Anda di halaman 1dari 8

KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENDEK


PADA ANAK USIA 6-24 BULAN

Atikah Rahayuh1, Fahrini Yulidasari2, Andini Octaviana Putri2,


Fauzie Rahman3, Dian Rosadi4

1
Bagian Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
2
Bagian KIA dan Kespro Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
3
Bagian Promkes dan AKK Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
4
Bagian Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Berdasarkan data Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi kejadian pendek di Indo-
Diterima 24 November 2015 nesia mencapai 36,8%, Kalimantan Selatan 45%, dan Kabupaten Amuntai Tengah 51%
Disetujui 20 Desember 2015 dimana ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat (≥ 20%). Tujuan dari peneli-
Dipublikasikan Januari 2016
tian ini adalah mengidentifikasi faktor risiko kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan
Keywords: yang dilakukan pada tahun 2014. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan besar
Risk factor; Stunting; sampel sejumlah 117, populasinya merupakan ibu-ibu yang memiliki anak berusia 6-24
Child age 6-24 month. bulan dan sampel terdiri dari anak yang berusia 6-24 bulan. Analisis data bivariat meng-
gunakan uji chi square dengan Confidance Interval (CI) 95%. Hasil analisis menunjukkan
DOI tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu (p=0,873), tinggi badan ayah (p=0,880),
http://dx.doi.org/10.15294/ dan tinggi badan ibu (p=0,123), serta terdapat hubungan antara riwayat status BBLR
kemas.v11i1.3521 (p=0,015) dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan. Anak dengan berat badan
lahir yang rendah memiliki risiko 5,87 kali untuk mengalami kejadian pendek.

RISK FACTORS RELATED TO THE INCIDENT STUNTING IN CHILDREN


6-24 MONTHS

Abstract
Based on previous research, data of Riskesdas (2013) showed that the prevalence of stunting
in Indonesia amounted to 36.8%, South Kalimantan by 45%, District Central Amuntai
by 51%, and the result is a public health problem (≥ 20%). The purpose of this study was
to identify risk factors for short events in children aged 6-24 months were conducted in
2014. The study design was cross-sectional with a large sample of 117, the population is
mothers who have children aged 6-24 months and samples consists of children aged 6-24
months. Bivariate data analysis using chi square test with confidance interval (CI) of 95%.
The analysis showed no association between employment status of the mother (p = 0.873),
height father (p = 0.880), and height of mothers (p = 0.123), and there is a relationship
between a history of the status of low birth weight (p = 0.015) with the incidence of short
in children aged 6-24 months. Children with low birth weight had 5.87 times the risk for
experiencing short events.
© 2016 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat
Email : dian_rosadi@ymail.com
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Pendahuluan memilih dan membeli makanan dengan gizi


Indikator antropometri dari gizi kurang yang seimbang. Tingkat pendidikan ayah dan
dapat diindikasikan dengan berat yang kurang ibu merupakan determinan yang kuat bagi
dan kejadian pendek (tinggi yang kurang pada kejadian pendek pada baduta di Indonesia
umur normal). Kejadian gizi kurang maupun dan Bangladesh. Faktor risko lainnya adalah
pendek ini talah menjadi masalah gizi secara tingkat pengetahuan keluarga terutama ibu
global. Menurut World Health Organization merupakan poin penting dalam terjadinya
(WHO), masalah gizi merupakan masalah kejadian pendek pada baduta. Pengetahuan ibu
kesehatan masyarakat jika di negara, provinsi, tentang nutrisi akan menentukan perilaku ibu
atau kabupaten dikatankan baik jika <20%, dalam memberikan makanan kepada anaknya
kurang jika berada pada rentang 20-29%, jelek (Rosha, 2012; Mardani, 2015).
jika antara 30-39%, dan sangat buruk jika Anak di bawah dua tahun (baduta) sangat
≥40%. Intervensi gizi harus di implementasikan membutuhkan protein untuk pertumbuhannya.
pada semua level untuk mengatasi penyebab Alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein
masalah dan meningkatkkan komitmen oleh adalah melalui sumber protein hewani salah
sektor nutrisi. satunya adalah ikan, karena proporsi protein
Data Riskesdas 2007 menunjukkan diharapkan paling banyak diperoleh dari ikan.
bahwa prevalensi Baduta yang mengalami Kebutuhan konsumsi ikan membutuhkan
kejadian pendek di Indonesia mencapai 36,8%, perhatian serius sejak umur dua tahun. Jika
pada 2010 35,6% dan 2013 mencapai 37,2%. baduta kekurangan protein yang didapatkan
Prevalensi kejadian pendek pada tahun 2013 dari ikan, maka tubuhnya tidak akan mampu
dapat dikatakan sebagai masalah kesehatan tumbuh dan berkembang, dan hal tersebut
masyarakat dengan kategori buruk. Pada akan mempengaruhi status gizi (Hartati,
provinsi Kalimantan Selatan data Riskesdas 2006). Kejadian pendek pada balita merupakan
2007 menunjukkan prevalensi kejadian pendek faktor risiko untuk meningkatkan mortalitas,
baduta mencapai 35,3% dan pada tahun 2013 gangguan kemampuan kognitif, perkembangan
mencapai 45% dan ini merupakan masalah motorik melambat, dan fungsi tubuh mengalami
kesehatan masyarakat dengan kategori sangat ketidakseimbangan dan kejadian pendek
buruk. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya akan disadari pada saat baduta memasuki
yang dilakukan di Amutai tengah pada tahun masa pubertas dan usia remaja sehingga
2010, anak bawah dua tahun (baduta) yang dampak yang ada akibat malnutrisi akan sulit
mengalami kejadian pendek adalah sebesar untuk diperbaiki (Hizni, 2013). Berdasarkan
51%. Amuntai Tengah memiliki Puskesmas permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk
yaitu Puskesmas Hulu Karias dimana diwilayah melakukan penelitian tentang faktor risiko
kerja puskesmas Hulu Karias terdapat 8 desa, kejadian pendek pada anak usia 6-24 bulan
yang sebagian besar berada di pinggiran sungai di daerah bantaran sungai, Puskesmas Hulu
dan digunakan masyarakat untuk budidaya Karias, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Daerah
ikan. tersebut terpilih menjadi lokasi penelitian
Faktor potensial yang mempengaruhi disebabkan karena Hulu Sungai Utara
kejadian pendek antara lain seperti sosial (Amuntai) merupakan daerah penghasil ikan
ekonomi, keluarga, pelayanan kesehatan, diet tertinggi dibandingkan kabupaten yang lain
dan status kesehatan.genetik, pemberian asi yang ada di Kalimantan Selatan yaitu sebesar
eksklusif, riwayat berat lahir bayi, kesesuaian 12.454 ton per tahun. Dengan hasil tersebut,
umur pemberian makanan pendamping mestinya daerah ini potensi sebagai sumber
ASI, dan tingkat pendidikan keluarga, serta perikanan yang berperan dalam penyediaan
konsumsi makanan juga mempengaruhi protein hewani yang seharusnya dimanfaatkan
kejadian pendek pada Baduta. Hasil penelitian masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
Rosha dan Mardani bahwa orang miskin masyarakat, khususnya permasalahan kurang
dengan pendidikan rendah mempengaruhi energi protein salah satunya kejadian pendek
status nutrisi mereka, faktor risiko yang pada anak. Hasil riskesdas 2013, diketahui
berhubungan adalah dengan kemampuan bahwa asupan energi dan protein <70% dari

97
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek

kecukuan gizi yang dianjurkan. jika kekurangan ataupun kelebihan. Tingkat


pengetahuan gizi ini dikategorikan menjadi
Metode 2 (dua) yaitu tingkat pengetahuan gizi tinggi,
Penelitian ini merupakan penelitian jika ibu dapat menjawab pertanyaan dengan
observasional analitik dengan pendekatan benar > rerata (skor) dan rendah jika ibu
cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan menjawab pertanyaan dengan benar ≤ rerata
di daerah bantaran sungai, Puskesmas Hulu (skor). Katagori BBLR jika riwayat berat badan
Karias, Kabupaten Hulu Sungai Utara selama lahir < 2,5 kg, dan tidak BBLR jika riwayat
tiga bulan pada tahun 2014. Pemilihan wilayah berat badan lahir ≥ 2,5 kg. Penilaian status ASI
puskesmas berdasarkan purposive karena Eksklusif adalah jika riwayat baduta diberikan
kejadian pendek diwilayah tersebut cukup ASI mulai dari 0-6 bulan tanpa diberi makanan
tinggi. Populasi adalah ibu-ibu yang memiliki lain dan tidak ASI eksklusif jika riwayat
baduta di daerah bantaran sungai, Puskesmas baduta ketika umur 0-6 bulan baduta tidak
Hulu Karias, Kabupaten Hulu Sungai diberi ASI/ASI diselingi dengan makanan
Utara. Sampel pada penelitian ini adalah lain. Penilaian konsumsi makan menunjukkan
ibu yang memiliki anak berusia 6-24 bulan. jumlah ikan yang dikonsumsi dihitung dalam
Kriteria inklusi sampel adalah ibu bersedia gram/hari, dikategorikan menjadi 2 (dua)
menandatangani informed consent, anak sehat, yaitu tinggi jika jumlah ikan yang dikonsumsi
dan tidak memiliki cacat bawaan. Adapun > rerata dan kategori rendah jika jumlah ikan
teknik pengambilan sampel adalah dari jumlah yang dikonsumsi ≤ rerata. Instrumen yang
anak pada periode window of opportunity 0-2 digunakan untuk mengetahui data ibu seperti
tahun terdaftar sebanyak 164 orang, kemudian tingkat pendidikan, riwayat status BBLR,
besar sampel dihitung menggunakan rumus status ASI eksklusif dan status gizi (kejadian
slovin dengan hasil sebanyak 117 sampel. pendek/pendek) mnggunakan formulir isian
Mengacu pada kriteria inklusi sampel yang responden dan sampel. Tingkat konsumsi
telah ditentukan, sampel dipilih secara random ikan menggunakan formulir recall 3x24 jam
pada 3 (tiga) posyandu yang tersebar di wilayah dan tingkat pengetahuan gizi ibu diukur
Puskesmas Karias. Posyandu A sejumlah 63 menggunakan kuesioner tingkat pengetahuan
sampel, posyandu B berjumlah 21 sampel, dan yang telah diuji validitas dan reliabilitas.
posyandu C berjumlah 33 sampel. Data yang Pengumpulan data panjang badan baduta
dikumpulkan antara lain tingkat pendidikan diukur oleh tenaga terlatih menggunakan baby
ibu, pengetahuan ibu, status ASI eksklusif, length board. Umur dan jenis kelamin anak
konsumsi ikan, status BBLR, dan kejadian diketahui dari wawancara. Analisis data melalui
pendek. Anak dikategorikan sangat pendek 3 tahap yaitu analisis deskriftif menggunakan
bila panjang badan menurut umur (z-skor <-3 table table distribusi frekuensi dan persentase.
SD); dan pendek bila panjang badan menurut Analisis data meliputi analisis univariat
umur (≥-3 SD s.d <-2 SD) dan tidak/normal dan bivariat. Analisis bivariat uji chi-square
bila panjang badan menurut umur (≥-2SD) (X2) pada tingkat kemaknaan 95 persen,
berdasarkan WHO 2006. dipergunakan untuk mengetahui hubungan
Kategori pendidikan berdasarkan wajib antara tingkat pendidikan ibu, pengetahuan
belajar yaitu kategori rendah bila tingkat ibu, status ASI eksklusif, tingkat konsumsi ikan,
pendidikan SMP ke bawah, dan kategori tinggi status BBLR, dan kejadian pendek pada baduta.
bila tingkat pendidikan SMA ke atas, sedangkan
penilaian tingkat pengetahuan gizi ibu diukur Hasil dan Pembahasan
dari jawaban ibu dalam mengisi kuesioner Fokus penelitian adalah faktor risiko
pengetahuan yang memuat tentang informasi kejadian pendek pada anak usia 0-2 tahun
gizi seperti kandungan zat gizi yang terdapat antara lain pendidikan ibu, pengetahuan ibu,
pada bahan makanan sumber energi, protein, status pemberian ASI eksklusif, status BBLR
karbohidrat dan lemak, selain itu informasi dan kejadian pendek serta budaya konsumsi
gizi terkait manfaat zat gizi tersebut bagi tubuh ikan pada masyarakat.
baduta serta dampak yang ditimbulkannya Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak

98
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Keluarga kaitannya denga mortalitas dan morbiditas


Karakteristik keluarga n % janin dan bayi. Selain itu, bayi denngan BBLR
Tingkat Pendidikan dapat mengalami hambatan pertumbuhan
Rendah 42 35,9 dan perkembangan kognitif seiring dengan
Tinggi 75 64,1 pertambahan usianya (Hartati, 2006).
Tingkat Pengetahuan gizi ibu
Faktor lainnya yang potensial
Rendah 14 12,0
Baik 103 88,0
berhubungan dengan kejadian pendek pada
Riwayat Status BBLR anak adalah pemberian ASI eksklusif. Hasil
BBLR 11 9,40 penelitian ini menemukan sebanyak 49
Tidak BBLR 106 90,6 responden (41,9%) tidak diberikan ASI secara
Status ASI Eksklusif eksklusif. Padahal pemberian ASI secara
Tidak ASI Eksklusif 49 41,9
eksklusif ini dianjurkan oleh UNICEF bersama
ASI Eksklusif 68 58,1
Tingkat Konsumsi Ikan
World Health Assembly (WHA) diberikan
Rendah 78 66,7 selama 6 bulan. Banyak manfaat yang didapat
Tinggi 39 33,3 dari pemberian ASI eksklusif yang utamanya
Kejadian pendek adalah untuk menunjang pertumbuhan
Pendek 54 46,2 dan perkembangan anak baik fisik maupun
Tidak pendek 63 53,8
mentalnya (Hartati, 2006). Hasil penelitian ini
Sumber : Data Primer
menemukan pula bahwa masih besar tingkat
42 responden (35,9%) memiliki tingkat konsumsi ikan dalam kategori rendah yaitu
pendidikan yang rendah dan sebanyak sebesar 78 responden (66,7%). Zat gizi utama
75 responden (64,1%) memiliki tingkat untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
pendidikan tinggi. Penelitian mengenai sangat diperlukan bagi seorang anak adalah
hubungan antara pendidikan ibu dengan protin. Ikan adalah salah satu sumber protein.
kejadian pendek yang dilakukan di Kenya Protein merupakan zat gizi yang sangat penting
memberikan hasil bahwa anak-anak yang karena yang paling erat hubungannya dengan
dilahirkan dari ibu berpendidikan memiliki pertumbuhan. Sumber protein hewani, seperti
risiko yang lebih kecil daripada anak-anak telur, susu, daging, unggas, kerang dan ikan.
yang dilahirkan dari ibu yang berpendidikan Akibat kekurangan protein, yaitu kwashiorkor
rendah. Hal tersebut dikarenakan ibu yang dan marasmus serta kejadian pendek. Konsumsi
memiliki pendidikan tinggi akan lebih makanan bagi setiap orang terutama anak
mudah menerima dan memproses informasi harus selalu memenuhi kebutuhan. Konsumsi
kesehatan (Hartati, 2006). Masih diperoleh makanan yang kurang akan menyebabkan
responden memiliki tingkat pengetahuan yang ketidakseimbangan proses metabolisme di
rendah sejumlah 14 responden (12,0%) dan dalam tubuh. Pada anak balita bila hal ini
sebanyak 103 responden (88,0%) memiliki terjadi terus menerus akan terjadi gangguan
tingkat pengetahuan yang baik. Semakin tinggi pertumbuhan dan perkembangan (Hartati,
tingkat pendidikan semakin mudah pula 2006). Salah satu gangguan perumbuhan dan
seseorang untuk menyerap informasi yang perkembangan pada anak adalah pendek. Anak
diperoleh, sehingga semakin besar peluang pendek disebabkan karena tinggi badannya
untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan tidak mencapai tinggi badan anak normal
merupakan hasil dari tahu dan terjadi sesudah lainnya. Hasil penelitian ini menemukan anak
orang melakukan penginderaan terhadap suatu pendek sebesar 54 responden baduta (46,2%)
objek tertentu. Pengetahuan merupakan faktor Kejadian pendek merupakan gangguan
yang sangat penting dalam membentuk perilaku pertumbuhan linear yang disebabkan
seseorang. Anak yang mengalami riwayat berat adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau
lahir rendah sebanyak 11 responden baduta penyakit infeksi kronis. Kejadian pendek
(9,40%). Berat bayi lahir rendah merupakan juga didefinisikan sebagai keadaan tubuh
masalah kesehatan masyarakat yang yang yang pendek dan sangat pendek, sehingga
banyak terjadi di Negara-negara miskin dan melampaui defisit -2 SD (minus dua standar
berkembang. Berat bayi lahir rendah erat devisiasi) di bawah median panjang atau

99
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek

Tabel 2. Kejadian Pendek Anak Usia 6-24 Bulan


Kejadian pendek Odd Ratio
Variabel Total p-value
Pendek Tidak pendek (OR)
Rendah 24 (57,1%) 18 (42,9%) 42 (100%)
Tingkat Pendidikan 2,000 0,112
Tinggi 30 (40,0%) 45 (60,0%) 75 (100%)
Tingkat Rendah 9 (64,3%) 5 (35,7%) 42 (100%)
0,431 0,244
Pengetahuan Baik 45 (43,7%) 58 (56,3%) 75 (100%)
BBLR 9 (81,8%) 2 (18,2%) 11 (100%)
Status BBLR 6,100 0,030
Tidak 45 (42,5%) 61 (57,5%) 106 (100%)
Pemberian ASI ASI 25 (51,0%) 24 (49,0%) 49 (100%)
1,401 0,453
Eksklusif Tidak 29 (42,6%) 39 (57,4%) 68 (100%)
Rendah 41 (52,6%) 37 (47,4%) 78 (100%)
Konsumsi Ikan 2,216 0,077
Tinggi 13 (33,3%) 26 (66,7%) 39 (100%)
Sumber : Data Primer
tinggi badan. Usia dua tahun pertama didalam kemampuan orang tua baik ayah maupun ibu
kehidupan adalah usia yang paling kritis untuk mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan
sehingga disebut “jendela peluang (window of yang ia peroleh tidak terwujud. Kemampuan
opportunity)”, karena mencegah kurang gizi seseorang untuk menyusun hidangan tidak
sangat berarti untuk kelompok usia dua tahun diturunkan dari orang tua, tetapi melalui proses
pertama pada khususnya dan masyarakat pada belajar dan kebiasaan yang secaa terus menerus
umumnya. Meskipun kerusakan sudah terjadi dilakukan.
dan seharusnya dihindari sejak dari usia 9 Indikator TB/U merefleksikan riwayat
bulan sampai usia 24 bulan, kerentanan anak gizi masa lalu dan bersifat kurang sensitif
terhadap penyakit dan resiko kematian masih terhadap perubahan masukan zat gizi, dimana
tetap tinggi di usia lima tahun pertama. Itulah dalam hal ini pendidikan ibu mempunyai
sebabnya banyak intervensi kesehatan dan gizi peranan dalam alokasi masukan zat gizi.
yang difokuskan pada anak bawah lima tahun Berbeda dengan berat badan yang dapat
(Huriah, 2014). naik, tetap atau turun, tinggi badan hanya
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak bisa naik atau tetap pada suatu kurun waktu
24 responden (57,1%) yang memiliki tingkat tertentu. Pada keadaan normal, tinggi badan
pendidikan rendah memiliki anak kejadian tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
pendek. Sebanyak 18 responden (42,9%) Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar anak
dengan tingkat pendidikan rendah tidak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
memiliki anak kejadian pendek. Sebanyak 30 Pada masa balita, anak masih benar-benar
responden (40,0%) dengan tingkat pendidikan tergantung pada perawatan dan pengasuhan
tinggi memiliki anak kejadian pendek. oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan
Sebanyak 45 responden (60,0%) dengan makanan pada tahun pertama kehidupan
tingkat pendidikan tinggi tidak memiliki sangatlah penting untuk perkembangan anak.
anak kejadian pendek. Hasil penelitian Pola pengasuhan anak tidak selalu sama di
menunjukkan tidak ada hubungan pendidikan tiap keluarga. Perbedaan karakteristik ibu yang
ibu dengan kejadian pendek pada anak usia mengakibatkan berbedanya pola pengasuhan
6-24 bulan (p=0,112). Tingkat pendidikan yang yang akan berpengaruh terhadap status gizi
lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau anak. Ibu yang berpendidikan tinggi tentu
masyarakat untuk menyerap informasi dan akan berbeda dengan ibu yang berpendidikan
mengimplementasikannya dalam perilaku dan rendah (Rahayu, 2014).
gaya hidup sehari-hari dalam hal kesehatan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak
dan gizi, khususnya pendidikan wanita juga 9 responden (64,3%) yang memiliki tingkat
menyatakan bahwa peningkatan pendidikan pengetahuan rendah memiliki anak kejadian
akan meningkatkan pengetahuan kesehatan gizi pendek. Sebanyak 5 responden (35,7%) dengan
yang selanjutnya akan menimbulkan sikap dan tingkat pengetahuan rendah tidak memiliki
perilaku positif. Namun, sering kali walaupun anak kejadian pendek. Sebanyak 45 responden
orang tua memiliki tingkat pendidikan tinggi, (43,7%) dengan tingkat pengetahuan baik

100
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

memiliki anak kejadian pendek. Sebanyak 58 meningkatkan risiko kesakitan dan kematian
responden (56,3%) dengan tingkat pengetahuan karena bayi rentan terhadap serangan infeksi.
baik tidak memiliki anak kejadian pendek. Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui angka kematian lebih tinggi dari pada bayi
bahwa tidak terdapat hubungan antara dengan berat lebih dari 2.500 gram saat lahir
pengetahuan ibu dengan kejadian pendek anak selama tahun pertama kehidupannya. Berat
usia 6-24 bulan (p=0,244). lahir pada umumnya sangat terkait dengan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang kematian janin, neonatal, dan postneonatal,
dilakukan oleh Huriah (2014), bahwa tidak morbiditas bayi dan anak seta pertumbuhan
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan dan perkembangan jangka panjang. Maka dari
kejadian pendek pada anak Pengetahuan gizi itu bayi dengan berat lahir yang rendah lebih
merupakan kemampuan yang yang dimiliki cenderung mengalami retardasi pertumbuhan
seseorang dalam memahami konsep dan intrauteri dan dampak dari bayi yang memiliki
prinsip gizi dalam kehidupan sehari-hari yang berat lahir rendah akan berlangsung dari
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti latar generasi ke generasi dimana anak dengan
belakang pendidikan, akses informasi, kondisi BBLR akan memiliki ukurqan antropometri
geografis, keadaan sosial ekonomi, dan lain-lain yang kurang pada perkembangannya (Rahmad,
(Huriah, 2014; Handal, 2007). Tidak adanya 2013; Menezes, 2012).
pengaruh yang bermakna dimungkinkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 25
karena pengetahuan bukan satu-satunya faktor responden baduta (51,0%) yang tidak diberikan
yang mempengaruhi secara langsung status gizi ASI eksklusif mengalami kejadian pendek,
balita. Selain itu pengetahuan dasar tentang gizi namun hasil penelitian ini menemukan pula
yang cukup tanpa diikuti sikap, keterampilan, responden yang memiliki anak yang mengalami
dan kemauan untuk bertindak tidak dapat pendek walaupun telah memberikan ASI secara
membawa perubahan dalam perbaikan gizi eksklusif yaitu sebanyak 29 responden baduta
balita (Mardani, 2015). (42,6%). Hasil penelitian menunjukkan tidak
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak terdapat hubungan antara status pemberian
9 responden baduta (81,8%) dengan ASI eksklusif dengan kejadian pendek pada
BBLR mengalami pendek. Hasil penelitian anak usia 6-24 bulan (p=0,453). Penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara status sejalan dengan yang dilakukan Mardani et al
status BBLR dengan kejadian pendek pada anak (2015) bahwa tidak terdapat hubungan antara
usia 6-24 (p=0,030). Anak dengan berat badan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
lahir yang rendah memiliki risiko 6,1 kali untuk pendek pada anak bulan (0,45) (Mardani,
mengalami kejadian pendek dibadingkan anak 2015). ASI eksklusif tidak menjadi faktor risiko
dengan berat badan lahir yang normal hal pada penelitian ini juga dimungkinkan karena
ini menunjukkan bahwa berat lahir rendah ASI eksklusif berpengaruh pada usia tertentu,
memiliki efek yang besar terhadap kejadian yaitu 0-6 bulan. Keluarga yang memberikan
pendek. Hasil ini sejalan dengan penelitian pola asuh baik terutama terhadap kebutuhan
yang dilakukan oleh Mardani (2015) dimana zat gizi, maka akan mempengaruhi status gizi
terdapat hubungan antara BBLR dengan anak. Pemberian MP-ASI yang tepat pada
kejadian pendek pada balita (<0,001) Anak anak usia akan menurunkan risiko malnutrisi,
dengan BBLR yang diiringi dengan konsumsi karena pada usia tersebut kebutuhan zat gizi
makanan yang tidak adekuat, pelayanan anak tidak dapat tercukupi hanya dari ASI
kesehatan yang tidak layak, dan sering terjadi saja. Perlu diperhatikan, pemberian ASI saja
infeksi pada masa pertumbuhan akan terus yang sudah terlalu lama atau lebih dari 6 bulan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan berkaitan dengan terjadinya kejadian pendek
dan menghasilkan anak yang kejadian pendek (Hien, 2009).
(Mardani, 2015). ASI eksklusif adalah memberikan ASI
Berat badan lahir rendah ditetapkan kepada anak tanpa makanan dan minuman lain
sebagai suatu berat lahir kurang dari 2.500 gram. kepada bayi seperti air tajin, air gula, madu, dan
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) akan sebagainya sejak lahir, kecuali obat dan vitamin.

101
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek

Pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 orang tua balita merupakan peternak ikan atau
bulan sangat penting untuk pertumbuhan dan nelayan, namun orang tuanya memiliki tinggi
status gizi anak. ASI mengandung zat gizi paling badan yang pendek (faktor genetik).
sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, Hasil penelitian Madanijah (2006),
ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh menyatakan bahwa, konsumsi ikan pada balita
yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan keluarga nelayan lebih tinggi daripada balita
kehidupan selanjutnya. Anak yang berusia 6 bukan dari keluarga nelayan. Keluarga nelayan
bulan pertama, seharusnya bayi hanya diberikan cenderung memenuhi kebutuhan hidup dengan
ASI (Air Susu Ibu) atau dikenal dengan sebutan apa yang ada di sekitar tempat tinggalnya
ASI eksklusif. ASI diberikan secara eksklusif 6 (Madanijah, 2006). Ibu jarang memberikan ikan
bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap kepada anak karena beranggapan bahwa lauk
diberikan setelah 6 bulan berdampingan ikan, sangat merepotkan, karena banyak duri
dengan makanan tambahan hingga umur dan proses membersihkan yang sulit. Kurang
2 tahun atau lebih. Anak yang yang berusia pengetahuan dari ibu tentang gizi bagi balita
lebih dari 6 bulan seharusnya sudah menerima juga dapat mendukung ibu dalam menyediakan
MP ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya, ikan sebagai lauk untuk balita (Hermina,
sehingga apabila tidak diberi MP ASI dapat 2011). Beberapa ibu juga masih beranggapan
menyebabkan anak kehilangan kesempatan yang kurang benar bahwa lebih baik ibu yang
untuk melatih kemampuan menerima makanan mengonsumsi ikan dan manfaat ikan akan
lain yang menyebabkan growth faltering (gagal didapat oleh balita melalui Air Susu Ibu (ASI).
tumbuh) (Vaktskjold, 2010). Selain itu ketika hamil, ibu tidak membiasakan
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak agar lebih banyak untuk mengonsumsi ikan.
41 responden (52,6%) yang memiliki tingkat Akibatnya seorang anak tidak terbiasa untuk
konsumsi ikan rendah memiliki anak kejadian mengonsumsi ikan. Apabila anak ingin makan
pendek. Sebanyak 37 responden (47,4%) dengan utama dikombinasikan dengan ikan, hal ini
tingkat konsumsi ikan rendah tidak memiliki jika hanya anaknya mau saja. Namun, jika
anak kejadian pendek. Sebanyak 13 responden anak tidak menginginkan ikan untuk lauk
(33,3%) dengan tingkat konsumsi ikan tinggi mka ibu tidak memberikannya. Ditambah
memiliki anak kejadian pendek. Sebanyak 26 lagi dengan anggapan masyarakat setempat
responden (66,7%) dengan tingkat konsumsi bahwa mengonsumsi ikan menyebabkan anak
ikan tinggi tidak memiliki anak kejadian mengalami kecacingan. Kondisi ini menjadi
pendek. Hasil penelitian menunjukkan tidak kendala agar anak gemar untuk makan ikan.
ada hubungan konsumsi ikan dengan kejadian
pendek pada anak usia 0-2 tahun (p=0,077). Penutup
Anak dengan konsumsi ikan yang rendah Penelitian ini tidak menemukan
memiliki risiko 2,216 kali untuk mengalami hubungan antara pendidikan ibu (p=0,112),
kejadian pendek. Masa pertumbuhan dan pengetahuan ibu (p=0,44), status ASI eksklusif
perkembangan, balita sangat membutuhkan (p=0,478), dan konsumsi ikan (p=0,478)
makanan sumber pembangun karena berguna dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24
untuk pembentukan jaringan baru, antibodi, bulan, namun menemukan hubungan antara
pembentukan berbagai struktur organ dan Berat Bayi Lahir Rendah dengan kejadian
membantu dalam proses metabolisme tubuh pendek pada anak usia 6-24 bulan dengan
serta sumber energi kedua setelah karbohidrat. (p=0,029). Oleh karena itu, orang tua secara
Anak sampai usia 2 tahun merupakan intensif mengejar pertumbuhan agar mencapai
kelompok umur masa pertumbuhan dan normal melalui pemberian makanan yang
perkembangan, yang disebut periode windows berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi
of opportunity. Apabila kesempatan singkat ini anaknya dan rutin memantau pertumbuhan
terabaikan, hilanglah kesempatan. Dari 117 dan perkembangan diposyandu terdekat,
sampel, sebesar 33,3% balita yang konsumsi selain itu perlu adanya kerjasama lintas sektor
ikannya tinggi mengalami kejadian pendek, secara berkesinambungan dalam memberikan
hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan pendidikan dan pengetahuan kepada Wanita

102
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx

Usia Subur (WUS), wanita hamil ataupun ibu Status and Determinants of Malnutrition in
tentang menu seimbang dengan memanfaatkan children under three years of age in Nghean,
potensi lokal seperti penggalakan gemar Vietnam. Pakistan Journal of Nutrition. 8
mengonsumsi ikan yang disesuaikan dengan (7):958-964.
Hizni A., Julia, M., dan Gamayanti, I.L. 2010.
kebutuhan tubuh serta memperhatikan kondisi
Status stunted dan hubungannya dengan
fisiologis maupun fisik. perkembangan anak balita di Wilayah Pesisir
Pantai Utara Kecamatan Lemahwungkuk
Ucapan Terima Kasih Kota Cirebon. JGKI Jurnal Gizi Klinik
Peneliti mengucapkan terimakasih Indonesia. 6 (3): 131-7.
kepada Direktorat Pendidikan Tinggi melalui Madanijah S, Zulaikhah, Munthe YB. 2006.
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Sumbangan Konsumsi Ikan dan Makanan
Mangkurat yang telah mendanai penelitian Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Anak
ini dan responden yang telah bersedia untuk Balita pada Keluarga Nelayan. Media Gizi
dan Keluarga. 30 (1): 31-41.
dijadikan subjek dalam penelitian, Kepala
Mardani, R.A.D., Wetasin, K., Suwanwaiphatthana,
Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai W. 2015. Faktor Prediksi yang Mempengaruhi
Utara, Kepala Puskesmas Sungai Karias, dan Stunting pada Anak Usia di Bawah Lima
ahli gizi wilayah Puskesmas Sungai Karias, serta Tahun. KEMAS Jurnal. 11 (1): 1-7.
semua pihak yang telah turut berpartisipasi Menezes, F.S., Leite, H.P, Nogueira P.C.K. 2012.
terlaksananya penelitin ini. Malnutrition as an Independent Predictor of
Clinical Outcome in Critically in Children.
Daftar Pustaka Nutrition. 29 (6):612-8.
Rahayu A dan Khairiyati L. 2014. Risiko Pendidikan
Hartati Y. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Ibu terhadap Kejadian Kejadian Stunting
dengan Konsumsi Ikan dan Status Gizi pada Anak 6-23 bulan. Jurnal Penelitian Gizi
Baduta 1 – 2 Tahun Di Kecamatan Gandus dan Makanan. 37 (2): 129-136.
Kota Palembang Tahun 2005. Tesis. Rahmad AH, Miko A, Hadi A. 2013. Kajian
Semarang: Universitas Diponegoro. Kejadian Pendek pada Anak Balita Ditinjau
Handal, A.J., et al. 2007. Sociodemographic and dari Pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI,
Nutritional Correlates of Neurobehavioral Status Imunisasi dan Karakteristik Keluarga
Development:a Study of Young Children in di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Ilmiah
a Rural Region of Ecuador. Rev Panam Salud Nasuwakes; 6 (2): 169-184.
Publica/Pan Am Public Health, 21:5. Rosha BC, Hardiansyah & Baliwati YF. 2012. Analisis
Huriah T, et al. 2014. Upaya Peningkatan Status Determinan Kejadian Pendek Baduta 0-23
Gizi Balita Malnutrisi Akut Berat Melalui Bulan pada Daerah Miskin di Jawa Tengah
Program Home Care. Jurnal Kesehatan dan Jawa Timur. Jurnal Panelitian Gizi
Masyarakat Nasional. 9 (2): 130-136. Makanan. 35(1): 34-41.
Hermina & Prihatini S. 2011. Gambaran Keragaman Vaktskjold A, Van Tri D, Trong Phi D and Sandanger
Makanan dan Sumbangan Terhadap T. 2010. Stunted growth in a cohort of two-
Konsumsi Energi Protein pada Baduta years old in The Khanh Hoa Province In
Baduta Pendek di Indonesia. Jurnal Badan Vietnam: a follow up study. J Rural Trop
Litbangkes, Kemenkes RI. 39: 62-73. Public Health, 9: 77-81.
Hien, N.N., and Hoa, N.N. 2009. Nutritional

103

Anda mungkin juga menyukai