Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit menular tersebut adalah Severa Acute Respiratory


Syndrome (SARS) atau sindrom pernapasan akut berat. SARS merupakan suatu
infeksi saluran pernapasan bawah yang disebabkan oleh Coronavirus. Dimana
sepuluh hari terakhir penderita mempunyai riwayat kontak erat dengan seseorang
yang telah didiagnosis sebagai penderita SARS atau melakukan perjalanan ke
tempat yang dilaporkan sebagai daerah fokus penularan SARS atau tinggal di
daerah terjangkit (Affected Area) SARS.

Sejak bulan Februari 2003 dalam waktu singkat penyakit ini telah menyebar
dari Cina daratan ke Hongkong kemudian ke tempat lain di dunia dan
menimbulkan kepanikan diberbagai tempat. Sejak pertama kali dilaporkan sampai
tanggal 2 Juli 2003, World Health Organization (WHO) telah mencatat 8442
kasus di 30 negara dengan kematian sebanyak 812 kasus dengan Case Fertility
Rate (CFR) 9,6% (WHO, 2003).

WHO melaporkan negara-negara terjangkit SARS yaitu Australia, Belgia,


Brazil, Cina, Hongkong, taiwan Prancis, Jerman Italia, Irlandia, Rumania,
Spanyol, Switzerland, United Kingdom, Amerika Serikat, Thailand, Singapura,
Malaysia, Vietnam dan negara lainnya.

Menurut data dari Departemen Kesehatan RI 2003, di Indonesia sampai


dengan 16 Juni 2003 jumlah orang yang berobat di Indonesia karena khawatir
dirinya menderita SARS atau diduga SARS 112 orang. Setelah diperiksa, dari
jumlah ini ada 103 orang dipastikan bukan penderita SARS. Dari 9 orang tersebut
diperoleh 7 kasus suspek SARS, terdiri dari 3 wanita dan 4 pria yang berusia
antara 20 – 57 tahun dan 2 kasus probable SARS. Sebanyak 5 orang kasus suspek
di antaranya pernah berkunjung ke Singapura dan 2 orang pernah berkunjung
RRC. Mereka berdomisili di Jakarta, Depok dan Tanggerang sedangkan 2 kasus
probable SARS terdiri dari 2 pria masing-masing berusia 47 tahun (WNA)
berdomisili di Tanggerang dan telah kembali ke Hongkong dan berusia 65 tahun
(WNI) berdomisili di Medan, keduanya baru kembali dari Singapura saat
menderita SARS. Sebanyak enam kasus suspek SARS dirawat di RSPI Prof. Dr.
Sulianti Saroso Jakarta dan satu kasusdi RSUP H. Adam Malik Medan. Dari dua
kasus probable SARS seorang dirawat RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta dan
seorang perawat di RSUP H. Adam malik Medan.

Coronavirus yang merupakan penyebab dari SARS ini disinyalir telah


bermutasi menjadi Novel Corona Virus (nCoV) yang dapat menimbulkan gejala
mirip Coronavirus. Virus ini pertama kali ditemuakan di Arab Saudi.

Menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Kementrian Kesehatan, Prof. Tjandra Yoga Aditama sejak September 2012 hingga
1 Mei 2013, WHO sudah menerima laporan jumlah total kasus nCoV sebanyak 24
kasus, dimana 16 kasus meninggal dunia dengan total Case Fertility Rate (CFR)
mencapai 66,7% dengan kategori cukup tinggi.

Sehubungan dengan merebaknya kasus virus nCoV di Arab Saudi, melalui


Kementrian Kesehatan RI telah memberikan surat edaran Nomor
HK.03.03/D/II.1/1027/2003 tersebut intinya adalah tentang langkah-langkah
peningkatan kewaspadaan nCoV yang harus dilakukan di seluruh Dinas
Kesehatan, Rumah Sakit dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) seluruh
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah sindrom pernafasan


akut berat yang merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia yang
sampai saat ini belum diketahui pasti penyebabnya (DepKes 2003). Menurut Chen
& Rumende (2006); Poutanen et al. (2003) SARS merupakan penyakit infeksi
saluran nafas akut berat pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh virus
corona (Coronavirus) dengan sekumpulan gejala klinis yang sangat berat. Dalam
literature lain disebutkan pula bahwa SARS adalah sekumpulan gejala sakit
pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus (Zhang et
al. 2006).

2.2 Epidemiologi
SARS diduga berasal dari Propinsi Guangdong di Cina daratan, muncul
dan menyerang manusia sekitar bulan November 2002. Pada bulan Juli 2003
dilaporkan adanya penderita yang mengalami radang paru yang atipikal dan
sangat gawat serta tingkat penularannya tinggi. Dilaporkan juga penyakit ini telah
menjangkiti sekitar 305 orang dan menyebabkan 5 diantaranya tewas. WHO
melaporkan bahwa 30% kasus SARS terjadi pada petugas kesehatan, yang terjadi
karena kontak pada saat merawat penderita. Di samping itu risiko penularan dapat
terjadi pada penderita lain yang sedang dirawat di rumah sakit, anggota keluarga
yang tinggal satu rumah, orang yang menjaga penderita maupun tamu penderita
(DepKes RI 2003b).

SARS terbawa keluar dari Guangdong ke Hongkong pada tanggal 21


februari 2003 oleh seorang dokter yang telah merawat pasien dengan gejala mirip
flu di tempat kerjanya. Setelah saat itu infeksi semakin meluas ke penjuru Cina
dan Hongkong yang pada akhirnya meluas hingga ke Vietnam dan Canada.
Penularan SARS pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (World
Health Organization/WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke seluruh dunia
adanya suatu penyakit yang disebutnya sebagai sindrom pernapasan akut parah
(severe acute respiratory syndrome/SARS) (WHO 2003c). Penyakit ini
digambarkan sebagai radang paru (pneumonia) yang berkembang secara cepat,
progresif dan seringkali bersifat fatal, dan diduga berawal dari suatu propinsi di
Cina Utara yaitu propinsi Guangdong. Pada saat pengumuman WHO ini
dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah menyerang beberapa negara
seperti Cina, Hongkong, Vietnam, Singapura dan Canada (Poutanen et al. 2003).
Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi di 6 wilayah yaitu: Canada, Cina daratan (yang
berasal dari Guangdong kemudian menyebar ke beberapa kota besar, Taiwan dan
Hongkong), Singapura dan Vietnam. Setelah itu SARS diketahui menyebar ke
lebih dari 20 tempat lain di dunia mengikuti rute penerbangan (WHO 2003c).

Di Indonesia sampai dengan 16 Juni 2003 jumlah orang yang berobat di


Indonesia karena khawatir dirinya menderita SARS atau diduga SARS sebanyak
112 orang. Setelah diperiksa, dari jumlah ini ada 103 orang dipastikan bukan
menderita SARS. Dari 9 orang tersebut diperoleh 7 Kasus suspect SARS terdiri
dari 3 wanita dan 4 pria yang berusia antara 20 - 57 tahun dan 2 kasus probable
SARS. Sebanyak 5 orang kasus suspect diantaranya pernah berkunjung ke
Singapura dan 2 orang pernah berkunjung ke RRC. Mereka berdomisili di Jakarta,
Depok dan Tangerang. Sedangkan 2 kasus probable SARS terdiri dari 2 pria
masing-masing berusia 47 tahun (WNA) berdomisili di Tangerang dan telah
kembali ke Hongkong dan berusia 65 tahun (WNI) berdomisili di Medan,
keduanya baru kembali dari Singapura saat menderita SARS. Sebanyak 6 kasus
suspect SARS dirawat di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta dan 1 kasus di
RSUP Adam Malik. Dari 2 kasus probable SARS seorang dirawat di RSPI Prof.
Dr. Sulianti Saroso dan seorang dirawat di RSUP Adam Malik Medan (Depkes RI
2003b). Sampel darah dan usapan tenggorok dari pasien suspect SARS dan
probable SARS, dikirim dan diperiksa di laboratorium CDC Atlanta dan
semuanya menunjukkan hasil negatif untuk virus Corona. Selain dilakukan uji
konfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium, dilakukan pula investigasi atau
pelacakan kontak terhadap kasus suspect dan probable SARS serta kasus yang
diduga SARS dan dilakukan manajemen kontak berupa penyuluhan dan
surveilans (DepKes RI 2003).

2.3 Etiologi

Saat ini penyebab penyakit SARS sudah dapat diketahui, yaitu berupa infeksi
virus yang tergolong dalam genus coronavirus (CoV). CoV SARS biasanya tidak
stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini dapat bertahan berhari-hari
pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan viabilitasnya dengan
baik bila masih berada di dalam feces.
CoV SARS tersebut merupakan tipe baru dari coronavirus telah diidentifikasi
sebagai penyebab SARS. SARS coronavirus (SARS CoV) secara resmi telah
dideklarasikan oleh WHO sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-CoV
mempunyai patogenesis yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan
pada bagian atas dan bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis
(WHO, 2003).
Kata “Corona” berasal dari bahasa Latin yang artinya “crown” atau
mahkota. Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya “Protein S” yang berupa
sepatu, sehingga dinamakan “spike protein”, yang tersebar disekeliling
permukaan virus. “Protein S” inilah yang berperan penting dalam proses infeksi
virus terhadap manusia. Coronavirus adalah virus RNA yang besar dan
berselubung.

Gambar. Model Struktur Coronavirus


Sifat Coronavirus
Coronavirus adalah virus yang berbentuk bulat dan berdiameter sekitar 100-120
nm. Virus ini memiliki RNA positif sebagai genomnya, dan biasanya sering
disebut virus RNA. Mutasi virus terjadi pada saat replikasi dan virus RNA
bermutasi sekitar 1 juta kali lebih cepat dari pada virus DNA. Panjang genom
Coronavirus berkisar antara 27 sampai 32 kb. Nukleokapsid heliks mempunyai
diameter 9-11 nm. Genom ini membentuk protein-protein pembentuk tubuh virus
seperti fosfoprotein N, glikoprotein M, protein E, protein S, dan glikoprotein HE,
dan protein-protein atau enzim-enzim yang perlu untuk replikasi virus itu
sendiri. Karakteristik yang menonjol dari virus ini adalah dapat menyebabkan
salesma dan sindrom pernafasan akut berat (SARS).
Virus ini tidak stabil di udara dan hanya mampu hidup selama 3 jam sehingga
kecil sekali kemungkinan penularan lewat udara. Kemungkinan besar penularan
virus ini adalah lewat bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kepada orang
yang dekat dengannya.

Replikasi Coronavirus
Kebanyakan Coronavirus hanya menginfeksi sel dari spesies induknya dan
spesies yang berhubungan dekat dengan induknya. Pada sel induk tersebut,
Coronavirus hanya bisa berkembang-biak pada jaringan tertentu saja. Artinya, sel
dan jaringan untuk perkembangbiakan virus ini sangat spesifik. Kespesifikan ini
ditentukan oleh sifat dan distribusi molekul reseptor dari pihak sel dan variasi
sekuen “Protein S” dari pihak virus itu sendiri.

Gambar. Replikasi Coronavirus


Replikasi Coronavirus berlangsung di sitoplasma sel dan virus ini juga bisa
berkembangbiak di sel yang sudah diambil nukleusnya (enucleated cells).

Mutasi Coronavirus
Mutasi virus RNA, tidak hanya Coronavirus, biasanya terjadi pada saat
proses replikasi RNA. Pada proses ini, RNA negatif disintesa dari RNA positif
atau sebaliknya. Sintesa ini dilakukan oleh enzim RNA polimerase dan sekuen
RNA yang disintesa adalah yang komplemen dengan templet.
Pada saat sintesa RNA ini, RNA polimerase terkadang salah baca sehingga yang
terbentuk bukanlah sekuen yang komplemen dengan templat. Alhasil, sekuen
yang terbentuk adalah yang sudah termutasi.
Untuk virus DNA, dimana yang berperan adalah DNA polimerase,
kesalahan yang sama juga terjadi. Tatapi kesalahan ini bisa diperbaiki, karena
untuk replikasi DNA ada enzim exonuclease yang berfungsi sebagai “proof-
reading” atau “error correction”.Artinya, kalauada sekuen yang disintesa tidak
komplemen dengan template, enzim exonulease ini akan membuang sekuen
terebut, dan baru kemudian proses sintesa jalan kembali.
Perbedaan inilah sebenarnya yang menyebabkan virus RNA, yang di
dalamnya termasuk Coronavirus, bermutasi jauh lebih cepat daripada virus
DNA. Hasil analisa tim dari The Centers for Disease Control and protein-protein
yang membentuk tubuh Coronavirus penyebab SARS jauh berbeda dengan
Coronavirus yang diketahui selama ini, baik dibandingkan dengan virus yang
menginfeksi manusia maupun binatang. Berdasarkan antigennya Coronavirus
dibagi atas tiga kelompok. Lebih terperinci lagi, hasil analisa gen dan asam amino
pembentuk protein N, protein S, dan protein M menunjukan bahwa Coronavirus
SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, Coronavirus yang menjadi
penyebab SARS adalah jenis Coronavirus yang baru yang merupakan hasil dari
mutasi. Dan virus ini diberi nama virus SARS.
Transmisi
Cara penularan CoV SARS yang utama adalah melalui kontak langsung
membran mukosa (mata, hidung, mulut) dengan droplet pasien yang terinfeksi.
Selain itu, berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi,
suction, dan ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena
kontaminasi alat yang digunakan, baik droplet maupun materi infeksius lain
seperti partikel feses dan urin.
Pada penelitiannya, Ignatius et al (2004) menemukan bahwa penyebaran
virus SARS ternyata bisa diperantarai oleh udara (airborne transmission), hal
inilah yang menyebabkan community outbreak pada SARS di Hongkong dan
Toronto (USA).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) bersama-sama dengan Departemen
Kesehatan Cina telah menemukan bukti yang kuat bahwa virus SARS memiliki
kaitan sangat kuat dengan musang, setelah melakukan penelusuran ke pasar-pasar
hewan dan restauran setempat yang menjual makanan hasil laut dan berbagai
satwa liar. Hasil surveilans di Cina menunjukkan bahwa virus SARS berhasil
diisolasi dari feses dan urin musang yang dipelihara dan diperjual-belikan di
pasar-pasar hewan (CDC, 2004). Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya
virus pada kelelawar dan anjing. Kelelawar merupakan inang yang ideal bagi
virus, kemungkinan manusia melakukan kontak dengan virusnya melalui kotoran
kelelawar atau mereka mengkonsumsi binatang yang makanan utamanya
kelelawar. Lewat cara inilah kemungkinan virus SARS di Asia melakukan
lompatan kepada inang barunya, yakni manusia.

2.4 Klasifikasi
Secara proporsional ada dua definisi kasus SARS, yaitu “suspect” dan
“probable” sesuai kriteria WHO. Terdapat dua pengertian dari suspect SARS yang
pertama adalah seseorang yang menderita sakit dengan gejala: demam tinggi
(>38OC), dengan satu atau lebih gangguan pernafasan, yaitu; batuk, nafas pendek
dan kesulitan bernafas, serta satu atau lebih keadaan berikut: a). dalam 10 hari
terakhir sebelum sakit, mempunyai riwayat kontak erat dengan seseorang yang
telah didiagnosis sebagai penderita SARS, b). dalam 10 hari terakhir sebelum
sakit, melakukan perjalanan ke tempat terjangkit SARS, dan c). penduduk dari
daerah terjangkit. Kedua, suspect SARS adalah seseorang yang meninggal dunia
sesudah tanggal 1 Nopember 2002 karena mengalami gagal nafas akut yang tidak
diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk mengetahui
penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang tersebut mengalami salah
satu atau lebih kondisi dibawah ini, yaitu: a). Kontak erat dengan seseorang yang
telah didiagnosa suspect atau probable SARS, b). Riwayat berkunjung ke
tempat/negara yang terkena wabah SARS, c). Bertempat tinggal /pernah tinggal di
tempat/negara yang terjangkit wabah SARS (WHO 2003a). Probable SARS
adalah kasus suspect ditambah dengan gambaran foto toraks yang menunjukkan
tanda-tanda pneumonia atau respiratory distress syndrome, atau seseorang yang
meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas penyebabnya dan
ditemukan tanda patologis respiratory distress syndrome pada saat otopsi (WHO
2003a).

2.5 Patogenesis

SARS secara klinis lebih melibatkan saluran nafas bagian bawah


dibandingkan dengan saluran nafas dibagian atas. Pada saluran nafas bagian
bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena dibandingkan
trakea maupun bronkus.

Patogenesis SARS terdiri dari 2 macam fase :


1. Fase Pertama
Terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini melibatkan proses akut
yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini
dicirikan dengan adanya infiltrasi dari sel-sel inflamasi serta edema dan
pembentukan membran hialin.Membran hialin ini terbentuk dari endapan protein
plasma serta debris nucleus dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang
rusak. Dengan adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi
darah dan jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh
darah dapat masuk ke dalam ruang alveolus (efusi). Namun masih belum dapat
dibuktikan apakah kerusakan sel-sel paru tersebut diakibatkan karena efek toksik
dari virus tersebut secara langsung atau kerusakan tersebut terjadi karena
perantara sistem imun. Pada saat fase eksudatif ini dapat diamati dan diidentifikasi
RNA dan antigen virus yang terdapat pada makrofag alveolar.
Gambar. Fase Awal

2. Fase kedua
Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari). Fase ini
ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD yang terorganisir.
Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel skuamosa bronchial, bertambahnya
ragam sel dan fibrosis pada dinding lumen alveolus. Pada fase ini juga tampak
dominasi pneumosit tipe 2 dengan perbesaran nukleus dan nukleoli yang
eosinofilik. Selanjutnya juga ditemukan adanya sel raksasa dengan banyak
nucleus (multinucleated giant cell) dalam rongga alveoli. Sel raksasa tersebut
diduga merupakan akibat langsung dari VoC SARS, namun sumber lain
mengatakan bahwa hal tersebut bukan karena COV SARS namun disebabkan
karena proses inflamasi yang berat pada tahap DAD eksudatif.

Gambar. Fase kedua, DAD terorganisir


2.5 Manifestasi Klinis
Gejala prodormal
Masa inkubasi penyakit SARS antara 1-14 hari dengan rerata 4 hari. Gejala
prodormal yang timbul dimulai dengan adanya gejala-gejala sistemik yang non
spesifik, seperti :
1. Demam > 380C
2. Myalgia
3. Menggigil
4. Batuk non produktif
5. Nyeri kepala dan pusing
6. Malaise
Gejala-gejala tersebut merupaka gejala tipikal yang sering timbul pada penderita
SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul pada setipa pasien pada
beberapa kasus demam muncul dan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 4
hingga ke 7, tapi sama sekali tuidak menunjukkan adanya perbaikan pada pasien,
dan terkadang demam muncul kembali pada minggu ke 2.

Manifestasi Umum
Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan
namun beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.
1. Manifestasi Pernafasan
Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS, gejala gejala utama
yang timbul antara lain :batuk kering dan sesak nafas.
Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada Infeksi saluran nafas pada
umumnya, namun gejala tersebut mengalami perburuakan pada awal minggu
kedua. Dimana gejala sesak makin lama akan semakin berat dan mulai membatasi
aktifitas fisik pasien. Sebanyak 20-25% pasien mengalami progresi buruk kearah
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit
tipe 2 yang memproduksi surfaktan. Gejala lain yang mungkin timbul adalah
pneumotoraks dan penumo medistinum yang diakibatkan karena udara yang
terjebak dalam ringga dada, hal ini dilaporkan sebanyak 12% terjadi secara
spontan dan 20% timbul setelah pengunaan ventilator di ICU.
Penyebab kematian tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh ARDS
berat, kegagalan multiorgan, infeksi sekunder, septikemia, serta komplikasi
tromboembolik.

2. Manifestasi Pencernaan
Gejala yang timbul pada system pencernaan diduga disebabkan karena transmisi
penularan VoC SARS melalui oral. Gejala utamanya adalah diare. Pada kasus ini
didapati sebanyak 20% pasien SARS mengalami diare pada kedatangan pertama
dan 70% dari jumlah tersebut tetap mengalami gejala ini selama masa perjalanan
penyakitnya. Diare yang ditimbulkan biasanya cair dengan volume yang banyak
tanpa disertai darah maupun lendir. Pada kasus berat biasanya dijumpai
ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi karena penurunan cairan tubuh akibat
diare.
Pada beberapa kasus yang tidak disertai pneumonia, gejala diare ini adalah
satu-satunya gejala yang tampak, namun pada beberapa kasus lain dengan
pneumonia, diare mulai tampak pada mingu kedua sakit bersamaan dengan
timbulnya demam dan perburukan pada paru.

3. Manifestasi Lain
a. Sebanyak 25% pasien SARS mengalami peningkatan SGPT pada
kedatangan pertama. Belum bisa dipastikan penyebab peningkatan enzim
ini namun diduga peningkatan enzim ini disebabkan karena respon tubuh
terhadapa infeksi CoV SARS pada tubuh manusia bukan karena infeksi
spesisfik CoV pada hepar.
b. Dari seri kasus di Hongkong, sekitar 50% pasien mengalami hipotensi
selama masa perawatan di rumah sakit. Hipotensi iniu menyebabkan rasa
pusing pada pasien SARS.
c. Dari seri kasus di hongkong didapati sekitar 40% pasien mengalami
takikardi. Namun manifestasi kardiovaskuler pada SARS ini pada
umumnya tidak memerlukan terapi spesifik.
d. Beberapa kasus dilaporkan gejala epilepsi dan disorientasi pada pasien
SARS namun deficit neurologi fokal tidak pernah ditemukan. Meskipun
demikian tetap harus diwaspadai terhadapa kemungkinan manfestasi
SARS pada system saraf mengingat adanya laporan kasus yang
menunujukkan adanya status epileptikus pada pasien dengan disertai
penemuan CoV SARS pada CSS dengan kadar yang cukup signifikan.

2.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pada pemeriksaan fisik, didapat :
a. Auskultasi didapati ronki basal di paru
b. Hipotensi (sistolik <100 mmhg)
c. Petekie dan ekimosis, namun jarang.
d. Takikardi
e. Bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena
kekurangan oksigen)
Pemeriksaan darah, didapati :
a. Limfopenia <1000/mm3
b. Neutrofilia
c. Trombositopenia didapati pada 50% kasus SARS
Pemeriksaan Penunjang Lain
No Pemeriksaan Hasil yang ditemukan Klinis
1. Foto Thoraks Infiltrat di paru Pneumonia
2. CT-Scan Thoraks Konsolidasi ruang udara yang Bronchiolitis Obliterans
fokal maupun multi fokal organizing pneumonia
(BOOP)
3. Enzim SGPT Meningkat Belum diketahui

Pemeriksaan Spesifik
No Pemeriksaan Spesimen Waktu Keterangan
Pemeriksaan
1. RT-PCR Dahak, feces, Minggu kedua Sensivitas tinggi bia
darah perifer sakit dilakukan pada mingu
kedua
2. Deteksi Serum 6-10 hari sakit Sensivitas buruk bila
Antigen Virus dilakukan diawal
penyakit
3. Kultur Virus Dahak, darah, Awal penyakit Sensivitas semakin
feces, pada media menurun seiring dengan
VeroE6 atau perjalanan penyakit
FRhK-4
4. Deteksi Darah vena Awal minggu GOLD STANDART
Antibody CoV kedua
SARS (dengan
teknik ELISA0
5. TestDNA Darah 8 jam setelah Sensivitas tinggi
sequencing infeksi

2.7 Penatalaksanaan
Yang berperan dalam pentalaksanaan pada penderita SARS adalah status
penderita. Pada kasus pasiensuspect dan probable cases tindakan yang dilakukan
adalah:
a. Isolasi penderita di Rumah Sakit.
b. Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk
menyingkirkan pneumonia yang atipikal.
c. Pemeriksaan hitung lekosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi
hati, ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired
sera).
d. Saat dirawat berikan antibiotika untuk pengobatan pneumonia akibat
lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk penumonia atipikal.
e. Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat
ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa
steroid.
f. Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan
terjadinya aerolization seperti nebuliser dengan bronkodilator,
bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan.

Pada dasarnya, penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting


adalah terapi suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami
dehidrasi dan infeksi sekunder. Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum luas
sendiri merupakan sebuah tindakan pencegahan (profilaksis) untuk mencegah
infeksi sekunder.

Sedangkan menurut pedoman penanggulangan dan pentalaksanaan SARS


Departemen Kesehatan RI mengemukakan :
Penatalaksanaan Kasus Suspect SARS
a. Observasi 2 x 24 jam, perhatikan :
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Tanda Vital (Tekanan Darah, nadi, frekuensi nafas, suhu)
b. Terapi Suportif
c. Antibiotik : amoksilin atau amoksilin + anti B laktamase oral ditambah
makrolid generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin).

Probable SARS
A. Ringan/Sedang
1) Terapi suportif
2) Antibiotik
a. Golongan beta laktam + anti beta laktamase (iv) ditambah
makrolid generasi baru secara oral, atau
b. Sefalosporin generasi kedua atau ketiga (iv), atau
c. Flourokuinon respirasi (IV) : moxifloksasin, levofloksasin,
gatifloksasin.
B. Berat
1) Terapi Suportif
2) Antibiotik
a. Tidak ada faktor resiko infeksi psudomonas :
 Sefalosporin generasi ke-3 (iv) non psudomonas ditambah
makrolid generasi baru.Atau
 Flourokuinon respirasi
b. Ada faktor resiko infeksi pseudomonas
Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim, sefoperazon,
sefipim)/ karbapenem (iv) ditambah flourokuinolon anti
pseudomonas (siprofloksasin)/ aminoglikosida ditambah makrolid
generasi baru.
c. Kortikosteroid. Hidrokortison (iv) 4 mg/KgBB tiap 8 jam.
d. Ribavirin  1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8mg/KgBB IV tiap 8 jam.
3.2 Pencegahan dan Penanggulangan

Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit berupa public awareness


melalui upaya advokasi dan sosialisasi, surveilans kasus berdasarkan informasi
masyarakat atau rumah sakit, penyiapan sarana dan prasarana rumah sakit,
peningkatan kemampuan pemeriksaan laboratorium, pengetahuan dan ketrampilan
petugas dan penelitian tentang SARS.
Pada penderita
1. Lakukan identifikasi segera terhadap semua penderita suspect dan probable
sesuai dengan definisi kasus menurut WHO.
2. Setiap orang sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Klinik di
Bandara dan lain-lain) yang akan dinilai terhadap kemungkinan menderita
SARS dimasukkan ke ruang triage dan disini segera dilakukan pemisahan
untuk mengurangi risiko penularan. Untuk penderita yang masuk katagori
probable segera dipasangi masker, sebaiknya masker yang dapat menyaring
udara ekspirasi untuk mencegah percikan ludah keudara.
3. Sarung tangan yang tercemar, stethoscope dan peralatan lain harus ditangani
dengan benar, dicuci dengan disinfektan untuk mencegah penularan.
Disinfektan seperti larutan bahan pemutih (fresh bleach solution) dalam
konsentrasi yang cukup harus selalu tersedia.
4. Lakukan Tindakan Isolasi Terhadap Kasus Probable
Setiap penderita probable harus segera diisolasi dan dirawat dengan cara dan
fasilitas dengan urut-urutan preferensi sebagai berikut : diisolasi diruangan
bertekanan negatif dengan pintu yang selalu ditutup, kamar tersendiri dengan
kamar mandi sendiri, ditempatkan dalam ruangan kohort pada daerah dengan
ventilasi udara tersendiri dan memiliki sistem pembuangan udara (exhaust
system) serta kamar mandi sendiri. Apabila tidak tersedia sistem supply udara
tersendiri, maka semua AC (mesin pendingin udara) dimatikan dan jendela
dibuka untuk mendapakan ventilasi udara yang baik (catatan : jendela harus
yang tidak mengarah ketempat umum).
DAFTAR PUSTAKA

1. [CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2004. In the Absence of
SARS-CoV Transmission Worldwide: Guidance for Surveillance, Clinical
and Laboratory Evaluation, and Reporting Version 2.
http://www.cdc.gov/SARS. [28 September 2011].
2. [DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003a.
Penanggulangan SARS: Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit
SARS. http://digilib.litbang.depkes.go.id/files/disk1/18/jkpkbppk-gdl-
course 2003-ministry-896-manual-pedomanse.pdf.
3. [DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003b. Evaluasi
Penanggulangan SARS di Indonesia. Depkes : Jakarta.
4. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004.
Penatalaksanaan dan Penanggulangan SARS.
http://www.dokter.web.id/Pedoman Penanggulangan Kasus SARS
DEPKES 20RI.pdf.
5. World Health Organization. Severe acute respiratory syndrome (SARS).
Wkly Epidemiol Rec 2003; 78: 81-3.
6. World Health Organization. 2003. WHO issues global alert about cases of
atypical pneumonia: cases of severity respiratory ilness may spread to
hospital staff. Geneva: World Health Organization; Terdapat pada URL:
http://www.who.int/ mediacentre/release/2003/pr22/en/print.html. Diakses
pada tanggal 30 Maret 2011.
7. World Health Organization. 2003. Management of severe acute
respiratory syndrome (SARS). Geneva: World Health Organization.
Tersedia di URL: http://www.who.int/csr/sars/ management/en/print.html.
Diakses 1 April 2011.
8. Zhang L, Zhang F, Yu W, He T, Yu J,Christopher EY, Ba Lei, Li Wenhui,
Farzan Michael, Chen Zhiwei, Yuen Kwok-Yung, Ho David. 2006.
Antibody Responses Against SARS Coronavirus Are Correlated With
Disease Outcome of Infected Individuals. Journal of Medical Virology
78:1–8
9.

Anda mungkin juga menyukai