Anda di halaman 1dari 2

Kado untuk Ibu

By: Laila Rahmawati

Apa yang ku berikan untuk mama untuk mama tersayang tak ku miliki sesuatu berharga untuk mama
tercinta hanya ini ku nyanyi kan senandung dari hati ku untuk mama hanya sebuah lagu sederhana lagu cinta
ku untuk mama

Ku nyanyikan lagu ini dengan sepenuh hati jari jemari ku sudah sangat ahli memainkannya, 2 hari lagi adalah
hari yang aku tunggu selama ini yaitu lomba menyanyi sambil bermain piano, sudah jauh-jauh hari aku
mempersiapkannya mudah-mudahan di lomba ini aku bisa membawa pulang piala dan ku persembahkan
untuk ibu, amin

“Fanny” panggil wanita tua separuh baya yaitu ibu ku


“Iya ibu ada apa?” Sahut ku
“Sejak dari tadi ibu perhatikan kau berlatih terus apa kau tidak lelah? Istirahat lah sebentar nak ibu tidak
mau kau sakit” nasihat ibu kepadaku
“Tidak ibu fanny tidak lelah fanny senang melakukan ini, fanny gak sabar deh bu menanti hari dimana yang
fanny tunggu-tunggu fanny ingin membawa pulang piala dan ku persembahkan untuk ibu, doa’in fanny yah
bu agar fanny bisa menang” ucap ku meyakini ibu dengan perasaan ceria
“Ya sudahlah jika itu mau mu, ibu akan selalu mendoakan mu” ucap ibu lalu langsung memeluk tubuh mungil
fanny
“Fanny sayang ibu” membalas pelukan sang ibu dan ibu hanya terdiam dan tersenyum tipis

Dan kenapa tiba-tiba penyakit ibu kambuh lagi ibu selalu saja batuk dan batuknya mengeluarkan darah,
sebenarnya ibu sudah lama mengidap penyankit kanker paru-paru tapi ibu masih sangat kuat melawan
penyakit ini aku tidak mau kedua kalinya harus kehilangan seseorang yang aku sayangi setelah ayah, ayah
pergi meninggalkan kami berdua saat aku berumur 5 tahun ayah meninggal karena kecelakaan maka dari itu
aku tidak mau kehilangan ibu.

“Ya allah ibu! Ibu tak apa? Apa ibu sudah minum obat?” Tanya ku dengan perasaan cemas
“Tidak ibu tak apa ibu sudah minum obat” jawaban ibu cukup melegakan hatiku
“Ya allah cabut lah penyakit ini dari ibu aku tidak kuat melihat kondisi ibu semakin lama semakin lemah, aku
sayang ibu ya allah aku gak mau kehilangan ibu” ucap batin ku meminta

2 hari telah berlalu hari dimana yang aku tunggu telah datang ini saatnya aku unjuk ke bolehan di depan
mata orang banyak dan tak lupa ibu datang tuk mensupport ku ibu datang bersama bi inah pembantu yang
sudah kami anggap sebagai keluarga, semua peserta berjumlah 50 dan aku mendapat urutan ke 19 nomor
yang bagus sungguh sangat hebat dan keren peserta-pesertanya tapi aku tidak boleh kalah dari mereka.

Kini waktunya giliran ku tuk maju, ku bernanyi dan bermain piano sungguh menjiwai seolah-olah ini nyata
ku persembah kan untuk ibu, dan tak kusangka semua orang kagum melihat ku mereka semua bertepuk
kepada ku aku pun senang senyum tipis ibu terlihat bangga kepadaku. Di tengah acara ku lihat wajah ibu
memucat makin lama pucat disertai batuk yang tidak enak didengar aku tak tega melihat kondisi ibu
sesekali ku tanya “APA IBU TAK APA?” Ibu menjawab “tak apa” melegakan hati ku, tapi tak lama tiba-tiba
tubuh ibu jatuh pingsan tak berdaya cepat-cepat ku panggil ambulan. Tak lama ambulance datang ku
tinggalkan acara ini demi mengantarkan ibu ke rumah sakit, saat di perjalanan ibu sempat sadar
“F-a-n-n-y kenapa kau disini?” Tanya ibu lemah diserati batuk
“Aku ingin menemani ibu aku tidak peduli dengan lomba itu” ucap ku tegas berderailah ait mata ku yang tak
kuasa melihat kondisi ibu
“Pergilah nak bawa pulang piala itu untuk ibu bukan kah kau sudah janji!”
Perkataan ibu mengingatkan sesuatu aku teringat dengan ucapan ku aku harus membawa pulang piala itu
dan ku persembahkan untuk ibu IYA HARUS!

Aku menuruti perintah ibu aku turun dari ambulan dan berlari menuju perlombaan itu!, Tak lama kini
saatnya pembacaan pemenang lomba sungguh membuat ku tegang dan rasa khawatir dengan kondisi ibu,
dan tak ku sangka panitia perlombaan itu menyebut namaku sebagai pemenang sungguh tak bisa
dibayangkan persaan ku saat ini bersyukur kepada allah tak henti-hentinya semua orang mengucapkan
selamat kepada ku tapi aku teringat akan soal kondisi ibu. Tanpa membuang-buang waktu aku berpamit
kepada panitia untuk pulang lebih awal dan panitia menizinkan secepat kilat aku menuju rumah sakit dan
mencari keberadaan bi inah, tak lama kudapati bi inah sedang duduk di ruang tunggu mungkin sedang
menunggu dokter keluar memeriksa ibu tapi dugaan ku salah bi inah menagis terisak-isak membuat ku
khawatir.

“Bi ibu mana?” Tanyaku pada bibi tapi bibi hanya terdiam dan menagis
“Ibu mana bi?” Desak ku
Bi inah memandang ku penuh berderaian air mata
“Ibu non” ucap bibi dengan air mata yang masih berjatuhan
“Iya ibu mana?” Tanya ku sekali lagi
“Ibu Me-ning-gal!, dan sekarang ibu di ruang mayat”
Sungguh tak percaya apa yang ku dengar ini gemetar tubuh ku tak terkendali, langsung ku berlari ke ruang
mayat sambil membawa piala. Sampai di sana ku buka kain kafan yang menutupi seseorang mayat dan saat
ku buka ternyata benar mayat ini mayat ibu.

“Ibu!!! Ibu kenapa tinggalin fanny? Lihat ini fanny udah bawa pulang piala yang udah janjiin ke ibu tapi ibu
kenapa tinggalin fanny? Ibu bangun dong! Bangun ibu bangun!!! Ya allah kenapa secepat ini kau ambil ibu
ku? Aku tidak punya siapa-siapa lagi! Sekarang aku yatim piatu, kenapa ya allah? Kenapa??”
Air mata semakin deras berjatuhan disertai suara isakkan ku yang keras tak terkontrol aku belum bisa
menerima kenyataan ini.

Semua orang sudah pergi tinggal aku yang berada di kuburan ayah sama ibu, kuburan ayah sama ibu
bersampingan dan aku duduk di tengah

“Ibu fanny taruh pialanya disini ya dekat nisan ibu, fanny kan udah janji piala itu untuk ibu, fanny juga janji
gak akan nangis lagi dan akan selalu doain ayah sama ibu mudah-mudahan ayah sama ibu bahagia disana”
Ucap ku terbata-bata mencoba kuat dan menahan air mata ini

Ku lihat bayangan ayah sama ibu berpakaian serba putih dan cahaya yang sangat terang sekali sampai silau
mataku melihatnya mereka tersenyum kepadaku dan melambaikan tangan

“Ayah ibu?” Seru ku dan bayangan putih itu pergi entah kemana

THE END

Anda mungkin juga menyukai