Disusun oleh
Geofanny Febrine Chandra (406182062)
Pembimbing
dr. Hadi Sulistyanto, Sp. PD, MH Kes, FINASIM
kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih
dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan
otot serta anemia. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal
kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah jika dilakukan penanganan
secara dini.
Di Swedia yang melibatkan 926 kasus dan 998 kelompok kontrol yang diamati
selama tahun 1996-1998 menemukan bahwa terdapat korelasi antara gaya hidup
Amerika dialami 2 setiap 1.000 penduduk dengan diabetes dan hipertensi sebagai
penyebab langsung. Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal
2.1. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai
laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal
kronik1
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
.2 Epidemiologi
Di amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar
8% Setiap tahunnya. Di malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya,
insiden ini deperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. 1
Hasil Riskesdas 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis gagal
ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di
negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena
Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan
sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir.2
Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun
dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih
tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat
perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah
bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah
Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-
masing 0,4 %.2
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi.1
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-
β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerolus maupun tubulointerstitial.1
Pada stadium paling awal penyakit gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Pada LFG sampai 60% pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG 30% mulai terjadi keluhan seperti nocturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, penurunan berat badan. Pada LFG dibawah 30%
memperlihatkan tanda dan gejala uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, nafas,
maupun saluran cerna, juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hiper
atau hypovolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.
Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) seperti
dialysis tau transplantasi. Paada tahap ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.1
Gambar 2.2 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik2
.8 Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana antara lain untuk menghambat penurunan LFG dan mengatasi
komplikasi GGK stadium akhir (stadium 4 dan 5).2
a. Hemodialisis5
Indikasi hemodialisis :
1. Kelebihan cairan ekstraselular yang sulit dikendalikan dan/ atau
hipertensi
2. Hiperkalemia yang refrakter terhadap restriksi diet dan terapi
farmakologis
3. Asidosis metabolic yang refrakter terhadap pemberian terapi
bikarbonat
4. Hiperfosfatemia yang refrakter terhadap restriksi diit dan terapi
pengikatfosfat
5. Anemia yang refrakter terhadap pemberian eritropoietin dan besi
6. Gangguan neurologis (seperti neuropati , ensefalopati, gangguan
psikiatri) -> indikasi segera
c. Transplantasi ginjal
2.9. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium 4 atau 5. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih
lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena
kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan
keganasan (4%).
2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah
terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,
peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.2
Gambar 2.4 Pencegahan GGK2
DAFTAR PUSTAKA