Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN CYSTOMA OVARII (KISTA OVARIUM)

Oleh:

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG PROGRAM
STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

CYSTOMA OVARII (KISTA OVARIUM)

1. Definisi Kista Ovarium

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh
dimana saha dan jenisnya bermacam-macam. Kista adalah suatu bentukan yang kurang
lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair. Kista ovarium
merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium.
Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan
terluar dari ovarium. Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal
pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah
kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus menstruasi
(Lowdermilk, dll, 2005).

2. Jenis-jenis Kista Ovarium

Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Kista non neoplasma. Disebabkan oleh ketidakseimbangan hormone esterogen


dan progesterone diantaranya adalah:

 Kista non fungsional.

o Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang


berkurang didalam korteks.

 Kista fungsional

o Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi


rupture atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler
diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang
menstruasi kurang dari 12 tahun.
o Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi.

o Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG


terdapat pada mola hidatidosa.

o Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH


yang menyebabkan hiperstimuli ovarium
b. Kista Neoplasma

 Kistoma ovarii simpleks adalah sutu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

 Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin


berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhannya 1 elemen mengalahkan
elemen yang lain.

 Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium


(Germinal ovarium).

 Kista endrometreid.belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya


dengan endometroid.

 Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses pathogenesis.
3. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel
de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan
melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat
matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-
lutein.Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas,
induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam
ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua
jenis sel dan jaringan ovarium.Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial.Jenis kista jinak yang serupa
dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain
dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel
dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang
berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik.Pada sindroma ovari
pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5
mm, seperti terlihat dalam sonogram.Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama
dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.

4. Etiologi Kista Ovarium

Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya
menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan
tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan
folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal
terdapat dalam ovarium.

Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi
untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingg
menimbulkan bendungan cairan yang nantinya akan menjadi kista. Cairan yang mengisi kista
sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh
darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jarngan abnormal tubuh
seperti rambut dan gigi, kista jenis ini disebut dengan kista dermoid

5. Manifestasi Klinis

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang
tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimbulkan
nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak nisa dilihat dari gejala-gejala saja karena
mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul,
kehamilan ektopik, atau kanker ovarium.

Gejala-gejala dari kista ovarium:

a. Perut terasa penuh, berat, kembung.


b. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil).
c. Haid tidak teratur.
d. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke panggul
bawah dan paha.

e. Nyeri senggama.
f. Mual, ingin muntah,atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Gejala-gejala memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:
a. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba.
b. Nyeri bersamaan dengan demam.
c. Rasa ingin muntah.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:

a. Ultrasonografi (USG)

Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim
dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian
panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran
ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista,
membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat.
Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
c. Laparoskopi

Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan
kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau
mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
d. Hitung darah lengkap

Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.


7. Penatalaksanaan Medis

a. Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah pengangkatan melalui


tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan
atau fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk
menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.

b. Perawatan paska operatif setelah pembehadan serupa dengan perawatan


pembedahan abdomen. Penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat,
komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.
8. Indikasi Operasi
Adapun indikasi operasi pada kista ovarium adalah:
a. Kista berdiameter lebih dari 5 cm, dan telah diobservasi selama 6-8 minggu tanpa
ada pengecilan tumor
b. Ada bagian padat dari dinding tumor
c. Dinding tumor bagian dalam berjonjot
d. Kista lebih besar dari 10 cm disertai ascites
e. Adanya kista torsi atau rupture kista
Apabila dinyatakan bahwa kista yang tumbuh dalam tubuh berukuran menjadi
semakin besar, tampak tidak normal ketika dilihat menggunakan pemindai
ultrasonik, menyebabkan rasa sakit dan menyebabkan seorang wanita tidak
mengalami siklus menstruasi, maka biasanya dokter akan menyarankan penanganan
berupa operasi. Wanita yang telah mengalami menopause juga bisa disarankan untuk
operasi. Ada beberapa jenis operasi penyakit kista, yaitu:
 Operasi laparoscopi. Dokter akan sedikit menoreh bagian perut, kemudian
mengidentifikasi kista untuk selanjutnya dilakukan pengangkatan kista, atau
hanya sekedar pengambilan sample saja.
 Laparotomy. Operasi ini lebih besar. Pembedahan pada bagian perut
dilakukan untuk mengangkat kista.
 Operasi untuk menekan tumbuhnya kista kembali. Kista dapat tumbuh
kembali di ovarium dan menyebabkan sakit parah di bagian perut sehingga
mengurangi nafsu makan dan menyebabkan muntah. Jika ini terjadi, ini
merupakan kondis darurat, sehingga operasi harus dilakukan untuk
menanganinya.

9. Tujuan dan Manfaat

Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan
tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan
tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium,
bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all,
1999).
10. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai pra, intra dan
pasca operative, dimana perawat mempunyai peran integral dalam rencana asuhan
kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Preoperatif
Perawatan preoperatif meliputi:
 Kelengkapan rekam medis dan status
 Memeriksa kembali persiapan pasien
 Informed concent
 Menilai keadaan umum dan TTV
 Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan emosional klien,
mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai pemeriksaan
diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang mengambarkan kebutuhan
klien dan keluarga, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan.
2. Perawatan Intraoperatif
Perawatan intraoperatif meliputi:
 Melaksanakan orientasi pada pasien
 Melakukan fiksasi
 Mengatur posisi pasien
 Menyiapkan bahan dan alat
 Drapping
 Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
 Memeriksa persiapan instrument
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama pembedahan
berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau perawat sirkulator. Perawat
instrumentator memberi bahan-bahan yang dibutuhkan selama pembedahan berlangsung
dengan menggunakan teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan
instrumen pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten instrumentator atau
dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi komplek
akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat anastesi umum cenderung
mendapat komplikasi yang lebih besar dari pada klien yang mendapat anastesi lokal.
Perawatan post operative meliputi :
 Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi
kepala.
 Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu dengan
perawat anastesi
 Mengukur dan mencatat produksi urine
 Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
 Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
 Mengukur TTV setiap 15 menit sekali

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra operatif, dan
post operatif antara lain:

1. Pre Operasi :
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
 Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke
meja operasi
2. Intra Operasi :
 Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan, hipoksia
jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan kulit
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan pemajaan
lingkungan.

c. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
Tujuan: Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil:
 Pasien tidak cemas
 Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi yang akan
dilakukan

INTERVENSI RASIONAL
Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah Ansietas berkelanjutan memberikan
kehilangan dan takut dampak serangan jantung
Kaji tanda – tanda ansietas verbal dan non verbal Reaksi verbal / non verbal dapat
menujukan rasa agitasi, marah dan
gelisah
Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Pasien dapat beradaptasi dengan
operasi prosedur pembedahan yang akan
dilaluinya dan akan merasa nyaman
Beri dukungan pra bedah Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan
mempengaruhi penerimaan pasien
terhadap pembedahan.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerjasama dan
mungkin memperlambat
penyembuhan
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan
aktifitas yang diharapkan kecemasan
Berikan kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan kecemasannya terhadap kekewatiran yang tidak di
ekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dengan orang terdekat Kehadiran keluarga dan teman –
teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalihan akan
menurunkan perasaaan terisolasi
Kolaborasi pemberian anti cemas sesuai indikasi Meningkatkan relaksasi dan
seperti diazepam menurunkan kecemasan

 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur premedikasi


anastesi
Tujuan Ketidaktahuan prosedur pasien teradaptasi
Kriteria Hasil :
 Pasien kooperatif terhadap intervensi premedikasi anastesi
 Persiapan prabedah dapat terlaksana secara optimal

INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan prosedur rutin prabedah Untuk dapat mempersiapkan pasien yang
menjalani pembedahan dengan baik
Pemeriksaan tanda – tanda vital pra bedah Prosedur standar untuk membandingkan
hasil TTV sewaktu diruangan
Siapkan sarana kateter IV dan obat – obat Untuk pemberian cairan dan pemberian
premedikasi dan lakukan pemasangan kateter IV premedikasi sebelum dilakukan tindakan
dan pertimbangkan pemeberian agen premedikasi operasi
Lakukan pemindahan dan pengaturan posisi saat Untuk menghindari cedera atau trauma
pemindahan pasien dari barngkar ke meja operasi yang diakibatkan penempatan posisi yang
salah
2. Intra Operasi
1) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadinya kekurangan cairan tubuh selama pembedahan
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Akaral hangat
 Pengisian kapiler < 3 detik
 Produksi urine 0,5 cc/kgBB/Jam

INTERVENSI RASIONAL
Monitoring tanda – tanda vital Untuk mengevaluasi terjadinya
kekurangan cairan tubuh dan untuk
menetukan intervensi selanjutnya
Mengobservasi kelancaran IV line yang terpasang Untuk memastikan kebutuhan cairan tubuh
tetap terpenuhi
Memonitoring produksi urine selama pembedahan Sebagai indikator akan pemenuhan
( 0,5 cc/kg BB/Jam ), warna urine kebutuhan caiaran tubuh
Monitoring perdarahan dan menghitung jumlah Untuk mengetahui jumlah perdarahan
pemakaian kasa adan sebagai data untuk menentukan
intervensi selanjutnya
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Dengan pemberian Transfusi darah akan
transfusi darah sesuai dengan kebutuhan mempercepat proses pengantian cairan
tubuh yang hilang

2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan, hipoksia jaringan,


perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan kulit
Tujuan : Tidak terjadinya cedera selama pembedahan
Kriteria hasil :
 Tidak terjadinya cedera sekunder akibat pengaturan posisi bedah
 Tidak adanya cedera akibat pemasangan alat – alat penunjang pembedahan

INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang identitas pasien dan jadwal prosedur Untuk mencegah kesalahan pasien dan
operasi sesuai dengan jadwal kesalahan dalam prosedur operasi
Lepaskan gigi palsu/ kawat gigi, kontak lensa, Menghindari cedera akibat penggunaan
perhiasan sesuai dengan protokol operasi alat – alat penunjang operasi
Pastikan brangkar ataupun meja operasi terkunci Untuk mencegah pasien jatuh sehingga
pada waktu memindahkan pasien menimbulkan cedera
Pastikan penggunaan sabuk pengaman pada saat Untuk menghindari pergerakan dari
operasi berlangsung pasien pada saat operasi dan
menghindari pasien jatuh
Untuk menghindari cedera akibat
Persiapkan bantal dan peralatan pengaman untuk penekanan pada posisi operasi pasien
pengaturan posisi pasien yang lama
Mencegah cedera pada daerah
Pastikan keamanan elektrikal selama selama sekitarnya yang tidak mengalami
pembedahan proses pembedahan
Letakan plate diatermi sesuai dengan prosedur Jika tidak diletak dengan benar dapat
menimbulkan cedera pada daerah
sekitar penempatan diatermi plate dan
mengganggu kelancaran operasi
Pastikan untuk mencatat jumlah pemakaian kasa, Untuk mencegah tertinggalnya alat atau
instrument, jarum dan pisau operasi bahan habis pakai dalam anggota tubuh
pasien yang dioperasi
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan pemajaan
lingkungan
Tujuan : tidak terjadinya infeksi pasca pembedahan
Kriteria :
 Tidak adanya tanda – tanda infeksi pasca operasi di ruangan
 Luka bersih tertutup
 Area sekitar luka bersih

INTERVENSI RASIONAL
Pastikan semua tim bedah telah melakukan Sebagai langkah awal dalam pencegahan
pencucian tangan sesuia dengan prosedur yang infeksi
benar
Lakukan desinfeksi area pembedahan dan Untuk menjaga area operasi tetap dalam
pemasangan doek steril pada daerah pembedahan keadaan steril
Cek kadaluarsa alkes yang akan dipergunakan Untuk mencegah infeksi akibat
penggunaan alat kesehatan yang sudah
tidak dapat dipergunakan
Pertahankan sterilitas selama pembedahan Dengan mempertahankan steriltas resiko
infeksi dapat dicegah
Tutup luka dengan dengan pembalut atau kasa Untuk mencegah terpaparnya luka dengan
steril lingkungan yang beresiko menyebabkan
infeksi silang

4) Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan pemajaan suhu


yang tidak baik, penggunaan obat/ zat anastesi, dehidrasi
Tujuan : tidak terjadinya penurunan suhu tubuh pasien selama pembedahan
Kriteria :
 Tidak terjadinya hipotermi selama pembedahan
 Pasien tidak mengeluh dingin

INTERVENSI RASIONAL
Kaji suhu pasien pra bedah Sebagai data untuk menentukan intervensi
selnjutnya
Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai Dengan pengaturan suhu lingkungan
lingkungan ( selimut penghangat, meningkatkan membuat pasien merasa nyaman selama
suhu ruangan) pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

A. Price, S. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.


Doengoes. E. Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
F. Gary Cunningham, F. Gant N.(et al), alih bahasa, Andry Hartono, Y. Joko S.(et al). 2005.
Obstetri William. Edisi 21. Cetakan pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Turkanto. 2005. (INSTEK) Instrumentasi Teknik. Solo: PT Media Mitra Persada.
Puruhito, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi. Surabaya: Airlangga University Pres

Anda mungkin juga menyukai