Anda di halaman 1dari 15

LOGO

(disesuaikan proporsinya, jangan terlalu besar ataupun kecil biasanya kurang lebih
5x5 cm)

JUDUL BAHASAN
PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah .............................
Dosen Pengampu: ..........................

Kelompok ....:
1. Nama Nim
2. Nama Nim
3. dst

PRODI .....................
FAKULTAS ........................................
UNIVERSITAS .................................
TAHUN ................
DAFTAR ISI (jika isi lebih dari 10 halaman, jika kurang tidak perlu)
JUDUL BAHASAN

Pembahasan atas judul bahasan


1. Jelaskan secara singkat dahulu mengenai isu/ pokok-pokok yang akan
dibahas pada paper
2. Penjelasan yang lebih lengkap
3. Setiap bahasan/sub bahasan dijelaskan selalu diakhiri dengan kesimpulan
yang dibuat sendiri
DAFTAR PUSTAKA
(spasinya 1)

Jurnal
Au, Raymond C. P, David A. Watkins, & John A. C. Hattie. 2010. “Academic
Risk Factors and Deficits of Learned Hopelessness: A Longitudinal Study
of Hongkong Secondary School Students. Educational Psychology: An
International Journal of Experimental Educational Psychology, 30 (2):
125-138

Aulia, Riski. 2012. “Mengatasi Learned Helplessness pada Siswa Tinggal Kelas
melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Homework Assignments”.
Indonesian Journal of Guidance and Counseling Theory and Application,
Vol. 1 (1): 23-29

Buku
Afifudin dan Ahmad Saebani. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Pustaka Setia

UU atau peraturan lain


Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Diperbanyak oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Skripsi/ Tesis
Mc Dowell. 2009. “The Impact of Attribution Retraining for Increasing Student
Motivation”. Thesis. Michigan: Northern Michigan University.

Web/ Blog
Nama belakang, nama depan (nama web/ blog). tahun. judul (tulis miring). http
(diunduh tanggal bulan tahun)
Mukti, Krisna. 2001. Pelatihan Atribusi. http://reatribution..............(diunduh
tanggal 21 Februari 2018)
jika tidak ada nama dan tahun
judul bahan yang dicari: judul dari web hasil pencarian. http (diunduh tanggal
bulan tahun)
Help: Helping Relationship. http://.............(diunduh tanggal 21 Februari 2018)
Contoh. pembahasan atas judul (hal 2)
HAKIKAT TEORI KEPRIBADIAN

Pembahasan paper ini memberikan jawaban atas berbagai hal terkait dengan
learned helplessness (LH),diantaranya meliputi :
1. Apakah yang dimaksud dengan LH ?
2. Apa saja yang termasuk komponen dari LH?
3. Bagaimana siswa disebut mengalami LH?
4. Apa yang menyebabkan siswa mengalami LH dan faktor yang
mempengaruhinya?
5. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh LH?
Untuk dapat menjawab beberapa pertanyaan mendasar mengenai LH tersebut,
berikut ini penjelasan lengkapnya.
1. Definisi LH
Seligman dalam Cemalcilar (2010) mengartikan LH sebagai respon atas suatu
uncontrolable outcomes yang diterima individu sehingga memunculkan defisit
motivasi, emosi, dan kognisi. Uncontrolable outcome yang dimaksud oleh
Seligman dapat berupa pengalaman negatif yang terjadi ketika individu masih
kecil, pengalaman kegagalan yang berulang, tuntutan atau tekanan yang terlalu
besar, kritik dari orang-orang sekitar, pengasuhan orang tua yang salah, dan
sebagainya.
Gordon dan Gordon (2006: 12) menyatakan ”learned helplessness is a
conditioned response because it is learned rather than rational”. Lebih lanjut,
Gordon dan Gordon (2006: 42) mengungkapkan “they (students) become helpless
to go through the step by step sequence of deductions.” Yang menunjukkan bahwa
LH merupakan sebuah perilaku yang dikembangkan oleh individu setelah
individu belajar atau mengambil kesimpulan dari semua peristiwa yang
dialaminya baik peristiwa positif ataupun negatif. Menurut Gordon dan Gordon,
ketika individu mengalami peristiwa, mereka akan membuat suatu deduksi atas
kejadian tersebut. Didasari deduksi-deduksi yang dibuat inilah, individu akan
berperilaku dan ketika deduksi tidak tepat, individu akan melakukan tindakan
yang cenderung merusak dirinya hingga akhirnya individu mengembangkan
perilaku LH. Ketika perilaku LH berkembang maka individu akan mengalami
defisit kognisi, motivasi, dan emosi.
Definisi lain tentang LH diungkapkan oleh Slavin (2011: 115) dimana LH
merupakan bentuk ekstrem motif penghindaran kegagalan yang dialami oleh
individu. Senada dengan Slavin, Vollmayr (2010) menyatakan bahwa “The
concept of learned helplessness defines an escape or avoidance deficit after
uncontrollable stress and is regarded as a depression-like coping deficit in
aversive but avoidable situations”. Artinya LH merupakan bentuk dari perilaku
pelarian diri, penghindaran stress, dan strategi pengatasian depresi yang tidak
efektif.
Pendapat Slavin dan Vollmayr diatas dapat digambarkan bahwa ketika
individu mengalami sebuah masalah dan berulang kali gagal, dia akan membentuk
sebuah pikiran maladaptif yang kemudian menjadi keyakinannya. Pikiran
maladaptif itu seperti pandangan bahwa dirinya tidak berbakat, tidak memiliki
kemampuan, semua usaha yang dilakukan akan gagal, tidak ada yang peduli atau
menghargai dirinya, dan lain-lain. Dan ketika individu mengalami masalah lagi,
individu akan menghindari masalah tersebut dan menggunakan pikiran maladaptif
tersebut sebagai alasan kegagalannya. Yang terjadi selanjutnya, individu
mengalami gangguan emosional, kognitif, dan motivasi seperti lesu, lalai, tidak
menyelesaikan tugas, mudah menyerah, cemas, takut mencoba, pasif, depresi, dan
sebagainya.
Ulusoy (2013) memiliki pendapat yang lain dimana LH muncul karena
individu mengalami defisit motivasi. Defisit motivasi kemudian memicu individu
untuk berhenti mencoba dan menunda sesuatu. Akhirnya, individu mengalami
masalah emosional seperti depresi dan kecemasan. Sedangkan Mikulincer (1994:
2) membedakan istilah LH dalam berbagai sudut yaitu:
a. “Learned helplessness is a descriptive term that refers to the entire person-
environment transaction during both the helplessness training and the test
phase of the LH paradigm.” (LH merupakan istilah yang mengacu pada
seluruh transaksi individu dengan lingkungan selama pelatihan LH dan tahap
uji coba didalam paradigma LH);
b. “The phenomenon of learned helplessness is studied in an experimental
setting labeled the LH paradigm.” (LH paradigm yaitu fenomena LH yang
dipelajari dalam setting eksperimental. LH paradigm terdiri dari tahap
pelatihan dan tahap tes (tahap dimana didapatnya efek dari tahap pelatihan
LH);
c. “The performance effects of uncontrollable outcomes as LH effects.” (LH
effect adalah dampak atau efek dari outcomes tak terkendali yang diberikan
selama tahap pelatihan);
d. “The exposure to uncontrollable outcomes as helplessness training.” (LH
training merupakan tahap dimana individu terkena outcomes tak terkendali);
e. “The mediating processes as LH-related processes.” (LH related process
merupakan proses mediasi dari outcomes tak terkendali); dan
f. “LH research as a generic name for the studies that investigate the
performance effects of uncontrollable outcomes within the LH paradigm.”
(LH research adalah sebutan untuk penelitian atau penyelidikan atas efek
kinerja dari outcomes tak terkendali dalam paradigma LH).
Pernyataan Mikulincer diatas menunjukkan bahwa LH merupakan respon
individu setelah diberi outcomes tak terkendali dan mengakibatkan munculnya
suatu efek. Outcomes yang dimaksud berupa suara bising dan tugas yang tak
terpecahkan, sedangkan efek yang dimaksud adalah adanya gangguan emosional,
kognitif, dan motivasional.
Berdasarkan beberapa paparan tentang definisi LH diatas dapat disimpulkan
bahwa LH merupakan respon yang dipelajari oleh individu atas uncontrolable
outcomes yang dialaminya sehingga mengakibatkan munculnya defisit
motivasional, emosional, dan kognitif. Outcomes tak terkendali ini dapat berupa
kegagalan yang berulang, pemberian suatu kondisi yang dikondisikan seperti
suara bising, tugas anagram, dan pengalaman negatif dimasa kecil seperti
kematian, perceraian, dan sebagainya. Ketika individu menerima uncontrolable
outcomes, individu akan membentuk pikiran maladaptif seperti rasa tidak
berbakat, tidak memiliki kemampuan, tidak dihargai, tidak dicintai, semua usaha
akan sia-sia, dan lain-lain. Pikiran maladaptif akan mengarahkan individu
berperilaku maladaptif sehingga individu akan mengalami defisit motivasional,
kognitif, dan emosional seperti depresi, berhenti mencoba, menunda tugas, kurang
termotivasi, cemas, kesepian, dan sebagainya.

2. Komponen LH
LH merupakan respon yang dipelajari oleh individu atas uncontrolable
outcomes yang dialaminya sehingga mengakibatkan munculnya defisit
motivasional, emosional, dan kognitif. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
komponen LH terdiri dari adanya uncontrolable outcomes, defisit motivasi, defisit
kognisi, dan defisit emosi.
a. Uncontrolable outcomes mengacu pada peristiwa dan pengalaman akan
kegagalan yang berulang, pemberian suatu kondisi yang dikondisikan seperti
suara bising, tugas anagram, dan pengalaman negatif dimasa kecil seperti
kematian, perceraian, dan sebagainya.
b. Defisit motivasi yang mengacu kurangnya motivasi individu sehingga
individu tidak aktif dalam melakukan perilaku dan tidak berkeinginan untuk
berperilaku. Pada individu LH, mereka belajar bahwa mereka tidak dapat
mengendalikan hasil dengan perilakunya akibatnya motivasinya menurun.
Akibatnya individu memilih berhenti mengatasi hambatannya, memilih
melakukan tindakan yang sama, dan tidak mencoba melakukan tindakan lain.
c. Defisit kognisi mengacu pada munculnya persepsi dan pikiran maladaptif
seperti usahanya sia-sia, tidak ada hal yang berubah sekalipun dirinya
berusaha, dirinya tidak berbakat dan sebagai. Akibatnya individu tidak dapat
berpresasi karena pikirannya terblokir sehingga mereka tidak dapat berpikir
dengan logika yang seharusnya.
d. Defisit emosi mengarah pada perubahan perasaan individu yang menjadi
tidak stabil dan negatif seperti depresi, penurunan self-esteem, sikap anti
sosial, cemas, dan sebagainya

3. Indikator LH
Individu yang mengalami LH secara umum dicirikan dengan adanya
gangguan motivasi, emosi, dan kognisi. Gordon dan Gordon (2006: 2-6)
menyebutkan karakteristik individu LH diantaranya adalah:
a. Memiliki pengalaman negatif di masa lalu seperti pengalaman akan
kegagalan, perceraian, pengalaman belajar yang buruk biasanya terkait
dengan hukuman dan reinforcement yang kurang tepat, kritik orang sekitar
dan sebagaianya;
b. Memiliki masalah dengan pekerjaan sekolah seperti tidak mengerjakan tugas,
menghindari tugas, menunda tugas dll;
c. Secara fisik mereka berada di sekolah tetapi pikirannya tidak;
d. Memiliki keinginan untuk belajar tetapi tidak belajar;
e. Cemas saat diminta untuk mengerjakan tes, membaca didepan dan
menghindari hal tersebut;
f. Pasif;
g. Perilaku tertekan yang ditunjukkan dengan sikap yang marah atau berdiam
diri;
h. Merasa dirinya bodoh;
i. Tidak ingin mencoba dan menghindarinya; dan
j. Mudah menyerah ketika tugas yang diberikan dianggap sulit.
Indikator lain dari individu yang mengalami LH diungkapkan oleh Ulusoy
(2014) seperti a) self efficacy yang rendah, b) masalah perilaku, emosi, dan
kognitif, c) motivasi rendah, d) menunda dan menyerah mencoba mengatasi
masalah dan tugasnya, e) cenderung menyalahkan sendiri atas kegagalannya, f)
pesimis, dan g) cenderung menghindari masalah dan tugas yang diberikan.
Pendapat lain diungkapkan oleh Aulia (2012) dimana siswa dengan LH ditandai
dengan a) sikap penolakan dalam mengerjakan tugas yang diberikan; b) terlambat
mengumpulkan tugas; c) pasif saat pelajaran berlangsung; d) tidak tertarik dan
berkeinginan untuk bersaing dengan teman dalam hal prestasi; e) acuh tak acuh
atas tugas yang diberikan; f) jarang mencatat materi pelajaran; dan g) sering tidak
mengikuti pelajaran di kelas.
Laksmi (2014) mengungkapkan indikator siswa LH meliputi 1) adanya
penolakan pengerjakan tugas; 2) pasif; 3) tidak memiliki keinginan untuk
berprestasi; 4) acuh tak acuh dalam pelajaran; 5) tidak mampu berpikir positif; 6)
jarang mencatat materi pelajaran; 7) sulit bangkit dari kekecewaan dan kegagalan;
8) sulit memahami pelajaran yang diberikan; 9) kurang ceria dan pesimis; 10)
kurang percaya diri; 11) kurang antusias dalam bertanya dan menjawab
pertanyaan; 12) memiliki kontrol emosi yang rendah; dan 13) cenderung mudah
stress.
Didasarkan berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
indikator individu yang mengalami LH mencakup:
a. Adanya gangguan emosi, perilaku, kognitif, dan motivasi seperti kurang
percaya diri, cepat menyerah, kurang antusias dan pasif dalam kegiatan
belajar mengajar, dan sebagainya;
b. Pernah atau sering mengalami peristiwa negatif seperti kegagalan yang
berulang, kematian orang yang dicintai, perceraian orang tua, pola
pengasuhan yang salah, tuntutan dan kritikan dari orang sekitar yang terlalu
kuat, dan lain-lainnya;
c. Memiliki strategi komunikasi yang kurang baik;
d. Memiliki masalah belajar seperti jarang mencatat materi pelajaran, menolak
atau menghindari mengerjakan tugas yang diberikan, sering membolos,
menunda pengerjaan tugas, dan terlambat mengumpulkan tugas;
e. Pesimis dan sulit bangkit dari kekecewaan, kegagalan, dan keterpurukan; dan
f. Cenderung ‘menunggu’ dalam meminta bantuan ataupun hal yang lain;

4. Penyebab dan Faktor yang Mempengaruhi LH


Gordon dan Gordon (2006: 59) mengungkapkan bahwa “learned helplessness
is ... because of a learned behavior that is self defeating”. Artinya individu
menjadi LH dikarenakan individu mempelajari sebuah perilaku yaitu perilaku
yang merugikan diri atau self defeating. Brownson dan Hartzler (2000)
mengartikan self defeating sebagai pola perilaku ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar tetapi justru menghasilkan hal yang tidak diinginkan dan
cenderung membahayakan atau merusak dirinya. Self defeating dipengaruhi oleh
faktor lain seperti atribusi, explanatory style, self esteem, dan peristiwa negatif
yang dialami individu seperti perceraian keluarga, kematian orang yang disayang,
pengalaman kegagalan, kritik dan sikap negatif dari orang sekitar, dan lain-lain.
Dengan kata lain, faktor-faktor diatas mempengaruhi self defeating individu dan
selanjutnya self defeating membentuk LH pada individu.
Pada penelitian eksperimental, Mikulincer (1994: 2) menyatakan bahwa
perilaku LH pada manusia dan hewan disebabkan oleh uncontrolable outcomes
yang diberikan saat fase LH training. Uncontrolable outcomes merupakan sebuah
tugas atau masalah yang dimanipulasi peneliti dan tidak dapat dikendalikan/
dihentikan/ dipecahkan oleh subjek penelitian seperti kejutan yang tak terkendali
atau suara bising yang tidak dapat dihentikan. Akibatnya individu cenderung
menyerah dalam mencoba menyelesaikan tugas atau masalah yang diberikan.
Contoh lain uncontrolable outcomes pada manusia disebutkan oleh Roth dalam
Mikulincer (1994: 6), diantaranya masalah kognitif yang tak terpecahkan, suara
bising yang sulit dihindari, tugas anagram, tugas intelegensi, block design, matric
raven, penjumlahan letter digit, dan pembelajaran diskriminatif.
Lebih lanjut, Mikulincer (1994: 13-14 dan 23-26) menyebutkan beberapa
faktor yang mempengaruhi terbentuknya LH pada individu yaitu a) situasi tugas
seperti instruksi penyelesaian tugas, jenis tugas, pengalaman atas tugas, dan
pengetahuan akan tugas; b) faktor kognitif seperti self doubt, self depreation, dan
self identity; c) faktor emosi seperti tingkat kecemasan, depresi, kemarahan, dan
harapan dan persepsi akan pentingnya tugas; dan d) keyakinan, tujuan, dan sejarah
individu.
Cemalciar dkk (2010) menyatakan bahwa perilaku LH muncul karena
individu memiliki pengalaman kegagalan yang berulang-ulang sehingga harapan
individu ketika ada peristiwa yang hampir sama menjadi rendah. Harapan yang
rendah membuat individu mengembangkan keyakinan pesimis akan keberhasilan
tindakannya. Selanjutnya siswa menjadi menyerah dan enggan berusaha, Sunawan
(2009: 7) mengungkapkan bahwa sikap enggan berusaha pada individu LH
dikarenakan ketakutan akan mengalami kegagalan atas tindakan yang
dilakukannya. Akhirnya siswa tidak melakukan apapun atau berhenti berusaha
mencoba keluar dari masalahnya.
Faktor lain diungkapkan oleh Slavin (2011: 116) dimana LH dapat muncul
karena orang tua atau guru menggunakan imbalan dan hukuman yang tidak
konsisten dan tidak dapat diprediksi. Akibatnya siswa membentuk keyakinan
dimana semua usaha yang dilakukannya tidak akan membuatnya berhasil
sehingga siswa menjadi mudah menyerah. Pendapat yang sama dinyatakan oleh
Ulusoy (2013) dimana pandangan orang tua dan masyarakat atas prestasi dan nilai
akademik sebagai penentu keberhasilan turut menjadi penyebab munculnya LH
pada siswa. Adanya pandangan itu membuat siswa merasakan suatu tuntutan yang
besar mencapai keberhasilan akademik, sehingga mereka menggunakan berbagai
cara untuk mencapainya. Dan ketika semua tindakannya tidak berhasil
sebagaimana yang diharapkannya, siswa akan membentuk keyakinan irrasional
seperti semua usahanya akan sia-sia dan akhirnya anak mengalami LH.
Perilaku LH individu akan semakin berkembang jika kurikulum pendidikan
yang diterapkan turut menuntut siswa untuk memiliki nilai dan prestasi akademik
yang baik (Au, 2010). Kurikulum pendidikan yang terlalu berorientasi pada
pengembangan kognitif dengan menekankan nilai akademik yang tinggi. Sistem
kurikulum ini akan mendorong siswa untuk menghapalkan materi pembelajaran,
mengerjakan tugas rumah yang banyak, dan memiliki nilai ujian yang tinggi.
Tekanan ini membuat anak memandang nilai sebagai hal yang penting dan
berusaha mencapainya dengan berbagai usaha. Dan ketika mereka gagal, mereka
akan mengalami kekecewaan yang besar. Tekanan akan semakin besar untuk ujian
selanjutnya, dan ketika anak mengalami kegagalan maka akan mendorong
pembentukan LH pada siswa.
Didasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
penyebab individu mengalami LH adalah sebagai berikut:
a. Uncontrolable outcomes yang meliputi masalah kognitif yang tak
terpecahkan, suara bising yang sulit dihindari, tugas anagram, tugas
intelegensi, block design, matric raven, penjumlahan letter digit, dan
pembelajaran diskriminatif
b. Self defeating yang muncul disebabkan kesimpulan dari deduksi-deduksi atas
atribusi, explanatory style, self esteem, dan peristiwa negatif yang dialami
individu seperti perceraian keluarga, kematian orang yang disayang,
pengalaman kegagalan, kritik dan sikap negatif dari orang sekitar, dan lain-
lain.
c. Pengkondisian yang diberikan oleh guru, orang tua, dan orang-orang di
sekitar individu seperti pemberian reinforcement dan punishment yang tidak
tepat dan tidak konsisten, sikap orang tua yang selalu memberikan bantuan
kepada individu dalam setiap permasalahan, pemberian tugas yang terlalu
mudah, sikap orang tua atau guru yang selalu menyindir kegagalan individu
dan memanggilnya ‘bodoh’ dan sebagainya.
d. Pandangan tradisional akan nilai dan prestasi akademik yang dipegang oleh
orang tua, pihak sekolah, dan masyarakat dimana nilai dan prestasi akademik
adalah gambaran kehidupan individu di masa depan. Sehingga individu
merasa tertekan karena dituntuk untuk mendapatkan nilai sempurna. Dan jika
individu mengalami kegagalan padahal sudah berusaha dengan keras,
individu akan menjadi pesimis dan mengembangkan LH.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi mencakup a) situasi tugas seperti
instruksi penyelesaian tugas, jenis tugas, pengalaman atas tugas, dan pengetahuan
akan tugas; b) faktor kognitif seperti self doubt, self depreation, dan self identity;
c) faktor emosi seperti tingkat kecemasan, depresi, kemarahan, dan harapan dan
persepsi akan pentingnya tugas; dan d) keyakinan, tujuan, dan sejarah individu.

5. Dampak LH
Gordon dan Gordon (2006: 19-22) menyatakan ada tiga dampak LH pada
individu yaitu:
a. Dampak langsung, maksudnya dampak yang ditimbulkan begitu individu
mengalami LH seperti pasif/ respon yang kurang, sedih, self-esteem menurun,
rasa asertif dan kompetitif menurun, gaya hidup menjadi negatif, depresi yang
diwujudkan dalam bentuk kemarahan atau menarik diri;, dan berkurangnya
keinginan untuk bersosialisasi dan berprestasi.
b. Dampak umum yang terlihat pada individu yang mengalami LH seperti
kecenderungan untuk merusak diri dan prestasi akademik; defisit emosional
seperti depresi, deliquency, menurunnya self-esteem, dll; defisit motivasi
seperti tidak ada keinginan untuk mencoba, truancy, fight flight dll; dan
defisit kognitif seperti pola pikir yang negatif, cognitive debilitation, strategi
pemecahan yang negatif, berhenti berpikir, dll. Defisit emosional mengarah
pada perilaku melarikan diri, mencuri, truancy, sikap anti sosial,
menggunakan obat-obatan, sexual promiscuity allination, dan bunuh diri
c. Dampak fisik, dalam hal ini LH tidak hanya berdampak pada psikis tetapi
juga fisik individu misalnya sakit kepala, sakit perut, excessive prespiration,
dan sebagainya.
Senada dengan Gordon dan Gordon, Ulusoy (2013) menyatakan bahwa LH
memiliki dampak terhadap emosi, kognisi, motivasi dan perilaku individu dimana
dampak LH terhadap motivasi dan perilaku mencakup timbulnya kepasifan,
perilaku mudah menyerah, dan prokrastinasi/ penundaan. Efek LH terhadap emosi
meliputi berkembangnya depresi dan mood negatif. Dan efek LH pada kognitif
siswa adalah penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, penurunan
harga diri, dan frustasi.
Individu yang mengalami LH cenderung kesulitan dalam mengatasi LH yang
dialaminya (Cemalcilar, 2010). Hal ini dikarenakan individu yang mengalami LH
memiliki kecenderungan untuk menggeneralisasi LH yang dialaminya terhadap
peristiwa lain termasuk peristiwa yang sedang dialaminya. Jika hal ini dibiarkan
maka individu akan mengalami kesulitan dalam menghadapi kehidupannya
selanjutnya seperti depresi, kecemasan, kesepian, kekerasan, pengangguran,
masalah kesehatan, bahkan kematian.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan dampak LH
terhadap individu meliputi:
a. Dampak emosional seperti depresi, deliquency, menurunnya self-esteem,
kecemasan, kesepian, mood negatif, frustasi, dan sebagainya. Defisit
emosional mengarah pada perilaku melarikan diri, mencuri, truancy, sikap
anti sosial, menggunakan obat-obatan, sexual promiscuity allination, dan
bunuh diri
b. Dampak kognitif seperti membentuk pola pikir yang negatif, penurunan
kemampuan memecahkan masalah, membuat strategi pemecahan yang
negatif, berhenti berpikir, cognitive delibilation, dan sebagainya
c. Dampak motivasi seperti pasif, mudah menyerah, menunda tugas, tidak ada
keinginan untuk mencoba mengerjakan tugas, tidak ada keinginan untuk
berkompetisi, truancy, fight fligh, dan lain-lain.
d. Dampak fisik seperti sakit perut, sakit kepala, sakit pencernaan, sakit
pernapasan, masalah kesehatan yang lain, kekerasan, pengangguran, bahkan
kematian.

Anda mungkin juga menyukai