Anda di halaman 1dari 8

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUAH HATI CIPUTAT


NOMOR : 08.04/PER/DIR/RSBM/III/2018
TENTANG
PEDOMAN ASESMEN PRA BEDAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Asesmen Pra Bedah adalah suatu pemeriksaan dan perencanaan sebelum tindakan
pembedahan dilaksanakan.

B. Tujuan
1. Sebagai panduan yang sistematis untuk menentukan status kesehatan pasien pada
perencanaan dan perawatan lebih lanjut.
2. Dasar untuk memilih prosedur yang tepat, waktu yang optimal, prosedur aman,
3. Memberikan manfaat terhadap prosedur yang direncanakan.
4. Pasien dan keluarga memperoleh informasi yang jelas mengenai kemungkinan
terjadinya komplikasi pembedahan.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Kegiatan
Setiap pasien yang datang ke Rumah sakit harus dilakukan penilaian awal dan
penapisan ( screening ) oleh petugas yang berwenang dan kompeten untuk melakukan
perawatan selanjutnya, mengenai kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Ruang lingkup penilaian tiap disiplin ditentukan oleh kebijakkan setiap bagian bedah.
Ruang lingkup dan intensitas penilaian ditentukan oleh kondisi pasien sebagai
berikut:
1. Kondisi / Diagnosis
2. Perencanaan Perawatan
3. Motivasi tentang Perawatan
4. Respon pada perawatan sebelumnya
5. Persetujuan tindakan
Data-data yang penting dari pasien harus dikomunikasikan secara konsisten
kepada tim yang merawat. Kelainan fisik atau diagnostik harus dilaporkan ke dokter.
Dokter bisa merujuk pasien bila fasilitas dan sarana bedah tidak tersedia.

B. Ruang Lingkup Pelaksanaan


1. Dokter Bedah Umum
2. Dokter Spesialis Bedah Digestive
3. Dokter Spesialis Bedah Orthopedi
4. Dokter Spesialis Bedah Syaraf
5. Dokter Spesialis Bedah Kepala Leher
6. Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi
7. Dokter Spesialis Bedah Urologi
8. Dokter Spesialis Bedah Anak
9. Dokter Spesialis Bedah Mulut
10. Dokter Spesialis THT
11. Dokter Spesialis Onkologi
12. Dokter Spesialis Bedah Thoraks
13. Dokter Gigi

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. PENJADWALAN
Dokter yang berwenang dan berkompeten melakukan permintaan pelayanan operasi
atau berkoordinasi dengan staf bagian kamar operasi tentang jadual dan ketersediaan
peralatan yang diperlukan dalm operasi tersebut. Apabila peralatan atau sarana
penunjang lainnya yang akan digunakan tidak tersedia di kamar operasi maka pasien
akan “dirujuk” ke rumah sakit lain. Dan apabila peralatan yang akan digunakan
tersedia, maka di lakukan penjadualan dan persiapan peralatan serta dialkukan
persiapan pasien oleh ahli bedah.

B. ASESMEN PRA BEDAH


Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk dilakukan
tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan kebutuhan pasien
dan kebutuhan staf medis dalam melakukan tindakan pembedahan. Asesmen ini
dibagi untuk 2 kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi.
1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta Tim
Bedah RS. Dokter akan menjelaskan operasi yang dimaksud selama konsultasi
rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat dan risiko operasi. Penyelidikan
dan penilaian masalah-masalah medis diatasi pada tahap ini, termasuk rujukan ke
spesialis yang relevan termasuk spesialis anestesi. Dokter bedah melakukan
pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan dan disesuaikan dengan kasus
bedahnya termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada
pasien dengan penyakit menahun sebaiknya hanya dikerjakan bila kondisi medis
pasien telah dioptimalkan dan risiko minimal. Persiapan untuk bedah elektif,
dilakukan untuk pasien yang sudah siap operasi. Setelah pasien berada di ruang
rawat inap, dokter bedah menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang
akan dikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi operasi:
a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterality),multiple
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi),atau multiple level (tulang belakang).
b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien
c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur terkena air/
alcohol/betadin.
d. Mudah dikenali.

3
e. Digunakan secara konsisten di RS.
f. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan tindakan.
g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan dan harus
terlihat sampai saat akan disayat.
Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien termasuk menuliskan
diagnose pre operasi dan nama tindakan atau prosedur operasi yang akan
dilakukan serta pernyataan persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan
dalam berkas rekam medis pasien.
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda
dari pasien yang dijadualkan. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak diketahui
dan operasi yang direncanakan tidak pasti. Kontak secepat mungkin dengan
spesialis anestesi akan menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah.
Setelah diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk
memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum pasien. Pada
situasi tertentu dibutuhkan operasi segera. Perawatan pra bedah dari pasien –
pasien emergensi:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya.
Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan pasien.
Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah dengan pembiusan
dahulu?
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk
melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien dengan
riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan riwayat
penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin
yakin mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak, dan begitupula
sebaliknya.
c. Pemeriksaan fisik
d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemerik-saan
hematologi dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel darah
segera mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan
patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea dan cek gas darah arteri.
e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat kehilangan
darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok tidak selalu

4
takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami hipotensi bila tekanan
sistoliknya 100 mmHg.
f. Obati nyeri
g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat
untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan yang
besar harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus dipasang.
Kadang-kadang hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung atau
sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak adekuat, pemantauan CVP
dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien jatuh ketika memasang infus vena
sentral.
h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan
pergantian volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di ICU. Sebagai
alternatif, pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-pasien perdarahan
aktif memerlukan operasi penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus
dipersiapkan segera. Persediaan darah yang telah diuji silang harus
diusahakan. Kalau bisa darah sampai ke kamar operasi sekaligus dengan
pasien, dan pada pasien yang kehabisan darah, darah dari golongan sama dan
belum diuji silang harus sudah ada segera.
i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau
hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap jam
dan CVP.
j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi
oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan fisik dan
radiologi biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada pasien kritis,
dispnea bisa disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang
disebabkan hipoksia jaringan sering akan memberi respons terhadap
resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari.
k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang
tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia
jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa.
l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk mengurangi
kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa pasien dengan
penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak tersumbat, dan menerima
oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks asam,

5
berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan
usus jelek) tepat sebelum operasi.
m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai rencana
tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang direncanakan.
Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau kondisi medis
pasien. Jika operasi memiliki risiko kematian, pastikan bahwa ini dipahami.
Jangan anggap semua pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi.

C. EDUKASI PRE OPERASI


1. Latihan napas
a. Latihan menarik napas dalam, dipantau dengan spirometri bila perlu.
Bertujuan untuk mengembangkan paru-paru secara optimal dan meningkatkan
kadar oksigen di dalam darah pasca tindakan anestesi.
b. Instruksikan pasien untuk latihan batuk dan tarik napas dalam pada posisi
duduk.
c. Iinstruksikan pasien untuk menarik napas dalam, tiga kali, melalui lubang
hidung dan menghembuskan napas perlahan melalui mulut dengan posisi bibir
agak mengatup. Latihan tarik napas dalam dilakukan setiap dua jam.
2. Latihan batuk dan posisi menahan
a. Latihan batuk membantu mengaluarkan secret dari rongga dada dan bahu
posisi menahan/”pembebat” yang dapat mengurangi tekanan serta mengontrol
nyeri.
b. Instruksikan pasien untuk menyilangkan jari-jari tangan, kemudian
meletakkan di atas lokasi bekas insisi sebagai penahan/”pembebat” saat batuk
nanti, mencegah cedera pada bekas insisi.
c. Bersandar ke depan perlahan dari posisi duduk.
d. Bernapas menggunakan diafragma perut, tarik napas penuh dengan mulut
sedikit terbuka.
e. Batukkan 3-4 kali perlahan.
f. Kemudian dengan mulut terbuka, tarik napas dalam dengan cepat lalu
batukkan kuat 1-2 kali.

3. Latihan ambulasi

6
a. Instruksikan pasien untuk menggerakkan kedua pergelangan kaki dengan
arah ibu jari kaki ke atas dan kebawah.
b. Instruksikan pasien untuk menekankan bagian belakang lutut ke tempat
tidur. Kemudian diikuti relaksasi lutut, kontraksi diikuti relaksasi otot paha dan
otot betis mencegah terbentukknya thrombus.

7
BAB V
DOKUMENTASI

Data dan penilaian didokumentasikan oleh berbagai disiplin bedah pada formulir yang
sesuai, dan termasuk data medis umum harus diidentifikasi. Pelayanan dan perawatan
harus dikoordinasikan secara efektif dan efisien. didokumentasikan sebagai berikut :
A. Staf Medis
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Catatan perkembangan dan kebijakkan penyakit
3. Catatan pre dan post anestesi
4. Laporan konsultasi
5. Laporan Operasi
6. Ringkasan pasien pulang
7. Catatan Klinis
B. Staf Perawat
1. Catatan penilaian pasien / asuhan perawatan
2. Catatan pasien pulang
3. Catatan klinis

Anda mungkin juga menyukai