Anda di halaman 1dari 13

Identifikasi dan Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada

Proses Percutaneous Coronary Intervention (PCI) Di Rumah Sakit Jantung


Binawaluya Tahun 2014

Ahmad Agus Susanto dan Ridwan Zahdi Sjaaf

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

ahmad.agus.susanto@gmail.com  

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang analisis risiko pada proses Percutaneous Coronary Intervention (PCI) di
Rumah Sakit Jantung Binawaluya Tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dan tingkat
risiko pada proses kegiatan tersebut. Metode identifikasi risiko menggunakan Task Risk Assesment, sedangkan
untuk analisis risiko dilakukan dengan menggunakan metode analisis risiko semikuantitatif dengan kriteria
penilaian risiko (consequence, likelihood, dan exposure). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik
dengan menggunakan metode semi kuantitatif AS/NZS 4360:2004. Hasil analisis tingkat risiko yang didapatkan,
yaitu risiko dengan tingkat risiko very high sebanyak 37, substantial sebanyak 2, priority 3 sebanyak 6. Saran
yang dapat diberikan yaitu diperlukannya manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit Jantung
Binawaluya khususnya ruang Cathlab untuk membuat program keselamatan dan kesehatan kerja.

Identification and analysis of Occupational safety and Health Risks In the


process of Percutaneous Coronary Intervention (PCI) in Rumah Sakit
Jantung Binawaluya 2014

Abstract

This study discusses about risk analysis in Percutaneous Coronary Intervention (PCI) Process at Rumah Sakit
Jantung Binawaluya in 2014. The purpose of this study was to determine the risk and level of risk in the PCI
process. Risk identification method using the Task Risk Assesment, while for risk analysis is undertaken by
semi-quantitative method that uses risk assessment criteria (consequence, likelihood, exposure). This study was a
descriptive analytical study using semi-quantitative method AS/NZS 4360:2004. The results of the analysis of
the obtained level of risk, is 37 risks to very high risk levels, 2 substantially risks, and 6 risks priority 3.
Recommendation above this studi is to build safety and health management in Rumah Sakit Jantung Binawaluya,
especially at Cathlab, by creating health and safety program.

Key word: AS/NZS 4360:2004; Percutaneous Coronary Intervention (PCI); semi-quantitative risk analysis,

Pendahuluan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan
dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan, dan rehabilitasi. Kesehatan kerja (Occupational Health) merupakan bagian dari
keselamatan dan kesehatan kerja (occupational safety and health) yang bertujuan agar pekerja
selamat, sehat, produktif, sejahtera, dan berdaya saing kuat, dengan demikian produksi dapat

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


berjalan dan berkembang lancar berkesinambungan (suistanable development) tidak
terganggu oleh kejadian kecelakaan maupun pekerja yang sakit atau tidak sehat yang
menjadikannya tidak produktif. (Kurniawidjaja, 2010)
Inti dari upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah manajemen risiko. Manajemen
risiko diaplikasikan untuk mengidentifikasi hazard, menilai risiko dan memilih kebijakan
yang tepat untuk mengendalikannya. Mengelola risiko dengan segala upaya baik bersifat
teknik maupun administratif, agar risiko menjadi hilang atau minimal sampai ke tingkat yang
dapat diabaikan karena tidak lagi membahayakan merupakan konsep dari manajemen risiko.
(Kurniawidjaja, 2010)
Proses pelaksanaan PCI dilakukan melalui akses perkutan dengan menggunakan suatu
alat yang disebut jarum pembuka. Arteri yang telah terbuka dipasang “sheath introducer”
untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan. Penyumbatan yang
ada dalam pembuluh darah arteri koroner ditembus dengan menggunakan kawat tipis yang
fleksibel yang disebut “guiding wire”. Proses ini dilakukan dengan posisi berdiri selama
pelaksanaannya dan pada kasus-kasus yang sulit petugas membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat menyelesaikannya. Selama proses tersebut petugas menggunakan x-ray untuk
visualisasi langsung pembuluh darah koroner. (Elsasser, 2005)
Berbagai macam potensi bahaya yang dapat menimbulkan risiko keselamatan dan
kesehatan kerja yang mungkin terjadi karena melibatkan berbagai macam alat-alat medis, dan
banyaknya interaksi antara pekerja dengan peralatan pada proses pelaksanaanya. Namun,
pada proses PCI ini belum ada kegiatan penilaian risiko. Oleh karena itu penulis ingin
melakukan penilaian risiko pada proses Percutaneous Coronary Intervention (PCI) guna
mengetahui gambaran tingkat risiko pada kegiatan tersebut.

Tinjauan Teoritis

Bahaya
Menurut OHSAS 18001, bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan
lainnya. Bahaya juga merupakan sifat yang melekat yang menjadi bagian dari suatu zat,
sistem, kondisi atau peralatan. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan pengendalian agar bahaya
tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


Risiko

Menurut AS/NZS 4360:2004, risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan
mempunyai dampak terhadap sasaran, diukur dengan hukum sebab akibat. Risiko juga selalu
dihubungkan dengan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dan bersifat merugikan. Risiko
diukur berdasarkan nilai likelihood dan consequences.

Manajemen Risiko
Menurut AS/NZS 4360:2004, manajemen risiko adalah “Manajemen risiko merupakan
bagian integral dari praktek manajemen yang baik dan merupakan elemen yang penting dalam
tata kelola perusahaan yang baik. Ini merupakan suatu proses berulang yang bertahap. Ketika
dilakukan secara berurutan, memungkinkan adanya peningkatan yang berkelanjutan dalam
pengambilan keputusan dan memfasilitasi perbaikan yang berkelanjutan dalam kinerja”.

Gambar 1. Proses Manajemen Risiko AS/NZS 4360, 2004


Sumber: AS/NZS 4360, 2004

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Menurut Yahya (2010), Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah suatu tindakan
intervensi non bedah yang bertujuan melebarkan atau membuka sumbatan di arteri koroner
dengan balon dan kebanyakan disertai pemasangan stent (disebut juga “cincin”). Penyempitan
penyumbatan tersebut terjadi karena plak atheroskelosis. PCI pada umumnya dikenal sebagai
angioplasty koroner atau lebih sederhana disebut sebagai angioplasti.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


Akses dimulai dari arteri femoralis pada kaki (atau yang lebih jarang menggunakan arteri
radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut
jarum pembuka. Prosedur ini dinamakan akses perkutan. Sekali jarum sudah masuk, "sheath
introducer" diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan
mengontrol perdarahan. Melalui sheath introducer ini, "guiding catheter" dimasukkan. Ujung
“guiding catheter” ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan "guiding catheter",
penanda radiopak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat
diketahui. Selama visualisasi X ray, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan
memilih ukuran balon kateter serta guide wire koroner yang sesuai. “Guiding wire koroner”
adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang
kemudian dimasukkan melalui “guiding cathether” mencapai arteri koroner. Dengan
visualisasi langsung, ahli jantung memandu kabel mencapai tempat terjadinya blokade. Ujung
kabel kemudian dilewatkan menembus blokade. Setelah kabel berhasil melewati
penyempitan, balon kateter dilekatkan di belakang kabel. Angioplasti kateter kemudian
didorong ke depan sampai balon berada di dalam blokade. Kemudian baru balon
dikembangkan dan akan mengkompresi atheromatous plak dan menekan arteri sehingga
mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan (ditinggalkan pada tubuh)
untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang. (Elsasser, 2005)

Metode Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan


metode semi kuantitatif berdasarkan standar AS/NZS 4360:2004 yang diawali dengan proses
identifasi bahaya dan risiko menggunakan metode Task Risk Assesment, kemudian melakukan
analisis risiko dengan menentukan nilai consequence/konsekuensi, exposure/paparan dan
probability/kemungkinan dari setiap risiko, nilai tersebut kemudian dihitung dan
dibandingkan dengan standar level risiko untuk mendapatkan tingkatan risiko yang ada pada
setiap proses Percutaneous Coronary Intervention (PCI) di Rumah Sakit Jantung Binawaluya.

Hasil Penelitian

Proses Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap
awal, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


PCI (Percutaneous Coronary Intervention)
 
Tahap Awal Tahap Akhir
1. Memindahkan pasien 1. Melepaskan sheath
2. Pengukuran tanda-tanda vital 2. Fiskasi luka puncture
3. Menyiapkan peralatan 3. Merapikan peralatan

  Tahap Pelaksanaan
1. Desinfeksi radialis/femoralis 8. Keluarkan angio kateter
2. Anastesi radialis/femoralis 9. Masukkan guide wire
3. Puncture arteri radialis/femoralis 10. Masukkan predilatasi balloon
4. Masukkan sheath 11. Kembangkan balloon
5. Masukkan angiografi kateter 12. Masukkan stent
6. Kanulasi arteri koroner 13. Kembangkan stent
7. Expose arteri koroner 14. Keluarkan angio kateter

Gambar 3. Bagan proses PCI

Hasil identifikasi dan penilaian risiko pada proses Percutaneous Coronary Intervention
(PCI) diantaranya terdapat :
1. Tingkat risiko Very High sebanyak 37, yang berasal dari risiko terpajan radiasi sinar x,
terkena darah pasien, tertusuk, tergores dan trauma benda tajam.
2. Tingkat risiko Substansial sebanyak 2, yang berasal dari risiko muskuloskeletal disorder
(MSDs)
3. Tingkat risiko priority 3 sebanyak 6, yang berasal dari risiko terjepi, trauma benda tajam,
terkena dan terhirup alkohol/ betadine, terlindas roda dan kelelahan otot

Tingkat Risiko PCI

2 6

Very High
Substantial
Priority 3
37

Gambar 4. Tingkat risiko PCI

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


Pembahasan

Berikut ini merupakan analisis dan pembahasan mengenai nilai consequence, exposure,
dan likelihood pada setiap jenis risiko pada proses PCI serta rekomendasi pengendalian risiko
yang penulis sarankan berdasarkan standar AS/NZS 4360:2004, yaitu mengurangi
kemungkinan terjadi (reduce likelihood), mengurangi konsekuensi kejadian (reduce
consequences), dan pengalihan risiko kepada pihak lain (risk transfer).
1. Risiko muskuloskeletal disorder (MSDs)
Risiko muskuloskeletal disorder (MSDs) memiliki tingkat risiko 150 dengan keterangan
substansial dengan alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan important (5) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan efek yang serius yaitu low back pain atau HNP yang memerlukan
perawatan.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena pekerjaan tersebut bisa
dilakukan lebih dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (3), karena kejadian muskuloskeletal disorder
(MSDs) tidak biasa terjadi, tetapi mungkin terjadi jika dilakukan berulang.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan adjustable
brankar dan kursi roda, namun saat observasi beberapa petugas membungkuk saat
membuka pijakan kursi roda dan mengatur ketinggian brankar saat memindahkan
pasien. Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 5,
exposure 10, likelihood 1, sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 33,3% dengan
nilai 50 (priority 3).
2. Risiko terlindas roda
Risiko terlindas roda memiliki tingkat risiko 60 dengan keterangan Priority 3 dengan
alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (1) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan luka-luka dan sakit ringan.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena kegiatan memindahkan pasien
dilakukan lebih dari satu kali dalam satu hari.
• Faktor likelihood dikategorikan unusual but possible (6) karena risiko terlindas roda
dapat terjadi sebesar 50% jika petugas tidak mengunci kursi roda/ brankar atau kunci
tidak berfungsi.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan sepatu,
namun saat observasi terdapat beberapa kursi roda dengan pengunci roda yang tidak
berfungsi sehingga memungkinkan risiko dapat terjadi. Berdasarkan hal tersebut pada
existing level diperoleh nilai consequence 1, exposure 10, likelihood 3, sehingga dapat
menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 30 (priority 3).
3. Risiko kontak dengan cairan tubuh
Risiko kontak dengan cairan tubuh pasien memiliki tingkat risiko 1500 dengan
keterangan very high dengan alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (25) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan tertular penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena pengukuran TTV bisa lebih
dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko terkena cairan tubuh pasien terjadi
sebesar 50%, karena dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat melakukan
pengukuran TTV atau tidak menggunakan APD.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa sarung tangan karet, pemeriksaan HBsAg pada pasien sebelum
PCI, pemeriksaan HBsAg dan vaksinasi hepatitis B pada petugas. namun saat
observasi kadang-kadang petugas tidak menggunakan sarung tangan, pemeriksaan
darah pada pasien tidak meliputi pemeriksaan HIV dan hepatitis C sehingga
memungkinkan risiko dapat terjadi. Berdasarkan hal tersebut pada existing level
diperoleh nilai consequence 25, exposure 10, likelihood 3, sehingga dapat
menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 750 (very high).
4. Risiko trauma benda tajam
Risiko trauma benda tajam memiliki tingkat risiko 60 dengan keterangan priority 3 dengan
alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (1) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan luka tusuk atau luka gores ringan
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena menyiapkan peralatan PCI
terjadi lebih dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko trauma benda tajam terjadi sebesar
50%, karena dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat menyiapkan peralatan dan
tidak menggunakan APD

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa sarung tangan karet dan petugas yang sudah terlatih.
Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 1, exposure
10, likelihood 3, sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 30
(priority 3).
5. Risiko terkena dan terhirup alkohol/betadine
Risiko terkena dan terhirup alkohol/betadine memiliki tingkat risiko 60 dengan keterangan
priority 3 dengan alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (1) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan iritasi kulit, gangguan pernapasan dan alergi
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena menyiapkan peralatan PCI
terjadi lebih dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko terkena dan terhirup alkohol/betadine
terjadi sebesar 50%, karena dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat menyiapkan
alkohol/betadine dan tidak menggunakan APD
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa sarung tangan karet dan masker, namun saat observasi kadang-
kadang petugas tidak menggunakannya, sehingga memungkinkan risiko dapat terjadi.
Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 1, exposure
10, likelihood 3, sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 30
(priority 3).
6. Risiko terjepit
Risiko terjepit memiliki tingkat risiko 60 dengan keterangan priority 3, dengan alasan
penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (1) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan luka ringan
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena mendesinfeksi terjadi lebih
dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko terjepit terjadi sebesar 50%, karena
dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat melakukan desinfeksi dan tidak
menggunakan APD
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa surgical gloves, dan petugas yang terlatih. Berdasarkan hal

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 1, exposure 10, likelihood 1,
sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 83,3% dengan nilai 10 (acceptable).
7. Risiko tertusuk
Risiko tertusuk memiliki tingkat risiko 1500 dengan keterangan very high dengan alasan
penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan very serious (25) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan luka ringan dan tertular penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B
dan Hepatitis C.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena melakukan anastesi lebih dari
sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko tertusuk terjadi sebesar 50%, karena
dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat melakukan anastesi atau tidak
menggunakan APD.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan surgical
gloves, petugas yang terlatih, pemeriksaan HBsAg pada pasien sebelum PCI,
pemeriksaan HBsAg dan vaksinasi hepatitis B pada petugas. Berdasarkan hal
tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 25, exposure 10, likelihood
3, sehingga hanya dapat menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 750 (very
high) karena belum adanya pemeriksaan HIV dan hepatitis C pada pasien sebelum
tindakan sehingga konsenkuensi dari risiko tersebut belum bisa dikurangi.
8. Risiko terkena darah
Risiko terkena darah memiliki tingkat risiko 1500 dengan keterangan very high dengan
alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan very serious (25) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan tertular penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena tindakan PCI bisa lebih dari
sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko terkena darah terjadi sebesar 50%,
karena dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat melakukan anastesi atau tidak
menggunakan APD.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa surgical gloves, masker, baju operasi, sepatu, pemeriksaan
HBsAg pada pasien sebelum PCI, pemeriksaan HBsAg dan vaksinasi hepatitis B pada
petugas. Pada saat observasi PCI, kadang-kadang petugas hanya menggunakan

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


sandal saat bekerja, pemeriksaan darah pada pasien tidak meliputi pemeriksaan HIV
dan hepatitis C sehingga memungkinkan risiko dapat terjadi. Berdasarkan hal
tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 25, exposure 10, likelihood
3, sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 50% dengan nilai 750 (very high).
9. Risiko terpajan radiasi sinar x
Risiko terpajan radiasi sinar x memilki tingkat risiko 2500 dengan keterangan very high
dengan alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan very serious (25) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan efek deterministik dan efek stokastik.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena kegiatan tersebut bisa
dikerjakan lebih dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko terpajan radiasi sinar x terjadi
sebesar 50%, karena dapat jika petugas bekerja tidak sesuai SOP dan tidak
menggunakan APD saat bekerja.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan membuat ruang cathlab
ke 2 yang memakai x-ray dosis rendah, apron, goggle, pelindung tiroid, barier, TLD,
dosimeter, namun saat observasi kadang-kadang petugas tidak menggunakan goggle
dan dosimeter. Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai
consequence 1, exposure 10, likelihood 10, sehingga dapat menurunkan risiko
sebesar 96% dengan nilai 100 (substansial).
10. Risiko kelelahan otot
Risiko kelelahan otot memiliki tingkat risiko 60 dengan keterangan priority 3 dengan
alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan noticeable (1) karena jika terjadi dapat
mengakibatkan efek yaitu nyeri otot kaki, punggung dan leher.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena pekerjaan tersebut bisa
dilakukan lebih dari sekali dalam sehari
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6), karena risiko kelelahan otot dapat terjadi
sebesar 50% karena dilakukan berulang dan berdiri dalam waktu yang lama.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan membatasi waktu
tindakan. Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai consequence 1,
exposure 10, likelihood 3, sehingga dapat menurunkan risiko sebesar 50% dengan
nilai 30 (priority 3).

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


11. Risiko trauma benda tajam
Risiko trauma benda tajam memiliki tingkat risiko 1500 dengan keterangan very high
dengan alasan penilaian sebagai berikut:
• Faktor consequence dikategorikan very serious (25)karena jika terjadi dapat
mengakibatkan luka ringan dan tertular penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B
dan Hepatitis C.
• Faktor exposure dikategorikan continuosly (10) karena merapikan peralatan PCI
dapat dilakukan lebih dari sekali dalam sehari.
• Faktor likelihood dikategorikan likely (6) risiko trauma benda tajam terjadi sebesar
50%, karena dapat terjadi jika petugas tidak hati-hati saat merapikan peralatan dan
tidak menggunakan APD.
• Pengendalian bahaya yang sudah dilakukan adalah dengan menyediakan alat
pelindung diri berupa sarung tangan karet dan petugas yang sudah terlatih,
pemeriksaan HBsAg pada pasien sebelum PCI, pemeriksaan HBsAg dan vaksinasi
hepatitis B pada petugas. Berdasarkan hal tersebut pada existing level diperoleh nilai
consequence 25, exposure 10, likelihood 3, sehingga hanya dapat menurunkan risiko
sebesar 50% dengan nilai 750 (very high) karena belum adanya pemeriksaan HIV
dan Hepatitis C pada pasien sebelum tindakan sehingga konsenkuensi dari risiko
tersebut belum bisa dikurangi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis risiko pada proses Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) di Rumah Sakit Jantung Binawaluya dapat disimpulkan bahwa secara
umum dari seluruh kegiatan, risiko yang paling tinggi berasal dari bahaya fisik, yaitu risiko
terpajan radiasi sinar x, risiko yang berasal dari bahaya biologi, yaitu terkena darah atau
cairan tubuh pasien dan risiko yang berasal dari bahaya mekanik, yaitu tertusuk atau tergores.
Potensi bahaya dan risiko lainnya yang terdapat pada proses PCI adalah bahaya
ergonomi dengan risiko muskuloskeletal disorder, bahaya mekanik dengan risiko terjepit dan
bahaya kimia dengan risiko terkena atau terhirup alkohol/betadine.
Pengendalian yang sudah ada berupa upaya untuk mengurangi mengurangi kemungkinan
terjadi (reduce likelihood) dengan melakukan engineering control, yaitu menggunakan x-ray
radiasi rendah, memasang barrier atau tabir timbal (pb) penghalang radiasi sinar x dan
pengggunan brankar adjustable.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


Pengendalian risiko dengan pendekatan administratif yang telah dilakukan, yaitu SOP
(Standard Operating Procedure), menyediakan Termoluminiscene Dosimeter (TLD) Badge,
dosimeter, petugas terlatih,

Saran

Pengendalian utama yang sudah dilakukan untuk mengurangi risiko tinggi pada proses
PCI salah satunya adalah dengan menyediakan dan menggunakan alat pelindung diri. Namun
akan lebih baik jika beberapa pengendalian lain dapat diterapkan pada proses tersebut. Oleh
karena itu, saran yang penulis berikan untuk dapat mengelola risiko yang ada pada proses
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah sebagai berikut:
1. Perlu dibuat manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit Jantung
Binawaluya sesuai ketentuan KEPMENKES RI No. 1087/MENKES/SK/VIII/2010
mengenai Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, agar lebih
normatif, serta dapat dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.
2. Melakukan assessmen pemahaman pegawai mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja.
3. Peningkatan pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja melalui
pemberian materi terkait K3 di Rumah Sakit guna meningkatkan pemahaman para
pekerja mengenai pentingnya pelaksanaan K3.
4. Melakukan analisis risiko pekerjaan oleh beberapa orang atau tim sehingga hasil
analisis yang didapatkan tepat dan efektif dalam pengendaliannya.
5. Melakukan pelatihan-pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja terkait proses PCI.
6. Melengkapi setiap bahan kimia yang ada di ruang cathlab dengan MSDS (Material
Safety Data Sheets).
7. Menambahkan pemeriksaan laboratorium Hepatitis B dan HIV pada pasien sebelum
tindakan PCI.
8. Melakukan studi mendalam dan assessmen postur dalam bekerja sehingga risiko
ergonomi dapat dihindari.
9. Pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung diri pada petugas yang terlibat dalam
proses PCI.

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014


Daftar Referensi

Australian/New Zealand Standard.(2004). OHS Risk Management Handbook. Australia:


Standards Australia International Ltd.

Elsasser A., Hnum C.W.(2005). Percutaneous coronary intervention guidelines new aspects
for the the interventional treatment of acute coronary syndrome. European Heart
Journal Supplements (2005) 7 (Supplement K), K5–K9

Kurniawidjaja, L. Meily.(2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Press).

Ramli, Soehatman. (2009). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
180001. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Yahya, A. Fauzi.(2010).Menaklukkan Pembunuh No. 1 dan Mengatasi Penyakit


JantungKoroner Secara Tepat dan Cepat.Bandung : Qanita

Identifikasi Dan..., Ahmad Agus Susanto, FKM UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai