Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling
sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar
didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam
sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan
mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, mendapatkan angka
9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka
sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)

Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA,


radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu
tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang
mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 %
dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak
akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika
kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap
mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih
lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan
menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi
atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan
obstruksi pada jalan nafas.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan


pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan

1
berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh
secara bio-psiko-sosial-spiritual.

Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat
diturunkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang
diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah
penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi
mencakup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak
tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan Kejang Demam


Kompleks pada anak, akan melakukan pendekatan kepada keluarga dan
memberikan pendidikan kesehatan tentang cara mencegah kejang demam
berulang dengan cara mengompres hangat jika demam, sebagaimana kejang
dapat terjadi apabila demam tinggi yang mencapai >38˚ C dan memberikan
pendidikan kesehatan kepada orang tua tentang cara mencegah kejang demam
dan menangani anak yang mengalami kejang di rumah.

B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada
anak.
2. Tujuan khusus : Untuk mengetahui;
a. Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak
c. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.
e. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang
demam.

2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi dan Fisiologi Yang Terganggu


Menurut Pearce (2006), anatomi fisiologi sistem neurologis yaitu :
1. Otak
Otak terdiri dari otak besar yaitu disebut cerebrum, otak kecil
disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem.Beberapa
karakteristik khas otak orang anak yaitu mempunyai berat lebih kurang 2
% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebanyak 20 % dari
cardiac output dan membutuhkan kalori sebesar 400 kkal setiap hari.
Otak mempunyai jaringan yang paling banyak menggunakan
energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa.Kebutuhan
oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh
metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa
periode istirahat yang berarti.Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam
jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf
akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi
bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut
struktural subkortikal.Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang
berfungsi untuk mengenal,interpretasi inpuls sensorik yang diterima
sehingga individu merasakan,menyadari adanya suatu sensasi rasa/indera
tertentu.Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori
sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup.Korteks motorik
berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.
Struktur Sub Kortikal :
a. Basal ganglia, melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan
mengkoordinasi gerakan dasar,gerakan halus atau gerakan trampil dan
sikap tubuh.
b. Talamus, merupakan pusat rangsang nyeri.

3
c. Hipotalamus, pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem syaraf
otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting. Seperti
makan,minum,seks,dan motivasi.
d. Hipofise, bersama hipotalamus mengatur kegiatan sebagian besar
kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium
cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis.Hemisperium
cerebri terbagi hemisper kanan dan kiri.Hemisper kanan dan kiri ini
dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum.Hemisper cerebri
dibagi menjadi lobus - lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang
diatasnya,yaitu:
a. Lobus Frontalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis
b. Lonbus Parietalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
parietalis
c. Lobus Occipitalis,bagian cerebrum yang berada dibawah tulang
occipitalis
d. Lobus Temporalis,bagian cerebrum yang berada di bawah tulang
temporalis.

Cerebelum (otak kecil) terletak di bagian belakang kranium


menempati fosa cerebri posterior dibawah lapisan durameter tentorium
cerebelli.Dibagian depannya terletak batang otak.Berat cerebellum sekitar
150 gr atau 88 % dari berat batang otak seluruhnya.Cerebellum dapat
dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
Vermis.Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan
gerakan – gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan
sempurna.
Batang otak atau brainstern terdiri atas diencephalon, mid
brain,pons dan medulla oblongata merupakan tempat berbagai macam
pusat vital seperti pusat pernapasan,pusat vasomotor, pusat pengatur
kegiatan jantung dan pusat muntah.

4
2. Medula Spinalis
Medula spinalis merupakan perpanjangan modulla oblongata ke
arah kaudal di dalam kanalis vertebralis cervikalis I memanjang hingga
setinggi cornu vertebralus lumbalias I-II.Terdiri dari 31 segmen yang
setiap segmenya terdiri dari satu pasang saraf spinal.Dari medulla spinallis
bagian cervical keluar 8 pasang,dari bagian thorakal 12 pasang,dari bagian
lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar
1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak,medula spinalis pun
terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal
dari benturan atau cedera.
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-
bagian substansi grissea dan substansia alba.Substansia grissea ini
mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna
dorsalis,columna lateralis dan columna ventralis.Massa grissea dikelilingi
oleh substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut – serabut
saraf yang diselubungi oleh myelin.Substansi alba berisi berkas-berkas
saraf yang membawa impuls sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju
sistem saraf 13 pusat (SSP) dan impuls motorik sistem saraf pusat (SSP)
menuju sistem saraf tepi (SST).Substansia grissea berfungsi sebagai pusat
koordinasi yang berpusat di medula spinalis. Di sepanjang medula spinalis
terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang
disebut jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut
sebagai jaras desenden.Substansia alba berisi berkas-berkas saraf yang
berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi otak ke
otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansi grissea
berfungsi sebagai pusat koordinasi reflek yang berpusat di medulla
spinalis.
Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf pusat yang bukan
medulla spinalis,pusat koordinasi tidak disubstansi grisea medulla
spinalis.Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di substansi alba
medula spinalis berjalan menyilang garis tengah.Impuls sensorik dari

5
tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan
sebaliknya.Demikian juga dengan impuls motorik.Seluruh impuls motorik
dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan
menyilang.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang
berasal dari korteks serebri atau batang otak yang seluruhnya(dengan serat
saraf – arafnya ada di dalam sistem saraf pusat.Lower Motor
Neuron(LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem
saraf pusat tetapi serat-serat sarafnyakeluar dari sistem saraf pusat dan
membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka.Gangguan fungsi
UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka,tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda sifat dengan kelumpuhan LMN.Kerusakan
LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang lemas ketegangan otot (tonus)
rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot
rangka(hiporefleksia).Pada kerusakan UMN,otot lumpuh (paralisa/paresa)
dan kaku(rigid),ketegangan otot tinggi (hiperrefleksia). Berkas UMN
bagian internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini
tiba di medulla spinalis.Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap
dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang,sehingga kerusakan
UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot
sisi yang berlawanan. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem
saraf pusat adalah sebagai pusat refleks.Fungsi tersebut diselenggarakan
oleh substansi grisea medula spinalis.Refleks adalah jawaban individu
terhadap rangsang melindung tubuh terhadap berbagai perubahan yang
terjadi baik di lingkungan eksternal.Kegiatan refleks terjadi melalui suatu
jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.
Fungsi medula spinalis:
1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau
kornu ventralis.
2) Mengurus kegiatan refleks spinalis dan reflek tungkai

6
3) Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum
4) Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Fungsi Lengkung Reflek :


a. Reseptor : penerima rangsang
b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat(ke pusat refleks)
c. Pusat Refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis :
substansia grisea ) tempat terjadinya sinap(hubungan antara neuron
dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel
efektor. Bila sel efektornya berupa otot,maka eferen disebut juga
neuron motorik (sel saraf/penggerak)
e. Efektor : sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai
jawaban refleks.Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau
otot rangka),sel kelenjar.

3. Sistem Saraf Tepi


Kumpulan neuron di luar jaringan otak dan medula spinalis
membentuk sistem saraf tepi(SST). Secara anatomik di golongkan ke
dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal.
Secara fungsional,SST di golongkan ke dalam :
a. Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari
kulit,otot rangka dan sendike sistem saraf pusat
b. Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem
saraf pusat ke otot rangka
c. Saraf sensorik (aferen) viseral : membawa informasi dari dinding
visera ke sistem saraf pusat
d. Saraf motorik (aferen) viseral : membawa informasi dari sistem
saraf pusat ke otot polos,otot jantung dan kelenjar.

7
e. Saraf eferen viseral di sebut juga sistem saraf otonom.Sistem saraf
tepi terdiri atas saraf otak ( s.kranial) dan saraf spinal.

B. Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh
diatas 38,4ºC tanpa disertai infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit pada anak diatas usia 1 bulan, tanpa riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya (Partini, 2013 : 65).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal > 380C) yang disebabkan oleh suatu proses di luar otak. Kejang
demam terjadi pada 2-4 % anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam ( Hartono, 2011 : 193 – 194 ).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling
sering dijumpai pada anak terutama pada golongan anak berumur 6 bulan –
4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam (Ngastiyah, 2014).

C. Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu:
1. Faktor genetika; memegang penting untuk terjadinya kejang demam 25-
50% anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang
pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.
2. Infeksi;
a) Bakteri : seperti penyakit traktus respiratorius (pernapasan),
pharyngitis (radang tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis
media (infeksi telinga).
b) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue

8
3. Demam ; kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada
waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi
4. Gangguan metabolisme; hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
5. Trauma
Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan
menjadi:
1. Intrakranial meliputi:
a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler.
b. Infeksi: bakteri, virus, parasit
c. Congenital: disgesenis, kelainan serebri
2. Ektrakranial meliputi:
a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
b. Toksik: intoksikasi, anestesi lokal, sindrom putus obat
c. Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan
dan kekurangan piridoksin.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati
(2016) yaitu:
1. Kejang demam mempunyai insiden pada anak yaitu 3-4%
2. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak pada laki-
laki
3. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi
diluar susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis dan
sebagainya
4. Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
5. Takikardi pada bayi, frekuensi sering diatas 150-200 kali /menit

9
E. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glucose, sifat proses itu adalah
oxidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi
dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari
patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang
anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan
orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion
K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya
kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.

10
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai
apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
( Hidayat, 2009 )

11
F. Pathway

12
G. Komplikasi
Kompilkasi kejang demam menurut (Waskito, 2013 dalam Wulandari &
Erawati, 2016) yaitu:
1. Kerusakan neurotransmiter (lepasnya muatan listrik sedemikian
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membran sel
yang menyebabkan kerusakan pada neuron)
2. Epilepsi (kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan)
3. Kelainan anatomis diotak (lebih banyak terjadi pada anak berumur 4-5
bulan)
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
5. Kemungkinan mengalami kematian

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Widodo (2011) pemeriksaan penunjang kejang demam yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium; tidak secara rutin tetapi untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam. Mengecek darah perifer, elektrolit,
dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D)
2. Fungsi lumbal; pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau meningkatkan kemungkinan meningitis. Resiko
terjadinya meningitis bilateralis adalah 0,6 – 6,7 %. Dianjurkan pada
bayi : a) bayi < 12 bulan sangat dianjurkan; b) bayi 12-18 bulan
dianjurkan; c) anak umur >18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal.
3. Elektroencefalografi; dilakukan pada kejang demam yang tidak khas,
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang
fokal.
4. Pencitraan foto X-ray kepala dan CT-scan atau MRI; dilakukan hanya
atas indikasi seperti: a) kelainan neurologic fokal menetap
(hemiparesis); b) paresis nervus VI dan; c) papilaedema.

13
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah, 2014) yaitu:
1. Penatalaksanan medis
a. Bila pasien datang dalam keaadaan kejang, obat pilihan utama yaitu
diazepam untuk memberantas kejang secepat mungkin diberikan
secara intravena
b. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteriod dengan dosis
20-30 mg/BB/hari dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid
misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam
2. Penatalaksanaan keperaawatan
a. Baringkan pasien ditempat rata, kepala dimiringkan
b. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien
c. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
d. Jangan memesang sudip lidah, karena resiko lidah tergigit kecil. Dan
dapat membatasi jalan napas
e. Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat
f. Pemberian oksigen untuk mencukuri perfusi jaringan
g. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian kejang demam yaitu:
1. Data Subyektif
a) Biodata/identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
b) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak, ada tidaknya demam yang
menyertai kejang.
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
morbili, dan lain-lain.
c) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalam serangan kejang ini, ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang
selaput otak, OMA, dan lain-lain.
d) Riwayat kehamilan dan persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama
hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan, atau dengan
tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia, dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
e) Riwayat imunisasi

15
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapatkan imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.
f) Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan, yang meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-
lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
g) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang
demam mempunyai faktor keturunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang
dapat mencetuskan terjadinya kejang demam?
h) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebaya?

2. Data Obyektif
a) Pemeriksaan umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan

16
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
3. Risiko infeksi berhubungan denganpenurunan imunitas tubuh
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh
berhubungan keperawatan selama sesering mungkin
dengan proses 2x24 jam diharapkan 2. Monitor warna kulit
infeksi tidak terjadi hipertermi 3. Monitor tekanan
atau peningkatan suhu darah, nadi dan RR
tubuh dengan kriteria 4. Monitor penurunan
hasil: tingkat kesadaran
a. Suhu tubuh dalam 5. Tingkatkan sirkulasi
rentan normal (36,5- udara dengan
37oC) membatasi
b. Nadi dalam rentan pengunjung
normal 80-120x/menit 6. Berikan cairan dan
c. RR dalam rentan elektrolit sesuai
normal 18-24x/menit kebutuhan
d. Tidak ada perubahan 7. Menganjurkan
warna kulit dan tidak menggunakan pakaian
ada pusing. yang tipis dan
menyerap keringat
8. Berikan edukasi pada

17
keluarga tentang
kompres hangat
dilanjutkan dengan
kompres dingin saat
anak demam
9. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
penurun panas
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan
cedra tindakan keperawatan lingkungan yang
berhubungan selama 2x24 jam aman untuk
dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien
otot ekstermitas menjadi aktual dengan 2. Identifikasi
kriteria hasil: kebutuhan dan
a. Tidak terjadi keamanan pasien
kejang 3. Menghindarkan
b. Tidak terjadi lingkungan yang
cedra berbahaya
4. Memasang side
rail tempat tidur
5. Menyediakan
tempat tidur yang
nyaman dan
bersih
6. Membatasi
pengunjung
7. Memberikan
penerangan yang
cukup
8. Menganjurkan

18
keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang
penyakit kepada
keluarga.
3. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung
penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan
imunitas tubuh terkontrol, status imun lingkungan pasien
adekuat secara benar setiap
KRITERIA HASIL : setelah digunakan
a. Bebas dari tanda pasien
dangejala infeksi. 3. Cuci tangan
b. Keluarga tahu tanda- sebelum dan
tanda infeksi. sesudah
c. Angka leukosit merawat pasien, dan
normal (9000– ajari cuci tangan
12.000/mm3) yang benar
4. Anjurkan pada
keluarga untuk
selalu menjaga
kebersihan klien
5. Tingkatkan
masukkan gizi yang
cukup
6. Tingkatkan masukan
cairan yang cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara

19
menghindari infeksi
serta tentang tanda
dan gejala infeksi
dan segera untuk
melaporkan
keperawat
kesehatan
9. Pastikan penanganan
aseptic semua
daerah IV (intra
vena)
10. Kolaborasi dalam
pemberian therapi
antibiotik yang
sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat
sesuai aturan.
.
4. Setelah di lakukan 1. Informasi keluarga
tindakan keperawatan tentang kejadian
selama 2x24 jam kejang dan dampak
keluarga mengerti masalah, serta
Kurangnya maksud dan tujuan beritahukan cara
pengetahuan dilakukan tindakan perawatan dan
keluarga tentang perawatan selama pengobatan yang
penanganan kejang.kriteria hasil : benar.
penderita selama a. Keluarga mengerti 2. Informasikan juga
kejang cara penanganan tentang bahaya yang
berhubungan kejang dengan dapat terjadi akibat
dengan kurangnya b. Keluarga tanggap dan pertolongan yang
informasi. dapat melaksanakan salah.

20
peawatan kejang. 3. Ajarkan kepada
c. Keluarga mengerti keluarga untuk
penyebab tanda yang memantau
dapat menimbulkan perkembangan yang
kejang. terjadi akibat kejang.
4. Kaji kemampuan
keluarga terhadap
penanganan kejang.

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di
jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering
dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi
sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak
akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang,
anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1
menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan
pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di
inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah
sedini mungkin.

B. Saran
1. Untuk mahasiswa
Mahasiswa harus lebih memperdalam ilmu pengetahuan
sertaketerampilan dengan cara terus membaca dan berlatih agar kualitas
asuhan yang diberikan pada klien lebih baik.
2. Untuk Pihak Akademik
Pihak Akademik diharapkan dapat menyediakan buku sumber yang lebih
lengkap untuk mempermudah mahasiswa mencari literatur yang
diperlukan dalam meningkatkan ilmu pengetahuannya, terutama buku
sumber yang berkaitan dengan kasus kejang demam.

22

Anda mungkin juga menyukai