caranya baik. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima
yang baik-baik saja.” (HR. Muslim). Kesadaran akuntabilitas (ma‟uliyah) dalam bidang
Keluarga (Bagian ke-1) keuangan itu yang mencakup aspek manajemen pendapatan dan pengeluaran timbul
karena keyakinan adanya kepastian audit dan pengawasan dari Allah SWT seperti
sabda Nabi saw: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan beranjak dari tempat
Firman Allah: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
kebangkitannya di hari kiamat sebelum ia ditanya tentang empat hal, di antaranya
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka cakap (dalam mengelola harta), maka
tentang hartanya; dari mana dia memperoleh dan bagaimana ia membelanjakan.” (HR.
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya…” (QS. An-Nisa [4]:6)
Tirmidzi)
Al-Qur‟an sebagaimana dijelaskan oleh Sunnah Nabi merupakan sumber hukum utama
dan jalan hidup umat Islam dalam segala urusan termasuk bidang keuangan dan Memang secara prinsip fitrah, kewajiban memberikan nafkah merupakan tanggung
ekonomi. Ayat di atas merefleksikan pesan halus bahwa merupakan suatu kewajiban jawab suami sehingga wajib bekerja dengan baik melalui usaha yang halal dan wanita
agama dan kebutuhan dasar setiap individu muslim untuk mengetahui prinsip-prinsip sebagai kaum istri bertanggung jawab mengelola dan merawat aset keluarga. Allah
ekonomi dan manajemen keuangan islami minimal dalam skala individu dan keluarga SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum wanita, oleh karena
agar memperoleh kebahagiaan di dunia dengan menjadi pribadi yang shalih dan Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
mendapatkan keselamatan di akhirat. Hal itu karena harta dalam Islam merupakan (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
amanah dan hak milik seseorang serta kewenangan untuk menggunakannya terkait mereka…” (QS. An-Nisa:34). Dengan demikian, posisi kepala rumah tangga bagi suami
erat dengan adanya kemampuan (kompetensi) dan kepantasan (integritas) dalam paralel dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen perawatan keluarganya
mengelola aset atau dalam istilah prinsip kehati-hatian perbankan (prudential principle) secara lazim.
disebut Fit and Proper sebagaimana prinsip Islam mengajarkan bahwa “Sebaik-baik
harta yang shalih (baik) adalah dikelola oleh orang yang berkepribadian shalih (amanah Oleh karena itu Nabi secara proporsional telah mendudukkan posisi masing-masing
dan profesional).” bagi suami istri dalam sabdanya: “Setiap kalian adalah pengayom dan setiap
pengayom akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus diayominya. Suami
Hak bekerja dalam arti kebebasan berusaha, berdagang, memproduksi barang maupun adalah pengayom bagi keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarga
jasa untuk mencari rezki Allah secara halal merupakan hak setiap manusia tanpa yang diayominya. Istri adalah pengayom bagi rumah tangga rumah suaminya dan akan
diskriminasi antara laki dan perempuan. (QS. An-Nisa‟:32, Al-A‟raf:157). Bila kita tahu dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang diayominya…” (HR.
bahwa kaum wanita diberikan oleh Allah hak milik dan kebebasan untuk memiliki, maka Bukhari) Ketika Rasulullah saw menikahkan putrinya, Fatimah dengan Ali RA beliau
sudah semestinya mereka juga memiliki hak untuk berusaha dan mencari rezki. berwasiat kepada menantunya: “Engkau berkewajiban bekerja dan berusaha
Rasulullah memuji seseorang yang mengkonsumsi hasil usahanya sendiri dengan sedangkan ia berkewajiban mengurus (memenej) rumah tangga.” (HR. Muttafaq „Alaih)
sabdanya: “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan lebih baik dari mengkonsumsi
makanan yang diperoleh dari hasil kerja sendiri, sebab nabi Allah, Daud, memakan Jadi, sharing suami-istri dalam aspek keuangan keluarga adalah dalam bentuk
makanan dari hasil kerjanya.” (HR. Bukhari). “Semoga Allah merahmati seseorang tanggung jawab suami untuk mencari nafkah halal dan tanggung jawab istri untuk
yang mencari penghasilan secara baik, membelanjakan harta secara hemat dan mengurus, mengelola, merawat dan memenej keuangan rumah tangga. Meskipun
menyisihkan tabungan sebagai persediaan di saat kekurangan dan kebutuhannya.” demikian, bukan berarti suami tidak boleh memberikan bantuan dalam pengelolaan
(HR. Muttafaq „Alaih). aset dan keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu atau memerlukan
bantuan. Dan juga sebaliknya tidak ada larangan Syariah bagi istri untuk membantu
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki setiap muslim untuk dapat mengelola suami terlebih ketika kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan
usaha dan berusaha secara baik, mengelola dan memenej harta secara ekonomis, cara yang halal dan baik serta tidak membahayakan keharmonisan dan kebahagiaan
efisien dan proporsional serta memiliki semangat dan kebiasaan menabung untuk rumah tangga selama suami mengizinkan, bahkan hal itu akan bernilai kebajikan bagi
masa depan dan persediaan kebutuhan mendatang. Prinsip ini sebenarnya menjadi sang istri. Bukankah Khadijah RA. ikut andil dalam membantu mencukupi kebutuhan
dasar ibadah kepada Allah agar dapat diterima (mabrur) karena saran, niat dan
1. Komitmen pembelanjaan dan pemenuhan kebutuhan dana adalah kewajiban 2. Kewajiban menafkahi orang tua yang membutuhkan
suami Di antara kewajiban anak adalah memberi nafkah kepada orang tuanya yang sudah
Suami bertanggung jawab mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya sesuai dengan lanjut usia (jompo) sebagai salah satu bentuk berbuat baik kepada orang tua, seperti
kebutuhan dan batas-batas kemampuannya. Allah berfirman: “Hendaklah orang yang diisyaratkan Al-Qur‟an: “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat pada ibu bapakmu dengan
rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra:23). Rasul bersabda: “Kedua orang tua itu boleh makan
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah dari harta anaknya secara ma‟ruf (baik) dan anak tidak boleh memakan harta kedua
berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah orang tuanya tanpa seizin mereka.” (HR. Dailami)
kesempitan.” (QS. At-Thalaq [65]:7)
Menurut Ibnu Taimiyah, seorang anak yang kaya wajib menafkahi bapak, ibu dan
saudara-saudaranya yang masih kecil. Jika anak itu tidak melaksanakan kewajibannya,
Rasulullah bersabda: “barang siapa yang menafkahkan hartanya untuk istri, anak dan
berarti ia durhaka terhadap orang tuanya dan berarti telah memutuskan hubungan
penghuni rumah tangganya, maka ia telah bersedekah.” (HR. Thabrani). Hadits ini
kekerabatan. Selain itu, suami dan istri harus percaya bahwa memberi nafkah kepada
mengisyaratkan bahwa pemenuhan kebutuhan dana atau pembelanjaan untuk anggota kedua orang tua adalah suatu kewajiban seperti halnya membayar utang kedua orang
keluarga itu akan berubah dari bentuk pengeluaran yang bersifat material (nafkah) tua yang bersifat mengikat dan bukan sekadar sukarela. Hal itu tidak sama dengan
menjadi pengeluaran yang bersifat spiritual ibadah (infaq) yang membawa pahala dari memberikan sedekah kepada kerabat yang membutuhkan yang sifatnya kebajikan.
Allah. Rasul Saw. bersabda dalam Haji Wada‟: “Ayomilah kaum wanita (para istri)
karena Allah, sebab mereka adalah mitra penolong bagimu. Kamu telah memperistri 3. Istri Boleh Membantu Keuangan Suami
mereka dengan amanah Allah dan kemaluan mereka menjadi halal bagimu dengan Jika seorang suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena fakir,
kalimat Allah. Kamu berhak melarang mereka untuk membiarkan orang yang engkau istri boleh membantu suaminya dengan cara bekerja atau berdagang. Hal itu
benci memasuki kediamanmu. Mereka berhak atasmu untuk dipenuhi kebutuhan merupakan salah satu bentuk ta‟awun „ala birri wat taqwa(saling tolong menolong
nafkah dan pakaian secara lazim.” dalam kebaikan dan ketakwaan) yang dianjurkan Islam. Selain itu, istri pun boleh
memberikan zakat hartanya kepada suaminya yang fakir atau memberi pinjaman
Menjawab pertanyaan seorang sahabat tentang kewajiban suami terhadap istrinya, kepada suami apabila suami tidak termasuk fakir yang berhak menerima zakat.
Rasulullah bersabda: “Dia memberinya makan ketika dia makan dan memberinya
pakaian ketika ia berpakaian, serta janganlah dia meninggalkannya kecuali sekadar