BAB II
pembuktian. Dikaji secara umum, kata pembuktian berasal dari kata bukti yang
berarti suatu hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup untuk memperlihatkan
kebenaran suatu hal. Atau dapat dikatakan bahwa pembuktian adalah suatu
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip olek Lilik Mulyadi adalah:
1 Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Pasca Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003,
(Bandung: PT. Alumni, 2007). hlm. 84
27
segala proses, dengan menggunakan alat bukti yang sah, dilakukan tindakan
2
dengan prosedur khusus dan guna mengetahui fakta di persidangan”.
Menurut Sudirjo yang dikutip oleh Syaiful Bakhri, bahwa secara umum
di atas, dalam hal pembuktian dikenal dengan adanya istilah beban pembuktian.
Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah pembagian
2 Syaiful Bakhri, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, (Jakarta: Total
Media bekerjasama dengan Pusat Pengkajian & Pengembangan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah, 2009). hlm. 3
3Ibid., hlm, 27
4
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2006), hlm. 45
28
6
ilmu pengetahuan hukum pidana terdapat 3 (tiga) teori beban pembuktian:
penuntut umum harus mempersiapkan alat-alat bukti dan barang bukti secara
pada penuntut umum ini berkorelasi pada asas praduga tidak bersalah dan
a witness against him self. Selain itu juga sejalan dengan pendapat Glanville
be innocent, what is relly mean is that the burdent of proving his guilt is upon
prosecution” Teori beban pembuktian ini dianut oleh Indonesia, sesuai Pasal 66
7
pembuktian”.
bahwa dirinya tidak bersalah. Oleh karena itu dalam persidangan terdakwa yang
akan menyiapkan segala beban pembuktian, dan apabila terdakwa tidak mampu
melakukan tindak pidana. Umumnya teori beban pembuktian ini disebut dengan
8
merupakan suatu tindakan luar biasa terhadap tindak pidana”.
9
Pidana Pencucian Uang”.
Teori beban pembuktian dikaji dari tolok ukur penuntut umum dan
10
bukti tersebut dan beban pembuktian sesuai ketentuan pasal 66 KUHAP”.
dalam pembuktian terbalik yang bersifat absolut atau murni yaitu terdakwa
akan menggunakan haknya tersebut atau tidak. Namun secara pasti keduanya
suaminya, harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga ada
kaitannya dengan perkara yang bersangkutan. Terdakwa dapat
membuktikan perolehan/pelepasan hartanya mengenai kapan,
bagaimana dan bersama siapa saja yang terlibat dan sebab-sebab
bisa terjadi. Penggunaan hak terdakwa ini satu sisi dapat
menguntungkan dirinya dan di sisi lain dapat merugikan dirinya
sendiri.
Penuntut umum tidak mempunyai hak tolak atas hak yang diberikan
memiliki hak untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam
keterangan itu dapat dipergunakan untuk memperkuat bukti yang sudah ada
bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana, atau dengan kata lain
umum adalah alat bukti yang memberatkan (adecharge) dan terdakwa atau
merupakan wujud konkrit dari asas praduga tidak bersalah, maka pada
15
prinsipnya yang membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum”.
yang dilakukan oleh terdakwa pada hari, tanggal, jam serta tempat dilakukannya
15 Ibid., hlm.23
16 Ibid., hlm.24
33
Sedangkan hal yang tidak perlu dibuktikan adalah segala sesuatu yang
telah diketahui secara umum (fakta notoir), sebagaimana diatur dalam Pasal 184
ayat (2) yang menyatakan bahwa “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak
18
lampu pada saat berkendaraan di malam hari, berjalan sebelah kiri”.
3. Sistem Pembuktian
(positief watelijk)
alat bukti yang dapat digunakan oleh hakim, cara hakim mempergunakan alat
bukti tersebut dan cara hakim dalam memutus terbukti atau tidaknya perkara
yang sedang diadili. Hakim terikat pada adagium bahwa alat bukti tersebut telah
bersalah. “Sebaliknya, apabila tidak dapat dipenuhi pembuktian yang diatur oleh
17 Ibid, hlm. 24
18 Ibid., hlm. 24
19 Lilik Mulyadi, op. cit, hlm. 93
34
21
ketat dengan peraturan perundang-undangan”. “Pada sistem pembuktian ini
yang dicari adalah kebenaran formal. Oleh karena itu, sistem pembuktian ini
22
dipergunakan dalam hukum acara perdata”.
berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan. Sistem
23
hakim tidak terikat dengan suatu peraturan”. Hakim tidak terikat pada alat
bukti, namun atas dasar keyakinan yang timbul dari hati nurani dan sifat
kebijaksanaan hakim. “Salah satu negara yang menganut sistem pembuktian ini
24
adalah Amerika”.
20 Ibid., hlm. 93
21 Ibid.
22 Alfitra, op.cit, hlm, 30
23 Ibid., hlm. 95
24 Eddy O.S. Hiariej, Teori Dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012),
hlm. 16
35
25
dalam mengambil keputusan”. Dalam konteks hukum acara pidana di
ringan, termasuk perkara lalu lintas dan persidangan perkara dalam acara cepat
tetapi polisi yang mendapatkan kuasa dari jaksa penuntut umum untuk dapat
26
menghadirkan terdakwa di sidang pengadilan.
terhadap terdakwa apabila terdapat alat bukti yang disebutkan secara limitatif
25 Ibid., hlm. 96
26 Ibid., hlm. 16
27 Ibid.
28 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi,
(Bandung: Mandar, 2009), hlm. 91
36
29
untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yakni:
dengan alat bukti lain, serta berdasarkan alat bukti yang diajukan di persidangan
seperti yang ditentukan oleh undang-undang belum bisa memaksa hakim untuk
Oleh sebab itu walaupun kesalahan terdakwa telah terbukti menurut cara
dan terbukti menurut undang-undang namun jika hakim tidak yakin dengan
juga sebaliknya jika hakim tetap pada keyakinannya bahwa terdakwa bersalah
namun jika tidak didukung dengan alat bukti yang menurut undang-undang
31
maka hakim harus menyatakan terdakwa tidak terbukti tidak bersalah”.
negatif yang diterapkan dalam Pasal 183 KUHAP yang menyatakan “Hakim
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
33
melakukannya”.
Kedua, pada sisi lain Pasal 183 KUHAP dan praktik peradilan juga
pada Pasal 183 KUHAP tidak diterapkan secara limitatif. Karena jika dalam
34
dan meyakinkan” tidak membuat suatu putusan batal demi hukum”.
dan penerapan Pasal 183 mulai nampak pergeseran menuju teori pembuktian
bersifat unsur pelengkap, “karena tanpa adanya unsur keyakinan hakim tidak
33 Ibid., hlm. 97
34 Ibid., hlm. 99
38
35
“ditambahi” pada tingkat banding atau kasasi”.
general rule, dan sebagai pengaturannya yang lebih rinci diatur dalam pasal-
pasal lain misalnya Pasal 185 ayat (2). Dalam Pasal 185 ayat (2) disebutkan
bahwa “keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
disebut dengan unus testis nullus testis bahwa satu saksi bukan merupakan
36
saksi”.
Syaiful Bakhri:
pembuktian yuridis sifatnya relatif, dalam arti hanya berlaku bagi pihak-pihak
38
perbedaan penilaian antar sesama hakim.
kepentingan umum melalui suatu alat negara yang khusus yakni kejaksaan
38 Bachtiar Efendie et. Al, Surat Gugat dan Hukum Pembutian Dalam Perkara Perdata,
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), Cet. ke 1, hlm 49-50
39 Lilik, op. cit, hlm, 85
40 Ibid., hlm. 76
40
hakim dalam perkara pidana diwajibkan untuk mencari kebenaran materiil. “Hal
ini berbeda dengan praktek peradilan perdata dimana hakim tidak boleh
41
depan pengadilan”.
42
bukti”. Pada hakikatnya proses pembuktian lebih dominan dalam sidang
dan memberi keyakinan hakim tentang kejadian tersebut agar hakim dapat
43
memberikan putusan yang adil.
alat bukti dan barang bukti secara akurat yang bertujuan untuk meyakinkan
hakim dalam memutuskan kesalahan terdakwa. “Hal ini berhubungn erat dengan
asas praduga tidak bersalah dan aktualisasi untuk tidak menyalahkan diri
44
sendiri”.
Mulyadi:
45
pembuktian dengan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perbuatan manakah yang dapat dianggap terbukti;
Nilai atau kekuatan alat bukti dalam melakukan pembuktian serta cara
kesesuaian antara keterangan saksi antara satu dengan yang lain, dengan alat
bukti lain, alasan yang digunakan saksi dalam memberikan keterangan serta cara
hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
yaitu:
alat-alat bukti yang diajukan di muka sidang pengadilan oleh jaksa penuntut
umum dan penasehat hukm, atau atas kebijakan majelis hakim. Proses ini
akan berakhir saat ketua majelis menyatakan secara lisan dalam sidang
bahwa pemeriksaan perkara dari alat-alat bukti dan barang bukti yang
dilaksanakan.
jaksa penuntut umum dalam requisitoir, penasehat hukum dalam pledoi dan
pembuktian semestinya dijalankan dengan adil sehingga tidak berat sebelah. Jika
yang menerima beban pembuktian ini dianggap sebagai suatu persoalan yuridis
hukum atau undang-undang yang dapat dijadikan alasan oleh Mahkamah Agung
48
untuk membatalkan putusan hakim atau pengadilan yang bersangkutan”.
terdakwa yang bersumber pada asas praduga tak bersalah, adalah setiap orang
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
49
menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
ketertarikan pihak-pihak pada tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan
48 Ibid., hlm. 23
49 Ibid.
44
yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan
hakim harus dapat menguji kebenaran tersebut dengan alat bukti yang ditemukan
50
dalam undang-undang”.
hakim dapat terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. Hakim
peradilan pidana dalam hal beban pembuktian yakni penuntut umum yang
bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya
oleh penuntut umum sesuai dengan cara-cara yang ditentukan dalam undang-
undang. Sanggahan, bantahan dan eksepsi harus berdasarkan hukum dengan saksi
yang meringankan atau alibi yang sesuai dengan fakta yuridis. Pembuktian berarti
sebuah penegasan, yang berarti ketentuan tindak pidana lain harus dijatuhkan
50 Ibid, hlm. 21
45
kepada terdakwa. “Dengan surat dakwaan penuntut umum yang bersifat alternatif
pengadilan maka kesalahan yang terbukti adalah dakwaan pengganti. Berarti apa
terdakwa adalah sifat suatu kasus yang pembuktiannya dirasakan sangat sulit,
tersebut”. Para penyelenggara negara yang terlibat suatu kasus seringkali berada
51 Ibid., hlm. 22
52 Ibid., hlm. 26
46
“penyidik kurang mampu dan kurang kreatif dalam mencari bukti terjadinya
53
perkara korupsi”.
Pada mulanya pencucian uang bukanlah suatu tindak pidana, tapi hanya
sebagai perbuatan melawan hukum untuk menghindari pajak. Pada tahun 1986
pencucian uang menjadi suatu perbuatan kriminal di Amerika dan kemudian diikuti
pertama kali dikenal di Amerika pada tahun 1930an yang merujuk pada tindakan para
mafia yang memproses uang hasil kejahatannya untuk dicampur dengan kekayaan
hasil bisnis yang sah. Menurut Michael A. De Feo yang dikutip oleh Yenti Garnasih,
“istilah money laundering berasal dari kegiatan para mafia yang membeli perusahaan-
mencampur hasil kejahatan mereka yang berasal dari hasil pemerasan, penjualan
54
ilegal minuman keras, perjudian dan pelacuran”.
penting berkaitan dengan asas legalitas dalam hal ini lex certa, yaitu nullum
crimen sine lege stricta atau tiada suatu kejahatan tanpa adanya suatu peraturan
yang jelas dan terbatas. Hal ini juga menyiratkan bahwa ketentuan tindak pidana
harus dirumuskan secara jelas dan limitatif atau terbatas, tidak bersifat karet demi
menunjukkan rumusan delik, selain itu juga paling tidak menunjukkan siapa yang
55
dimaksud sebagai pelaku, dan unsur-unsur objektif serta subjektifnya”.
transaction, amd other illegal sources into legitimate channels so that is original
56
source cannot be traced.”
butir a bahwa “pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-
unsur tindak pidana sesuai dengan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
Pasal 3
55 Ibid., hlm. 47
56 Yunus Husein, Pencegahan Dan Pemberantasa Tindak Pidana Pencucian Uang di
Indonesia, Makalah disampaikan dalam lokakarya terbatas tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
oleh Financial Club, Graha Niaga, Lantai 28, Jakarta, tanggal 5-6 Mei 2004, hlm. 8
48
Pasal 4
Pasal 5
dana yang diperoleh secara tidak sah (illicit funds). Dengan menggunakan cara
tertentu dan membuat dana bergerak secara leluasa di tengah masyarakat tanpa
serta tindakan hukum lain. Praktek pencucian uang dimulai dari dana yang tidak
sah (dirty money) atau disebut sebagai uang haram. “Pada umumnya uang
sebagai uang halal karena dua hal yaitu pertama melalui pengelakan pajak dan
kedua dilihat dari cara perolehannya melalui tindakan ilegal atau cenderung
57
sebagai hasil kejahatan”.
57 Ibid., hlm. 55
49
dari 24 (dua puluh empat) jenis predicate offences yang diatur dalam UU Nomor
Uang. “Diperkirakan uang yang dicuci di Indonesia pada umumnya berasal dari
tindak pidana korupsi, narkotika dan psikotropika. Maka untuk mencegah tindak
58
pidana korupsi namun juga ketentuan dalam tindak pidana pencucian uang”.
korupsi. Agar tindak pidana korupsi dapat diberantas maka sebaiknya bukan
hanya tindak pidana korupsi yang diberantas tetapi juga tindak pidana pencucian
uang. “Dengan pendekatan pencucian uang maka dana-dana hasil korupsi dapat
59
disita untuk dapat dikembalikan kepada kas negara”.
harus dapat diupayakan pencegahan terhadap lalu lintas uang yang berasal dari
60
perdagangan narkoba itu sendiri”.
58 Ibid.
59 Ibid.
60 Sutan Remy Sjahdeni, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2007), Cet. 2, hlm. 27
50
61 Ibid, hlm., 28
62 Yunus Husein, op.cit, hlm. 63-64
51
dan komplek. Berbagai hal dan pendorong terjadinya praktik ini mulai dari
birokrasi pemerintah, sistem perbankan hingga beratnya biaya sosial dan kesulitan
hidup yang dialami rakyat. Namun dari sejumlah faktor dapat diinventarisasi
63
dalam beberapa penyebab:
63
N.H.T Siahaan, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, (Jakarta: Jala Penerbit,
2008), hlm. 28
52
suatu peraturan bank dalam hal kerahasiaan atas nasabah dan data-
data rekeningnya menyebankan para pemilik dana gelap sulit dilacak.
metode. Pertama, adalah metode buy and sell conversion. Metode ini dilakukan
melalui transaksi barang dan jasa. Misalnya suatu aset dapat dibeli dan dijual
kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual secara lebih mahal dari
harga normal, selisih harga tersebut dibayar dengan uang illegal dan kemudian
dicuci dengan transaksi bisnis. Barang yang atau jasa tersebut dapat diubah
53
seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan
64
yang ada di suatu bank.
bagi para penghindar pajak (tax heaven money laundering centers) untuk
negara yang termasuk dalam dalam istilah tax heaven memang terdapat sistem
hukum perpajakan yang tidak terlalu ketat, terdapat sistem rahasia bank yang
sangat ketat, birokrasi bisnis yang cukup mudah untuk memungkinkan adanya
rahasia bisnis yang ketat serta pembentukan usaha trust fund. “Untuk mendukung
akuntan atau konsultan keuangan dan pegelola keuangan yang handal untuk
65
memanfaatkan segala celah yang ada di negara itu”.
ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan tau
pemanfaatan dari sesuatu hasil uang kotor. Hasil dari uang kotor itu dikonversi
secara transfer atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank atau
66
kotor tersebut. Demikian dikutip oleh Siahan dari Business News 2001”.
Pelaku tindak pidana pencucian uang yang bukan pelaku tindak pidana
asal atau sering disebut dengan modus orang ketiga adalah dengan menggunakan
mengatasnamakan orang ketiga atau orang lain lagi yang bisa menjadi orang ketiga
67
yang berlainan atau tidak sama dan tidak hanya satu orang saja”.
diketahui dan tidak tertera namanya. Dalam proses pencucian uang perbuatan
mengurangi dampak jejak di atas kertas asal mula uang atau aset, lapisan
penyedia jasa keuangan atau bank di negara lain dimana tempat-tempat tersebut
terdapat sistem kerahasiaan bank yang sangat ketat dan dilindungi. Ciri-ciri
68
modus ini adalah:
67 Tb. Irman S, Praktik Pencucian Uang Dalam Praktik dan Fakta, (Bandung: MQS
Orang ketiga hampir selalu nyata dan bukan hanya suatu nama alias
Dalam tindak pidana pencucian uang bukan hanya pelaku tindak pidana
uang saja sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang namun juga pelaku tindak
pidana asal (predicate crime) dapat bertindak sebagai pelaku tindak pidana
menghasilkan uang dari narkoba tersebut kemudian secara aktif uang tersebut
ditransaksikan ke dalam jasa keuangan, maka pelaku tindak pidana asal dalam hal
69
ini adalah juga pelaku tindak pidana pencucian uang”.
dikenakan kepada penerima hasil kejahatan tetapi juga kepada pembuat hasil
jika uang hasil kejahatan tersebut disimpan di suatu tempat dan tidak dimasukkan
70
merupakan tindak pidana pencucian uang.
69 Ibid.
70 Ibid.
56
pemeriksaan adalah:
adalah:
pencucian uang menurut pasal 73 UU PPTPPU memang sangat beragam. Hal ini
modus dan sistem kejahatan yang dipraktikkan oleh para pelaku pencucian uang
Pencucian Uang
Pasal 69
Pasal 77
diperoleh dari suatu usaha yang sah secara hukum, bukan berasal dari hasil suatu
tinda pidana. Ketentuan ini menyimpang dari Pasal 66 KUHAP tentang prinsip
“jaksa membuktikan” yakni prinsip hukum pidana yang menganut bahwa jaksa
71
tetap tidak menghilangkan hak jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 78
hakim Dengan perintah hakim agar harta kekayaan terdakwa tersebut disita jika
dalam pemeriksaan telah ditemukan bukti yang cukup kuat. Pemeriksaan tindak
pidana pencucian uang terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil
dari tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan
yang sah perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa sesuai
dengan ketentuan Pasal 79 ayat (1) yang berbunyi “Dalam hal terdakwa telah
dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan
yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa”.
73 Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2008, hlm. 288.
74 Ramelan, Reda Manthovani, Pailine David, Panduan Untuk Jaksa Penuntut Umum
Indonesia Dalam Penanganan Harta Hasil Perolehan Kejahatan, Australia Legal Development
Facility (LDF) dan Pusat Pendidikan Dan Latihan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, hlm. 150
60
tindak pidana ini maka diberlakukan lah pembalikan beban pembuktian yang
pencucian uang yang sulit terungkap, maka dalam perkembangan teori hukum
modern lahirlah apa yang dinamakan dengan teori hukum progresif yang lahir
dikutip oleh M. Syamsudin bahwa : “ilmu hukum tidak dapat bersifat steril dan
mengisolasi diri dari perubahan yang terjadi di dunia. Ilmu hukum normatif
76
pada abad ke 20 dengan segala perubahan dan perkembangannya” .
Berbeda dengan ilmu hukum yang berbasis pada teori positivistis yang
77
hukum justru menjadi safe heaven bagi koruptor”.
79
nila-nilai yang hidup di masyarakat”.
hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Peraturan yang buruk tidak harus
keadilan bagi rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan
interpretasi secara baru setiap kali terhadap suatu peraturan. “Namun demikian
yang berfungsi sebagai platform, karena tanpa adanya platform maka langkah
80
individual seorang pelaku hukum menjadi liar dan sewenang-wenang”.
pencucian uang sebagaimana yang diatur pada Pasal 77 UU No. 8/2010 adalah
keadilan namun tetap berpijak pada peraturan yang menjadi aturan pelaksanaan
pelaku hukum.