4512 12896 1 PB PDF
4512 12896 1 PB PDF
1
Bagian Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
2
Bagian KIA dan Kespro Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
3
Bagian Promkes dan AKK Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
4
Bagian Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, UNLAM
Abstract
Based on previous research, data of Riskesdas (2013) showed that the prevalence of stunting
in Indonesia amounted to 36.8%, South Kalimantan by 45%, District Central Amuntai
by 51%, and the result is a public health problem (≥ 20%). The purpose of this study was
to identify risk factors for short events in children aged 6-24 months were conducted in
2014. The study design was cross-sectional with a large sample of 117, the population is
mothers who have children aged 6-24 months and samples consists of children aged 6-24
months. Bivariate data analysis using chi square test with confidance interval (CI) of 95%.
The analysis showed no association between employment status of the mother (p = 0.873),
height father (p = 0.880), and height of mothers (p = 0.123), and there is a relationship
between a history of the status of low birth weight (p = 0.015) with the incidence of short
in children aged 6-24 months. Children with low birth weight had 5.87 times the risk for
experiencing short events.
© 2016 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Prodi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat
Email : dian_rosadi@ymail.com
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
97
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek
98
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
99
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek
100
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
memiliki anak kejadian pendek. Sebanyak 58 meningkatkan risiko kesakitan dan kematian
responden (56,3%) dengan tingkat pengetahuan karena bayi rentan terhadap serangan infeksi.
baik tidak memiliki anak kejadian pendek. Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui angka kematian lebih tinggi dari pada bayi
bahwa tidak terdapat hubungan antara dengan berat lebih dari 2.500 gram saat lahir
pengetahuan ibu dengan kejadian pendek anak selama tahun pertama kehidupannya. Berat
usia 6-24 bulan (p=0,244). lahir pada umumnya sangat terkait dengan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang kematian janin, neonatal, dan postneonatal,
dilakukan oleh Huriah (2014), bahwa tidak morbiditas bayi dan anak seta pertumbuhan
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan dan perkembangan jangka panjang. Maka dari
kejadian pendek pada anak Pengetahuan gizi itu bayi dengan berat lahir yang rendah lebih
merupakan kemampuan yang yang dimiliki cenderung mengalami retardasi pertumbuhan
seseorang dalam memahami konsep dan intrauteri dan dampak dari bayi yang memiliki
prinsip gizi dalam kehidupan sehari-hari yang berat lahir rendah akan berlangsung dari
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti latar generasi ke generasi dimana anak dengan
belakang pendidikan, akses informasi, kondisi BBLR akan memiliki ukurqan antropometri
geografis, keadaan sosial ekonomi, dan lain-lain yang kurang pada perkembangannya (Rahmad,
(Huriah, 2014; Handal, 2007). Tidak adanya 2013; Menezes, 2012).
pengaruh yang bermakna dimungkinkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 25
karena pengetahuan bukan satu-satunya faktor responden baduta (51,0%) yang tidak diberikan
yang mempengaruhi secara langsung status gizi ASI eksklusif mengalami kejadian pendek,
balita. Selain itu pengetahuan dasar tentang gizi namun hasil penelitian ini menemukan pula
yang cukup tanpa diikuti sikap, keterampilan, responden yang memiliki anak yang mengalami
dan kemauan untuk bertindak tidak dapat pendek walaupun telah memberikan ASI secara
membawa perubahan dalam perbaikan gizi eksklusif yaitu sebanyak 29 responden baduta
balita (Mardani, 2015). (42,6%). Hasil penelitian menunjukkan tidak
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak terdapat hubungan antara status pemberian
9 responden baduta (81,8%) dengan ASI eksklusif dengan kejadian pendek pada
BBLR mengalami pendek. Hasil penelitian anak usia 6-24 bulan (p=0,453). Penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara status sejalan dengan yang dilakukan Mardani et al
status BBLR dengan kejadian pendek pada anak (2015) bahwa tidak terdapat hubungan antara
usia 6-24 (p=0,030). Anak dengan berat badan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
lahir yang rendah memiliki risiko 6,1 kali untuk pendek pada anak bulan (0,45) (Mardani,
mengalami kejadian pendek dibadingkan anak 2015). ASI eksklusif tidak menjadi faktor risiko
dengan berat badan lahir yang normal hal pada penelitian ini juga dimungkinkan karena
ini menunjukkan bahwa berat lahir rendah ASI eksklusif berpengaruh pada usia tertentu,
memiliki efek yang besar terhadap kejadian yaitu 0-6 bulan. Keluarga yang memberikan
pendek. Hasil ini sejalan dengan penelitian pola asuh baik terutama terhadap kebutuhan
yang dilakukan oleh Mardani (2015) dimana zat gizi, maka akan mempengaruhi status gizi
terdapat hubungan antara BBLR dengan anak. Pemberian MP-ASI yang tepat pada
kejadian pendek pada balita (<0,001) Anak anak usia akan menurunkan risiko malnutrisi,
dengan BBLR yang diiringi dengan konsumsi karena pada usia tersebut kebutuhan zat gizi
makanan yang tidak adekuat, pelayanan anak tidak dapat tercukupi hanya dari ASI
kesehatan yang tidak layak, dan sering terjadi saja. Perlu diperhatikan, pemberian ASI saja
infeksi pada masa pertumbuhan akan terus yang sudah terlalu lama atau lebih dari 6 bulan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan berkaitan dengan terjadinya kejadian pendek
dan menghasilkan anak yang kejadian pendek (Hien, 2009).
(Mardani, 2015). ASI eksklusif adalah memberikan ASI
Berat badan lahir rendah ditetapkan kepada anak tanpa makanan dan minuman lain
sebagai suatu berat lahir kurang dari 2.500 gram. kepada bayi seperti air tajin, air gula, madu, dan
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) akan sebagainya sejak lahir, kecuali obat dan vitamin.
101
Atikah Rahayu, dkk / Faktor Risiko yang Menyebebkan Kejadian Pendek
Pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 orang tua balita merupakan peternak ikan atau
bulan sangat penting untuk pertumbuhan dan nelayan, namun orang tuanya memiliki tinggi
status gizi anak. ASI mengandung zat gizi paling badan yang pendek (faktor genetik).
sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, Hasil penelitian Madanijah (2006),
ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh menyatakan bahwa, konsumsi ikan pada balita
yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan keluarga nelayan lebih tinggi daripada balita
kehidupan selanjutnya. Anak yang berusia 6 bukan dari keluarga nelayan. Keluarga nelayan
bulan pertama, seharusnya bayi hanya diberikan cenderung memenuhi kebutuhan hidup dengan
ASI (Air Susu Ibu) atau dikenal dengan sebutan apa yang ada di sekitar tempat tinggalnya
ASI eksklusif. ASI diberikan secara eksklusif 6 (Madanijah, 2006). Ibu jarang memberikan ikan
bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap kepada anak karena beranggapan bahwa lauk
diberikan setelah 6 bulan berdampingan ikan, sangat merepotkan, karena banyak duri
dengan makanan tambahan hingga umur dan proses membersihkan yang sulit. Kurang
2 tahun atau lebih. Anak yang yang berusia pengetahuan dari ibu tentang gizi bagi balita
lebih dari 6 bulan seharusnya sudah menerima juga dapat mendukung ibu dalam menyediakan
MP ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya, ikan sebagai lauk untuk balita (Hermina,
sehingga apabila tidak diberi MP ASI dapat 2011). Beberapa ibu juga masih beranggapan
menyebabkan anak kehilangan kesempatan yang kurang benar bahwa lebih baik ibu yang
untuk melatih kemampuan menerima makanan mengonsumsi ikan dan manfaat ikan akan
lain yang menyebabkan growth faltering (gagal didapat oleh balita melalui Air Susu Ibu (ASI).
tumbuh) (Vaktskjold, 2010). Selain itu ketika hamil, ibu tidak membiasakan
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak agar lebih banyak untuk mengonsumsi ikan.
41 responden (52,6%) yang memiliki tingkat Akibatnya seorang anak tidak terbiasa untuk
konsumsi ikan rendah memiliki anak kejadian mengonsumsi ikan. Apabila anak ingin makan
pendek. Sebanyak 37 responden (47,4%) dengan utama dikombinasikan dengan ikan, hal ini
tingkat konsumsi ikan rendah tidak memiliki jika hanya anaknya mau saja. Namun, jika
anak kejadian pendek. Sebanyak 13 responden anak tidak menginginkan ikan untuk lauk
(33,3%) dengan tingkat konsumsi ikan tinggi mka ibu tidak memberikannya. Ditambah
memiliki anak kejadian pendek. Sebanyak 26 lagi dengan anggapan masyarakat setempat
responden (66,7%) dengan tingkat konsumsi bahwa mengonsumsi ikan menyebabkan anak
ikan tinggi tidak memiliki anak kejadian mengalami kecacingan. Kondisi ini menjadi
pendek. Hasil penelitian menunjukkan tidak kendala agar anak gemar untuk makan ikan.
ada hubungan konsumsi ikan dengan kejadian
pendek pada anak usia 0-2 tahun (p=0,077). Penutup
Anak dengan konsumsi ikan yang rendah Penelitian ini tidak menemukan
memiliki risiko 2,216 kali untuk mengalami hubungan antara pendidikan ibu (p=0,112),
kejadian pendek. Masa pertumbuhan dan pengetahuan ibu (p=0,44), status ASI eksklusif
perkembangan, balita sangat membutuhkan (p=0,478), dan konsumsi ikan (p=0,478)
makanan sumber pembangun karena berguna dengan kejadian pendek pada anak usia 6-24
untuk pembentukan jaringan baru, antibodi, bulan, namun menemukan hubungan antara
pembentukan berbagai struktur organ dan Berat Bayi Lahir Rendah dengan kejadian
membantu dalam proses metabolisme tubuh pendek pada anak usia 6-24 bulan dengan
serta sumber energi kedua setelah karbohidrat. (p=0,029). Oleh karena itu, orang tua secara
Anak sampai usia 2 tahun merupakan intensif mengejar pertumbuhan agar mencapai
kelompok umur masa pertumbuhan dan normal melalui pemberian makanan yang
perkembangan, yang disebut periode windows berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi
of opportunity. Apabila kesempatan singkat ini anaknya dan rutin memantau pertumbuhan
terabaikan, hilanglah kesempatan. Dari 117 dan perkembangan diposyandu terdekat,
sampel, sebesar 33,3% balita yang konsumsi selain itu perlu adanya kerjasama lintas sektor
ikannya tinggi mengalami kejadian pendek, secara berkesinambungan dalam memberikan
hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan pendidikan dan pengetahuan kepada Wanita
102
KEMAS 11 (2) (2016) xx-xx
Usia Subur (WUS), wanita hamil ataupun ibu Status and Determinants of Malnutrition in
tentang menu seimbang dengan memanfaatkan children under three years of age in Nghean,
potensi lokal seperti penggalakan gemar Vietnam. Pakistan Journal of Nutrition. 8
mengonsumsi ikan yang disesuaikan dengan (7):958-964.
Hizni A., Julia, M., dan Gamayanti, I.L. 2010.
kebutuhan tubuh serta memperhatikan kondisi
Status stunted dan hubungannya dengan
fisiologis maupun fisik. perkembangan anak balita di Wilayah Pesisir
Pantai Utara Kecamatan Lemahwungkuk
Ucapan Terima Kasih Kota Cirebon. JGKI Jurnal Gizi Klinik
Peneliti mengucapkan terimakasih Indonesia. 6 (3): 131-7.
kepada Direktorat Pendidikan Tinggi melalui Madanijah S, Zulaikhah, Munthe YB. 2006.
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Sumbangan Konsumsi Ikan dan Makanan
Mangkurat yang telah mendanai penelitian Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Anak
ini dan responden yang telah bersedia untuk Balita pada Keluarga Nelayan. Media Gizi
dan Keluarga. 30 (1): 31-41.
dijadikan subjek dalam penelitian, Kepala
Mardani, R.A.D., Wetasin, K., Suwanwaiphatthana,
Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai W. 2015. Faktor Prediksi yang Mempengaruhi
Utara, Kepala Puskesmas Sungai Karias, dan Stunting pada Anak Usia di Bawah Lima
ahli gizi wilayah Puskesmas Sungai Karias, serta Tahun. KEMAS Jurnal. 11 (1): 1-7.
semua pihak yang telah turut berpartisipasi Menezes, F.S., Leite, H.P, Nogueira P.C.K. 2012.
terlaksananya penelitin ini. Malnutrition as an Independent Predictor of
Clinical Outcome in Critically in Children.
Daftar Pustaka Nutrition. 29 (6):612-8.
Rahayu A dan Khairiyati L. 2014. Risiko Pendidikan
Hartati Y. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Ibu terhadap Kejadian Kejadian Stunting
dengan Konsumsi Ikan dan Status Gizi pada Anak 6-23 bulan. Jurnal Penelitian Gizi
Baduta 1 – 2 Tahun Di Kecamatan Gandus dan Makanan. 37 (2): 129-136.
Kota Palembang Tahun 2005. Tesis. Rahmad AH, Miko A, Hadi A. 2013. Kajian
Semarang: Universitas Diponegoro. Kejadian Pendek pada Anak Balita Ditinjau
Handal, A.J., et al. 2007. Sociodemographic and dari Pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI,
Nutritional Correlates of Neurobehavioral Status Imunisasi dan Karakteristik Keluarga
Development:a Study of Young Children in di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Ilmiah
a Rural Region of Ecuador. Rev Panam Salud Nasuwakes; 6 (2): 169-184.
Publica/Pan Am Public Health, 21:5. Rosha BC, Hardiansyah & Baliwati YF. 2012. Analisis
Huriah T, et al. 2014. Upaya Peningkatan Status Determinan Kejadian Pendek Baduta 0-23
Gizi Balita Malnutrisi Akut Berat Melalui Bulan pada Daerah Miskin di Jawa Tengah
Program Home Care. Jurnal Kesehatan dan Jawa Timur. Jurnal Panelitian Gizi
Masyarakat Nasional. 9 (2): 130-136. Makanan. 35(1): 34-41.
Hermina & Prihatini S. 2011. Gambaran Keragaman Vaktskjold A, Van Tri D, Trong Phi D and Sandanger
Makanan dan Sumbangan Terhadap T. 2010. Stunted growth in a cohort of two-
Konsumsi Energi Protein pada Baduta years old in The Khanh Hoa Province In
Baduta Pendek di Indonesia. Jurnal Badan Vietnam: a follow up study. J Rural Trop
Litbangkes, Kemenkes RI. 39: 62-73. Public Health, 9: 77-81.
Hien, N.N., and Hoa, N.N. 2009. Nutritional
103