Anda di halaman 1dari 16

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Disusun Oleh:

Brigita Putri Bara' Allo

14111101144

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti sehingga dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang singkat karena terjadinya pendaharan dan gangguan lainnya. Penyakit DBD adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
betina.

Sejak pertama kali ditemukannya penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada tahun 1968,
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan merupakan
wabah terbesar sejak kasus DBD ditemukan pertama kali di Indoensia dengan 1.411 kematian. Jumlah
kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD
telah tersebar keseluruh Provinsi di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi DBD antara lain faktor
host, environmental, geografi, curah hujan, angin, kelembaban, musim dan kondisi geografi seperti
kepadatan penduduk, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk, serta vector agennya
sendiri virus dengue (Lerik M, Marni, 2008).
Salah satu faktor yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD adalah
perilaku masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga kebersihan lingkungannya. Untuk itu, perlu
adannya upaya pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti guna memutuskan rantai penularan penyakit
DBD. Upaya membasmi nyamuk Aedes Aegypti terutama lebih ditekankan pada tingkat larva yang
dilakukan dengan pemberantasa sarang nyamuk melalui gerakan 3M. Peran serta masyarakat dalam PSN
DBD lebih diutamakan peran ibu rumah tangga karena umumnnya yang bertanggung jawab mengurus
rumah tangga termasuk masalah kebersihan rumah adalah iu rumah tangga (Depkes RI, 1998dalam Lerik
M, Marni, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi Demam Berdarah Dengue ?

2. Bagaimana epidemiologi Demam Berdarah Dengue ?

3. Bagaimana patologi/patogenesis Demam Berdarah Dengue ?

4. Bagaimana cara penularan dan dampak penyebaran Demam Berdarah Dengue ?

5. Apa saja gejala-gejala Demam Berdarah Dengue ?

6. Bagaimana pencegahan Demam Berdarah Dengue ?

7. Bagaimana pengobatan Demam Berdarah Dengue ?

8. Bagaimana strategi pengendalian nyamuk vektor di Indonesia ?

9. Bagaimana studi kasus Demam Berdarah Dengue di Sulawesi Utara ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dari Demam Berdarah Dengue

2. Mengetahui epidemiologi Demam Berdarah Dengue

3. Mengetahui patofisiologi Demam Berdarah Dengue

4. Mengetahui cara penularan dan dampak penyebaran Demam Berdarah Dengue

5. Mengetahui gejala-gejala Demam Berdarah Dengue

6. Mengetahui pencegahan Demam Berdarah Dengue


7. Mengetahui pengobatan Demam Berdarah Dengue

8. Menjelaskan strategi pengendalian nyamuk vektor di Indonesia

9. Mengetahui studi kasus Demam Berdarah Dengue di Sulawesi Utara

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah adalah penyakit demam yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang
kemudian menimbulkan bintik-bintik merah di kulit serta perdarahan yang keluar melalui lubang hidung,
telinga dan lain-lain. DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong Arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti (betina), terutama menyerang anak remaja dan dewasa yang seringkali
menyebabkan kematian (Indah, 2015). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat danm
penyebaranya semakin luas dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang terutama menyerang
anak-anak. Pengertian lain dari Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut
terutama menyerang anak-anak namun tidak jarag juga menyerang orang dewasa yang disertai dengan
anifestasi perdarahan, menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab penyakit
Demam Berdarah Dengue ini adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti
yang berkembang biak di temapat-tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, ban
bekas, kaleng bekas, dan lain-lain (Suhardiono, 2005).

Demam Dengue (DF) adalah penyakit febris-febris-akut, sering kali disertai dengan sakit kepala, nyeri
tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF)
ditandai oleh empat manifestasi klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan
hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Virus dengue merupakan bagian
dari famili Flaviridae. Keempat serotpe virus dengue (disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4) yang dapat
dibedakan dengan metode serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan
imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh seroipe yang sama, tetapi hanya menjadi
perlingdungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang lain. Virus-virus dengue menunjukkan
banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang
dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Vivirionnya mempunyai
diameter kira-kira 50 nm. Genom flavivirus mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobase), dan urutan
genom lengkap dikenal untuk mengisolasi keempat serotipe, mengkode nukleokapsid atau protein inti
(C), protein yang berkaitan dengan membram (M), dan protein pembungkus (E) dan 7 gen peotein
nonstruktural (NS). Domain-domain bertanggungjawab untuk neutralisasi, fusi, dan interaksi dengan
reseptor virus berhubungan dengan protein adalah 5’-C-prM(M)-E-NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-
NS5-3’.

Ae. Aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi, biasanya anatara garis
lintang 35U dan 35S, kira-kira berhubungan dengan musim dengin isotern 10C seperti terlihat di Gambar
1.2 , Meski, Ae.aegypti telah di temukan sampai sejauh 45U, invasi ini telah terjadi selama musim
hangat, dan nyamuk tidak hidup pada musim dingin. Distribusi Ae. Aegypti juga dibatasi oleh ketinggian.
Ini biasanya tidak ditemukan diatas ketinggian 1000 m tetapi telah dilaporkan pada ketinggian 2121 m di
India. Ae. Aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling rfidirn untuk arbovirus, karena nyamuk
inii sangat antropofilik dan hidup dekat manusia dan sering hidup di dalama rumah. Wabah dengue juga
telah disertai dengan Ae. Albopictus, Ae. Polynesiensis, dan banyak spesies ini mempunyai distribusi
geografisnya masing-masing. Sementara penularan vertikal (kemungkinan transoverian) virus dengue
telah dibuktikan di laboratorium dan di lapangan, signifikamsi penularan ini untuk pemeliharaan virus
belum dapat ditegakkan. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah telur-telur Ae.aegypti dapat
bertahan lama terhadap desikasi (pengawetan dengan pengeringan), kadang selama lebih dari satu
tahun (WHO, 1999).

Gambar 1. Perkiraan Penyebaran Aktual dan Potensial Aedes aegyptii

2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun
1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari
2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu, terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun
2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas
penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.2.1 Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang

DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak pada anak-anak,
tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa,
karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan
transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga
karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya
belum pernah ada pada suatu daerah.

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita
terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah
selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia
penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur
lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.

2.2.2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000
meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah
perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus
dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari
0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru,
dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus yang
menyebar sepanjang tahun.

2.2.3 Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu

Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang
panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat
maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar
bulan April-Mei setiap tahun.

2.3 Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia,
seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin
serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga
serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai
akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya
kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.

2.4 Cara Penularan dan Dampak Penyebaran Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty betina.

a) Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang :

- Yang sakit DBD atau yang tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue (karena
orang ini memiliki kekebalan terhadap virus dengue).

- Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi kemana-mana dan
menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.

b) Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk
termasuk kelenjar liurnya.

c) Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama
air liur nyamuk.

d) Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak), ia akan segera
menderita DBD.

e) Nyamuk Aedes Aegypti yang sudah mengandung virus dengue, seumur hidupnya dapat menularkan
kepada orang lain.

f) Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1
minggu.
g) Tanda-tanda Penyakit Demam Berdarah Dengue akan mulai muncul.

Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah perifer ke
jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas
tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah
dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi,
nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit.

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan
target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena. Segera terjadi viremia
selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen
Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada
3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen (Gubler DJ., 1998).

Ada dua puncak aktivitas menggigit, pagi hari selama 2 sampai 3 jam setelah fajar dan sore hari selama
beberapa jam sebelum gelap. A. aegyptii betina yang berperan menghisap darah beberapa orang selama
satu kali makan darah sehingga meningkatkan tingkat transmisi. Masa inkubasinya adalah 3 - 14 hari
(rata-rata 4 sampai 7 hari). Berikut ini adalah periode demam akut 2 - 10 hari disertai gejala nonspesifik.
Selama periode ini virus dengue beredar di darah perifer.

Gambar 2. Siklus Penularan Demam Berdarah Dengue

Jadi secara singkat penularan Demam Berdarah Dengue dapat diawali oleh berpindahnya virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Awalnya nyamuk akan mengigit orang yang sudah terinfeksi
virus. Kemudian sekitar 10 hingga 12 hari berikutnya, virus menyebar ke kelenjar saliva (air liur) nyamuk
tersebut. Lalu nyamuk itu akan menginfeksi orang lain dengan mengigitnya. Dengue juga dapat
disebarkan melalui produk yang telah terinfeksi dan melalui donasi organ. Jika seseorang dengan dengue
mendonasikan darah atau organ tubuh, yang kemudian diberikan kepada orang lain, orang tersebut
dapat terkena degue dari darah atau organ yang didonasikan tersebut. Virus dengue juga dapat
ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan atau ketika anak tersebut dilahirkan.

Gambar 3. Cara Penularan Nyamuk Aedes aegypti


Dampak Perubahan Global Terhadap Penyebaran Virus Dengue

Beberapa faktor berkontribusi terhadap peningkatan virus dengue (Gambar 5):

• Meningkatnya populasi manusia dan urbanisasi merupakan faktor penting di masa lalu yang
memungkinkan penyebaran virus. Virus dengue terlepas dari siklus sylvatic dan memantapkan dirinya
sebagai penyakit endemik.

• Meningkatnya urbanisasi. Industrialisasi dan urbanisasi menciptakan populasi yang besar dari
habitat yang rentan dan habitat yang subur untuk vektor nyamuk.

• Kemiskinan yang terkait dengan pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan konsentrasi
orang tanpa infrastruktur yang diperlukan untuk penyimpanan dan penyaluran air dan drainase yang
aman. Wadah dan ban bekas menyediakan tempat berkembang biak bagi vektor nyamuk.

• Penurunan pengendalian vektor di daerah di mana demam berdarah adalah epidemi.

• Perjalanan manusia dan terutama perjalanan udara.

Gambar 4. Rata-rata jumlah kasus DBD per tahun (Source: WHO


-http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/)

2.5 Gejala-gejala Demam Berdarah Dengue

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit
pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam, ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri
merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan - pada beberapa pasien, ia
menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi
waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus
segera konsultasi ke Dokter apabila pasien atau penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-
turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan
gejala-gejala tersebut. Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak
demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga
pasien dianggap afebril.Sesudah masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang tertular dapat
mengalami / menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini:

1. Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun.

2. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4 - 7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti
dengan munculnya bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.

3. Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik
ditambah dengan perdarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur dsb.

4. Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering
berujung pada kematian.

Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi,
oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang
manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami
syok / kematian.Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue
yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

2.6 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Untuk mencegah penyakit DBD nyamuk penularnya harus diberantas (Aedes aegypti) sebab vaksin untuk
mencegahnya belum ada. Cara cepat memberantas nyamuk Aedes aegypti memberantas jentik-jentiknya
di tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal dengan pemberantasan nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh
karena tempat berkembang biaknya dirumah-rumah dan di tempat-tempat umum maka setiap keluarga
harus melaksanakan PSN-DBD sekurang kurangnya seminggu sekali (Depkes RI, 2005).

PSN-DBD bisa melalui penggunaan insektisida untuk langsung membunuh nyamuk Aedes aegypti
dewasa. Malation adalah insektisida yang lazim dipakai saat ini. Cara penggunaan malation adalah
dengan pengasapan (thermal fogging), atau pengabutan (cold fogging). Ada juga insektisida yang
bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk yakni abate. Cara penggunaan bubuk abate adalah dengan
menaburkan bubuk abate pada tempat yang menjadi sarang nyamuk. Sedangkan PSN-DBD tanpa
menggunakan insektisida adalah 3M, menguras bak mandi, tempayan minimal seminggu sekali, karena
perkembangan nyamuk memerlukan waktu 7-10 hari. Selanjutnya menutup tempat penampungan air
rapat-rapat dan langkah terakhir dari 3M adalah membersihkan halaman rumah dari barang-baranng
yang memungkinkan nyamuk tersebut bersarang dan bertelur (Hendarwanto, 2001).

2.7 Pengobatan Demam Berdarah Dengue


Mengingat obat untuk membunuh virus Dengue hingga saat ini belum ditemukan dan vaksin untuk
mencegah DBD masih dalam tahap ujicoba, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
dengan memberantas nyamuk penular (vektor). Pemberantasan vektor ini dapat dilakukan pada saat
masih berupa jentik atau nyamuk dewasa.

Bagian terpenting dari pengobatannya adalah terapi suportif. Sang pasien disarankan untuk menjaga
penyerapan makanan, terutama dalam bentuk cairan. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, penambahan
dengan cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemok- onsentrasi yang
berlebihan. Transfusi trobosit dilakukan jika jumlah trobosit menurun drastis. Pengobatan alternatif yang
umum dikenal adalah dengan meminum ekstrak daun jambu biji yang bisa menghambat pertumbuhan
virus dengue serta tanpa efek samping. Jambu biji mampu meningkatkan jumlah trombosit hingga 100
ribu milimeter per kubik tanpa efek samping. Peningkatan tersebut diperkirakan dapat tercapai dalam
tempo delapan hingga 48 jam setelah ek- strak daun jambu biji dikonsumsi.

2.8 Strategi Pengendalian Nyamuk Vektor di Indonesia (PNV)

Dalam upaya penanggulangan PBN di masyarakat, PNV menduduki posisi strategi, lebih-lebih untuk PNV
penyakit DBD, karena obat antiviral dan vaksinnya yang efektif belum tersedia sampai sekarang. Dalam
konteks ini strategi adalah apa aksi kita untuk menyiasati agar upaya dan tujuan kita dalama PNV dapat
tercapai sesuai harapan. Untuk PNV Penyakit DBD, kita dapat menyesuaikan diri dengan strategi global
dari WHO sebagai berikut :

2.8.1 Pencegahan perluasan penyebaran penyakit dan nyamuk vektor

a. Proteksi diri

Termasuk upaya mencegah penularan PBN adalah menyiasati bagaimana -agar kita tidak digigit nyamuk
selain juga lingkungan kita bebas jentik nyamuk. Untuk keperluan ini telah memberikan pandangannya.
Penggunaan cara-cara: mekanis, repelen, cara termis dan elektris, adalah strategi agar nyamuk tidak
kontak dengan ma-nusia. Untuk menyiasati Penggunaan kelambu tidur adalah strategi yang dianjurkan
untuk mengurangi risiko penularan malaria dan menekan insidensinya.

b. Manajemen habitat nyamuk vektor

Dalam upaya PNV Penyakit DBD, strateginya adalah menguasai lebihh d-ahulu id-entitas taksonomik dan
aspek-aspek bionomik dari nyamuk yang dijadikan target. Termasuk aspek bionomik itu adalah habitat
larva nyamu-k. Untuk itu, peningkata-n pelatihan dan pendidikan petugas petugas lapangan entomologi
dalam studi bio-menik vektor merupakan program tetap.

c. Penggunaan insektisida kimia

Penggunaan insektisida kimia memerlukan indikasi yang tepat dan berbas-is pada hasil: studi
mikroepidemiologis, studi KLB, studi bionomik vektor, dan studi stas-tus kerentanan yang akan menjadi
bahan pertimbangan dala-m perencanaan dengan kriteria efektif,efisien, sustainable, acceptable dan
affordable yang beralih pada paradigma evidence-based vector control.

Deteksi dini resistensi vektor terhadap insektisida adalah pencarian dan penemuan vektor yang
menunjukkan gejala toleransi atau potensi resistenci terhadap suatu jenis insektisida di wilayah PNV
yang diusulkan dalam perencanaan dan -pelaksanaan operasional dengan aplikasi insektisida. Strategi
yang dilakukan untuk menghambat atau menanggulangi kejadian resisitensi berdasarkan rekomendasi
WHO adalah :

a) Penggunaan insektisida sebaiknya selektif saja, dengan pembatasan jumlah insektisida yang
digunakan hanya di wilayah yang laju transisinya tinggi,

b) Penggunaan insektisida hanya pada musim penularan,

c) Penggunaan metode PNV disarankan yang berbahan non-kimia, pada mus-im penularan dimana
aplikasinya cukup murah dan efektif,

d) Penggantian insektisida resdual dengan yang non-residual yang diaplikasikan hanya bila memang
diperlukan untuk PNV yang adekuat.

e) Penggunaan metode yang berdayaguna hanya membunuh nyamuk dewasa stadia dari daur hidup
nyamuk sasarannya.

d. Penggunaan cara pengendalian hayati

Pengendalian hayati dalam konteks PNV adalah penggunaan entomopatogen, parasit dan musuh-musuh
alami terhadap nyamuk sasaran, stadia pradewasa maupun dewasa. Cara pengendalian hayati, misalnya
dengan ikan pemakan larva nyamuk, sebagai strategi harus tetap konsisten dilaksanakansebagai cara
untuk menekan populasi larva nyamuk vektor dalam masa pra-KLB.

e. Pelatihan dan pendidikan

Pelaksanaan pelatihan dan pendidikan dalam konteks PVT ini sangat sinkron dan relevan dengan
pelaksanaan strategi gerakan memberantas vektor nyamuk. Karena dalam penguasaan materi
entomologi dapat memperkuat kompetensi SDM dalam pengetahuan dan keterampilan dasar dalam
penelitian serta penilaian situasi penyakit.

2.8.2 Pengendalian nyamuk vektor (PNV) sebagai bagian dari pelaksanaan sistem kewaspadaan dini
(SKD)
Pada masa pra-KLB dimana kemudia pada masa KLB kenaikan kasus penyakit PBN berkolerasi posistif
dengan kenaikan populasi nyamuk vektornya, data akurat tentang kepadatan nyamuk vktor itu menjadi
sangat relevan untuk perkiraan akan adanya KLB yang mungkin akan terjadi sesuai dengan perhitungan
atau musimnya.

Dengan kata lain, data entomologis, sangat perlu dalam pelaksanaan sistem kewaspadan dini (SKD)
untuk daerah endemis yang labil dan bersifat ekplosif. Dengan demikian program pelaksanaan
pengamatan (surveillance) vektor yang cermat, akurat dan sistematik, menjadi strategi yang dianjurkan
untuk mencegah KLB yang mungkin akan terjadi.

Dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis sebag-ai bagian strategi dalam PNV di wilayah
yang sangat luas, aplikasi ini sa-ngat diperlukan untuk pemantauan dan pengendalian vektor nyamuk di I-
ndonesia dengan geografis wilayah untuk daerah yang endemik.

2.8.3 Peningkatan SDM dalam upaya PNV

Peningkatan SDM yang terkait pelaksanaan program PNV secara nasional, juga menyangkut kualitas atau
kompetensinya. Jadi, produk pelatihan dan pendidikan berjenjang adalah staf, manajer atau teknikal
lapangan dalam PNV di tingkat pusat, provinsi, kabupaten atau puskesmas sesuai dengan tingkat
kompetensi yang diinginkan yakni :

1. Tingkat puskesmas, keperluan pelatihan dan bahan pelatihannya meliputi : pengenalan nyamuk
vektor penyakit, survei vektor, dan pengamatan vektor, pengembangan kuesoner, pelatihan dalam
melakukan interview, analisis data, dan pelaporan (termasuk presentasi dalam seminar kecil) dan yang
berperan dalam tingkat ini para jumantik, asisten entomolog, dan anggota pokjanal DBD.

2. Tingkat provinsi/kabupaten, keperluan pelatihan dan bahan-bahannya meliputi : kemampuan studi


entomologi-entomologi, survilans vektor, bioassay dan uji resisitensi secara biokemis, penelitian
operasional, pelatihan penulisan laporan, latihan presentasi makalah, auditing, dan akuntansi dalam
program PNV, bahan promosi atau advokasi unutk memacu timbulnya kesadaran masyarakat dan
kerjasama lintas sektoral.

3. Tingkat pusat, keperluan dan bahan pelatihan meliputi antara lain:dasar dan praktek manajerial,
kompetensi dalam studi epidemiologis, aplikasi komputer, analisis data dan pengembangan kemampuan
penelitian operasional.

2.9 Studi Kasus Demam Berdarah Dengue di Sulawesi Utara

Di Sulawesi Utara, dari 15 kabupaten/kota, jumlah kabupaten/kota yang terinfeksi DBD sebanyak 9
kabupaten/kota (60%) pada tahun 2008, 11 kabupaten kota (73,33%) pada tahun 2009, 12 kabupaten
kota (80%) tahun 2010, dan 8 kabupaten kota (53,33%) tahun 2011. WHO (1997), membagi DBD dalam 4
derajat. Derajat I dan II disebut DBD tanpa syok, derajat III dan IV disebut DBD dengan syok atau SSD.
Kinetik trombosit pada DBD menunjukkan bahwa jumlah trombosit pada fase demam mengalami
penurunan, bahkan mencapai jumlah terendah pada saat terjadinya syok. Derajat Trombositopenia yang
merupakan penurunan jumlah trombosit cenderung berhubungan dengan berat penyakit (Rezeki dan
Hadinegoro, 1998). Pada penelitian oleh Margaret D. pada tahun 2007 di RSUP dr. Kariadi Semarang yang
dilakukan pada pasien dewasa, didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara rerata trombosit
pada kelompok syok dan kelompok tidak syok, dimana kelompok dengan jumlah trombosit kurang dari
55.860/mm3. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh dr. Herawati dkk juga mendapatkan
perbedaan yang sangat bermakna antara kelompok dengan jumlah trombosit dalam hal terjadinya syok.
Oleh karena itu apa bila dalam perjalanan penyakit dijumpai jumlah trombosit yang rendah, perlu
diwaspadai dan dilakukan penanganan yang lebih lanjut, misalnya monitoring yang lebih sering, edukasi
pada keluarga, dan persiapan penanganan syok. Jumlah kasus menurut golongan umur, perbandingan
kelompok umur 5-15 tahun (54,2%) lebih besar dibandingkan dengan usia golongan >15 tahun (37,3%).
Ber-dasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pujiati (2009) bahwa penderita SSD berumur lebih muda
dibanding penderita DBD tanpa syok (p <0,05). Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui
bagaimana perbandingan jumlah trombosit yang berhubungan dengan berat penyakit pada DBD tanpa
syok dan DBD dengan syok atau SSD pada pasien anak.

Selama periode tahun 2012, berdasarkan data rekam medik yang dikumpulkan dari Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, didapatkan secara keseluruhan jumlah pasien anak
yang didiagnosis menderita penyakit DBD berjumlah 137 anak, ada 48 yang memenuhi kriteria inklusi
dan diikutseratakan dalam penelitian. DBD tanpa syok berjumlah 12 anak dan SSD berjumlah 12 anak.

Mean

Nilai p

Jumlah trombosit

(mm3)

DBD

SSD

24
24

102000

52791,61

0,000

Total 48

Tabel 1. Perbandingan jumlah trombosit pada DBD dan SSD

Pada tabel ditunjukkan nilai p = 0,00 <0,05 berarti perbandingan jumlah trom-bosit pada DBD dan SSD
merupakan per-bandingan yang signifikan atau bermakna dengan rata-rata jumlah trombosit pada SSD
lebih rendah (52791,61 mm3) dibandingkan dengan DBD tanpa syok (102000 mm3).

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa jumlah trombosit pada anak yang
menderita DBD tanpa syok lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah trombosit pada anak yang
menderita DBD dengan syok (SSD).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti sehingga dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang singkat karena terjadinya pendaharan dan gangguan lainnya. Penyebab penyakit Demam
Berdarah Dengue ini adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
berkembang biak di temapat-tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, ban bekas,
kaleng bekas, dan lain-lain (Suhardiono, 2005).

Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit
pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam, ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri
merah terang, petekial dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan - pada beberapa pasien, ia
menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.

Mengingat obat untuk membunuh virus Dengue hingga saat ini belum ditemukan dan vaksin untuk
mencegah DBD masih dalam tahap ujicoba, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
dengan memberantas nyamuk penular (vektor). Pemberantasan vektor ini dapat dilakukan pada saat
masih berupa jentik atau nyamuk dewasa.

3.2 Saran

Bagi masyarakat agar dapat mengikuti penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
dan puskesmas, sehingga masyarakat dapat mempraktikan pemberantasan sarang nyamuk demam
berdarah dengue dengan baik dan dapat mengurangi penularan penyakit demam berdarah dengue.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan. 2017. Demam Berdarah Dengue (DBD) . (Online) www.depkes.go.id.pdf ,


diakses pada tanggal 29/09/2017 (20.31 WITA).

Kurnia, Indah. 2015. Hubungan antara Karakteristik dan Pengetahuan Kepala Keluarga Terhadap Perilaku
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD). (Online)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-indahkurni-6118-2-babii.pdf, diakses pada
tanggal 29/09/2017 (18.38 WITA).

Lapaleo,F. 2014. Pencegahan Demam Berdarah Dengue. (Online) http://eprints.ung.ac.id.pdf, diakses


pada tanggal 29/09/2017 (19.38 WITA).

Sucipto, Cecep D. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Suhardiono. 2005. Sebuah Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan, tahun 2005. Jurnal Mutiara Kesehatan
Indonesia ,Volume 1 No. 2.

Tavodova, Milada. 2012. Dengue Fever. South Sudan Medical Journal, Volum 5. No 1.

World Health Organization. 1999. Dengue Hemmorragic fever. Diagnosis, treatment prevention and
control. Jakarta: EGC.

WHO - http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

WHO -http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/

Anonim. 2012. Demam Berdarah, Gejala, Pencegahan dan Pengobatannya. (Online)


http://www.kalyanamitra.or.id.pdf, diakses pada tanggal 29/09/2017 (20.11 WITA).

Anda mungkin juga menyukai