CBD Yuni SN
CBD Yuni SN
PENDAHULUAN
1
per 10.000 kasus. Oleh sebab itu, World Health Organization (WHO)
mencanangkan program Vision 2020 untuk mengurangi berbagai penyebab
kebutaan pada anak 13
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Bengkak seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang:
Riwayat Penyakit Dahulu: Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus (-),
Hipertensi (+), penyakit yang sama atau sindrom nefrotik (+)
Riwayat Penyakit Keluarga: Asma (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Melitus
(-), Hipertensi (-), dan tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan pasien.
Riwayat Pengobatan: -
Riwayat Gizi:
Pasien memiliki nafsu makan yang baik, frekuensi makan 3 kalisehari dengan
jumlah takaran nasi dan lauk yang tidak terlalu banyak.
Riwayat Sosial:
Merokok (-), Minum Alkohol (-)
3
- Tinggi badan : 158 cm
- IMT : 24,0 kg/m2 kategori overweight
- CMCK :200 ml – 300 ml
- SpO2 : 98%
Status Generalis dan Lokalis
Kulit :Elastisitas kulit menurun, terdapat bercak kemerahan pada seluruh
tubuh
Kepala : Normocephali, alopecia (-), rambut putih dan tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+),
pupil bulat isokor kiri dan kanan, edema palpebra (+/+)
Telinga : Normotia, serumen (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Discharge(-/-), deformitas (-/-), deviasi septum nasi (-/-), nafas
cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-/-)
Mulut : Mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil dan faring
hiperemis (-), mukosa bibir kering, sianosis perioral (-)
Vokal fremitus
4
Lap. paru tengah Sonor Sonor
Lap. paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Thoraks Posterior
Inspeksi
Statis : simetris, bentuk normochest
Dinamis :simetris, jejas (-)
Palpasi
Vokal fremitus
Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru tengah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
Lap. paru bawah Vesikuler, rh (-), wh (-) Vesikuler, rh (-), wh (-)
5
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :iktus kordis teraba di ICS V linea Midclavicularis sinistra
melebar (-), thrill (-)
Perkusi : batas kanan : ICS 4 Linea Paraternalis dekstra
batas kiri : ICS 4 Linea midklavikula sinistra
batas pinggang : ICS 3 Linea Parasternalis sinistra
batas atas : ICS 2 Linea Sternalis sinistra
Auskultasi: S1S2 tunggal reguler, murmur sistolik (-),gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (+), asites (+), caput medusa (-), tidak tampak adanya
massa, tidak tampak adanya tanda-tanda peradangan.
Auskultasi : bising usus (+) sedikit melemah 7 x/menit
Ekstremitas :akral hangat, edema (+) kedua tungkai bawah, CRT <2 detik.
2.4.Pemeriksaan Penunjang
6
PLT 347 109/l 100 – 400 Normal
MPV 10,0 fL 7,7 – 11,0 Normal
PDW 12,1 fL 0,1 – 99,9 Normal
PCT 0,22 % 0,01 – 9,99 Normal
P–LCR 25,4 % 15-25 High
- distribusi udara sampai distal colon, tidak tampak dilatasi colon, tidak tampak
dilatasi loop usus. Tidak tampak gambarn hearing bone
Kesan
1. Sindrom nefrotik
2.6. Penatalaksanaan
Terapi Parenteral:
- IVFD RL D5 %: Aminofluid 28 tpm
- Drip albumin 20/100 cc (iv)
Terapi Injeksi:
- Cefotaxim 3x1 gr iv
7
- Methylprednison 2x67,5 j (iv)
- Enomeprazol 2x 40 g iv
- Ondancentron 3x4 gr iv
- Pemeriksaan elektrolit
- Pemeriksaan kimia klinik (GDS, SC, Urea UV)
- Planning USG abdomen
2.8. Follow Up
No
Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning
.
1. Selasa, 28 S:bengkak seluruh tubuh, lemes (+), nyeri TerapiParenteral:
Februari 2019 perut(+) mual (+), muntah (-) - IVFD
(R. cempaka ) RL:DS
O: :Aminofluid 2
Keadaan umum : Tampak sakit b tpm
sedang - Inj. Cefotaxim
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 3x1 gr iv
Tanda-tanda Vital - Inj. Myethil
- Tekanan darah :120/80 mmHg prednisolon
- Nadi : 80x/menit 2x62,5 g iv
- Frekuensi nafas : 20x/menit - Inj.
- Suhu : 36ºC Ondancentron
- SpO2 : 97% 3x4 mg iv
- BB : 60 kg - Drip albumin
- TB : 158 cm 20% 100 cc iv
- IMT : 24,0 kg/m2 - Ezoneperazole
Pemeriksaan fisik: 2x4 g iv
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil Rencana:
(+/+), pupil isokor kanan-kiri - Pertahankan
8
THT : bibir sianosis (-),faring hiperemis(-), NGT U/T
tonsil T1/T1 distensi (-)
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP - Mulai Cek
5+1 cmH2O CMCK
Thorax - Puasa
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Lipid profil
nafas vesikuler(+/+), rhonki(-/-), - Bun/sc
wheezing (-/-) - Usg abdomen
Cor :S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Abd :distensi (+), bising usus (+) normal ,
nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst: akral hangat, edema tungkai bawah
(+/+),CRT <2 detik,
A: Sindrom nefrotik
9
- SpO2: 98% 3x4 mg iv
- CMCK : 200 ml – 300 ml
- Drip albumin
- BB : 60kg
20% 100 cc iv
- TB : 158 cm
- Ezoneperazole
- IMT : 28 kg/m2 2x4 g iv
Pemeriksaan fisik:
Rencana:
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil
- Pertahankan
(+/+), pupil isokor kanan-kiri NGT U/T
distensi (-)
THT : bibir sianosis (-),faring hiperemis(-),
- Puasa
tonsil T1/T1
Thorax
wheezing (-/-)
10
A: Sindrom nefrotik
No
Hari/Tanggal Pemeriksaan Planning
.
3. Sabtu,2 maret S: Bengkak (+) minimal, nyeri perut (-), - IVFD RL:DS
2019 NGT keruh :Aminofluid 2 b
(R.Cempaka) O: tpm
Keadaan umum :Tampak sakit sedang - Inj. Cefotaxim
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 3x1 gr iv
Tanda-tanda Vital - Inj. Myethil
- Tekanan darah : 140/90 mmHg prednisolon
- Nadi : 80x/menit 2x62,5 g iv
- Frekuensi nafas :20x/menit - Inj. Ondancentron
- Suhu : 36ºC 3x4 mg iv
- SpO2: 98% - Drip albumin
- CMCK : 200 ml – 300 ml 20% 100 cc iv
- BB : 60kg - Ezoneperazole
- TB : 158 cm 2x4 g iv
- IMT : 28 kg/m2 - Furoseid 20-0-0
Pemeriksaan fisik: mg iv
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil - Sprinolakton 50
(+/+), pupil isokor kanan-kiri mg -0-0 p.o
THT : bibir sianosis (-),faring hiperemis(-), - Simvastatin 0-0-
tonsil T1/T1 20 mg
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP Rencana:
5+1 cmH2O - Pertahankan NGT
Thorax U/T distensi (-)
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Puasa
11
nafas vesikuler(+/+), rhonki(-/-), - Usg abdomen
wheezing (-/-) tunggu hasil
Cor :S1S2 tunggal regular, murmur (-) - Cek albumin
Abd :distensi (+), bising usus (+) normal , besok
nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst: akral hangat, edema tungkai bawah
(+/+),CRT <2 detik,
A: Sindrom nefrotik
12
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP - Puasa
5+1 cmH2O - Usg abdomen
Thorax tunggu hasil
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara - Cek albumin
- Cek elektrolit
nafas vesikuler(+/+), rhonki(-/-),
wheezing (-/-)
Cor :S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Abd :distensi (+), bising usus (+) normal ,
nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst: akral hangat, edema tungkai bawah
(+/+),CRT <2 detik,
A: Sindrom nefrotik
Asites dan Efusi pleura bilateral
Urinalisa 03/03/2019
13
Leukosit 0-2 0-4
Eritrosit 0-1 0-2
Epitel Positif Negative
Jamur Negative Negative
Bakteria Positif/+ Negatif
14
TRIGLISERIOL 171 mg/dl 0-150 High
S
CHOL LDL 261,4 mg/dl 100-129 High
Urea UV 201 mg/Dl 10 – 50 High
Albumin 1,94 mg/dl 3,2-5,3 Low
- Hepar : ukuran, letak, bentuk dan echo parenkim kesan normal permukaan
halus tidak tampak dilatasi vascular, tidak tampak dilatasi duktus bilier
intra dan ekstrahepatik
- GB : dinding tipis, tidak tampak echo batu / massa
- Lien : ukuran bentuk, letak, permukaan dan echo parenkim dalam batas
normal tidak tampak SOL
- Pancreas :letak, bentuk, ukuran dan echo kesan normal
- Ginjal kanan : ukuran, letak, bentuk, kesan normal dan echo parenkim
sedikit meningkat. Tidak tampak dilatasi pcs, tidak tampak echo batu /
massa
- Ginjal kiri : ukuran, letak, bentuk, kesan normal dan echo parenkim
sedikit meningkat. Tidak tampak dilatasi pcs, tidak tampak echo batu /
massa
- VU :dinding tipis, tidak tampak echo batu / massa
- Tidak tampak gambaran dilatasi colon/usus halus, peristaltic positif dan
sedikit melemah
- Tampak cairan bebas dalam cavum peritoneum dan dalam cavum pleura
bilateral
Kesan :
- Ukuran kedua ginjal normal dengan echo insufisiensi parenkim
- Asites dan efusi pleura bilateral
- Tidak tampak gambaran dilatasi colon/usus halus. Peristaltic positif sedikit
melemah
- Organ abdomen yang lain yang terscan terkesan normal
Selasa, 5 maret S: Bengkak (-), nyeri perut (-), NGT jernih BPL
-Cefixime 2x100
2019 O:
-Metylprednisolon
(Cempaka) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2x8
15
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 -OMZ 2x20 gr tab
-vip albumin 3x2
Tanda-tanda Vital
gr
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 78x/menit
- Frekuensi nafas :20x/menit
- Suhu : 36ºC
- SpO2: 98%
- CMCK : 200 ml – 300 ml
- BB : 60kg
- TB : 158 cm
- IMT : 28 kg/m2
Pemeriksaan fisik:
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil
(+/+), pupil isokor kanan-kiri
THT : bibir sianosis (-),faring hiperemis(-),
tonsil T1/T1
Leher : deviasi trakea (-), PKGB (-), JVP 5+1
cmH2O
Thorax
Pulmo : bentuk dinding dada normal, suara
nafas vesikuler(+/+), rhonki(-/-),
wheezing (-/-)
Cor :S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Abd :distensi (+), bising usus (+) normal ,
nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullnes (+)
Ekst: akral hangat, edema tungkai bawah
(-/-),CRT <2 detik,
A: Sindrom nefrotik
Asites dan Efusi pleura bilateral
16
2.9. Resume
pasien dating ke RSU bangli diantarkan oleh keluarganya dengan keluhan
bengkak pada kaki, perut dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 3 minggu
yang lalu. Bengkak pada kemaluannya tidak ada. Demam tidak ada. Mual (+),
muntah (+). Nyeri perut ada dan hilang timbul sejak tadi pagi. Pasien mengaku
mempunyai pola makan yang tidak teratur . pasien juga mengaku bias BAK.
BAK juga berwarna kuning pekat, tidak ada darah pada saat BAK. Flatus (+)
dan BAB terakhir tadi pagi. Pasien pernah di rawat di salah satu RS dengan
keluhan sindrom nefrotik.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg
berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga
kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang
dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia
17
sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau
toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom
nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16
tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insidens di
Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.
Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri
menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien syndrome nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga
kelompok :
1. Kongenital
3. Resisten steroid
18
kemudian dapat dilanjutkan dengan pemberian secara alternate.14
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
19
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI pp. 381-426.
20
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping
obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
21
secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar
lipid kembali normal 8.
22
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu 3.\
Kelainan Glomerolus
Kelainan Glomerolus
Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>
Tek.Onkotik koloid
plasma <<<
Retensi Na renal
sekunder >>>
Edema
23
Teori Underfilled Teori Overfilled
Dimasa lalu orang tua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu
makan yang kurang, mudah terangsang, adanya gangguan gastrointestinal dan
sering terkena infeksi berat merupakan keadaan yang sangat erat hubungannya
dengan beratnya edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat
edema. Namun dengan pengobatan, kortikosteroid telah mengubah perjalanan
klinik SN secara drastis dan dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua atau
dokter SN bukan lagi merupakan masalah edema, tapi masalah salah satu efek
samping obat terutama bagi anak-anak yang tidak responsive terhadap pengobatan
steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan SN menderita SNKM dan lebih
dari 90% anak-anak ini bebas edema dan proteinuria dalam 4 minggu sesudah
pengobatan awal dengan kortikosteroid
Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak
dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga
keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum
atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9
24
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang
disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh
karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.9
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. 9 Anak
sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh
anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi
klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95%
penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita,
skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum
dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami
restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit,
anak tampak lebih pucat.
25
umur.2 Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari.
Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien
dengan tipe yang lain.9
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom
nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi
pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan
secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran
asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal
Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau
sebagai akibat pengobatan.
26
i. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin
seperti antirombin III, protein S bebas, plasminogen dan alfa
antiplasmin
Kelainan ini timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam urin.
Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien
SN dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya
proteinuria
3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
4. Infeksi
d. Hipofungsi limfa
5. Peritonitis
27
6. Infeksi Kulit
7. Anemia
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
28
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Kambuh tidak
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
sering
bulan.
Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder
awal Resisten-steroid sejak terapi awal.
29
PROTOKOL PENGOBATAN
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
c. Berantas infeksi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu
aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
30
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4
kali dalam masa12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
31
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m 2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian
20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m 2/48 jam selama 6
minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,
terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal
Tabel 3. Cara pengobatan yang diusulkan terhadap pasien SNKM dengan relaps frekuen
atau dependen steroid
32
3.7 Prognosis
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
3. Disertai hematuria.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 11
: 158-61.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI pp. 381-426.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi
anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta :
Universitas Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E,
editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas
Airlanggap. 137-46.
34
minimal change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J
Pediatr 98 : 561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and
Company pp. 681-726.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar
18] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September 16, 2002
at 08.57.
11. Wila Wirya IG. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T,Trihono P,
Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2002. h. 381-422.
35
36