Anda di halaman 1dari 7

Judul :

Laparoscopic versus open surgery for complicated appendicitis in adults: a randomized


controlled trial.

Abstrak :
Latar Belakang : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai laparoscopic appendectomy
(LA) untuk complicated appendicitis (CA) secara efektif mengurangi kejadian komplikasi pasca
operasi dan meningkatkan berbagai pengukuran pemulihan pasca operasi pada orang dewasa
dibandingkan dengan open appendectomy (OA).
Metode : Metode yang digunakan dengan uji terpusat, terkontrol secara acak dilakukan di
Rumah Sakit Palang Merah Nagoya Daini. Pasien yang didiagnosis menderita CA dengan
peritonitis atau pembentukan abses yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dan secara acak
masuk ke dalam kelompok LA atau kelompok OA. Hasil studi yang utama adalah perkembangan
komplikasi infeksi terutama surgical site infection (SSI) dalam 30 hari operasi.
Hasil : Hasil antara bulan Oktober 2008 dan Agustus 2014, 81 pasien terdaftar dan ditetapkan
secara acak dengan alokasi rasio 1:1 (LA:42, OA:39). Semua memenuhi syarat hingga akhir
studi. Kelompok-kelompok tersebut seimbang dalam hal karakteristik pasien dan level C-
reactive protein pra operasi. SSI terjadi pada 14 pasien kelompok LA (33,3%) dan 10 pasien
kelompok OA (25,6%) (OR 1,450, 95% CI 0,553-3.800; p = 0,476). Secara keseluruhan, tingkat
komplikasi pasca operasi, termasuk insisi atau organ / ruang SSI dan kebocoran, tidak berbeda
secara signifikan antar kelompok. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok yang
ditemukan di rumah sakit, seperti durasi drainase, penggunaan analgesik, atau parameter untuk
pemulihan pasca operasi kecuali hari untuk berjalan.
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LA untuk CA aman dan layak,
sedangkan pembeda keunggulan LA tidak divalidasi dalam uji klinis ini.

Kata Kunci : Complicated appendicitis, Operasi Laparoskopi , Open surgery , Komplikasi, RCT

Dengan berbagai pengalaman dalam operasi laparoskopi untuk penyakit pencernaan,


pendekatan laparoskopi telah dilakukan lebih sering untuk complicated appendicitis (CA) pada
orang dewasa dan anak-anak. Studi terbaru, termasuk analisis retrospektif dari database besar
atau meta-analisis, menunjukkan bahwa laparoscopic appendectomy (LA) terkait dengan
pengurangan tingkat infeksi luka dan rawat inap tetap serta penurunan rasa sakit pasca operasi
dengan pemulihan fungsional yang lebih cepat.1-6 Di sisi lain, intraabdominal abscess (IAA)
pasca operasi tetap menjadi perhatian utama pada LA untuk apendisitis perforasi. Memang,
jumlah IAA pascaoperasi yang dilaporkan sangat berbeda dalam berbagai penelitian yang
membandingkan LA versus open appendectomy (OA) untuk CA.1-3, 5-15
Hasil studi retrospektif sebelumnya memberikan kerangka awal untuk studi tingkat tinggi
pada LA versus OA untuk CA, dan uji coba terkontrol secara acak mengevaluasi pendekatan
laparoskopi untuk CA yang diperlukan. 16 Kita merancang penelitian acak terkontrol ini untuk
menyelidiki apakah LA untuk CA secara efektif mengurangi kejadian komplikasi pasca operasi
dan meningkatkan berbagai pengukuran pemulihan pasca operasi pada orang dewasa
dibandingkan dengan OA.

Metode
Desain studi dan Sampel
Uji coba terpusat, terbuka, dan terkontrol secara acak ini dilakukan di Rumah Sakit
Palang Merah Nagoya Daini.

CA dalam penelitian ini didefinisikan sebagai apendisitis akut pada yang perforasi atau
abses intraabdominal. Pasien berusia >19 tahun yang didiagnosis memiliki CA dengan peritonitis
atau pembentukan abses dengan pemeriksaan abdomen, data laboratorium, atau CT memenuhi
syarat untuk berpartisipasi. Kriteria eksklusi adalah adanya penyakit lain, seperti kanker kolon
atau inflammatory bowel disease; kebutuhan akan perawatan pembedahan tambahan
(mis.,penambahan reseksi colon); ketidaktepatan dari pendekatan laparoskopi karena sebelumnya
operasi abdomen atau distensi usus yang parah; ketidakstabilan respirasi atau sirkulasi karena
komplikasi infeksi sistemik; dan kurangnya pemahaman tentang tujuan penelitian. Pasien studi
direkrut dan menjalani operasi di departemen bedah Rumah Sakit Palang Merah Nagoya Daini.
Pasien terdaftar antara bulan Oktober 2008 dan bulan Agustus 2014 dan disediakan persetujuan
tertulis sebelum berpartisipasi dalam penelitian. Protokol penelitian telah disetujui oleh dewan
peninjau kelembagaan Rumah Sakit Palang Merah Nagoya Daini. Ringkasan protokol berbahasa
Inggris telah disampaikan (ID pendaftaran UMIN000003711) ke Clinical Trials Registry yang
dikelola oleh University Hospital Medical Information Networks di Jepang, yang dapat diakses
pada di internet (http: //www.umin.ac.jp/ctr/index.htm).

Pengacakan
Pengacakan dilakukan sebelum operasi. Alokasi untuk kelompok (rasio 1: 1) dibuat
dengan pertimbangan pada saat pendaftaran sebagai berikut :
kriteria: usia (<45 atau ≥45 tahun), jenis kelamin (pria atau wanita), indeks massa tubuh (<22
atau ≥22), dan level C-Reactive Protein (CRP) (<15 atau ≥15 mg / dl). Semua faktor itu diberi
bobot yang sama. Pengacakan dilakukan menggunakan program computer-based randomization
(FileMaker Pro), yang memungkinkan keberhasilan perahasiaan urutan. Pasien dan peneliti tidak
dirahasiakan pada penetapan kelompok.

Operasi
Semua operasi dilakukan oleh enam ahli bedah senior dengan pengalaman yang cukup
dalam operasi laparoskopi. Semua pasien menerima antibiotik intravena pra operasi (cefozopran
hidroklorida 1 g setiap 12 jam), yang dilanjutkan di periode pasca operasi sampai respon
inflamasi berkurang ditentukan secara komprehensif pada temuan klinis dan laboratorium seperti
demam, nyeri, gerakan usus, asupan oral, jumlah sel darah putih, dan CRP.

Laparoscopic Appendectomy (LA) dilakukan dengan menggunakan teknik dua tangan,


empat teknik trocar. Port umbilical 12-mm digunakan dengan metode terbuka, selanjutnya terjadi
pneumoperitoneum. Digunakan laparoskop fleksibel 5-mm (Olympus, Tokyo, Jepang). Selain
itu, dua trocar digunakan: 5-mm pada posisi suprapubik dan 5-mm di perut kiri bawah.
Tambahan 5-mm trocar ditempatkan, jika diperlukan, di kuadran kanan bawah perut.
Mesoappendix dibedah menggunakan perangkat energi, dan apendiks dibagi dengan stapler
endolinear. Untuk menghindari kontaminasi, apendiks diangkat dalam kantong endoskopi
melalui luka umbilikus. Situs port 12-mm ditutup dengan Jahitan 2-0 Vicryl (Ethicon,
Somerville, NJ), dan aposisi kulit dilakukan dengan jahitan subkutikuler menggunakan jahitan
PDSII 4-0 (Ethicon, Somerville, NJ).
Open appendectomy (OA) dilakukan melalui garis tengah atau sayatan pararektal.
Retraktor luka (Alexis wound protection system: Applied Medical, Rancho Santa Margarita, CA,
USA) ditempatkan di luka saat masuk ke rongga peritoneum dan tetap di tempatnya sepanjang
prosedur. Mesoappendix diikat, dan appendiceal stump diikat dan dibalik ke dalam sekum
dengan jahitan purse-string. Dinding perut ditutup berlapis-lapis dengan jahitan yang dapat
diserap (jahitan PDSII 1-0), dan kulit ditutup dengan jahitan tunggal yang tidak dapat diserap (3-
0 Jahitan monocryl; Ethicon, Somerville, NJ).
Kedua kelompok pasien menjalani lavage peritoneum menyeluruh menggunakan
beberapa liter larutan saline hangat sampai drainase cairan menjadi jernih terlepas dari apakah
ada abses atau peritonitis. Saluran hisap tertutup ditempatkan di rongga abses yang ditemui.
Sementara salah satu luka trocar digunakan untuk drainase di LA, di pengurasan OA dikeluarkan
melalui sayatan perut utama.
Analgesik diberikan secara intramuskular (pentazosin), supositoria (natrium diklofenak),
atau secara oral (loxoprofen) sesuai kebutuhan. Analgesia epidural tidak digunakan dalam
penelitian apa pun. Pasien di kedua kelompok dibimbing untuk berjalan pada hari 1 pasca
operasi, sesuai dengan program yang sama untuk pemulihan. Asupan oral diperkenalkan kembali
segera setelah bisa ditoleransi dan ketika fungsi usus sudah memadai tanpa tanda-tanda
kebocoran stump atau diperburuk dengan peradangan. Pasien harus dipulangkan ketika asupan
oral dan aktivitas fisik telah cukup pulih. Komplikasi pasca operasi dicatat baik selama rawat
inap dan pada tindak lanjut. Tindak lanjut di klinik rawat jalan dilanjutkan selama setidaknya 30
hari setelah operasi.

Hasil utama
Hasil studi utama adalah perkembangan dari komplikasi infeksi, terutama surgical site
infection (SSI), dalam waktu 30 hari dari operasi. Menurut American College of Surgeons
National Surgical Quality Improvement Program (ACS-NSQIP) mendefinisikan, SSI superfisial
termasuk infeksi yang hanya melibatkan kulit atau jaringan subkutan pada sayatan; SSI dalam
termasuk infeksi yang melibatkan jaringan lunak dalam (mis. fasia dan lapisan otot) pada
sayatan; dan SSI ruang organ termasuk infeksi yang melibatkan bagian mana pun dari anatomi
yang dibuka atau dimanipulasi selama operasi.17 Definisi kebocoran stump termasuk klinis atau
radiologis (discharge dari isi usus melalui saluran), baik dioperasi ulang atau tidak atau
intervensi lain diperlukan. Tambahan tes-tes seperti computed tomography dada dan abdomen
dilakukan untuk menilai komplikasi terkait kebocoran.

Hasil sekunder
Hasil sekunder termasuk waktu operasi, penggunaan frekuensi analgesik, mulai asupan
oral, pemulihan pergerakan usus, pemulihan aktivitas fisik, lama rawat inap pasca operasi, dan
perubahan jumlah sel darah putih dan tingkat CRP setelah operasi.

Analisis statistik
Perhitungan ukuran sampel kami didasarkan pada asumsi tingkat infeksi luka sebesar
40% pada apendektomi untuk CA.18 Diberikan pengurangan yang diharapkan menjadi 10%, nilai
0,05 dalam uji Chi-square, dan kekuatan 0,8, ukuran sampel yang dibutuhkan diperkirakan 38 di
setiap kelompok. Penelitian diatur untuk memasukkan pengacakan 100 pasien. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) version 22.0
(SPSS, Chicago, IL, USA) untuk Windows. Uji Chi-square atau uji eksak Fisher digunakan
untuk perbandingan variabel kategori. Variabel kontinu dibandingkan menggunakan uji t ketika
terdistribusi normal atau menggunakan uji Mann-Whitney U. Tes Wilcoxon signed-rank
digunakan untuk data nonparametrik bila perlu. Dalam semua tes, p < 0,05 dianggap signifikan.
Uji coba ini dilaporkan sesuai dengan pernyataan CONSORT.

Hasil
Selama masa studi, 129 pasien menjalani apendektomi untuk CA dari total 676 usus
buntu. Di antara ini, 81 pasien terdaftar dan diacak, dengan 42 di kelompok LA dan 39 di
kelompok OA. Tidak ada pasien yang dikeluarkan setelah pengacakan, dan tidak ada yang lost-
follow up. Akhirnya, total 42 pasien dalam kelompok LA, termasuk satu konversi ke laparotomi
dan satu drainase laparoskopi diikuti oleh apendektomi interval, dan 39 pasien dalam kelompok
OA dianalisis berdasarkan niat untuk diobati (Gambar 1). Di antara 48 pasien yang dieksklusi, 14
pasien menjalani LA, termasuk satu kasus konversi, dan 34 menjalani OA. Sepuluh dari 12
pasien dikeluarkan karena komorbiditas berat memiliki penyakit kardiocerebral dari American
Society of Anesthesiologists (ASA) kelas 4 (sembilan pasien), penyebaran neoplasma peritoneal
(dua pasien), dan / atau pembedahan mayor abdomen sebelumnya (empat pasien). Dari dua yang
tersisa, satu adalah penerima transplantasi ginjal dengan pemberian obat steroid dan
imunosupresan dan yang lainnya pada minggu ke 34 kehamilan.

Gambar 1

Karakteristik pasien dan penyakit (usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, klasifikasi
ASA, komorbiditas, operasi abdominal sebelumnya, CRP sebelum operasi) didistribusikan
secara merata antara kedua kelompok (Tabel 1). SSI terjadi pada 14 pasien kelompok LA
(33,3%) dan pada 10 pasien kelompok OA (25,6%) (OR 1,450, 95% CI 0,553-3,800; p = 0,476).
Secara keseluruhan, tingkat komplikasi infeksi pasca operasi, termasuk insisional atau SSI organ
/ ruang dan kebocoran stump, tidak berbeda secara signifikan antara kelompok penelitian (Tabel
2). Semua SSI insisional di LA Terjadi pada luka umbilikalis yang digunakan untuk ekstraksi
spesimen. Jumlah obstruksi usus tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok. Tidak
ada mortalitas pasca operasi yang dicatat pada kedua kelompok (Tabel 3). Keakuratan diagnosis
abses atau peritonitis pra operasi adalah 93% menurut temuan operasi (Tabel 3). Tidak ada
perbedaan signifikan yang ditemukan mengenai perubahan jumlah sel darah putih atau tingkat
CRP antara kedua kelompok sebelum dan sesudah operasi (Gambar 2).

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3
Gambar 2

Pada semua pasien di kedua kelompok, luka yang terinfeksi dibuka untuk mendapatkan
drainase yang optimal diikuti oleh lavage dengan pancuran air. Lamanya rata-rata penyembuhan
luka yang terinfeksi sebanding antara kelompok (LA 27,2 hari, OA 28,0 hari). Saluran
ditempatkan secara intraoperatif di 90,5% LA dan 89,7% pasien OA. Pada 14 pasien (LA 7, OA
7) dengan kebocoran stump dan / atau abses intraabdominal, durasi drainase diperpanjang selama
14 hari setelah operasi.
Waktu operasi secara signifikan lebih lama dengan LA daripada dengan OA, sedangkan
kehilangan darah intraoperatif secara signifikan lebih sedikit di LA daripada di OA. Stump
apendiks ditutup terutama dengan staples di LA, tetapi dengan ligasi atau jahitan di OA.
Perbedaan signifikan ditemukan hanya dalam beberapa hari pada pasien untuk mulai berjalan
(OR 4,246, 95% CI 1,162-15,514; p = 0,029), sedangkan pengukuran lain untuk pemulihan pasca
operasi (hari untuk asupan cairan oral, hari untuk asupan padat oral, dan waktu penggunaan
analgesik) tidak berbeda secara signifikan. Rawat inap pasca operasi dan durasi drainase di LA
sebanding dengan yang di OA. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam operasi ulang yang
tidak disengaja atau radiologi intervensi (IVR) setelah operasi antara kedua kelompok (Tabel 3).
Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan dalam biaya medis sebagaimana dinilai oleh total biaya
rumah sakit, termasuk biaya untuk stapler sekali pakai dan perangkat laparoskopi lainnya,
ditemukan antara kedua kelompok (LA 874.929,5 ± 275.686,04 vs OA 867.905,9 ± 307.102,03
yen, p = 0,914 ).

Diskusi
Perforasi apendisitis dikaitkan dengan peningkatan angka morbiditas. Manajemen bedah
CA umumnya membutuhkan sayatan perut yang lebih besar dan waktu operasi yang lebih lama,
dengan peningkatan stres bedah pada pasien, dibandingkan dengan operasi untuk apendiks yang
tidak rumit (uncomplicated). Efektivitas pendekatan laparoskopi untuk CA telah dipelajari secara
luas.1-15 Namun, peran laparoskopi pada CA masih belum jelas karena kurangnya bukti akurat
(mis., Uji coba terkontrol secara acak). Saat ini uji coba terkontrol secara acak membahas
masalah apakah LA untuk CA secara efektif mengurangi kejadian komplikasi pasca operasi dan
meningkatkan berbagai pengukuran pemulihan pasca operasi pada orang dewasa dibandingkan
dengan OA, mengikuti penelitian yang baru-baru ini diterbitkan 16 di mana keamanan LA untuk
OA dinilai. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam parameter untuk hasil
bedah dan pemulihan pasca operasi yang dipelajari kecuali untuk waktu operasi, penutupan
stump apendiks, hari berjalan, dan kehilangan darah.
Penekanan infeksi luka dan pengurangan rawat inap telah ditekankan sebagai manfaat
utama LA untuk CA 2,4,18 Sangat mengherankan, tingkat SSI insisional atau lamanya rawat inap
tidak berkurang pada kelompok LA dalam penelitian ini. Kerugian OA mungkin telah ditaksir
terlalu tinggi karena bias potensial mengenai keparahan penyakit, antibiotik, analgesik, atau ahli
bedah dalam studi retrospektif sebelumnya. Penjelasan untuk tingkat SSI insisional yang relatif
lebih tinggi (tetapi tidak signifikan) di LA daripada di OA mungkin bahwa kejadian infeksi luka
secara efektif ditekan pada kelompok OA ke tingkat yang lebih rendah (7,7%) dari yang kami
harapkan dibandingkan dengan data pada laporan sebelumnya 3,18 Sistem perlindungan luka yang
diterapkan dalam semua kasus di OA mungkin telah berkontribusi terhadap penghambatan SSI
insisional pada kelompok itu 19,20 Di sisi lain, tidak ada alat pelindung terhadap cairan yang
terkontaminasi atau irigasi dengan saline dapat diterapkan pada luka trocar kecil di LA, kecuali
untuk kantong endoskopi untuk mengekstraksi spesimen yang dipilih.

Anda mungkin juga menyukai