hewan uji, dan setelah terpapar lem Eha Bond kurang kebih 14 hari pada tikus 1 terkena
fibrosis (organ paru-paru).
 Pengertian Fibrosis
Fibrosis paru adalah salah satu penyakit dari grup besar penyakit paru interstisial.
Penyakit ini bisa didefinisikan sebagai kondisi di mana jaringan paru menjadi jaringan parut.
Jaringan parut tersebut menumpuk sehingga membuat paru-paru kaku dan disebut fibrosis.
Sehingga, makhluk hidup yang terpapar biasanya mengalami kesulitan untuk bernapas.
 Efek terpapar Ehabond jangka pendek
Efeknya adalah halusinogen, Rasa halusinasi ini timbul dikarenakan adanya fungsi otak
yang terganggu akibat bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dan pada akhirnya akan
menyebabkan rasa halusinasi. Menghirup lem juga akan mengalami hal yang serupa seperti
mengkonsumsi narkoba namun kadar bahan kimia dalam lem masih tergolong rendah.
 Efek terpapar Ehabond jangka panjang
Efeknya adalah gangguan metabolisme. Metabolisme adalah sekumpulan proses kimia
yang terjadi dalam tubuh, dan gangguan metabolisme tubuh adalah kondisi saat proses
metabolisme tidak terjadi sebagaimana mestinya. Tubuh malah menghasilkan nutrisi yang
berlebihan atau yang kekurangan bagi tubuh. Kelainan pada organ yang penting dalam
proses metabolisme (seperti hati, pankreas, paru, kelenjar endokrin dll), Adanya reaksi kimia
yang justru menghambat proses metabolisme (abnormal).
Organ tubuh yang kemungkinan besar terpapar lebih dahulu adalah paru-paru. Paru-paru
adalah organ yang berfungsi dalam pertukaran gas yang merupakan proses yang sangat penting
dalam respirasi. Agar proses pertukaran gas tersebut dapat berlangsung dengan mudah melalui
sawar darah-udara yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel alveoli, membrane baslis, dan endotel.
Tetapi karena satu atau lain sebab sawar darah-udara itu dapat mengalami penebalan,
yang salah satu disebabkan karena fibrosis paru atau Interstitial lung disease (ILD) yang
merupakan suatu kelompok penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya scarring atau fibrosis
pada paru. Pada Interstitial lung disease pertama-tama paru-paru akan mengalami kerusakan oleh
suatu sebab yang diketahui maupun tidak, kemudian dinding alveoli mengalami inflamasi, dan
akhirnya terjadi fibrosis (American Lung Assoction, 2003).

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan
1. Menggunakan 5 hewan uji tikus yang di paparkan dengan Lem EhaBond kurang lebih 14
hari.
2. Pada Tikus 1 terpadapat fibrosis paru, yaitu berupa tonjolan keras berwarna kuning
kecoklatan.
3. Paru-paru merupakan organ vital yang paling besar mendapatkan paparan toksik dari lem
ehabond karena saat perlakuan, diberikan lem secara inhalasi sehingga organ yang paling
pertama terpapar kandungan LSD yaitu peru-paru.
4. Penyebab utama kerusakan jaringan pada organ tikus paling besar disebabkan karena
kandungan LSD pada lem ehabond. Lysergic Acid Diethylamide (LSD) merupakan salah
satu narkoba jenis psikotropikayang bekerja sebagai agonis serotonin dan dopamin serta
menimbulkan efek halusinasi. LSD mudah didapat karena merupakan bahan baku
pembuatan lem kayu, dijual bebas dalam bentuk lem, dan memiliki harga yang relatif
terjangkau. LSD merupakan psikotropika golongan I. LSD juga dapat berdampak
langsung bagi kesehatan organ jika terpapar langsung.
Daftar Pustaka

1. Rahayu Muji, solihat Moch Firman. 2018. Bahan Ajaran Teknologi Laboratorium Medik:
Toksikologi Klinik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2. American Lung Assoction, 2003.
3. Susilaningtyas maulina, dkk. 2018. Hubungan Paparan Benzene dengan Fungsi Paru-
paru pada Awak Mobil tangki BBM di PT. X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Volume 6. No 5. ISSN.2356-3346.
4. Amin Mirror Sabda Mahendha, dkk. 2015. Hubungan Paparan Toluene dengan
Gangguan fungsi Hati pada Pekerja Pengecatan sebuah Industri Karoseri di Magelang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 3. No 1. ISSN 2356-3346.
5. PENERAPAN SANKSI BAGI PENGGUNA LSD (LYSERGIC ACID DIETHYLAMIDE) MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Anda mungkin juga menyukai