Anda di halaman 1dari 19

Volume 6, Nomor 1, April 2017

PERAN LEMBAGA PERADILAN SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM


DALAM MENEGAKKAN KEADILAN BAGI TERWUJUDNYA PERDAMAIAN
(Judicial Institution Role as Law Enforcement Institution Upholding Justice for Peace)

Ismail Rumadan
Pusat Penelitian Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI
Jalan. A. Yani Kav. 58 Jakarta Pusat
Email: ismailrdhan@gmail.com

Naskah diterima: 15 Maret 2017; revisi: 12 April 2017; disetujui: 18 April 2017

Abstrak
Penegakan hukum di Indonesia tidak saling sinergi dalam mewujudkan keadilan. Hal tersebut disebabkan karena posisi dan
kedudukan lembaga hukum dimana fungsi penyidikan dan penuntutan berada dibawah kekuasaan eksekutif, sementara
fungsi mengadili dan memutus berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung, menyebabkan adanya kecenderungan
untuk melindungi kepentingan institusinya masing-masing dibanding upaya penegakan hukum demi kepentingan publik.
Sehingga yang menjadi fokus dalam kajian ini adalah apakah peran hakim dalam menjatuhkan putusan demi menegakkan
hukum dan keadilan dapat mewujudkan kedamaian bagi masyarakat pencari keadilan. Kajian ini hendak dijawab dengan
metode yuridis-filosofis melalui studi kepustakaan yaitu dengan melakukan kajian secara teoritis terhadap teori-teori
keadilan dan dikaitkan dengan implementasi penegakan hukum pada institusi peradilan. Hasil kajian menunjukan institusi
pengadilan sebagai lembaga yang dijamin indepensinya dalam menegakkan hukum dan keadilan masih dipengaruhi oleh
kekuatan dan kekuasaan lain, terutama pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuatan politik, fungsi penegakan hukum oleh
pengadilan belum sepenuhnya mandiri, sehingga tugas utama pengadilan untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian
ditengah masyarakat masih jauh dari harapan. Oleh karena itu perlu untuk diperkuat institusi pengadilan sebagai benteng
terakhir pencari keadilan untuk menghadirkan suasana dan perasaan damai bagi pencari keadilan.
Kata Kunci: peradilan, hukum, keadilan

Abstract
The current law enforcement in Indonesia has no mutual synergy in realizing justice. This happens because of the arrangement
of the legal institutions where the examination and prosecution function under executive power, while the judge function
under Supreme Court power, which brings tendency for each institution to protect internal institution interest than law
enforcement for public interest. This study focus on finding judge role to decide verdicts in order to enforce law and justice
that will give peace for justice seeker community too. This research use juridical and philosophical method through library
studies on justice theories which then being associated with the law enforcement in Judicial institutions. This study shows
that judicial institutions as guaranteed independent institution in enforcing law and justice still being influenced by another
strength and power, especially executive and political power. Law enforcement function is not fully independent yet, so
judicial institution main task and function for realizing justice and peace for community still short in expectation. Therefore
judicial institutions need to be strengthened as the last fort for justice seeker to realize peace for community.
Keywords: judicial institutions, law, justice

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 69
Volume 6, Nomor 1, April 2017

A. Pendahuluan waktu di berbagai negara. Bahkan, Amerika


Serikat (AS) sebagai negara yang dianggap
Penegakan keadilan dalam kehidupan
maju dalam pelaksanaan demorasi, hingga
bermasyarakat memiliki arti penting dalam
saat ini masih terus menginginkan pembaruan.
salah satu upaya membangun peradaban
Pembaruan tersebut datang tidak lain karena
bangsa yang tinggi dan bermartabat. Tidak akan
negara yang bersangkutan merasa ada yang
maju peradaban dari suatu bangsa apabila tidak
kurang benar pada sistem yang dipakainya untuk
didasarkan atas peri kehidupan berkeadilan.
berburu keadilan tersebut. Di AS, ketidakpuasan
Keadilan adalah tujuan akhir dari sebuah sistem
tersebut antara lain dirumuskan dalam berbagai
hukum, yang terkait erat dengan fungsi sistem
ungkapan yang dramatis, seperti the collapse
hukum sebagai sarana untuk mendistribusikan
of the American criminal justice system
dan memelihara suatu alokasi nilai-nilai dalam
(ambruknya sistem peradilan pidana Amerika)
masyarakat, yang ditanamkan dengan suatu
dan the expensive failure of the American
pandangan kebenaran, yang secara umum
criminal trials (kegagalan yang mahal dari
merujuk kepada keadilan.1
pengadilan pidana AS). Ternyata keambrukan
Terkadang hukum positif tidak sepenuhnya
tersebut berhubungan juga dengan fokus yang
menjamin rasa keadilan, dan sebaliknya rasa
tidak jelas mengenai keadilan.3
keadilan seringkali tidak memiliki kepastian
Sistem atau penyelenggaraan hukum
hukum, sehingga komprominya adalah
di Indonesia dewasa ini dalam suasana
bagaimana agar hukum positif yang ada selalu
keambrukan. Antara satu subsistem dengan
merupakan cerminan dari rasa keadilan itu.
subsistem penegak hukum yang lain tidak saling
Keadilan ini adalah hal yang paling mendasar
sinergi dalam menegakkan keadilan, faktor yang
bagi bekerjanya suatu sistem hukum. Sistem
paling mendasar adalah posisi dan kedudukan
hukum tersebut sesungguhnya merupakan
lembaga hukum dalam menegkan keadilan dalam
struktur atau kelengkapan saja untuk mencapai
konteks menjalankan fungsi yudikatif berbeda
konsep keadilan yang telah disepakati bersama.2
antara satu subsistem dengan susbsistem yang
Sistem hukum di mana pun di dunia ini,
lain. Fungsi penyidikan dan penuntutan berada
keadilan selalu menjadi objek perburuan,
dibawah kekuasaan eksekutif, sementara
khususnya melalui lembaga pengadilannya. Dari
fungsi mengadili dan memutus berada di
pengamatan terhadap sistem hukum di dunia,
bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Sehingga
hampir tidak ada negara yang benar-benar telah
berimplikasi pada penegakan hukum itu sendiri
puas dengan sistem hukum yang digunakannya.
dalam tataran praktis apabila penegakan hukum
Oleh karena itu, perombakan, pembaruan atau
itu bersinggungan dengan kepentingan masing-
reform, dapat kita lihat terjadi dari waktu ke


1
Lawrence M.Friedman, The Legal System : A Social Science Perspective, Rusell Sage Foundation, New York 1975,
hlm 17-18.

2
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, 2007, hlm 270, dalam Amelinda Nur Rahmah,
Keadilan di Dalam Lembaga Hukum, http://www.kompasiana.com/amelindanurrahmah/keadilan-di-dalam-
lembaga-hukum, (diakses 9 Februari, 2017).

3
Amelinda Nur Rahmah, Keadilan di Dalam Lembaga Hukum, Ibid.

70 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

masing institusi, kepentingan untuk melindungi yang adil sulit untuk diwujudkan. Keadilan dan
institusi lebih penting ketimbang kepentingan kedamaian adalah dua hal yang saling berkaitan,
untuk menegakkan hukum demi kepentingan bahkan boleh dikatakan ukuran keadilan dalam
publik. Dalam contoh kasus yang pernah terjadi penegakan hukum adalah bagaimana ekspresi
pada saat kontroversi antara polisi dan KPK dan respon masyarakat terhadap penjatuhan
maupun kejaksaan dalam hal penegakan hukum vonis kedilan tersebut, sebab keadilan dalam
korupsi yang dikenal dengan kasus cicak versus konteks penegakan hukum selama ini adalah
buaya. atas dasar tafsiran dan persepsi penegak hukum
Hal yang paling sering disoroti dan menjadi itu sendiri, baik dalam konteks penegakan
fokus dalam kajian ini adalah kinerja pengadilan hukum pubik (tuntutan keadilan secara umum
atau sistem peradilan kita yang jauh dari dalam konteks hubungan masyarakat dengan
memuaskan yang berunjung kepada rasa pemerintah) maupun penegakan hukum secara
kenyamanan dan kebahagiaan para pencari perdata (antara orang perseorangan dengan
keadilan. Tetapi sebetulnya, fokus keambrukan orang perseorangan yang lain dalam hubungan
itu lebih luas daripada hanya di pengadilan. privat). Sehingga menjadi pertanyaan apakah
Berdasarkan pengalaman di negara lain, fokus peran hakim dalam menjatuhkan putusan
perhatian ingin diarahkan pada konsep kita demi menegakkan hukum dan keadilan dapat
tentang keadilan dan apa yang perlu diperbaiki. dapat mewujudkan kedamaian bagi masyarakat
Sejak hukum modern memberi peluang pencari keadilan?
besar terhadap berperannya faktor prosedur,
atau formalitas, atau tata cara dalam proses B. Metode Penelitian
hukum, perburuan terhadap keadilan menjadi Metode pendekatan yang digunakan untuk
sangat rumit. Indonesia dewasa ini berada di mengkaji dan menganalisis permasalahan
tengah-tengah krisis dan keterpurukan hukum. dalam tulisan ini dengan menggunakn
Kerusakan dan kemerosotan dalam perburuan pendekatan yuridis-filosofis sebab aspek atau
keadilan melalui hukum modern disebabkan tema kajian yang menjadi fokus perhatian
permainan prosedur,4 yang menyebabkan adalah mengenai permasalahan hukum dalam
timbulnya pertanyaan ”apakah pengadilan itu implementasinya pada institusi peradilan dalam
tempat mencari keadilan atau kemenangan? mewujudkan keadilan dan kedamaian bagi
Persepsi penegak hukum maupun masyara­ pencari keadilan. Oleh karena itu metode kajian
kat selama ini terhadap proses penegakan melalui studi kepustakaan dengan melakukan
hukum di Pengadilan adalah terkait atau kajian secara teoritis terhadap teori-teori
berhubungan dengan menang-kalah, sehingga keadilan dalam kaitannya dengan penegakan
pengadilan yang sesungguhnya memiliki peran hukum pada institusi peradilan. Oleh karena itu,
mendamaikan5 melalui penjatuhan putusan seluruh argumentasi dan hasil analisis dilakukan


4
Dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi misalnya, dalam beberapa kasus tertentu seperti kasus
Bank Century, maupun kasus BLBI, secara materiil terdapat adanya kerugian keuangan negara, namun hanya
karena ada permainan secara prosedur dan formil, akhirnya kasus tersebut tidak kunjung ditegakkan.

5
Lihat Ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 145 RBg

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 71
Volume 6, Nomor 1, April 2017

secara kualitatif serta kesimpulan yang didapat Sebagai contoh dapat di telusuri beberapa
didasarkan pada studi literatur berkaitan dengan kasus yang menciderasi rasa keadilan
tuntutan keadilan yang memiliki hubungan yang masyarakat. Misalnya dalam kasus penahanan
sangat erat dengan penegakan hukum. Bahkan terhadap Asyani, nenek berusia 63 tahun karena
secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa dituduh mencuri 38 papan kayu jati di Situbondo,
hukum tidak memiliki tujuan pada dirinya Kemudian dalam kasus nenek Minah yang
sendiri. Hukum hanya merupakan instrumen dituduh mencuri 3 (tiga) buah kakao terpaksa
untuk mencapai keadilan. Setiap kali hakim diputus bersalah, dan dihukum 1,5 bulan
memutuskan sebuah perkara, hakim selalu penjara. Demikian juga dalam kasus-kasus yang
memulainya dengan kalimat demi keadilan. lain seperti kasus, Manisih dan Sri Suratmi yang
divonis bersalah karena mengambil buah rando
C. Pembahasan senilai Rp 12.000,- dan kasus Surati sukarno dan
1. Memaknai Keadilan dalam Penegakan kawan-kawan yang dituduh menyalagunakan
Hukum rumah dinas Perum Pegadaian.
Kasus-kasus tersebut di atas memperkuat
Makna keadilan telah menjadi pokok
argumen bahwa hukum dan keadilan
pembicaraan serta perdebatan secara serius
sesungguhnya tidak berpihak bagi kelompok
sejak awal munculnya filsafat Yunani, memiliki
yang lemah. Lain halnya dengan beberapa
cakupan makna yang sangat luas, mulai dari yang
kasus yang belakangan ini terjadi seperti kasus
bersifat, religius, etik, filosofis, hukum, sampai
yang melibatkan Gubernur DKI Basuki Cahaya
pada makna keadilan sosial. Dalam konteks
Purnama, yang terindikasi terlibat dalam
hukum, pada prinsipnya keadilan merupakan
beberapa kasus korupsi, seperti kasus Sumber
hal yang senantiasa dijadikan topik utama dalam
Waras dan Transjakarta, namun hingga kini tidak
setiap penyelesaian masalah yang berhubungan
pernah ditindaklanjuti oleh penegak hukum,
dengan penegakan hukum. Banyaknya kasus
demikian juga dalam kasus BLBI. Kondisi ini
hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke
menggambarkan bahwa kepastian hukum dan
masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan
keadilan dalam kebijakan hukum yang diambil
dimanipulasi dengan cara yang sistematik
pemerintah telah menimbulkan ketidakadilan
sehingga peradilan tidak menemukan keadaan
bagi sebagian tersangka/terdakwa serta ma­
yang sebenarnya.6 Kebijaksanaan pemerintah
syarakat luas, bahkan tampak diskriminatif.
tidak mampu membawa hukum menjadi
Istilah keadilan senantiasa dipertentangkan
”panglima” dalam menentukan keadilan, hukum
dengan istilah ketidakadilan. Di mana ada
justru diposisikan sebagai alat kekuasaan. Atau
konsep keadilan maka disitu pun ada konsep
bahkan hukum dan keadilan menjadi objek
ketidakadilan. Biasanya keduanya disandingkan
yang mahal, hukum dan keadilan hanya dimiliki
dan dalam konteks kajian hukum ada banyak
oleh orang-orang atau kelompok yang memiliki
contoh ketidakadilan yang merupakan antitesa
modal dan mampu.
dari keadilan dalam bidang hukum misalnya


6
Inge Dwisvimiar, Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, jurnal dinamika Hukum, vol; 1, No. 3 September
2011.

72 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

di Indonesia, seperti : ketidakadilan terhadap beserta moral pelaku hukum, karena perintah
rakyat kecil, ketidakadilan pemberitaan, Islam terkait dengan perilaku penegak hukum
ketidakadilan dalam distribusi bantuan bagi itu sendiri untuk berlaku adil, sebab perilaku
masyarakat miskin, ketidakadilan gender adil tersebut lebih mendekat kepada nilai
dalam masyarakat daerah, ketidakadilan dalam ketakwaan.10
penegakan hukum, dan sebagainya.7 Berbeda halnya dengan teori hukum yang
Antara keadilan dan ketidakadilan adalah kita pahami saat ini bahwa, hukum diadakan
dua kategori yang saling berkaitan satu dengan sebagai upaya untuk meraih sebuah keadilan,
lainnya, seperti ungkapan Roxanne Varzi, ”there dalam konteks ini maka, terdapat jarak
is no justice without crime” (tidak pernah ada atara hukum dan keadilan. Ketika manusia
keadilan tanpa didahului oleh suatu tindak menggerakkan hukum, esensi hukum tidak
kejahatan) yang dipresepsikan sebagai suatu berisi keadilan, karena keadilan itu sendiri baru
bentuk ketidakadilan.8 Bahkan sesuatu yang dicapai atau dituju oleh hukum, oleh sebab itu
tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang tidak akan pernah sampai hukum itu jika tujuan
terkait dengan substansi yang ada di dalamnya. yang hendak dicapai tidak disertai dengan
Keadilan akan dibenturkan dengan keraguan keadilan itu sediri. Sehingga logis bila dikatakan
dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya hukum itu tidak pernah adil, karena tidak pernah
keadilan tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan sampai pada tujuannya.11
dan keraguan.9 Secara umum dikatakan bahwa orang yang
Keadilan, sering diartikan sebagai suatu sikap tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap
dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak
orang melakukan perbuatan dan berharap atas fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang
keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan yang patuh terhadap hukum (lawabiding) dan
karakter yang membuat orang bertindak dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi
berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan. hukum adalah adil, maka semua tindakan
Oleh karena itu keadilan dalam perspektif pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan
islam menyaratkan bahwa keadilan bukanlah aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan
tujuan dari hukum, hukum tidak hendak hukum adalah untuk mencapai kemajuan
menuju keadilan, jika hukum hendak menuju kebahagiaan masyarakat. Maka, semua
keadilan atau mencapai keadilan berarti hukum tindakan yang cenderung untuk memproduksi
Islam tidak bernuansa keadilan, karena masih dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat
hendak ditujunya. Keadilan dalam perspektif adalah adil.12
hukum Islam adalah bersama keadilan, dan

7
Inge Dwisvimiar, Ibid.
8
Herman Bakir, Filsafat Hukum, Tema-Tema Fundamental Keadilan dari Sisi Ajaran Fiat Justitia Ruat Caelum,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 25.
9
Anthon F. Susanto, ”Keraguan dan Ketidakadilan Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”, Jurnal Keadilan
Sosial, Edisi 1 (2010), hlm. 23.
10
Fokkey Fuad Wasitaatmadja, Filsafat Hukum, Akar Religiositas Hukum, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015),
hlm. 47.
11
Ibid.
12
Inge Dwisvimiar, Op.cit.

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 73
Volume 6, Nomor 1, April 2017

Ukuran keadilan sebagaimana di singgung Merefleksikan arti keadilan dalam konteks


di atas sebenarnya menjangkau wilayah mencari kebenaran dari suatu persoalan
yang ideal atau berada dalam wilayah cita, yang beragam di dalam kehidupan berbangsa
dikarenakan berbicara masalah keadilan, dan bernegara, tentu tidak terlepas dari
berarti sudah dalam wilayah makna yang asumsi-asumsi yang berdimensi subjektivitas,
masuk dalam tataran filosofis yang perlu egosentris, primordialisme, dan lain
perenungan secara mendalam sampai hakikat sebagainya. Sehingga untuk menetapkan suatu
yang paling dalam, bahkan Kelsen menekankan hukum (putusan pengadilan) bagi masyarakat
pada filsafat hukum Plato, bahwa keadilan pencari keadilan, selalu terbeban isu-isu yang
didasarkan pada pengetahuan perihal sesuatu menegaskan putusan pengadilan itu sendiri.
yang baik.13 Pengetahuan akan hal yang baik Namun demikian, untuk mengurangi ”beban
secara fundamental merupakan persoalan di ketidakadilan” bagi suatu putusan pengadilan
luar dunia. Hal tersebut dapat diperoleh dengan yang sudah terpostulasi sebagai ”keadilan
kebijaksanaan.14 hukum dalam suatu negara”, perlu suatu sistem
Keadilan menjadi bagian yang tidak hukum, perangkat hukum, dan budaya hukum
terpisahkan dari tujuan hukum itu sendiri, di yang bersinergi secara positif (meminjam istilah
samping kepastian hukum dan kemanfaatan. M. Friedman), agar citra putusan pengadilan
Mensikapi adanya beberapa permasalahan sebagai cermin rasa keadilan terwujud di dalam
(baca: kasus) hukum yang terjadi di negara suatu negara hukum. Tanpa itu, khususnya
Indonesia yang kemudian dituangkan dalam budaya hukum (recht culture) yang terefleksi
beberapa putusan hakim,15 sehingga membawa melalui perilaku sehari-hari masyarakat
pada satu perenungan bahwa terminologi dan aparat hukum, maka hukum (putusan
keadilan yang notabene ada dalam kajian pengadilan) tidak lebih dari sekedar assesoris
filsafat dapatkah dijadikan sebagai bagian utama tanpa makna.
dalam pencapaian tujuan hukum, mengingat
konsep keadilan yang bersifat abstrak sehingga 2.
Independensi Peradilan dalam
diperlukan pemahaman dalam filsafat ilmu Menegakkan keadilan
hukum yang akan menjelaskan nilai dasar hukum Independensi kekuasaan lembaga peradilan
secara filosofis sehingga dapat membangun tidak dapat dipisahkan dari perdebatan teoritik
hukum yang sebenar-benarnya. tentang pemisahan kekuasaan (separaion of

13
W. Friedmann, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, (Jakarta: PT. Rajawali Press), hlm. 118.
14
Filsafat, dalam satu pengertiannya diartikan sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional dari segala sesuatu,
disamping diartikan sebagai suatu sikap dan pandangan, serta suatu proses kritis dan sistematis dari segala
pengetahuan manusia. Lihat Maryanto, ”Refleksi dan Relevansi Pemikiran Filsafat Hukum Bagi Pengembangan
Ilmu Hukum”, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Vol. 13 (1) (2003), hlm.
52-5.
15
Sejatinya hakim adalah ”wakil Tuhan” yang bertugas untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan, maka
setiap putusan hakim wajib mencantumkan ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adanya
hakim sebagai ”wakil Tuhan” dilatarbelakangi secara historis, dalam teori hukum dan negara, suara Tuhan
tersebut dalam konteks renungan kefilsafatan tentang kedaulatan negara atau raja, melahirkan filsafat
kedaulatan Tuhan.

74 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

powers),16 karena pemisahan kekuasa dari Faktor kebebasan hakim sebagai syarat untuk
cabang-cabang kekuaaan negara dimaksudkan terciptanya suatu putusan pengadilan yang adil
untuk menjamin adanya independensi keuasaan dan tidak memihak (impartial), selain memuat
lemaga peradilan, sekaligus untuk menjamin implikasi yang berkaitan dengan undang-
terlaksananya kebebasan politik (political undang, juga memuat implikasi yang berkaitan
liberty) anggota masyarakat dalam negara.17 dengan dedikasi hakim itu sendiri. Dalam aspek
Adanya jaminan kekuasaan lembaga peradilan jaminan undang-undang terhadap hakim yang
yang independen merupakan suatu elemen memeriksa dan memutus suatu perkara, adalah
penting dari konsep negara hukum.18 tergantung bagaimana kemauan dan arah
Lembaga peradilan memiliki peranan penting politik yang berlangsung di dalam suatu negara,
dalam implementasi konsep negara hukum saat sebagaimana yang terjadi dengan pergeseran
proses demokrasitisasi, terutama dalam kondisi kekuasaan kehakiman di Indonesia. Tetapi
transisi dari sistem politik yang otoriter ke aspek dedikasi hakim dalam kebebasannya
arah masyarakat yang demokratis, transparan, untuk memeriksa dan memutus suatu perkara,
terlihat dari peran lembaga peradilan dalam akan sangat tergantung pada nilai atau kualitas
penyalahgunaan proses peradilan untuk moral dan etika sang hakim sendiri. Artinya,
kepentingan masyarakat, karena peradilan jaminan kebebasan hakim yang diberikan oleh
merupakan institusi pelaksana konstitusi, undangundang tidak akan menghasilkan citra
perlindungan hak asasi dan jaminan atas keadilan dalam masyarakat apabila hakim
prosedur-prosedur yang adil dan demokratis menyalahgunakan prinsip kebebasan tersebut
untuk menjamin adanya kepastian dan keadilan di dalam memutuskan suatu perkara yang
bagi setiap pencari keadilan. Dalam konteks dihadapinya. Dengan demikian, jelaslah bahwa
yang ideal, dalam menjalankan fungsinya konsep kebebasan hakim yang dianut di dalam
peradilan, para hakim tidak hanya menengahi undang-undang tersebut adalah kebebasan
konflik antara elit politik atau lebih berpihak hakim yang bertujuan untuk menegakkan hukum
kepada pemegang kekuasaan, tetapi lebih pada dan keadilan, dan bukannya kebebasan hakim
bagaimana untuk mencegah dan menghindari yang diarahkan untuk menegakkan kekuasaan.
setiap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan Dengan kata lain, kebebasan hakim ialah untuk
yang tidak adil dan demokratis. menegakkan rule of law dan bukannya law of
the ruler.

16
Montesquieu, The Spirit of The Law, transleted by Thomas Nugent, (Newyork: Hafner Press, 1949), hlm. 151.
sebagaimana dalam Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm.
45.
17
Bagir Manan, ”Organisasi Peradilan di Indonesia”, dalam makalah Penataran Hukum Administrasi Tahun
1997/1998, Pelaksanaan Program Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, Penyelenggara Fak. Hukum Airlangga,
Surabaya, 12 Februari, 1998, hlm. 2.
18
Dalam kepustakaan Indonesia istilah negara hukum merupakan terjemahan langsung dari rechtsstaat. Hal ini
antara lain seperti yang dikemukakan oleh oleh Notohamidjojo yang menyebutkan ”dengan timbulnya gagasan
pokok yang dirumuskan dalam konstitusi Abad XIX itu maka timbul juga istilah negara hukum atau rechtsstaat”.
Sementara Muhammad Yamin menggunakan istilah Negara hukum sama dengan rechtsstaat atau government of
law. Lihat, Mohamad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm.
72.

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 75
Volume 6, Nomor 1, April 2017

Menanggapi hakikat kebebasan hakim yang korelasi antara kebebasan dan kekebalan
sudah diperdebatkan sejak awal pembentukan hakim, bukan sesuatu yang berlebihan apabila
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dikaitkan dengan citra dunia peradilan yang
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan semakin buram dari waktu ke waktu. Sebab,
Kehakiman, Prof. Seno Adji memberikan ketika hakim ternyata melakukan penyimpangan
jawaban (respon) terhadap kritik-kritik yang terhadap perkara yang diputusnya, hakim dapat
disampaikan oleh beberapa ahli hukum, bahwa saja berkelit atau berlindung di balik makna
Kebebasan Hakim baginya, bukan sekedar soal kebebasan hakim tersebut, sehingga hakim
Trias Politica, bukanlah soal ”separation des seakan-akan kebal terhadap tuntutan hukum.
pouvoir”; ia bukanlah soal isolasi yang mutlak Belum ada ketentuan atau undang-undang yang
dan complete antara suatu bagian dengan yang dapat menjerat perilaku hakim yang sengaja
lain. Ia sekedar merupakan suatu ”distinction ”bermain” hukum untuk memenangkan salah
of powers”, suatu division of powers antara satu pihak berperkara, dan disinilah akan teruji
kekuasaan-kekuasaan itu; ia menggambarkan asas kebebasan dan kadar etika atau kualitas
dan menentukan suatu area dengan lingkungan moral seorang hakim. Bagaimana dampak
kewenangannya, yang tidak boleh dilanggar atau kebebasan hakim menjadi sorotan dalam
dimasuki kekuasaan lain. Trias Politica dalam kajian pertanggungjawaban hukum sang hakim
bentuk aslinya dan dalam interprestasinya terhadap kesalahan atau penyimpangan yang
yang ekstrim, bahwa harus ada suatu isolasi dilakukannya, terlihat dari beberapa pendapat
yang total antara ketiga kekuasaan, telah ahli hukum.
lama ditinggalkan. Bagaimanapun juga dalam Dikalangan Ilmu Hukum kita mencatat
pengertian luas, bahwa prinsip kekuasaan- pendapat beberapa Sarjana Hukum sepertinya
kekuasaan itu harus ada dalam tangan yang Meyers, L.A. Donker, B.M. Telders, J.R. Stelinga
berbeda-beda dalam ”distinct hands”, tidak dan yang lainnya pada umumnya berpendapat,
dalam satu tangan sehingga dapat diterima bahwa apa yang tersebut dalam ketentuan
oleh konstitusi-konstitusi modern. Dan salah pasal 1365 BW tidaklah dapat diterapkan
satu maksud konstitusionalisme adalah, bahwa terhadap hakim yang salah dalam melaksanakan
pengadilan itu harus bebas dari pengawasan tugasnya di dalam bidang peradilan. Sehingga
pengaruh dan campur-tangan dari kekuasaan dalam hal ini oleh Mahkamah Agung dapat
lain-lain.”19 disimpulkan bahwa Negara tidak dapat
Bila kita memperhatikan karakteristik dunia dipertanggungjawabkan atas kesalahan hakim
peradilan di Indonesia, ada dua masalah pokok dalam melaksanakan tugasnya dalam bidang
yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu peradilan. Hal tersebut diakui oleh Yurisprudensi
mengenai masalah ”kebebasan hakim” dan (vide putusan H.R, 3 Desember 1977).
”kekebalan hakim”, sebagai suatu masalah yang Konsekuensi atas tidak dapatnya masyarakat
cukup dilematis dalam penegakan hukum dan menuntut atau menggugat ”perbuatan
keadilan. Asumsi tentang kemungkinan adanya melawan hukum” (onrechtmatigedaad eks

Nanda Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana. Cetakan Kedua.
19

(Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987), hlm. 29

76 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

pasal 1365 BW) dari seorang hakim yang telah Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi, juga
”memanfaatkan” perkara yang diputusnya, bergerak di ruang yang tidak hampa politik
maka selayaknyalah hakim ditundukkan secara dan ekonomi tentu saja dapat dipengaruhi
tegas terhadap ketentuan hukum yang mengikat oleh kekuasaan lain, maupun dipengaruhi oleh
dirinya dalam memeriksa dan memutus pengaruh-pengaruh politik dan uang. Tetapi
perkara. Sifat kebebasan hakim itu merupakan bukan berarti bahwa hal tersebut dapat dijadikan
suatu kebebasan yang diberi batas-batas oleh alasan untuk adanya intervensi (eksternal dan
undang-undang yang berlaku, sebab hakim internal) terhadap kebebasan hakim. Hakim
diberi kebebasan hanya seluas dan sejauh pada khususnya, dan lembaga peradilan pada
hakim dengan keputusannya itu untuk dapat umumnya, diharapkan memiliki peran sentral
mencapai suatu keadilan dalam menyelesaikan dalam penegakan hukum ditengah terik ulur
suatu perkara; dan pada akhirnya, tujuan hakim kepentingan politik dan ekonomi. Karena
diberi kebebasan itu ialah untuk mencapai itulah, reformasi hukum terutama reformasi
Negara Hukum Republik Indonesia. penegakan hukum, yang dilakukan tanpa
Dapatlah disimpulkan, bahwa independensi reformasi badan peradilan akan sia-sia belaka.
atau kebebasan Hakim bukan kebebasan Reformasi badan peradilan di sini dimaksud
yang mutlak, melainkan ”kebebasan yang mencakup perubahan-perubahan agar lebih
terikat/terbatas” (gebonden vrijheid). Di transparan dan mudah diawasi, agar integritas
samping keterikatan terhadap undang-undang hakim benar-benar terpelihara, dibarengi
(yang notabene masih debatable), keunikan profesionalisme nurani untuk menghayati nilai-
pertanggungjawaban hakim dalam sistem nilai keadilan dalam penegakan hukum.20
hukum di Indonesia adalah melalui apa yang
disebut dengan ”pertanggungjawaban religi”. 3. Integritas Putusan Hakim dalam
Tugas hakim di Indonesia masih dibebani menegakkan keadilan
syarat bathiniyah dalam menjalankan tugas Sejalan dengan penjelasan terkait
keadilan oleh undang-undang, yang karena dengan independensi lembaga peradilan,
sumpah jabatannya hakim tidak hanya pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana
bertanggungjawab kepada hukum, kepada diri usaha mewujudkan putusan hakim yang
sendiri, dan kepada rakyat, akan tetapi juga berkualitas sebagai representasi lembaga
bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha peradilan yang mencerminkan rasa keadilan,
Esa, yang dalam undang-undang dirumuskan yang pada gilirannya juga menjadi salah satu
dengan ketentuan bahwa peradilan dilakukan komponen terwujudnya badan peradilan yang
”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang berkualitas menuju pada keunggulan peradilan
Maha Esa”. (court excelllence).
Dapat diakui bahwa intervensi terhadap Putusan berkualitas mencerminkan ke­
hakim tentu tidak berdiri sendiri tanpa adanya mampuan hakim di dalam memutus perkara.
faktor lain yang turut ambil bagian. Sebab, Otoritas memutus perkara ada pada hakim

Antonius Sujata, Reformasi Dalam Penegakan Hukum, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm. 264.
20

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 77
Volume 6, Nomor 1, April 2017

sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang ditegakkan), atau lex dura sedtamen scripta
dijamin kemerdekaannya oleh Undang¬Undang (hukum adalah keras, dan memang itulah
Dasar Tahun 1945. Dalam pelaksanaan bunyinya atau keadaannya, semua itu demi
kekuasaan kehakiman antara ”Putusan” kepastian di dalam penegakannya). Dengan
dan ”Hakim” merupakan dua hal yang tak cara demikian, maka ada kepastian hukum
terpisahkan, karena putusan pengadilan adalah dan kepastian hukum akan menciptakan
produk hakim maka putusan berkualitas tertib masyarakat, karena menurut Prof.
mencerminkan hakim yang berkualitas.21 Sudikno Mertokusumo tujuan hukum adalah
Banyak teori tentang bagaimana mewujud­ menciptakan kepastian hukum demi ketertiban
kan putusan hakim yang berkualitas, namun masyarakat.22
bagi pencari keadilan yang mendambakan Demi kepastian hukum itulah maka ada
keadilan hukum. Terhadap perkaranya pada yang berpendapat menegakkan hukum sama
hakim, putusan hakim yang berkualitas artinya dengan menegakkan Undang-Undang.
baginya tidak  lain hanyalah putusan yang Pendapat ini dipengaruhi oleh pandangan
dapat mewujudkan keadilan atau putusan bahwa hukum tidak lain dari rangkaian norma-
yang mencerminkan rasa keadilan yang norma positif dalam sistem perundang-
dapat  dilaksanakan dan dapat diterima atau undangan. Kondisi ini tidak salah karena sistem
memuaskan pencari keadilan. hukum positif kita menganut atau dipengaruhi
Terdapat dua persoalan mendasar dalam oleh sistem hukum Belanda yang sudah
hal ini yaitu bagaimana mewujudkan putusan terbiasa dengan sistem tertulis, dan atas dasar
berkualitas dan bagaimana mewujudkan konkordansi sistem hukum yang dibangun oleh
keadilan hukum dalam putusan. Beberapa negara indonesia memang menganut sistem
persoalan dapat menjadi kendala untuk hukum tertulis. Kondisi inipun tidak salah karena
mewujudkan putusan berkualitas dalam proses paham hukum tertulis sangat dipengaruhi oleh
penegakan hukum oleh badan peradilan, karena positivisme hukum yang memandang hakekat
”menegakkan hukum berarti menegakkan hukum tidak lain dari pada norma-norma positif
Undang-Undang; namun menegakkan hukum dalam sistem perundang-undangan.23
tidak sama makna dengan menegakkan Pandangan tentang hukum yang demikian itu,
keadilan”. Hukum harus dilaksanakan dan menurut Satjipto Rahardjo lalu menjadi bersifat
ditegakkan. Bagaimanapun hukumnya itulah optik perskriptif, yaitu memandang hukum hanya
yang harus berlaku, dan harus dilaksanakan sebagai sistem kaidah yang penganalisisnya
serta tidak boleh menyimpang. Demikian terlepas dari landasan kemasyarakatannya.
menurut adagium fiat justicia et pereat dengan kata lain, ilmu hukum hanya dipandang
mundus (meskipun dunia runtuh hukum harus sebagai sebuah eksemplar normologi saja untuk

21
Efendi Lotulung, ”Mewujudkan Putusan Berkualitas Yang Mencerminkan Rasa Keadilan”, Paparan Ketua
Muda Mahkamah Agung RI Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Rapat Kerja Nasional di
Balikpapan, Tanggal 10 - 14 Oktober 2010.
22
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Adiyta, 1993), hlm 1-2.
23
Anthon F.Susanto, dalam Butir-Butir Pemikiran dalam Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm.11.

78 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

menghasilkan pola ”problem solving” yang diterapkan tersebut memenuhi rasa keadilan
hanya menciptakan kemahiran sebagai tukang, atau tidak, bermanfaat atau tidak bagi pencari
yakni ahli-ahli hukum yang mahir menafsirkan keadilan. Secara proses hukum (peradilan) sikap
dan menerapkan hukum positif.24 hakim yang seperti itu tidak salah. Kecuali di
Akhirnya pandangan positivisme hukum dalamnya ada pelanggaran prosedur hukum
berpengaruh terhadap kemerdekaan kekuasaan acara yang dilakukan (unprofesional conduct)
kehakiman dalam menegakkan hukum, karena atau ada pelanggaran perilaku hakim pada
hkim  sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman saat melakukan fungsi yudisialnya (misalnya
pada saat ia melaksanakan fungsi yudisialnya menerima suap), barulah hakim tersebut
didalam memeriksa, mengadili, dan memutus dikenai sanksi baik administrasi ataupun pidana
perkara terikat pada penerapan hukum positif, atas kinerja dan perilakunya.
sehingga hakim di dalam penegakan hukum Berdasarkan penjelasan tersebut, nampak
sebatas berfungsi sebagai penegak undang- bahwa menegakkan hukum tidak sama dengan
undang. menegakkan keadilan. Putusan berkualitas
Pandangan positivisme hukum melahirkan tidak cukup mengandalkan kemahiran hakim
legisme hukum pada Hakim. Di sini peran hakim dalam menafsirkan dan menerapkan undang-
hanyalah ”corong undang-undang” (Ia bouche undang, karena dalam realita kehidupan yang
des lois). Ia hanya subsumtie automat penerap nyata sehari-hari, hukum tidak selalu identik
pasal undang-undang, sehingga penegakan dengan keadilan. Sementara itu sebagaimana
hukum oleh hakim dalam proses peradilan telah diuraikan diatas, bagi para pencari
tidak sama dengan penegakan keadilan, karena keadilan putusan hakim yang berkualitas sama
hakim hanya mengedepankan kepastian maknanya dengan putusan yang mencerminkan
hukum melalui pendekatan legalistik formal keadilan.
pada ketentuan undang-undang. Akibatnya Kemerdekaan kekuasaan kehakiman berada
dalam penegakan hukum jika hakim hanya di tangan Hakim. Sebagai penyelenggara negara
memperhatikan kepastian hukum, maka unsur di bidang yudikatif, hakim adalah penerap,
keadilan akan terabaikan, disebabkan di dalam penegak, dan penemu hukum. Pada waktu
putusannya hakim hanya menerapkan undang- memutus perkara, selaku penegak hukum hakim
undang dan hasilnya adalah kebenaran formal.25 dalam proses peradilan menerapkan hukum
Dalam hal ini hakim harus mencari dan demi ketertiban masyarakat dan kepastian
menemukan hukum pada undang-undang untuk hukum. Jika hukum dalam undang-undang yang
diterapkan dalam peristiwa konkret yang telah akan diterapkan (ditegakkan) tidak ditemui,
dibuktikan adanya dalam proses peradilan tidak hakim mencari (menemukan) atau menciptakan
peduli apakah ketentuan hukum yang terdapat hukum, dan memberikan solusi hukum dalam
dalam pasal-pasal undang-undang yang sengketa atau perkara yang ditanganinya.

24
Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan IImu-ilmu Sosial Bagi Pengembangan IImu Hukum, (Yogyakarta: Genta
Publising, cet. 1, 2010), hlm. 35-78.
25
Lotulung, Ibid.

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 79
Volume 6, Nomor 1, April 2017

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian sesuai tujuan utamanya dalam proses peradilan,
hukum bertujuan untuk memberikan yakni mengadili sengketa atau perkara. Makna
perlindungan hukum kepada yustisiabel mengadili berarti memberi ”adil” atau keadilan.
terhadap tindakan sewenang-wenang. Oleh karena itu putusan Hakim diberi irah-
Sementara itu masyarakat mengharapkan ada irah eksekutorial ”Demi keadilan berdasarkan
kepastian hukum, karena dengan ada kepastian Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tanpa irah-irah
hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum tersebut mengtikibatkan putusan hakim tidak
bertugas menciptakan kepastian hukum karena mempunyai kekuatan hukum berlaku, sehingga
bertujuan ketertiban hukum.26 Bersamaan tidak akan dapat dilaksanakan.
dengan itu, dalam penegakan hukum dan Putusan hakim yang tidak dapat dilaksanakan
penerapan hukum, hakim harus dapat (non executable) atau putusan yang tidak
mewujudkan keadilan. Apabila ada ketentuan memenuhi rasa keadilan sama artinya dengan
undang-undang yang dipakai sebagai dasar tidak bermanfaat bagi pencari keadilan, karena
untuk menerapkan hukum atau undang-undang tujuan yang diharapkan oleh pencari keadilan
yang akan ditegakkan sudah tidak sesuai lagi dalam beracara di pengadilan selain agar hukum
dengan perkembangan zaman dan tuntutan dapat ditegakkan dan dengan cara itu keadilan
rasa keadilan, atau jika undang-undang tidak dapat diwujudkan, namun jika oleh karena
mengatur, hakim wajib menggali, mengikuti hal-hal tertentu putusan tersebut tidak dapat
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa dilaksanakan, maka tidak akan ada manfaatnya
keadilan yang hidup di dalam masyarakat. atau gunanya bagi pihak yang bersengketa.
Melalui penegakan hukum di dalam pengadilan Dengan demikian terdapat ada benang
diharapkan putusan hakim disamping dapat merah dalam penegakan hukum oleh hakim
mewujudkan ketertiban dan kepastian melalui proses peradilan. Karena dalam
hukum, juga harus mewujudkan hukum yang penegakan hukum hakim menegakkan undang-
memenuhi rasa keadilan. Konsekuensinya undang, namun menegakkan hukum tidak
kemerdekaan kekuasaan kehakiman di tangan semata hanya menegakkan undang-undang.
hakim harus dimaknai dan diimplementasikan Hukum dibuat tidak semata untuk ditegakkan.
untuk mewujudkan cita hukum yang berintikan Oleh karena putusan hakim tidak dijatuhkan
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. di ruang hampa melainkan untuk memberikan
Di dalam proses yudisial pada saat keadilan maka penegakan hukum disamping
menerapkan undang-undang dalam kasus untuk mewujudkan perlindungan hukum
konkret yang diperiksa dan diadili, Hakim terhadap masyarakat sehingga ada ketertiban
harus dapat mendekatkan (menjembatani) hukum, sementara itu harus dapat mewujudkan
”legal justice” dengan ”moral justice”, sehingga keadilan. Oleh karenanya dalam penegakannya
dalam proses peradilan tersebut keadilan sensitivitas hakim terhadap rasa keadilan harus
dapat diwujudkan. Kemerdekaan kekuasaan dipergunakan agar dapat menjembatani antara
kehakiman di tangan hakim harus diarahkan kepastian hukum dengan rasa keadilan tersebut.

Ibid.
26

80 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

4. Realitas Penegakan Hukum oleh dan kemampuan masyarakat untuk berupaya


Hakim memperoleh perlakuan hukum yang benar dan
Realitas penegakan hukum oleh hakim, adil, dengan perkataan lain bahwa, penegakan
adalah suatu gambaran terhadap keadaan hukum yang adil ditentukan juga oleh kesadaran
lingkungan sosial dimana tempat hukum berlaku dan partisipasi masyarakat, bukan semata-mata
dan ditegakkan. Selama ini permasalahan keinginan hakim selaku penegak hukum.
penegakan hukum yang benar dan adil selalu Beberapa aspek sosial yang menggambarkan
diarahkan pada penegak hukum. Penegak kenyataan penghambat bagi hakim dalam
hukum dalam hal ini termasuk hakim dituntut menegakkan keadilan dan kebenaran. Pertama;
untuk menjadi penegak hukum yang benar dan bersumber dari rasa takut atau apatime
adil. Penegakan hukum tidak berada dalam masyarakat untuk membela keadilan bagi
suatu relitas yang kosong. Penegakan hukum diri sendiri maupun lingkungannya. Hal ini
terjadi dan berlaku di tengah-tengah kehidupan dapat terjadi karena susunan masyarakat yang
masyarakat. Lebih jauh, perlu untuk dipahami menjelma sikap serb menerima kehendak
bahwa, penegakan hukum bukan sekedar penguasa, atau sistem penindasan yang
berada ditengah-tengah masyrakat, melainkan menghilangkan keberanian untuk berjuang
dapat dipengaruhi oleh keadaan dan interaksi membela kepentingannya.
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kedua; sejak masa reformasi ketika
Dalam realitas suatu masyarakat yang kebebasan demokrasi dibuka lebar, terdapat
memelihara atau mengembangkan sistem hak- berbagai tekanan publik yang acap kali
hak privilege berdasarkan status atau suatu berlebihan dalam penegakan hukum, tekanan
masyarakat dengan perbedaan yang tajam tersebut berupa pengerahan massa, maupun
antara ”the have” dan ”the have not”, atau melalui media masa cetak maupun elektronik,
suatu masyarakat yang berda dalam lingkungan serta media-media sosial lainnya. Pada
kekuasaan otoriter, akan menampakkan sistem dasarnya, pendapat atau pandangan publik
penegakan hukum yang berbeda dengan sangat diharapkan sebagai kontrol terhdap
masyarakat yang terbuka dan egaliter. Keadaan kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan
tersebut akan sangat berpengaruh pada dalam proses penegakan hukum dan keadilan itu
kemandirian dan kebebasan hakim. Dalam sendiri, tetapi yang harus dijaga adalah jangan
konteks kenyataan tersebut, menunjukan sampai pendapat atau pandangan tersebut
kemandirian dan independesi hakim tidak menjadi suatu tekanan yang merendahkan
hanya ditentukan oleh susunan atau sistem martabat dan kehormatan lembaga peradilan
kekuasaan negara, tetapi juga oleh susunan dan sebagai lembaga yang agung dalam menegakkan
sistem sosial dan kemasyarakatan.27
Penegakan hukum yang benar dan adil
tidak semata-mata ditentukan oleh kehendak
hakim sebagai ”ratu adil”, tetapi juga kemauan

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Jakarta: Mahakamah Agung RI, 2007), hlm. 12.
27

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 81
Volume 6, Nomor 1, April 2017

keadilan,28 atau menimbulkan rasa takut bagi menyuap atau dengan cara memanfaatkan
hakim dalam menjatuhkan keadilan.29 segala hubungan secara langsung maupun
Apabila hal semacam ini terjdi, maka tidak langsung melalui orang lain. Kolusi atau
penegakan hukum yang benar dan adil tidak penyuapan di lingkungan peradilan bukan suatu
hanya dipersulit dalam suatu masyarakat yang peristiwa yang tunggal melainkan suatu hasil
serba berserah diri pada kehendak kekuasaan kerjasama kedua belah pihak, antara penyogok
tetapi juga dalam masyarakat yang ”menekan” dan penerima sogokan, seperti antara hakim
hakim dalam menjatuhkan putusan baik atas dan pihak yang berperkara. Sebagaimana
dasar pemanfaatan kebebasan (Trial by the press) beberapa kasus yang mencuat ke permukan
maupun karena hak-hak privilege tertentu. terjadi penagkapan beberapa advokad yang
Publik yang menghendaki penegakan hukum semestinya menjadi salah satu benteng penegak
yang benar dan adil harus menerima syarat hukum, malah ikut terlibat dalam perbutan yang
untuk melakukannya dengan cara-cara yang tidak terpuji.
benar dan adil juga. Publik yang menghakimi Perbuatan-perbuatan tersebut diatas tentu
sendiri suatu peristiwa pelanggaran hukum, merupakan suatu fakta dalam realitas kehidupan
bukanlah cara menegakkan hukum dengan sosial kemasyarakat yang tidak terpisahkan dari
benar dan adil, melainkan suatu kekejaman penegakan hukum oleh hakim di pengadilan,
yang melanggar hukum. sehingga tugas menegakkan hukum dan keadilan
Selanjutnya, faktor yang ketiga sebagai oleh hakim sangat bergantung kepada kondisi
penghambat dalam penegakan hukum yang dan realitas kehidupan masyarakat disekitarnya,
benar dan adil adalah menghalalkan segala jika masyarakat menghendaki suatu lembaga
cara untuk memenangkan setiap perkara, peradilan berproses dengan baik dan benar
baik perkara publik seperti tindak pidna makan, wujud keadilan akan terpancar melalui
korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak kepuasan dan kedamaian dalam menerima
pidana narkoba, dan tindak pidana lainnya, putusan yang dijatuhkan oleh hakim.
maupun dalam perkara perdata dengan cara

28
Sebagai contoh tekanan tersebut dalam bentuk pengawasan secara eksternal oleh Komisi Yudisial misalnya,
sesungguhnya model pengawasan yang dilakukan adalah bagaimana menjaga dan menjunjung tinggi martabat
lembaga peradilan dalam bentuk pembinaan dan pengawasan yang proporsional berdasarkan kewenangan yang
dimiliki terhadap terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim, tidak kemudian pengawasan dalam bentuk
mencari-cari kelemahan dan kesalahan lembaga peradilan yang pada akhirnya meruntuhkan lembaga peradilan
itu sendiri sebagai tempat pencarian keadilan. Lihat, Ismail Rumadan, ”Membangun Hubungan Harmonis dalam
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Hakim oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam Rangka Menegakkan
Kehormatan, Keluhuran dan Martabat Hakim”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 5 Nomor 2, Juli (2016).
29
Dalam beberapa kasus korupsi tertentu seperti kasus Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi
Nababan, sesungguhnya berdasarkan beberapa bukti yang dikemukakan oleh terdakwa bahwa perbuatan
tersebut masuk dalam kategori perbuatan hukum perdata, namun karena hakim sudah terpengaruh dengan
tekanan publik melalui media masa maupun tekanan dalam bentuk lain, sehingga perbuatan atau tindakan
tersebut diputuskan sebagai tindak pidana korupsi. Pada akhirnya MA mengabulkan permohonan kasasi
jaksa penuntut umum (JPU). Hotasi divonis 4 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 6 bulan kurungan
sesuai tuntutan JPU. Sebelumnya, Hotasi divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Lihat,
MA Batalkan Vonis Bebas Eks Dirut Merpati Perbuatan Hotasi dinilai melawan hukum dan memperkaya TALG.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt536cebe5083bd/ma-batalkan-vonis-bebas-eks-dirut-merpati.

82 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

5. Mewujudkan suatu Kedamaian dalam berkeadilan akan tercapai apabila hukum yang
Putusan Hakim akan ditegakkan, demikian pula hukum yang
Tugas dan fungsi hakim tidak mengatur cara-cara penegakan hukum adalah
selamanya untuk memutus, fungsi hakim benar dan adil. Suatu aturan hukum yang
yang paling utama dalam menyelesaikan dikatakan benar dan adil apabila dibuat dengan
suatu permasalahan hukum dengan jalan cara-cara yang benar dan materi muatannya
bagaimana memberika perasaan damai bagi sesuai dengan kesadaran hukum dan memberi
para pihak pencari keadilan, sebagaimana bunyi sebesar-bebesarnya manfaat bagi kepentingan
ketentuan dalam Pasal 130 HIR/154 RBg yang orang perorangan dan masyarakat banyak pada
mewajibkan para hakim untuk mendamaikan umumnya. Suatu aturan hukum akan tidak
para pihak yang berperkara dalam sebuah benar dan tidak adil apabila hanya dibuat untuk
sengketa keperdataan. Peran hakim dalam kepentingan kekusaan belaka dan mengandung
konteks mendamaikan ini yang belum maksimal kesewenang-wenangan. Namun perlu juga
difungsikan, sehingga sering terdapat berbagai mendapat perhatian, bahwa suatu suatu hukum
gejolak ditengah masyarakat yang selalu protes dapat menjadi tidak benar dan tidak adil apabila
terhadap institusi peradilan, sebagai bentuk mempunyai jarak begitu jauh dengan kesadaran
respon dan proses terhadap penegakan hukum dan kenyataan sosial yang berlaku. Sehingga
di pengadilan yang dinilai tidak adil dan tidak rakyat merasa asing atau terasing dengan
memberikan solusi damai bagi para pencari aturan hukum tersebut. Selanjutnya hukum
keadilan. Protes-protes tersebut tentu sangat dapat pula tidak adil apabila pembuatnya tidak
mempengaruhi persepsi publik akan integritas mengindahkan tata cara pembuatan peraturan
lembga peradilan sebgai lembaga yang diserahi yang baik, karena akan menimbulkan keadaan
kewenangan dalam menegakkan keadilan. seperti kerancuan dalam penerapan atau
Pada posisi yang demikian tentu harus ketidakpastian hukum.
ditempuh berbagai cara untuk memperkuat Kedua, hakim sebagai pelaku penegak
peran peradilan dalam menegakkan hukum hukum, hakim dapatlah disebut sebagai kunci
dan keadilan agar kepercayaan masyarakat utama dalam menegakkan hukum yang adil dan
terhadap lembaga peradilan dalam berkeadilan, di tangan hakim, atauran hukum
menyelesaiakan permasalahan hukum tetap yang bersifat abstrak menjadi konkret, berlaku
terjaga. Terdapat beberapa syarat yang harus terhadap pencari keadilan. Terdapat beberapa
dipenuhi untuk memperkuat lembaga peradilan syarat agar hakim dapat menegakkan hukum
dalam mewujudkan suatu putusan yang adil secara adil.30
dan menjamin adanya perasaan damai bagi a. Perlakuan terhadap hukum yang akan
masyarakat pencari keadilan antara lain sebagai ditegakkan. Ada pilihan peranan yang dpat
berikut: dilakukan hakim dalam menegakkan hukum,
Pertama, aturan hukum yang akan (1) hakim sekedar sebagai ”la bouche de la
ditegakkan. Penegakan hukum yang adil atau loi” atau ”spreekbuis van de wet”. Dalam

Bagir Manan, Ibid.


30

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 83
Volume 6, Nomor 1, April 2017

hal aturan hukum sudah jelas hakim hanya tetapi dalam banyak hal hukum adalah
bertindak sebagai corong undang-undang, cerminan masyarakat. Telah dikemukakan
kecuali penerapan itu menimbulkan bahwa, tekanan publik terhadap penegakan
ketidakadilan, bertentangan dengan hukum dapat mempengaruhi putusan hakim.
kesusilaan, atau bertentangan dengan Begitu pula kepentingan-kepentingan tertentu
kepentingan umum dan ketertiban umum. seperti kepentingan ekonomi dan politik
(2) hakim berlaku sebagai penerjemah yang dominan dapat menentukan wujud dari
(interpreter) suatu aturan hukum agar suatu putusan hakim. Oleh sebab itu perlu diciptakan
aturan hukum dapat menjadi intrumen berbagai persyaratan sosial yang kondusif agar
keadilan, dan (3) hakim dapat menjadi penegakan hukum dapat dilaksanakan secara
pencipta hukum (rechtsschepping), dalam benar dan adil.
hal hukum yang ada tidak cukup mengatur Persyaratan tersebut antara lain tumbuhnya
atau didapati kekosongan hukum.31 prinsip egalitarian, keterbukaan untuk
b. Memperhatikan kepentingan atau kebutuhan menciptakan berbagai keseimbangan dalam
masyarakat baik kebutuhan nyata maupun berbagai perikehidupan masyarakat. Dalam
proyeksi kebutuhan di masa depan. Hukum berbagai perbedaan yang begitu tajam, baik
adalah instrumen sosial untuk menjaga sosial, ekonomi, politik dan lain-lain, akan
dan membangun masyarakat. Hukum tidak dialami kesulitan untuk menciptakan sistem
boleh mengandung kesenjangan dengan penegakan hukum yang benar dan adil, karena
kenyataan yang hidup ditengah masyarakat. penegak hukum akan berpihak pada kekuatan
Hakim dalam menegakkan hukum tidak kekuatan dominan yang mungkin tidak berpihak
mengindahkan berbagai kenyataan dan pada kebenaran dan keadilan. Hukum yang
kebutuhan masyarakat, akan dirasakan benar dan adil hanya dapat berperan dalam
sebagai sesuatu yang asing bahkan tatanan yang berkeseimbangan dan tidak dalam
mungkin menekan kehidupan masyarakat. tatanan ekstimitas tertentu.33
Menegakkan hukum yang asing bagi suatu Selanjutnya, untuk menjaga dan
masyarakat dapat dipandang sebagai suatu mewujudkan suatu putusan hakim yang adil
bentuk penegakan hukum yang tidak adil dan mendapat respon yang penuh kedmaian
atau berkeadilan.32 dari para pencari keadilan, terdapat dua aspek
penting yang harus dilaksanakan, yaitu terkait
Ketiga, lingkungan sosial sebagai tempat dengan tata cara penegakan hukum (prosedural
hukum berlaku. Penegakan hukum oleh hakim justice) dan ini atau hasil dari penegakan hukum
sangat dipengaruhi oleh kenyataan-kenyataan, itu sendiri (substantive justice).
baik sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Pada masyarakat yang menjunjung tinggi
Meskipun dalam situasi tertentu, hukum hukum, persoalan tata cara mewujudkan
dapat berperan sebagai sarana pembaharuan, tujuan sama pentingnya dengan tujuan itu

31
Bagir Manan, Ibid.
32
Ibid.
33
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa ibid., hlm. 12.

84 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

sendiri. Tujuan mewujudkan keadilan hanya setiap keadilan individual akan terkandung
dapat ditempuh dengan cara yang adil pula. keadilan sosial. Harmoni antara keadilan sosial
Cara yang dimaksud meliputi, kepastian peran dan individual yang diterapkan melalui putusan
kelembagaan, dan kepastian mekanisme. pengadilan tentu dapat menghadirkan suasana
Inilah yang disebut dengan kepastian hukum kedamaian bagi masyarakat pencari keadilan.
(rechtszekerheid). Pada prinsipnya kepastian
memang tidak sama dengan keadilan, bahkan D. Penutup
dapat bertolak belakang antara kepastian Di tengah suasana pengaruh dan tekanan
dan keadilan, namun tanpa kepastian, pasti kekuasaan dalam segala aktivitas kehidupan
tidak akan ada keadilan. Keadilan dalam di tengah masyarakat baik aktivitas individual,
ketidakpastian akan menjadi sangat subjektif aktivitas sosial ataupun aktivitas publik, institusi
karena sepenuhnya tergantung pada hakim pengadilan sebagai lembaga yang dijamin
yang mengendalikan kepastian. Perwujudan indepensinya dalam menegakkan hukum dan
keadilan semacam ini berpotensi melahirkan keadilan masih dipengaruhi oleh kekuatan dan
ketidakadilan, sehingga wujud kedamaian kekuasaan lain, terutama pengaruh kekuasaan
menjadi tidak tampak bagi salah satu pihak eksekutif dan kekuatan politik, fungsi penegakan
yang merasa tidak diberlakukan secara adil. hukum oleh pengadilan belum sepenuhnya
Selanjutnya terkait dengan substantive mandiri, sehingga tugas utama pengadilan untuk
justice, menyangkut isi keadilan itu sendiri. mewujudkan keadilan dan kedamaian ditengah
Secara teoritik, banyak pandangan mengenai masyarakat masih jauh dari harapan. Oleh karena
hal ini. Ada yang melihat dari tingkat itu perlu untuk diperkuat institusi pengadilan
pencapaian kepuasan (Rescoe Pound). Ada yang sebagai benteng terakhir pencari keadilan untuk
memandang dari sudut manfaat (Bentham), menghadirkan suasana dan perasaan damai
dan ada pula yang memandang dari perspektif bagi pencari keadilan. Penguatan lembaga
keadilan semata-mata diukur dari pelaksanaan peradilan tersebut dapat berupa; ketentuan
hukum itu sendiri (Hans Kelsen). Untuk dapat dan aturan hukum yang mengatur cara-cara
menemukan secara tepat susbtansi keadilan, menegakkan hukum dan keadilan itu tersusun
haruslah dibedakan anatara keadilan individual dengan baik dan benar secara pasti. Kemudian
(individual justice) dan keadilan sosial (soscial kontrol berupa pengawasan terhadap institusi
justice). Sangat ideal apabila keadilan individual peradilan untuk lebih transparan dan objektif
tercermin dalam keadilan sosial atau sebaliknya dalam meneyelsaikan suatu sengketa hukum
keadilan sosial menjadi tidak lain dari sublimasi dipengadilan perlu untuk dilakukan secara
keadilan individual.34 Namun pada kenyataannya proporsional dan profesional, dan selanjutnya
terdapat gep antara keadilan individual dan budaya masyarakat yang terkait proses hukum
keadilan sosial. Gep ini dapat diatasi apabila harus memahami posisi dan kedudukannya
dalam sistem penegak hukum dapat dengan sebagai elemen terpenting bagi tegaknya
cermat diletakkan nilai sosial atau moral dari hukum dan keadilan.
setiap aturan hukum. Dengan demikian dalam

Bagir Manan, Op.cit., hlm. 12-13.


34

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 85
Volume 6, Nomor 1, April 2017

Selanjutnya, untuk menjaga dan Rahardjo, Satjipto, Membedah Hukum Progresif,


mewujudkan suatu putusan hakim yang adil (Jakarta: Kompas, 2007)
Rahardjo, Satjipto, Pemanfaatan IImu-ilmu Sosial
dan mendapat respon yang penuh kedmaian Bagi Pengembangan IImu Hukum, (Yogyakarta:
dari para pencari keadilan, terdapat dua aspek Genta Publising, 2010)
penting yang harus dilaksanakan, yaitu terkait Sujata, Antonius, Reformasi Dalam Penegakan
Hukum, (Jakarta: Djambatan, 2000)
dengan tata cara penegakan hukum (prosedural
Wasitaatmadja, Fokkey Fuad, Filsafat Hukum, Akar
justice) dan ini atau hasil dari penegakan hukum Religiositas Hukum, (Jakarta: Prenadamedia
itu sendiri (substantive justice). Prosedural Group, 2015)
justice berkaitan dengan aspek kepastian
Makalah/Artikel/Laporan/Hasil Penelitian
hukum dalam proses penegakan hukum di
pengadilan, dan substantive justice terkait Dwisvimiar, Inge, ”Keadilan Dalam Perspektif Filsafat
Ilmu Hukum”, Jurnal Dinamika Hukum, vol; 1, No.
dengan putusan pengadilan atau hakim yang 3 September (2011)
dapat menghilangkan gap antara keadilan Husni, M., ”Moral dan Keadilan Sebagai Landasan
individual dengan keadilan sosial dengan cermat Penegakan Hukum Yang Responsif”, Jurnal
Equality Fakultas Hukum Universitas Sumatera
diletakkan nilai-nilai sosial atau moral dari
Utara, Vol. 11 (1) Februari (2006)
setiap aturan hukum, dengan demikian dalam Indarti, Erlyn, ”Demokrasi dan Kekerasan: Sebuah
setiap keadilan individual akan terkandung Tinjauan Filsafat Hukum”, Aequitas Juris, Jurnal
keadilan sosial. Harmoni antara keadilan sosial Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya
Mandira Kupang, Vol. 2 (1), (2008)
dan individual yang diterapkan melalui putusan Lotulung, Efendi, ”Mewujudkan Putusan Berkualitas
pengadilan tentu dapat menghadirkan suasana Yang Mencerminkan Rasa Keadilan”, (makalah
kedamaian bagi masyarakat pencari keadilan. dalam Rapat Kerja Nasional di Balikpapan,
Tanggal 10 - 14 Oktober 2010)
Manan, Bagir, ”Organisasi Peradilan di Indonesia”,
Daftar Pustaka (makalah Penataran Hukum Administrasi Tahun
Buku 1997/1998, Pelaksanaan Program Kerjasama
Hukum Indonesia-Belanda, Penyelenggara Fak.
Bakir, Herman, Filsafat Hukum, Tema-Tema Hukum Airlangga, Surabaya, 12 Februari, 1998)
Fundamental Keadilan dari Sisi Ajaran Fiat Maryanto, ”Refleksi dan Relevansi Pemikiran Filsafat
Justitia Ruat Caelum, (Yogyakarta: Pustaka Hukum Bagi Pengembangan Ilmu Hukum”,
Pelajar, 2015) Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam
Dewantara, Nanda, Masalah Kebebasan Hakim Sultan Agung Semarang, Vol. 13 (1) (2003)
Dalam Menangani Suatu Perkara Pidana, Rumadan, Ismail, ”Membangun Hubungan Harmonis
(Jakarta: Aksara Persada Indonesia, Cet. II, 1987) dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Hakim
Friedman, Lawrence M., Teori dan Filsafat Hukum, oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
(Jakarta: PT. Rajawali Press, 1990) dalam Rangka Menegakkan Kehormatan,
Friedman, Lawrence M., The Legal System : A Social Keluhuran dan Martabat Hakim”, Jurnal Hukum
Science Perspective, (New York: Rusell Sage dan Peradilan, Volume 5 Nomor 2, Juli (2016)
Foundation, 1975) Susanto, Anthon F., ”Keraguan dan Ketidakadilan
Manan, Bagir, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”,
Pencarian), (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2007) Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1 tahun (2010)
Montesquieu, The Spirit of The Law, transleted by
Thomas Nugent, (New York: Hafner Press, 1949) Internet
Muchsan, Hukum Tata Pemerintahan, (Yogyakarta:
Penerbit Liberty, 1985) Amin, M., ”Kebenaran Hukum Vs Keadilan
Mujahidin, Ahmad, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Masyarakat”, tersedia di website http://www.
(Bandung: Refika Aditama, 2007) Pa-lubukpakam. net/artikel/186-kebenaran-

86 Jurnal RechtsVinding, Vol. 6 No. 1, April 2017, hlm. 125–143


Volume 6, Nomor 1, April 2017

hukum–vs-keadilan- masyarakat.html. (diakses


9 Februari 2017)
Nur Rahmah, Amelinda, ”Keadilan di Dalam
Lembaga Hukum”, http://www.kompasiana.
com/amelindanurrahmah/keadilan-di-dalam-
lembaga-hukum, (diakses 9 Februari 2017)

Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum dalam Menegakkan Keadilan ... (Ismail Rumadan) 87

Anda mungkin juga menyukai