Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

Community Acquired Pneumonia (CAP)

Penguji :
dr. Sukaenah Shebubakar, Sp.P. FCCP

Disusun oleh :
Noviara Ghita Thiananda - 030.14.145
Chika Dhia Salsabila – 030.14.037

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 26 maret – 2 juni 2018
PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

Judul:
Community Acquired Pneumonia (CAP)

Penyusun:
CHIKA DHIA SALSABILA - 030.14.037
NOVIARA GHITA THIANANDA - 030.14.145
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
atas rahmat dan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Community Acquired Pneumonia (CAP)”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik departemen Penyakit Dalam Studi Pendidikan Dokter Universitas
Trisakti di Rumah Sakit Umum Budhi Asih.
Dengan selesainya laporan kasus ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini terutama kepada:
1. Dr. Sukaenah Shebubakar, Sp.P. FCCP selaku penguji yang telah meluangkan
waktu dan bersedia menguji serta memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan
kasus ini.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Serta tidak lupa kepada semua pihak yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus
ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala saran dan kritik
yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga
segala kontribusi yang telah diberikan dapat menjadi amal kebaikan sehingga nantinya
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Jakarta, 2 Mei 2018


BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Acing Samsudin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 57 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Jl. Jengki Kebon Pala
Tanggal Masuk : 28 Maret 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada hari Rabu tanggal 28 Maret 2018 di IGD
RSUD Budhi Asih, Jakarta Timur.

Keluhan Utama
Demam tinggi sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan Tambahan
Batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kental sejak 7 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu SMRS, demam dirasakan
terus menerus disertai menggigil dan keringat dingin (+). Pasien juga mengeluh batuk
berdahak (+) dahak berwarna putih kental sejak 7 hari SMRS, pasien juga merasa sesak
(+) sesak dirasakan terus menerus tidak diperberat saat aktivitas dan diperingan saat
isthirahat, nyeri tenggorokan (+), mual (+), muntah (+) muntah berisi makanan 2 kali
sehari selama 2 hari SMRS, perut terasa kembung (+), nafsu makan menurun (+), lemas
(+), dan pasien juga mengalami penurunan berat badan (+). Pasien juga mengeluh BAB
tidak lancar, BAB 2 hari sekali dan BAK sering (+), warna kuning dan tidak ada nyeri
saat BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat minum obat OAT 10 bulan tahun 2017 (riwayat TB paru tahun
2017). Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit
hati, asthma dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Riwayat penyakit
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,penyakit hati, penyakit ginjal, asthma dan
alegi disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien memiliki riwayat minum obat OAT 10 bulan (tuntas) tahun 2017.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus per hari sejak bekerja 20 tahun SMRS (+).
Pasien juga sering minum teh manis 2 kali sehari.

Anamnesis Menurut Sistem


a. Penglihatan : tidak ditemukan keluhan
b. Pendengaran : tidak ditemukan keluhan
c. Thorax : batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kental
sejak 7 hari SMRS, sesak (+)
d. Pencernaan : mual (+), muntah (+) berisi makanan
muntah 2 kali sehari sejak 2 hari SMRS, nafsu
makan menurun (+)
e. Saluran kemih : tidak ditemukan keluhan
f. Hematologi : tidak ditemukan keluhan
g. Metabolik-endokrin : tidak ditemukan keluhan
h. Neurologi : tidak ditemukan keluhan
i. Psikiatri : tidak ditemukan keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada
Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis


Tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmhg
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 38 o C
SpO2 : 98%
Status gizi : Berat badan : 58 kg Tinggi badan : 165 cm
BMI : 21,30 kg/m2 (normal)
Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-),
turgor kulit baik, kulit kering (-), eflorensensi bermakna (-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam mulai terlihat uban, distribusi
merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor +/+,
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+
Telinga : Secret -/-, otorrhea -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-
Mulut : Oral hygiene baik, faring hiperemis (-) candidiasis oral (-)
pasien tampak bernapas lewat mulut.
Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba membesar, pembesaran
KGB (-)
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan :ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri :ICS V 1 jari medial linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi dada normal
Perkusi : Hipersonor -/-, redup +/+
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, wheezing +/+, ronkhi +/+
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, gerak dinding simetris
Auskultasi : Bising usus (+) 1-3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), pembesaran lien
dan hepar (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada sianosis, dan tidak ada edema
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada sianosis, dan tidak ada edema

IV. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium 28 Maret 2018

JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
HEMATOLOGI
Leukosit 12.6 ribu/uL 3.8-10.6
Eritrosit 5.2 juta/uL 4.4-5.9
Hemoglobin 14.2 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit 43 % 40-52
Trombosit 259 ribu/uL 150-440
MCV 83.9 fL 80-100
MCH 27.6 pg 26-34
MCHC 32.9 g/dL 32-36
RDW 11.8 % <14
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dL <110
GINJAL
Ureum 27 mg/dL 13-43
Kreatinin 1.23 mg/dL <1.2
ELEKTROLIT
Natrium 137 mmol/L 135-155
Kalium 4.3 mmol/L 3.6-5.5
Klorida 100 mmol/L 98-109
2. EKG

3. Foto Rontgen Thoraks AP

6 Februari 2017
Foto Thoraks PA
Deskripsi :
 CTR <50%
 Terdapat bercak infiltrat pada lapang paru
bagian atas kanan
 Corakan bronkovaskular meningkat pada
 kedua lapang paru
 Tampak adanya gambaran fibrosis pada
hemothoraks dextra
 Kedua sinus costofrenicus lancip
Kesan : TB paru inaktif, susp.Pneumonia
24 Maret 2018
Foto Thoraks AP/PA
Deskripsi :
 Tampak perselubungan homogen pada lapang
paru bawah kanan
 CTR <50%
 Batas kiri jantung tidak melebihi 2/3
hemithoraks kiri
 Batas kanan jantung tidak melebihi 1/3
hemithoraks kanan
 Kedua sinus costofrenicus lancip
 Air bronchogram
Kesan : Pneumonia

V. Ringkasan
Tn. AS 57 Tahun, datang dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu SMRS, demam
dirasakan terus menerus disertai menggigil dan keringat dingin (+). Pasien juga mengeluh
batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kental sejak 7 hari SMRS, pasien juga merasa
sesak (+) sesak dirasakan terus menerus tidak diperberat saat aktivitas dan diperingan saat
isthirahat, nyeri tenggorokan (+), mual (+), muntah (+) muntah berisi makanan 2 kali
sehari selama 2 hari SMRS, perut terasa kembung (+), nafsu makan menurun (+), lemas
(+), dan pasien juga mengalami penurunan berat badan (+). Pasien juga mengeluh BAB
tidak lancar, BAB 2 hari sekali dan BAK sering (+), warna kuning dan tidak ada nyeri saat
BAK. Pasien memiliki riwayat minum obat OAT 10 bulan tahun 2017 (riwayat TB paru
tahun 2017). Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus per hari sejak bekerja 20 tahun
SMRS (+). Pasien juga sering minum teh manis 2 kali sehari. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan auskultasi paru ronki (+) dan wheezing (+) pada kedua lapang paru, dan pada
palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan kadar kreatinin meningkat 1.23 mg/dL. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks
PA didapatkan kesan TB paru inaktif, susp.Pneumonia.
VI. Daftar Masalah
 Susp TB Paru Relaps
 CAP
 AKI

VII. Analisis Masalah


1. Susp TB Paru Relaps
Diagnosis TB paru relaps ditegakkan berdasarkan pada anamnesis didapatkan keluhan
demam sejak 1 minggu SMRS, demam disertai menggigil (+). Pasien juga mengeluh batuk
berdahak (+) dahak berwarna putih kental sejak 7 hari SMRS, nafsu makan menurun (+),
lemas (+), dan pasien juga mengalami penurunan berat badan (+). Pasien memiliki riwayat
minum obat OAT 10 bulan tahun 2017 (riwayat TB paru tahun 2017). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan auskultasi paru ronki (+) dan wheezing (+) pada kedua lapang paru. Pada
pemeriksaan foto rontgen thoraks PA didapatkan kesan TB paru inaktif, susp.Pneumonia.
a. Rencana Diagnosis
 Pemeriksaan foto rontgen thoraks PA
 Pemeriksaan sputum jamur KOH
 Pemeriksaan sputum gram
 Pemeriksaan darah lengkap
b. Rencana Terapi
 Ambroxol 3x1
 BK IV 3x1
 Curcuma 3x2
 Omeprazole 2x1 amp (IV)
 Ondansentron 2x1 (IV)
 Fluconazole 2x200
 Clanexi 3x1g

2. Community Acquired Pneumonia (CAP)


Diagnosis CAP ditegakkan berdasarkan pada anamnesis didapatkan keluhan demam
tinggi sejak 1 minggu SMRS, demam dirasakan terus menerus disertai menggigil dan
keringat dingin (+). Pasien juga mengeluh batuk berdahak (+) dahak berwarna putih kental
sejak 7 hari SMRS, pasien juga merasa sesak (+) sesak dirasakan terus menerus tidak
diperberat saat aktivitas dan diperingan saat isthirahat, nyeri tenggorokan (+), mual (+),
muntah (+) muntah berisi makanan 2 kali sehari selama 2 hari SMRS, perut terasa
kembung (+), nafsu makan menurun (+), lemas (+), dan pasien juga mengalami penurunan
berat badan (+). Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus per hari sejak bekerja 20
tahun SMRS (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan auskultasi paru ronki (+) dan
wheezing (+) pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks PA
didapatkan kesan TB paru inaktif, susp.Pneumonia.
a. Rencana Diagnosis
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan sputum gram dan jamur
 Pemeriksaan kultur bakteri
 Pemeriksaan radiologi
b. Rencana Terapi
 Ambroxol 3x1
 Omeprazole 2x1 amp (IV)
 Ondansentron 2x1 (IV)
 Fluconazole 2x200
 Clanexi 3x1g

3. AKI (Acute Kidney Injury)


Diagnosis AKI ditegakkan berdasarkan pada anamnesis didapatkan keluhan mual (+),
muntah (+) muntah berisi makanan 2 kali sehari selama 2 hari SMRS, perut terasa
kembung (+), nafsu makan menurun (+), lemas (+), dan pasien juga mengalami penurunan
berat badan (+). BAK sering (+), warna kuning dan tidak ada nyeri saat BAK. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan kadar kreatinin meningkat 1.23 mg/dL.
a. Rencana Diagnosis
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan ureum kreatinin ulangan
 Pemeriksaan USG abdomen
 Pemeriksaan urinalisis
 Pemeriksaan analisa gas darah
b. Rencana Terapi
 Nocid 3x2
 Bicnat 3x1

VIII. Follow Up

31 Maret 2018

S OS mengeluh batuk berdahak (+) dahak berwarna putih dan kental, sesak (-), sakit
kepala (+), mual (+), nafsu makan menurun (+), belum BAB
O  Keadaan umum : Compos mentis, tampak sakit sedang
 Tanda vital :
TD:110/60 mmHg RR:20x/menit T: 36,2°C
HR: 104x/menit SpO2: 92%
Mata: CA-/-, SI-/-
Thoraks: SNV (+), Rh+/+, Wh-/-
BJ I-II (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), NT (+)
Ekstremitas: OE (-), AH (+)

 Laboratorium:
Kreatinin : 1.23 mg/dL
AST/SGOT : 124 mU/dl
ALT/SGPT : 114 mU/dl
Anti HIV : non reaktif
 Sediaan Jamur KOH
Sputum : spora (+)
 Sediaan Gram
PMN : 5-8
Gram positif kokus:(+)
Gram negatif batang: (+)
A - Susp TB Relaps
- CAP
- AKI dd CKD
- Low intake
P - Ambroxol 3x1
- BK IV 3x1
- Hepa Q 3x2
- Curcuma 3x2
- Omeprazole 2x1
- Ondansentron 2x1
- Fluconazole 2x200
- Clanexi 3x1g
2 April 2018

S OS mengeluh batuk bartambah berat, dahak berwarna putih kental, pusing (+), mual
(+), BAB cair
O  Keadaan umum : Compos mentis, tampak sakit sedang
 Tanda vital :
TD:120/70 mmHg RR:18x/menit T: 36,6°C
HR: 90x/menit SpO2: 95%
Mata: CA-/-, SI-/-
Thoraks: SNV (+), Rh+/+, Wh-/-
BJ I-II (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), NT (+)
Ekstremitas: OE (-), AH (+)

 Laboratorium:
Kreatinin : 1.23 mg/dL
AST/SGOT : 124 mU/dl
ALT/SGPT : 114 mU/dl
Anti HIV : non reaktif
 Sediaan Jamur KOH
Sputum : spora (+)
 Sediaan Gram
PMN : 5-8
Gram positif kokus:(+)
Gram negatif batang: (+)
A - Susp TB Relaps
- CAP
- AKI dd CKD
- Low intake
P - Ambroxol 3x1
- BK IV 3x1
- Hepa Q 3x2
- Curcuma 3x2
- Omeprazole 2x1
- Ondansentron 2x1
- Fluconazole 2x200
- Clanexi 3x1g

3 April 2018

S OS mengeluh nyeri kepala belakang (+), batuk sudah berkurang, sariawan (+), nyeri
perut sebelah kanan bawah (+)
O  Keadaan umum : Compos mentis, tampak sakit sedang
 Tanda vital :
TD:120/70 mmHg RR:20x/menit T: 36,3°C
HR: 95x/menit SpO2: 95%
Mata: CA-/-, SI-/-
Thoraks: SNV (+), Rh+/+, Wh-/-
BJ I-II (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), NT (+)
Ekstremitas: OE (-), AH (+)

 Laboratorium:
Kreatinin : 1.23 mg/dL
AST/SGOT : 124 mU/dl
ALT/SGPT : 114 mU/dl
Anti HIV : non reaktif
 Sediaan Jamur KOH
Sputum : spora (+)
 Sediaan Gram
PMN : 5-8
Gram positif kokus:(+)
Gram negatif batang: (+)
A - Susp TB Relaps
- CAP
- AKI dd CKD
- Low intake
P - Ambroxol 3x1
- BK IV 3x1
- Hepa Q 3x2
- Curcuma 3x2
- Omeprazole 2x1
- Ondansentron 2x1
- Fluconazole 2x200
- Clanexi 3x1g

5 April 2018

S OS mengeluh nyeri kepala belakang (+) nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk, batuk sudah
berkurang, nyeri uluh hati (+) dan terasa perih, nafsu makan menurun (+)
O  Keadaan umum : Compos mentis, tampak sakit sedang
 Tanda vital :
TD:110/70 mmHg RR:20x/menit T: 36,5°C
HR: 88x/menit SpO2: 97%
Mata: CA-/-, SI-/-
Thoraks: SNV (+), Rh+/+, Wh-/-
BJ I-II (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), NT (+)
Ekstremitas: OE (-), AH (+)

 Laboratorium:
AST/SGOT: 84 mU/dl
ALT/SGPT: 219 mU/dl

 USG Abdomen:
Proses kronis kedua ginjal (sesuai Brebridge 2)
Efusi pleura kiri
A - Susp TB Relaps
- CAP
- AKI dd CKD
- Low intake
P - Ambroxol 3x1
- BK IV 3x1
- Hepa Q 3x2
- Curcuma 3x2
- Omeprazole 2x1
- Ondansentron 2x1
- Fluconazole 2x200
- Clanexi 3x1g

6 April 2018

S OS mengatakan batuk sudah baikan dan sudah tidak pusing, pasien mengeluh badannya
gemetaran, lemas (+)
O  Keadaan umum : Compos mentis, tampak sakit sedang
 Tanda vital :
TD:125/70 mmHg RR:20x/menit T: 36°C
HR: 115x/menit SpO2: 96%
Mata: CA-/-, SI-/-
Thoraks: SNV (+), Rh+/+, Wh-/-
BJ I-II (+), murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU (+), NT (+)
Ekstremitas: OE (-), AH (+)

 Laboratorium:
AST/SGOT: 84 mU/dl
ALT/SGPT: 219 mU/dl
A - Susp TB Relaps
- CAP
- AKI dd CKD
- Low intake
P - Ambroxol 3x1
- BK IV 3x1
- Hepa Q 3x2
- Curcuma 3x2
- Omeprazole 2x1
- Ondansentron 2x1
- Fluconazole 2x200
- Clanexi 3x1g
BAB II
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) masih menjadi masalah kesehatan yang
utama dan seringkali menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. ISNBA
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah pneumonia. Pneumonia
merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa
didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat dengan gejala seperti batuk, demam
dan sesak nafas.

Gambar 1. Pneumonia

Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara
anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia
segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya
mengenai paru bagian bawah.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas terbanyak didapatkan
dan sering merupakan penyebab kematian diseluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional
ISPA 25,5%, angka morbiditas pneumonia pada bayi 2,2%, balita 3%, angka mortalitas pada
bayi 23,8% dan balita 15,5%. Pemeriksaan foto polos thoraks merupakan salah satu
pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran yang berbeda
dari thoraks dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif tubuh dan arah pancaran x-ray.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Paru

Paru merupakan organ yang berbentuk kerucut, letaknya didalam rongga dada
(thorax). Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar, setiap paru-paru mempunyai apeks dan basis.
Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus : lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Paru kanan terbagi atas 10 segmen : pada lobus superior terdiri atas 3 segmen yakni segmen
pertama adalah segmen apical, segmen kedua adalah segmen posterior, dan segmen ketiga
adalah segmen anterior. Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat
adalah segmen lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri
atas 5 segmen yakni segmen keenam adalah segmen apical, segmen ketujuh adalah segmen
mediobasal, segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen kesembilan adalah
segmen laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen posteriobasal.
Paru-paru kiri dibagi menjadi 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior. Paru kiri
terdiri dari 8 segmen : pada lobus superior terdiri dari segmen pertama adalah segmen
apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior, segmen ketiga adalah segmen
posterior, segmen keempat adalah segmen inferior. Pada lobus inferior terdiri dari segmen
kelima segmen apical atau segmen superior, segmen keenam adalah segmen mediobasal atau
kardiak, segmen ketujuh adalah segmen anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen
posterobasal.

2. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI,
2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat.
Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat
diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun
sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan
sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan
tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991).

3. Penyebab Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri,
virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia
akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya
meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada
balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat
ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling
sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan
juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).

Tabel 1. Penyebab tersering pneumonia yang didapat di masyarakat dan nosokomial.


LOKASI SUMBER PENYEBAB
Streptococus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus influenza
Masyarakat Lengionella pneumophila
Chlamydia pneumoniae
Anaerob oral (aspirasi)
Adenovirus
Escherichia Coli
Klebsiella pneumoniae
Rumah Sakit
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus

4. Klasifikasi Pneumonia
Berdasarkan umur :
1. Umur < 2 bulan
a. Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau
sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau
suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan
apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

b. Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak
terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
2. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
a. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
b. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai
sianosis sentral dan dapat minum.
c. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding
dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding
dada.
e. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama
10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya
terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam
ringan (WHO, 2003).

Berdasarkan Etiologi :
Grup Penyebab Tipe pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease
Actinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal
Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q Fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis
(pneumonia plasma sel)
Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.

5. Patogenesis
Dalam keadaan sehat paru tidak terjadi pertumbuhan mikrorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat
masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko terjadinya infeksi pada paru
sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk mencapai dan merusak
permukaan saluran nafas : Inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi
bahan aerosol, kolonisasi pada permukaan mukosa. Terbanyak adalah kolonisasi. Predisposisi
: influenza, alkoholisme, gizi kurang. Komorbid : diabetes melitus, gagal ginjal, gangguan
imunitas, PPOK.

6. Patologi Anatomi
Terdapat 4 stadium anatomi dari pneumonia lobaris, yaitu :
a) Stadium kongesti, terdiri dari roliferasi cepat dari bakteri dengan peningkatan
vaskularisasi dan eksudasi yang serius, sehingga lobus yang terkena akan berat, merah
penuh dengan cairan. Rongga alveolar mengandung cairan edema yang berprotein,
netrofil yang menyebar dan banyak bakteri. Susunan alveolar masih tampak.
b) Stadium hepatisasi merah terjadi oleh karena rongga udara dipenuhi dengan eksudat
fibrinosupuratif yang berakibat konsolidasi kongestif yang menyerupai hepar pada
jaringan paru. Benang-benang fibrin dapat mengalir dari suatu alveolus melalui pori-
pori yang berdekatan.
c) Stadium hepatisasi kelabu (konsulidasi) melibatkan desintegrasi progresif dari
leukosit dan eritrosit bersamaan dengan penumpukan terus-menerus dari fibrin
diantara alveoli.
d) Stadium akhir yaitu resolusi, mengikuti kasus-kasus tanpa komplikasi. Eksudat yang
mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap
kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh
dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.
7. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis pneumonia dapat dibagi menjadi :
a) Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
b) Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa batuk, takypneu, akspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak nafas, sesak nafas, merintih, dan sianosis. Penderita
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri.
c) Tanda pneumonia berupa retraksi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas
melemah, dan ronki.
d) Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang
bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus
(iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri
abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah).

8. Penegakan Diagnosis
Diagnosis klinis pneumonia bergantung kepada penemuan kelainan fisis atau bukti
radiologis yang menunjukkan konsolidasi. Klasifikasi diagnosis klinis pada masa kini
dilengkapi faktor patogenesis yang berperan (lingkungan, pejamu). Diagnosis dan terapi
pneumonia dapat ditegakkan berdasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisik yang diteliti dan pemeriksaan penunjang. Gejala-gejala pneumonia serupa
untuk semua jenis pneumonia.
Gejala-gejala meliputi :
Gejala Mayor : batuk, sputum produktif, demam (suhu>37,8oC)
Gejala Minor : sesak nafas, nyeri dada, konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik,
jumlah leukosit > 12.000/µL.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40oC, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum
mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultais terdengar suara nafas bronkovesikular sampai bronchial yang
kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi. Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala
yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan
gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.

Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kumam penyebab yang berhubungan dengan
faktor infeksi :
a) Evaluasi faktor presdisposisi : PPOK (H. Influenza), penurunan imunitas
(pneumocystic carinil, CMV, Lengionella, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat
bius (staphylococcus).
b) Usia pasien : bayi (virus), muda (M. Pneumoniae), dewasa (S.pneumonia)
c) Awitan : cepat, akut dengan rusty cloured sputum (S. Pneumoniae), perlahan dengan
batuk, dahak sedikit (M.pneumoniae).

Pemeriksaan Fisik
Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis
yang mengarah tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit :
a) Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. Pneumoniae, streptococcus spp.
Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan
nonproduktif. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun
misalnya : klebsiella, pseudomonas, enterobacteriaciae, kuman anaerob, jamur.
b) Tanda-tanda fisi pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak
nafas, tanda-tanda konsulidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara
pernafasan bronkhial). Bentuk klasik pada PK primer berupa bronkopneumonia,
pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas
dijumpai pada PK sekunder ataupun PN. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain
infeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks.
c) Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal atau rendah
dapat disebabkan oleh infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosi.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negatif atau S. Aereus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.
Faal hati mungkin terganggu.
b. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi, jarum
transtorakal, torakkosentesis, bronkoskopi, atau biopsy. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus gram, burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan
penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
c. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain :
a) Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anatomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
b) Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trache/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
c) Silhouette sign (+) : untuk menentukan letak lesi dengan jantung, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
d) Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura
e) Bila terjadinya pad lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
f) Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
g) Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign.
Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru. Pada foto thorax PA
tampak infiltrate di parenkime paru perifer yang semiopak, homogeny tipis seperti awan,
berbatas tegas, bagian perifer lebih opak dibanding bagian sentral. Konsolidasi parenkime
paru tanpa melibatkan jalan udara, mengakibatkan timbulnya air bronchogram. Tampak
pelebaran dinding bronchiolus. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini.

Gambar 2. Pneumonia Lobaris pada lobus kanan bawah (RLL) posisi PA Lateral

(1) (2)
Gambar 3. Pneumonia Lobaris RML lateral (1)
Pneumonia Lobaris RML Sagital CT-scan (2)
Bronchopneumonia
Gambaran radiologis bronchopneumonia : mempunyai bentuk difuse bilateral dengan
peningkatan corakan bronchovaskuler dan infiltrate kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah. Tampak infiltrate
peribronchial yang semi opak dan inhomogen di daerah hilus yang menyebabkan batas
jantung menghilang (silhoute sign). Tampak juga air bronchogram, dapat terjadi nekrosis dan
kavitas pada parenkime paru. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana semakin banyak
alveolus yang telibat maka gambaran opak menjadi terlihat homogen.

(1) (2)
Gambar 5. Bronchopneumonia kanan (1) Bronchopneumonia bilateral PA (2)
▪ Infiltrate interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronchovaskuler,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
▪ Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru-paru dengan air bronchogram
▪ Bronchopneumonia, ditandai dengan gambaran difuse merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai
dengan peningkatan corakan peribronchial

Round Pneumonia
Pneumonia ini sering terlihat pada infeksi dimasa kanak-kanak dan dapat menyerupai
suatu massa dalam paru. Petunjuk pola ini adalah adanya air bronchogram didalam bayangan
opak. Round pneumonia terjadi karena infeksi mudah menyebar melalui foramen
interalveolar.
Pneumonia Interstitial
Pneumonia interstitial ditandai dengan pola linear atau retikuler pada parenkime paru.
Pada tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial sebagai densitas noduler yang kecil.
Infiltrate interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronchovaskuler, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi.

Atypical Pneumonia

Tempat terjadinya infeksi terutama di interstitium, karena itu disebut interstitial


pneumonia. Infiltrasi sel dan edema yang terjadi menyebabkan semakin jauhnya jarak alveoli
dengan pembuluh darah kapiler paru sehingga peetukaran udara atau oksigen terhambat,
akibatnya pasien merasa sesak nafas. Didalam alveoli hampir tidak berisi cairan, karena itu
pasien tidak batuk berdahak. Kuman penyebab terutama yang hidup didalam sel seperti virus
: Chlamydia pneumonia, mycoplasma pneumonia, serta coxiella burnetti & chlamydia
trachomatis (jarang). Gejala klinis utama adalah sesak nafas dan batuk tidak berdahak. Juga
tidak terjadi demam, kenaikan suhu badan hanya minimal.

9. Diagnosis Banding
Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut :
▪ Tubercolosis paru (TB)
Tuberculosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. Tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M. Tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk
lama yang produktif (durasi >3 minggu), nyeri dada dan hemoptisis dan gejala
sistemik yang meliputi demam, menggigil, keringat malam, melemas, hilang nafsu
makan, dan penurunan berat badan.

Tampak Gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA
▪ Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak
sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia
tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trachea, dan mediastinum
ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume intercostal space terjadi lebih
sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan
tampak thorak asimetris.
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA
▪ Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air brochogram.
Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trachea, dan
mediastinum ke arah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura
sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.
Efusi pleura sinistra pada foto thorax PA

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT-scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari
pemeriksaan fisik menunjukkan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan
radiologi akan dapat menunjang penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya
gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran
khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata
menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga
pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau dorongan jantung, trachea, mediastinum ke arah yang sakit
atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari
ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi
dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk
penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
Pengobatan pneumonia dibagi menjadi 2, antara lain :
a. Pneumonia Komuniti
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan tanpa
adanya faktor peubah (resiko pneumococus resisten, infeksi gram negatif, resiko
infeksi P. Aeruginosa-RPA).
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru dengan atau
tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb : pasien tidak disertai penyakit jantung paru dan tidak ada faktor
peubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU (a. Tanpa resiko persisten P.Aeruginosa-RPA
dan b. dengan resiko persisten)
b. Pneumonia Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang tidak
disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini pada semua
tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik spektrum terbatas :

Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :


Pemberian antibiotik harus diberikan segera mungkin. Jika ada faktor resiko
resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka
diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik
dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

11. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empyema, dan pericarditis) atau penyebaran bakterimia dan
hematologi. Menigitis, artritis supuratif, dan osteomyelitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi.
Pneumonia biasanya dapat diobati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang
termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor resiko).
Akumulasi cairan : cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding
dada (efusi pleura) dan dapat pula terjadi empyema. Chest tube (atau drainage secara bedah)
mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
Abses : pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut
dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang
membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnya.
Bakteremia : bakteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar
dengan cepat melalui peredaran darah ke organ-organ lain.
Kematian : walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada
beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita yang dirawat di RS dan <1%
penderita yang dirawat dirumah meninggal dunia oleh pneumonia atau komplikasinya.

12. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab
dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik secara intensif
sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. American thoracic society. Guidelines for Management of Adults with Guidelines for
the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and
Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit. Care Med 2005; 171 : 388-416.
2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;2007.
3. Palmer, dkk. 2010. Petunjuk Membaca Foto untuk Dokter Umum. EGC : Jakarta.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial.
6. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Buku II, Edisi ke IV. Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
7. Rasad, Sjariar. 2008. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
8. Wibisono, Jusuf M. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Balai penerbit FKUNAIR:
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai