Anda di halaman 1dari 106

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70%


HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.)
TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS SPRAGUE-
DAWLEY JANTAN YANG DIBERI PAPARAN
TIMBAL

SKRIPSI

TIA MONICA
1111102000025

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70%


HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.)
TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS SPRAGUE-
DAWLEY JANTAN YANG DIBERI PAPARAN
TIMBAL

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

TIA MONICA
1111102000025

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
APRIL 2015
LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Tia Monica

NIM : 1111102000025

Tanda Tangan :

Tanggal : 10 April 2015

i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

NAMA : TIA MONICA


NIM : 1111102000025
PROGRAM STUDI : FARMASI
JUDUL : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL
70% HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.)
TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS
SPRAGUE-DAWLEY JANTAN YANG DIBERI
PAPARAN TIMBAL

Disetujui oleh,

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Tia Monica

NIM : 1111102000025
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% HERBA
KEMANGI (Ocimum americanum L.) TERHADAP
KUALITAS SPERMA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY JANTAN
YANG DIBERI PAPARAN TIMBAL

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 10 April 2015

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRAK

Nama : Tia Monica


Program Studi : Farmasi
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi
(Ocimum Americanum L.) Terhadap Kualitas Sperma
Tikus Sprague-Dawley Jantan Yang Diberi Paparan
Timbal

Kemangi memiliki aktivitas antioksidan yang berperan penting dalam melindungi


membran spermatozoa terhadap efek merusak dari radikal bebas. Kemangi juga
mampu meningkatkan proses spermatogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum
L.) terhadap kualitas spermatozoa yang diberi paparan timbal. 25 ekor tikus putih
galur Sprague-Dawley jantan dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok I
(normal) diberikan Na CMC 0,5%, kelompok II (kontrol negatif) diberikan 2,33
mg/kgBB timbal asetat, kelompok III, IV, dan V masing-masing diberikan ekstrak
kemangi dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB bersamaan
dengan 2,33 mg/kgBB timbal asetat. Perlakuan diberikan selama 14 hari.
Parameter yang dilakukan meliputi berat testis, konsentrasi spermatozoa,
morfologi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa. Hasil yang didapat kemudian
dianalisis dengan menggunakan analisis ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi dengan dosis 50 mg/kgBB,
100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB, memberikan peningkatan yang bermakna
terhadap motilitas spermatozoa, namun tidak memberikan pengaruh yang
bermakna terhadap morfologi spermatozoa terhadap kelompok normal dan kontrol
negatif. Pada dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB memberikan peningkatan
bermakna terhadap konsentrasi spermatozoa bila dibandingkan dengan kelompok
normal dan kontrol negatif. Disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% herba
kemangi dapat meningkatkan kualitas spermatozoa yang mengalami kerusakan
akibat paparan timbal asetat.

Kata kunci : Herba kemangi (Ocimum americanum L.), timbal asetat,


konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa, motilitas spermatozoa.

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRACT

Name : Tia Monica


Major : Farmasi
Title : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi
(Ocimum Americanum L.) Terhadap Kualitas Sperma
Tikus Sprague-Dawley Jantan Yang Diberi Paparan
Timbal

Ocimum Americanum has antioxidant activity which is important to protect


spermatozoa membrane from free radical damaging activity. Ocimum
Americanum can increase spermatogenesis process. The goal of this research is to
know the effect of ethanol 70% extract of Ocimum americanum plants against the
quality of spermatozoa in male rats was given lead acetate. This experimental
research was conducted using 25 Sprague-Dawley male rats that were divided into
five groups : group I (normal) was given CMC Na 0,5% suspense, group II
(negative control) was given 2,33 mg/kgBB lead acetat, group III, IV, V each was
given ethanol 70% extract of Ocimum americanum plants with doses 50
mg/kgBW, 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW and 2,33 mg/kgBB lead acetat.
Lead acetate and the extract was given orally once a day for 14 days. The result
was analyzed by using One Way ANOVA and Multiple Comparisons test and
showed that ethanol 70% extract of Ocimum americanum plants in dosage of 50
mg/kgBW, 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW significantly increase the sperm
motility, but do not significantly increase sperm morphology of spermatozoa
compared to the group of negative control and normal. In the dosage of 100
mg/kgBW and 200 mg/kgBW there were a significant increase of sperm
concentartion compared to the group of negative control and normal. So it can be
concluded that the ethanol 70% of extract of Ocimum americanum plants
influenced the spermatogenesis of rat and decrease damaged of sperm caused by
lead acetate exposure.

Keyword : Ocimum americanum plants, lead acetate, sperm concentration,


sperm morphology, sperm motility

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian
Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap
Kualitas Sperma Tikus Sprague-Dawley Jantan Yang Diberi Paparan
Timbal” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta para pengikut
di jalan yang diridhoi-Nya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt., dan Ibu Eka Putri, M.Si., Apt., selaku
pembimbing, yang dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu, masukan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
3. Kedua orang tua tercinta Ibu Misnarti S.E. dan Bapak Rustam Efendi S.P.
yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun
materil, serta doa tanpa henti yang menyertai setiap langkah penulis.
4. Adik-adikku tercinta Tessa Dwi Utari dan Tita Nadya Syafira serta keluarga
besar yang selalu mendoakan dan memberi dukungan sertaa semangat kepada
penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Sahabat terbaik yang selalu ada Nevy Aprillia dan Denti Eka Putri yang telah
memberi dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis.
7. Kakak-kakakku Wardah Nabiela, Muhammad Arif, Auva Marwah Murod,
Riamayanti Hutasuhut dan yang lainnya yang telah banyak membantu dalam
memberikan masukan dan motivasi.

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8. Sahabat terbaikku D8 (Mufidah, Vernanda, Puspita, Dhenny, Rifqi, Arsyad,
Akas) atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya selama pengerjaan skripsi
dan selama di bangku perkuliahan.
9. Teman seperjuangan penelitian MAMARONS (Achi, Astri, Fio, Fiza, Rian,
Mahar, Rifda) terima kasih atas bantuan serta motivasi sejak awal hingga
akhir penyelesaian skripsi ini.
10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Tiwi, Kak Rani, Kak
Eris, Kak Lisna, Kak Liken, Kak Rahmadi, yang membantu penulis selama
penelitian.
11. Teman – teman HIMAMIRA UIN Jakarta, IPEMJAK, Satrio, Ilham Sabri,
Harry Mukhrivan, Dimas, Herlina Pertiwi, Vina Fauziah, Iqrar Ramadhan,
atas dukungan, motivasi dan doanya kepada penulis.
12. Teman – teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah
banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi ini
maupun selama di bangku perkuliahan.
13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna


dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun
sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, April 2015

Penulis

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif


Hidayatullah Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tia Monica


NIM : 1111102000025
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya


ilmiah saya dengan judul :
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi
(Ocimum americanum L.) Terhadap Kualitas Sperma Tikus
Sprague-Dawley Jantan Yang Diberi Paparan Timbal.

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 10 April 2015

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
ABSTRAK.................................................................................................... iv
ABSTRACT ...................................................................................................v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................4
1.4 Hipotesis....................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................5
2.1 Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.) ............................5
2.1.1 Klasifikasi Ilmiah ...........................................................5
2.1.2 Nama Lain ......................................................................5
2.1.3 Morfologi Tanaman ........................................................5
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran .................................................6
2.1.5 Kandungan Kimia ...........................................................7
2.1.6 Khasiat Tanaman ............................................................7
2.2 Simplisia dan Ekstrak ................................................................8
2.3 Ekstrak .....................................................................................9
2.4 Ekstraksi ...................................................................................9
2.4.1 Ekstraksi Cara dingin ......................................................9
2.4.2 Ekstraksi Cara panas ........ 10
2.4.3 Macam-macam teknik ekstraksi lain ............................. 11
2.4.4 Metode Freeze Drying ................................................. 12
2.5 Timbal .................................................................................... 12
2.5.1 Sumber dan Kegunaan .................................................. 13
2.5.2 Absorpsi ...................................................................... 15
2.5.3 Metabolisme Timbal dalam Tubuh ............................... 17
2.5.4 Eksresi ......................................................................... 18

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2.5.5 Efek-Efek Klinis .......................................................... 19
2.5.6 Batas Paparan Kerja Timbal ......................................... 20
2.6 Tinjauan Hewan Percobaan ...................................................... 20
2.6.1 Klasifikasi tikus putih .................................................. 20
2.6.2 Biologis tikus putih ...................................................... 21
2.6.3 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ................................. 22
2.6.4 Produksi Sperma ......................................................... 25
2.6.5 Spermatogenesis pada Tikus ........................................ 25
2.6.6 Peran Hormon pada Spermatogenesis ......................... 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 30
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 30
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................ 30
3.2.1 Alat ............................................................................. 30
3.2.2 Bahan .......................................................................... 30
3.2.3 Hewan Uji .................................................................. 31
3.3 Rancangan Penelitian ............................................................... 31
3.3.1 Besar Sampel ................................................................ 31
3.3.2 Dosis Perlakuan ............................................................ 31
3.4 Prosedur Kerja ......................................................................... 32
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ................ 32
3.4.2 Penapisan fitokimia ...................................................... 33
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Nonspesifik.............. 33
3.4.4 Persiapan Penelitian ...................................................... 34
3.4.5 Pengukuran Parameter .................................................. 35
3.5 Rencana Analisis Data.............................................................. 37
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 38
4.1 Hasil Penelitian........................................................................ 38
4.1.1 Determinasi ................................................................. 38
4.1.2 Karakterisasi Sampel ................................................... 38
4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ..................................... 38
4.1.4 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik ............ 39
4.1.5 Pengukuran Berat Badan Tikus .................................... 39
4.1.6 Pengukuran Berat Testis .............................................. 41
4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ......................... 42
4.1.8 Perhitungan Morfologi Sperma .................................... 44
4.1.9 Perhitungan Motilitas Sperma ...................................... 45
4.2 Pembahasan ............................................................................. 46
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 55
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 55
5.2 Saran ....................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 56

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Timbal dalam Gas Buangan Kendaraan Bermotor ........ 14
Tabel 2.2 Data biologis tikus .......................................................................... 22
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Dosis ........................................................... 31
Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung .................... 36
Tabel 3.3 Cara Pengenceran ........................................................................... 36
Tabel 3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa ................................................... 37
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia .............................................................. 38
Tabel 4.2 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik .............. 39
Tabel 4.3 Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ...................................... 40
Tabel 4.4 Rerata Berat Testis Tikus Tiap Kelompok ...................................... 41
Tabel 4.5 Rerata Konsentrasi Spermatozoa Tikus Tiap Kelompok ................. 42
Tabel 4.6 Rerata % Morfologi Sperma Abnormal Tikus Tiap Kelompok........ 44
Tabel 4.6 Rerata % Motilitas Sperma Tikus Tiap Kelompok .......................... 45

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.) ............................6


Gambar 2.2 Metabolisme dan Absorpsi Timbal dalam Tubuh ...................... 18
Gambar 2.3 Anatomi Sistem Reproduksi Tikus Jantan................................. 23
Gambar 2.4 Spermatozoa Tikus ................................................................... 25
Gambar 2.5 Siklus Spermatozoa pada Tikus ................................................ 26
Gambar 4.1 Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok................................ 40
Gambar 4.2 Rerata Berat Testis Tikus Tiap Kelompok ................................ 41
Gambar 4.3 Rerata Konsentrasi Spermatozoa Tikus Tiap Kelompok ............ 43
Gambar 4.4 Rerata % Morfologi Sperma Abnormal Tikus Tiap Kelompok 44
Gambar 4.5 Rerata % Motilitas Sperma Tikus Tiap Kelompok .................... 45

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman. ................................................... 62


Lampiran 2. Alat, Bahan dan Kegiatan Penelitian ....................................... 63
Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia ....................................................... 65
Lampiran 4. Pemeriksaan Parameter Ekstrak............................................... 66
Lampiran 5. Alur Kerja Pembuatan Ekstrak ................................................ 67
Lampiran 6. Alur kerja Penelitian................................................................ 68
Lampiran 7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak ............................................... 69
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus .................................... 71
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Berat Testis Tikus ..................................... 74
Lampiran 10. Perbandingan Berat Tikus dan Berat Testis ............................. 75
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .......................... 76
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Morfologi Sperma ..................................... 77
Lampiran 13. Hasil Perhitungan Motilitas Sperma ...................................... 78
Lampiran 14. Analisis Data Berat Testis ..................................................... 79
Lampiran 15. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa ................................. 82
Lampiran 16. Analisis Data Morfologi Sperma ........................................... 85
Lampiran 17. Analisis Data Motilitas Sperma ............................................. 87
Lampiran 18. Gambaran Morfologi Sperma Normal dan Abnormal .............. 91

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka kejadian infertilitas masih menjadi masalah kesehatan di dunia
termasuk Indonesia. Infertilitas adalah kegagalan untuk mencapai kehamilan
setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual (2-3 kali per minggu)
tanpa menggunakan kontrasepsi (WHO, 2014). Kasus infertilitas semakin
meningkat selama dekade terakhir. Tidak sedikit pasangan suami istri yang sudah
beberapa tahun melangsungkan pernikahan namun belum juga dikaruniai buah
hati. Penyebabnya sangat bervariasi, dapat disebabkan karena faktor hormonal,
psikologis dan juga patologis yang dikarenakan penyakit di organ-organ
reproduksi pada wanita maupun pria. Infertilitas tidak hanya dialami oleh wanita.
Dalam kasus ini, faktor pria bertanggung jawab 36%, sedangkan 64% berada pada
wanita (WHO, 2011).
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang berperan
terhadap menurunnya fertilitas pria yaitu kualitas semen normal menjadi turun
terutama yang dialami oleh negara-negara industri, maupun di negara berkembang
akibat penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dengan
pemakaian bensin bertimbal (Benoff S et al, 2000). Komisi Penghapusan Bensin
Bertimbal (KPBB) melaporkan bahwa konsentrasi 1 µg/m3 timbal di udara
berdampak pada peningkatan kadar timbal dalam darah sebesar 2,5-5,3 µg/dl.
Kadar timbal dalam darah sebesar 40 µg/dl berdampak pada menurunnya jumlah
sperma dan gerak sperma, yang dapat berakibat timbulnya gejala kemandulan
(KPBB 2006).
Timbal merupakan salah satu logam yang dapat mencemari lingkungan
akibat emisi gas buang kendaraan bermotor maupun lingkungan tempat kerja
tertentu, yang bersifat toksik multi organ pada manusia. Pemaparan timbal dapat
terjadi melalui makanan, minuman, dan inhalasi (terhirup partikel-partikel timbal)
serta melalui permukaan kulit (Darmono, 2001). Beberapa penelitian

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

menunjukkan bahwa keracunan timbal dapat mengakibatkan penurunan jumlah


spermatozoa, sehingga menyebabkan gejala kemandulan (Antonio et al, 2004).
Kemampuan menetralisir senyawa oksidan sebenarnya sudah dimiliki oleh
tubuh/sel itu sendiri. Enzim glutation peroksidase, uric acid dan enzim katalase
bekerja menetralisir oksidan hidrogen peroksida. Radikal bebas merupakan salah
satu bentuk Reactive Oxygen Species (ROS). ROS juga mampu secara langsung
merusak DNA sperma dengan menyerang basa purin dan pirimidin. ROS juga
dapat menginisiasi terjadinya apoptosis dalam sperma, menyebabkan aktifnya
enzim-enzim caspase untuk mendegradasi DNA sperma (Hayati et al, 2005).
Kemampuan tubuh tidak cukup untuk menetralisir senyawa oksidan yang
diakibatkan paparan bahan-bahan beracun yang berasal dari lingkungan yang
bersifat radikal, termasuk salah satunya timbal, pestisida, nitrat, radioaktif,
merkuri, dan sebagainya. (Goodman, 1995)
Pemberian timbal asetat 0,35 g/L memberikan hasil yaitu dapat menurunkan
kualitas dari sperma tikus, namun pemberian vitamin E bersamaan dengan timbal
asetat ternyata mampu menjadi efek proteksi bagi kualitas sperma akibat paparan
timbal tersebut. Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi
kerusakan membran biologis akibat radikal bebas. (Rezha Yulianto, 2013)
Tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) merupakan salah satu
tanaman obat yang ada di Indonesia. Tanaman ini mudah didapatkan dan hampir
tersebar di seluruh Indonesia, dan dapat tumbuh secara liar ataupun
dibudidayakan. Kemangi memiliki kandungan antioksidan tinggi. Kandungan
senyawa kimia dalam herba kemangi adalah 1,8 sineol, anethol, apigenin
fenkhona, stigmaasterol, triftofan, tannin, sterol, dan boron (Dharmayanti, 2003)
Tanaman kemangi (Ocimum americanum L.) juga diduga dapat
memperkuat daya tahan sperma (Setyo Kurniawan, 2013). Dari penelitian
Riamayanti Hutasuhut (2014) dengan menggunakan ekstrak etanol 70% herba
kemangi (Ocimum americanum Linn.) pada tikus jantan strain Sprague-Dawley
dengan dosis 1mg/KgBB, 10mg/KgBB, dan 100mg/KgBB berpotensi sebagai
agen fertilitas karena dapat meningkatkan proses spermatogenesis secara
bermakna dibandingkan dengan kontrol.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Dengan dasar kemampuan herba kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai


antioksidan dan juga dapat meningkatkan proses spermatogenesis, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut bagaimana pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% herba
kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap kualitas spermatozoa tikus Sprague-
Dawley jantan yang diberi paparan timbal asetat.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70%
herba kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap kualitas sperma yang
mencakup profil morfologi spermatozoa, bobot testis, konsentrasi dan motilitas
spermatozoa pada tikus putih (Ratus novergicus) jantan galur Sprague-Dawley
yang diberi paparan timbal ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi
(Ocimum americanum L.) terhadap perbaikan profil morfologi spermatozoa
pada tikus putih (Ratus novergicus) jantan galur Sprague Dawley yang diberi
paparan timbal.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi
(Ocimum americanum L.) terhadap peningkatan konsentrasi dan motilitas
spermatozoa pada tikus putih (Ratus novergicus) jantan galur Sprague Dawley
yang diberi paparan timbal.

1.4. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu :
1. Ektrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) dapat
meningkatkan perbaikan profil morfologi spermatozoa pada tikus putih (Ratus
novergicus) jantan galur Sprague Dawley yang diberi paparan timbal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

2. Ektrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) dapat


meningkatkan konsentrasi dan motilitas spermatozoa pada tikus putih (Ratus
novergicus) jantan galur Sprague Dawley yang diberi paparan timbal.

1.5. Manfaat Penelitian


Memberikan informasi untuk pengembangan penggunaan tanaman obat
(herba) kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai alternatif dalam mengatasi
permasalahan di bidang kesehatan terutama yang menyangkut permasalahan
reproduksi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kemangi


2.1.1. Klasifikasi Ilmiah (US Departement of Agriculture)
Tanaman kemangi secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum L.
Spesies : Ocimum americanum L.

2.1.2. Nama Lain (Siemonsma dan Piluek, 1994)


a. Sinonim : Ocimum africanum Lour., Ocimum canum Sims., Ocimum
brachiatum Blume.
b. Nama Lainnya : Selaseh, kemangi, ruku-ruku (Malaysia); American basil,
Hoary basil, Lemon basil, Wild basil (Inggris); Surawung (Sunda), Selasih
putih, kemangi (Indonesia); Maenglak (Thailand); Rau h[us]ng (Vietnam).

2.1.3. Morfologi Tanaman Kemangi


Kemangi merupakan tanaman tegak, bercabang banyak, tanaman semusim,
herbal aromatik yang tingginya dapat mencapai 0,3 - 1 m. Batang dan cabangnya
berbentuk segi empat, berwarna hijau kekuningan dan terdapat bulu pada batang
terutama pada bagian batang muda (Siemonsma dan Pileuk, 1994).

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

(Sumber : koleksi pribadi)


Gambar 2.1.Ocimum americanum L.

Bentuk daun sederhana dan saling berhadapan silang dengan ujung daun
berbentuk runcing serta panjang tangkai daun mencapai 2 cm. Helai daun
berbentuk bulat panjang dengan ukuran panjang daun mencapai 5 cm dan lebar
daun mencapai 2,5 cm (Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008).
Bunga kemangi merupakan bunga majemuk yang panjangnya dapat
mencapai 15 cm, tersusun berhadapan silang dengan 6 bunga membentuk
lingkaran (karangan semu) yang masing-masing terpisah dengan jarak mencapai
3cm, berbentuk sederhana atau bercabang. Ibu tangkai bunga dan porosnya
berbentuk segi empat. Panjang daun pelindung pada bunga adalah 2-3 mm
berbentuk bulat panjang serta berbulu. Panjang tangkai bunga mencapai 4 mm,
sangat bengkok pada bagian atas. Kelopak bunga berbelah dua dengan panjang 2-
2,5 cm dan berbulu putih pada bagian luarnya serta berwarna putih. Mahkota
bunga berbentuk tabung berbibir dua dengan ukuran 4 mm dan berwarna putih.
Terdapat 4 benang sari yang berbentuk ramping dengan 2 benang sari yang lebih
panjang.Putik dengan 4 bakal biji dan 4 bakal buah serta 2 kepala putik
(Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.4. Ekologi dan Penyebaran


Kemangi sering ditemukan di pinggir jalan, hutan jati, dan tempat gersang
terbuka dekat dengan pemukiman. Tanaman ini lebih suka tempat yang cerah,
terlindung dari angin, tumbuh baik pada dataran dengan ketinggian mencapai 500-
2000 m dari permukaan laut, tanaman ini lebih suka tumbuh pada dataran tinggi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

tapi tanaman ini banyak di tanam di sawah (Siemonsma dan Piluek, 1994).
Kemangi tumbuh secara liar dan dapat di budidayakan di seluruh Afrika dan Asia
yang beriklim tropis. Asal tanaman ini tidak diketahui secara pasti. Di Asia
tenggara telah dilaporkan terdapat kemangi di Indonesia dan Papua Nugini.
Adanya kemangi di Filipina masih diragukan, namun tanaman ini juga telah
dilaporkan terdapat di Amerika yang beriklim tropis dan beberapa kepulauan di
Hindia Barat (Siemonsma dan Piluek, 1994).

2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman


Kandungan kimia pada Ocimum americanum L. antara lain : minyak atsiri,
karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin,
flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale et al., 2010; Sarma dan Babu, 2011).
Sedangkan kandungan utama minyak atsiri pada Ocimum americanum L. adalah
camphor, limonene, methyl cinnamate dan linalool (Hadipoeyanti dan Wahyuni,
2008).
Bahan-bahan kimia yang terkandung diseluruh bagian tanaman kemangi di
antaranya adalah 1,8 sineol, anethol, apigenin fenkhona, stigmaasterol, triftofan,
tannin, sterol dan boron (Dharmayanti, 2003) Kandungan kimia pada Ocimum
americanum L. antara lain : minyak atsiri, karbohidrat, fitosterol, alkaloid,
senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon
(Sarma dan Babu, 2011). Selain itu, daun kemangi juga mengandung minyak
atsiri dengan eugenol sebagai komponen utamanya. Biji kemangi mengandung
saponin, flavonoid dan polifenol (Mangoting dkk, 2005).

2.1.6. Khasiat Tanaman


Secara tradisional, Ocimum spp. dapat digunakan sebagai obat untuk
menyembuhkan beberapa penyakit seperti demam, mengurangi rasa mual, sakit
kepala, sembelit, diare, batuk, penyakit kulit, penyakit cacing, gagal ginjal,
epilepsi dan digunakan sebagai penambah aroma pada makanan (Nurcahyanti
dkk., 2011). Zat aktif 1,8 sineol yang dimiliki kemangi (Ocimum americanum L.)
berkhasiat mampu mengatasi ejakulasi prematur, memperkuat daya tahan sperma
dan mencegah kemandulan pada pria. Sementara apigenin, fenkhona dan
eugenolnya dapat mempermudah ereksi (Dharmayanti, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Senyawa anethol dan boron dapat merangsang hormon estrogen pada


wanita, sedangkan senyawa eugenol juga dapat membunuh jamur penyebab
keputihan. Zat stigmaasterol dalam kemangi merangsang pematangan sel telur.
Zat triftofan bisa menunda menopause (Dharmayanti, 2003). Bijinya memiliki
khasiat sebagai peluruh air kencing, peluruh keringat, mengatasi sembelit, kencing
nanah, penyakit mata, pencahar dan kejang perut (Sudarsono dkk, 2002).
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa Ocimum spp. mengandung
senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida, antipiretik, fungisida,
antibakteri dan antioksidan (Maryati dkk., 2007).

2.2. Simplisia (Depkes, 2000)


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan berupa
zat kimia murni.

2.3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa jenis ekstrak yakni : ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak
kering. Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-
masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia
yang memenuhi syarat. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang
biasanya kadar air lebih 30%. Ekstrak kental jika memilki kadar air antara 5-30%.
Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Saifudin dkk, 2011).

2.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa
dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011). Efektifitas
ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung pada :
a) Bahan-bahan tumbuhan yang alami
b) Keaslian dari tumbuhan
c) Proses ekstraksi
d) Kadar air
e) Ukuran partikel
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain (Tiwari, et
al., 2011) :
a) Tipe ekstraksi
b) Waktu ekstraksi
c) Suhu ekstraksi
d) Konsentrasi pelarut
e) Polaritas pelarut
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Ditjen POM, 2000).
2.4.1. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Maserasi adalah proses penyarian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau


pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan ekstraksi dengan cara
maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana,
sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan
pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi
(untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang
kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode
tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut.
Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil
(Tiwari, et al., 2011).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali
dari bahan (Ditjen POM, 2000).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap
perendaman, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat). Untuk menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan
pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat akhir. Ini adalah prosedur
yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam
penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari, et al., 2011).

2.4.2. Cara Panas


1. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru,
dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik


(Ditjen POM, 2000).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
POM, 2000).
3. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90 0C
selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu
(15-20 menit) (Ditjen POM, 2000). Cara ini menghasilkan larutan encer
dari komponen yang mudah larut dari simplisia (Tiwari, et al., 2011).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). Dekok adalah
ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.
Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan
konstituen yang stabil terhadap panas dengan cara direbus dalam air
selama 15 menit (Tiwari, et al., 2011).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
50oC (Ditjen POM, 2000). Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
2.4.3. Macam-macam Teknik Ekstraksi Lain
1. Sonikasi
Prosedur ekstraksi ini melibatkan penggunaan gelombang ultrasonik
dengan frekuensi mulai dari 20 kHz sampai 2000 kHz. teknik ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

meningkatkan permeabilitas dinding sel dan menghasilkan kavitasi.


Meskipun proses ini berguna dalam beberapa kasus, tetapi pada skala
besar aplikasinya terbatas karena biayanya yang tinggi. Satu kelemahan
dalam teknik ini adalah efek yang merusak dari energi ultrasonik (lebih
dari 20KHz) yang menyebabkan konstituen tanaman membentuk radikal
bebas yang tidak diharapkan (Tiwari, et al, 2011).
2. Supercritical Fluid
Teknik ekstraksi supercritical fluid memberikan fakta bahwa gas
dapat berprilaku sebagai cairan ketika berada dibawah tekanan. Salah satu
contohnya adalah karbon dioksida yang dapat digunakan untuk
mengekstrak biomassa dan memiliki keuntungan bahwa setelah tekanan
dihilangkan, molekul gas akan meninggalkan ekstrak. Karbon dioksida
bertindak sebagai pelarut non polar, tetapi polaritas ekstraksi dengan
supercritical fluid dapat ditingkatkan dengan menambahkan agen tertentu,
yang biasanya berupa pelarut lain seperti metanol atau diklormetan
(Heinrich, 2004).

2.4.4. Pengeringan Ekstrak dengan Metode Freeze Drying


Pengeringan secara umum bermaksud untuk menghilangkan pelarut dari
material yang akan dikeringkan. Salah satu tipe pengeringan yaitu freeze-drying.
Pengeringan-beku atau lyophilization adalah proses pengeringan di mana pelarut
dan atau media suspensi yang mengkristal pada temperatur rendah dan
sesudahnya mensublimasi dari padat langsung ke fase uap. Freeze dry lebih
banyak dilakukan dengan air sebagai pelarut. Freeze dry mengubah es atau air
dalam fase amorf menjadi uap. Karena tekanan uap es rendah, volume uap
menjadi besar. Tujuan freeze dry adalah untuk memproduksi suatu substansi
dengan stabilitas yang baik dan tidak berubah setelah rekonstitusi dengan air,
meskipun hal ini sangat tergantung juga pada langkah terakhir yaitu proses
pengemasan dan kondisi penyimpanan (Puspitasari, 2012).

2.5. Timbal
Timbal adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik
leleh 3270⁰C dan titik didih 17400⁰C (Anies, 2005). Timbal menguap dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Bentuk oksida
yang paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting
adalah timbal tetraetil, timbal tetrametil dan timbal stereat (WHO, 1995). Logam
ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A dengan nomor
atom 82 dan bobot 207,2 (Palar, 2004).

2.5.1. Sumber dan Kegunaan


Timbal secara alamiah terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan,
penguapan lava, tanah dan tumbuhan. Timbal komersial dihasilkan melalui
penambangan, peleburan, pengilangan dan pengolahan ulang sekunder (Joko S,
1995).
Sumber-sumber lain yang menyebabkan timbal terdapat dalam udara ada
bermacam-macam. Di antara sumber alternatif ini yang tergolong besar adalah
pembakaran batu bara, asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa timbal
alkil, timbal oksida, peleburan biji timbal dan transfer bahan bakar kendaraan
bermotor, karena senyawa timbal alkil yang terdapat dalam bahan bakar tersebut
dengan sangat mudah menguap. Kadar timbal dari sumber alamiah sangat rendah
dibandingkan dengan timbal yang berasal dari pembuangan gas kendaraan
bermotor (Palar, 2004).
Timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk murninya, selalu bergabung
dengan logam lain (Anies, 2005). Timbal terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk
inorganik dan organik. Dalam bentuk inorganik timbal dipakai dalam industri
baterai (digunakan persenyawaan Pb-Bi); untuk kabel telepon digunakan
persenyawaan timbal yang mengandung 1% stibium (Sb); untuk kabel listrik
digunakan persenyawan timbal dengan As, Sn dan Bi: percetakan, gelas, polivinil,
plastik dan mainan anak-anak. Disamping itu bentuk-bentuk lain dari
persenyawaan timbal juga banyak digunakan dalam konstruksi pabrik-pabrik
kimia, kontainer dan alat-alat lainnya. Persenyawaan timbal dengan atom N
(nitrogen) digunakan sebagai detonator (bahan peledak). Selain itu timbal juga
digunakan untuk industri cat (PbCrO4), pengkilap keramik (Pb-Silikat),
insektisida (Pb arsenat), pembangkit tenaga listrik (Pb-telurium). Penggunaan
persenyawaan timbal ini karena kemampuannya yang sangat tinggi untuk tidak
mengalami korosi (Palar, 2004)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Dalam bentuk organik timbal dipakai dalam industri perminyakan. Alkil


timbal (TEL/timbal tetraetil dan TML/timbal tetrametil) digunakan sebagai
campuran bahan bakar bensin. Fungsinya selain meningkatkan daya pelumasan,
meningkatkan efisiensi pembakaran juga sebagai bahan aditif anti ketuk (anti-
knock) pada bahan bakar yaitu untuk mengurangi hentakan akibat kerja mesin
sehingga dapat menurunkan kebisingan suara ketika terjadi pembakaran pada
mesin-mesin kendaraan bermotor. Sumber inilah yang saat ini paling banyak
memberi kontribusi kadar timbal
dalam udara (Palar, 2004).
Bahan aditif yang biasa dimasukkan ke dalam bahan bakar kendaraan
bermotor pada umumnya terdiri dari 62% timbal tetra etil, dan bahan scavenger
yaitu 18% etilendikhlorida (C2H4C12), 18% etilendibromida (C2H4Br2) dan sekitar
2% campuran tambahan dari bahan-bahan yang lain. Senyawa scavenger dapat
mengikat residu timbal yang dihasilkan setelah pembakaran, sehingga di dalam
gas buangan terdapat senyawa timbal dengan halogen. Jumlah senyawa timbal
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain dan tidak
terbakar musnahnya timbal dalam peristiwa pembakaran pada mesin
menyebabkan jumlah timbal yang dibuang ke udara melalui asap buangan
kendaraan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan pada analisis yang pernah
dilakukan dapat diketahui kandungan bermacam-macam senyawa timbal yang ada
dalam asap kendaraan bermotor, seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Kandungan Senyawa Timbal Dalam Gas Buangan Kendaraan Bermotor
Senyawa Pb (%) 0 jam 18 jam
PbBrCl 32,0 12,0
PbBrCl2PbO 31,4 1,6
PbCl2 10,7 8,3
Pb(OH)Cl 7,7 7,2
PbBr2 5,5 0,5
PbCl22PbO 5,2 5,6
Pb(OH)Br 2,2 0,1
PbOx 2,2 21,2
PbCO3 1,2 13,8
2
PbBr 2PbO 1,1 0,1
PbCO32PbO 1,0 29,6
Sumber : Palar, 2004

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

Kandungan PbBrCL dan PbBrCL2PbO merupakan kandungan senyawa


timbal yang utama. Ke dua senyawa tersebut telah dihasilkan pada saat
pembakaran pada mesin kendaraan dimulai, yaitu saat waktu 0 jam. Selanjutnya
jumlah dari ke dua senyawa tersebut akan berkurang setelah waktu pembakaran
berjalan 18 jam dimana jumlah buangan atas ke dua senyawa tersebut menjadi
berkurang jauh (50% untuk PbBrCl) dan menjadi sangat sedikit untuk
PbBrCl2PbO. Kandungan oksidaoksida timbal (PbOx) dan PbCO32PbO
mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi dua
kandungan pertama setelah masa pembakaran sampai 18 jam.
Besarnya kadar timbal di tanah berkisar 5-25 mg/kg. Kadar timbal di air
tanah berkisar 1-60 μg/l dan tidak lebih rendah dari kadar timbal dalam air
dipermukaan alam. Kadar timbal di udara dibawah 1 μg/m3, tetapi dapat jauh
lebih tinggi di tempat kerja tertentu dan di daerah yang lalu lintasnya padat. Salah
satu hasil emisi gas buang yang berbahaya adalah unsur timbal. Unsur timbal ini
sendiri sebenarnya sudah ada di dalam bahan bakar bensin. Oleh karena itu mesin
kendaraan tidak sempurna proses pembuangannya, sehingga timbal terlepas bebas
di udara (Riyadina 1997).
Tingginya kandungan timbal di lingkungan sangat berpengaruh pada
kesehatan manusia. Terdapat 3 macam limbah industri yaitu limbah padat, cair,
dan gas. Jika jumlah timbal yang terbuang hanya sedikit, belum akan
membahayakan lingkungan. Apabila jumlah limbah timbal sudah di atas nilai
ambang batas yang ditetapkan oleh American Standard Technical Method
(ASTM) yaitu 283,3 nm, akan membahayakan dan merugikan kesehatan manusia
serta lingkungan sekitar (Naria 2005).

2.5.2. Absorpsi
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam timbal dapat
terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses
masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui
makanan dan minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau
penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Bentuk-bentuk kimia dari senyawa-

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

senyawa timbal, merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku


timbal dalam tubuh manusia.
Senyawa-senyawa timbal organik (alkil timbal dan naftenat timbal) relatif
lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau melalui lapisan kulit
bila dibandingkan dengan senyawa-senyawa timbal anorganik, namun hal itu
bukan berarti semua senyawa timbal dapat diserap oleh tubuh, melainkan hanya
sekitar 5 – 10% dari jumlah timbal yang masuk melalui makanan dan atau sebesar
30% dari jumlah timbal yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah
yang terserap itu hanya 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh, dan
sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urin dan feses
( Joko S, 1995. Palar, 2004).
Senyawa timbal tetrametil dan timbal tetra-etil dapat diserap oleh kulit.
Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak.
Sedangkan dalam lapisan udara timbal tetraetil terurai dengan cepat karena
adanya sinar matahari. Timbal tetraetil akan terurai membentuk timbal trietil,
timbal dietil dan timbal monoetil. Semua senyawa uraian dari timbal tetraetil
tersebut memiliki bau yang spesifik seperti bau bawang putih, sulit larut dalam
minyak akan tetapi semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air.
( Joko S, 1995. Palar, 2004).
Sebagian besar dari timbal yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke
dalam pembuluh darah paru-paru. Absorpsi timbal melalui saluran napas
dipengaruhi oleh tiga proses yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar dan
pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nasofaring, saluran trankeobronkhial dan
alveolus. Deposisi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa timbal
yang ada, volume udara yang mampu dihirup pada saat peristiwa bernafas
berlangsung dan daya larut. Makin kecil ukuran partikel debu, serta makin
besarnya volume udara yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula
konsentrasi timbal yang diserap oleh tubuh. Partikel yang lebih kecil dari 10 μm
dapat tertahan di paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di
saluran napas bagian atas. Pembersihan mukosiliar membawa partikel ke faring
kemudian ditelan. Partikel besar lebih cepat dibersihkan dibandingkan partikel
yang kecil. Fungsi pembersihan alveolar yaitu membawa partikel ke ekskalator

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

mukosiliar, menembus lapisan jaringan paru, dan menembus jaringan paru


menuju kelenjar limfe dan aliran darah. Sebanyak 30-40% timbal yang diabsorpsi
melalui saluran napas akan masuk ke dalam aliran darah, tergantung pada ukuran
partikel, daya larut, volume napas dan variasi faal antar individu; dan berikatan
dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ
tubuh (Saryan, 1994. Joko S, 1995. Palar, 2004).
Absorpsi melalui saluran cerna dipengaruhi oleh daya larut, bentuk dan
ukuran partikel, status gizi dan tipe diet. Pada orang dewasa sekitar 10% dari
cemaran timbal yang masuk melalui saluran cerna akan diabsorpsi oleh tubuh,
pada bayi dan anak absorpsi dapat mencapai 50%. Pada keadaan puasa absorpsi
juga akan meningkat. Demikian juga pada diet yang rendah kalsium, Fe dan
protein meningkatkan absorpsi timbal (Correia, S. 1998).
Timbal yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan ke dalam
jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati, tetapi berinkorporasi dalam
tulang, rambut dan gigi untuk disimpan. 90% timbal akan disimpan dalam tulang
dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. Rata-rata 10-30% timbal yang
terinhalasi diabsorbsi melalui paruparu, dan sekitar 5 - 10% dari yang tertelan
diabsorbsi melalui saluran cerna. Uap timbal tetra etil diabsorbsi dengan baik
melalui paru-paru. Absorpsi timbal yang meningkat menyebabkan : (a) penurunan
kandungan hemoglobin; (b) penurunan jumlah dan pemendekan masa hidup
eritrosit; (c) peningkatan jumlah retikulosit (eritrosit muda); (d) peningkatan
jumlah eritrosit berbintik basofilik. Jadi, pemeriksaan darah untuk mendeteksi
efek-efek ini dapat digunakan sebagai pengukur paparan timbal. Sementara
pengukuran timbal dalam air kencing dan darah memberi petunjuk terhadap
paparan timbal dalam tubuh (Joko S, 1995).

2.5.3. Metabolisme Timbal di dalam Tubuh


Timbal masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan
saluran pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan
kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi timbal udara pada saluran
pernafasan 40% dan pada saluran pencernaan 5-10%. Kemudian timbal
didistribusikan ke dalam darah, 95% terikat pada sel darah merah dan 5% terikat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

pada plasma. Sebagian timbal disimpan pada jaringan lunak dan tulang. Ekskresi
timbal terutama melalui ginjal dan saluran pencernaan (Palar 2004).

Gambar 2.2 Metabolisme dan absorpsi timbal dalam tubuh

2.5.4. Eksresi
Timbal diekskresi melalui beberapa cara, yaitu melalui urin (75-80%),
feses (sekitar 15%), keringat dan air susu ibu. Waktu paruh timbal dalam darah
kurang lebih 36 hari, pada jaringan lunak 40 hari, sedangkan pada tulang lebih
dari 25 tahun. Pada umumnya ekskresi timbal berjalan lambat, ini menyebabkan
timbal mudah terakumulasi dalam tubuh (WHO, 1995. Adnan, 2001). Tampaknya
tubuh telah mencapai suatu keseimbangan antara absorbsi dan ekskresi, dimana
jumlah timbal yang diekskresi dalam kemih, feses, empedu, keringat, rambut dan
kuku sesuai dengan jumlah yang diabsorbsi. Proses pembersihan timbal oleh
ginjal pada dasarnya adalah filtrasi glomerulus. Kecepatan ekskresi timbal melalui
empedu pada manusia tidak diketahui (Joko S, 1995).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

2.5.5. Efek-efek klinis


Pada gangguan awal dari biosintesis hem, belum terlihat adanya gangguan
klinis, gangguan hanya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium (Anies,
2005). Apabila gangguan berlanjut akan terjadi efek neurologik dan efek-efek
lainnya pada target organ termasuk anemi. Oleh sebab itu dikatakan bahwa
gangguan yang terjadi pada fungsi saraf dimediasi oleh gangguan pada sintesis
hem. Paparan timbal yang berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan
terhadap berbagai sistim organ. Efek pertama pada keracunan timbal kronis
sebelum mencapai target organ adalah adanya gangguan pada biosintesis hem,
apabila hal ini tidak segera diatasi akan terus berlanjut mengenai target organ
lainnya.
Dalam tulang, timbal ditemukan dalam bentuk Pb-fosfat/Pb3(PO4)2, dan
selama timbal masih terikat dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit
pada penderita. Tetapi yang berbahaya adalah toksisitas timbal yang diakibatkan
oleh gangguan absorpsi kalsium, dimana terjadinya desorpsi kalsium dari tulang
menyebabkan terjadinya penarikan deposit timbal dari tulang. Pada diet yang
mengandung rendah fosfat akan menyebabkan pembebasan timbal dari tulang ke
dalam darah. Penambahan vitamin D dalam makanan akan meningkatkan deposit
timbal dalam tulang, walaupun kadar fosfatnya rendah dan hal ini justru
mengurangi pengaruh negative timbal (Darmono, 2001).
Meskipun jumlah timbal yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini
ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa senyawa timbal
dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam
tubuh (Joko S, 1995. Palar, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas timbal adalah :
1) Dosis dan lama pemaparan
Dosis (konsentrasi) yang besar dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan
efek yang berat dan bisa berbahaya (Joko S, 1995).
2) Kelangsungan pemaparan
Berat ringan efek timbal tergantung pada proses pemaparan timbal yaitu
pemaparan secara terus menerus (kontinyu) atau terputus-putus (intermitten).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Pemaparan terus menerus akan memberikan efek yang lebih berat


dibandingkan pemaparan secara terputus-putus (Joko S, 1995).
3) Jalur pemaparan (cara kontak)
Timbal akan memberikan efek yang berbahaya terhadap kesehatan bila masuk
melalui jalur yang tepat. Orang-orang dengan sumbatan hidung mungkin juga
berisiko lebih tinggi, karena pernapasan lewat mulut mempermudah inhalasi
partikel debu yang lebih besar (Joko S, 1995).

2.5.6. Batas paparan kerja timbal


Konsentrasi normal timbal dalam darah 10 – 25 μg/dL ( WHO, 1995).
Menurut Palar (2004) pada orang dewasa terdapat perbedaan kandungan timbal
dalam darah, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan geografis dimana
orang-orang itu berada. Kadar timbal dalam darah merupakan indikator yang
paling baik untuk menunjukkan current exposure (pemaparan sekarang). Hal ini
hanya berlaku pada steady state conditions yaitu bila seseorang terpapar timbal
secara terus menerus. Untuk mencapai kondisi steady state tersebut diperlukan
waktu pemaparan selama 2 bulan secara terus menerus. Setelah pemaparan
berhenti, kadar timbal akan turun secara perlahan-lahan (Siswanto, 1991).

2.6. Tinjauan Hewan Percobaan


2.6.1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Menurut Krinke (2000) klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

2.6.2. Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)


Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya
2-3 tahun dengan lama produksi 1 tahun(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat antara tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus
liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman,
dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan
laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam
kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran cukup besar
sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus laboratorium
lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat
minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi
tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan galur yang paling besar
diantara galur yang lain(Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri
berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh
peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred
tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya
adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data biologis tikus
sebagai berikut :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Tabel 2.2 Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).


Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun
Lama produksi ekonomis 1 tahun
Lama bunting 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus (berahi) 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Perkawinan Pada waktu estrus
Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus, spontan
Fertilisasi 7-10 jam sesudah kawin
Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa 300-400 gram jantan, 250-300
grambetina
Suhu (rektal) 36-39 C (rata-rata 37,5 C)
Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan
anestesi, naik sampai 150 dalam stress
Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250
dengan anestesi, naik sampai 550 dalam
stress
Tekanan darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun
menjadi 80 sistol, 55 diastol dengan
anestesi
Konsumsi oksigen 1,29-2,68 mL/g/jam
Sel darah merah 67,2-9,6x106/
Sel darah putih 9,4±3,2x103/
SGPT 17,5-30,2 IU/liter
SGOT 45,7-80,8 IU/liter
Kromosom 2n=42
Aktivitas nokturnal (malam)
Konsumsi makanan 15-30 gr/100 gr BB/hari (dewasa)
Konsumsi minumam 20-45 L/100 gr BB/hari (dewasa)

2.6.3. Sistem Reproduksi Tikus Jantan


Sistem reproduksi tikus jantan terdiri atas testis dan skrotum, epididimis,
duktus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan
bulbouretralis), uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini
berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus
epididymis, suatu duktus konvolusi bergelung untuk membuat epididimis, suatu
organ yang terletak pada permukaan posterior testis(Fawcett & Bloom, 2002).
Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

aknalis inguinalis masuk ke dalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan
duktus ejakulatorius, suatu segmen terminal dari sistem duktus yang membuka ke
arah uretra prostatic. Berhubungan dengan sistem duktus adalah tiga kelenjar
asesorius, vesikula seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. Spermatozoa dari
epididimis, bersama dengan hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang
dikeluarkan melalui uretra penis (Fawcett & Bloom, 2002).

Gambar 2.3 Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Suckow, 2006)

Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ reproduksinya


dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi
menyalurkan spermatozoa dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan
dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi spermatozoa dan sejumlah
kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa masuk menuju rahim
(William, 2005).
Ketiga kelenjar asesoris mensekresi zat-zat makanan bagi spermatozoa.
Vesikula seminalis merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang
kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang
merupakan sumber makanan bagi sperma. Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra)
merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju urethra. Kelenjar Cowper
menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa). Prostat terletak di pelvis, tepatnya
di posterior dan inferior vesika urinaria dekat dengan rektum. Fungsi dari kelenjar
prostat adalah memproduksi cairan prostat yang mengandung kolesterol, garam
dan fosfolipid yang merupakan komponen utama dari semen yang bersifat basa
(Faranita, 2009 ).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

Testis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan


produksi andogen. Oleh sebab itu, maka testis dapat juga dikatakan sebagai
kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat endokrin dan juga eksokrin.
Fungsi endokrin terletak pada sel Leydig yang menghasilkan androgen, terutama
testosteron. Fungsi eksokrin terletak pada epitelium semiferus yang menghasilkan
spermatozoa (Fawcett & Bloom, 2002).
Spermatogenesis terjadi di dalam suatu struktur yang disebut tubulus
seminiferous. Tubulus ini berlekuk-lekuk dalam lobules yang semua duktusnya
kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis. Produksi andogen
terjadi di dalam kantung dari sel khusus yang terdapat di daerah interstitial antara
tubulus. Tubulus seminferus dilapisi oleh epitelium bertingkat yang sangat
kompleks yang mengandung sel spermatogenik dan sel-sel yang menunjang. Sel-
sel penunjang berjenis tunggal disebut dengan sel Sertoli(Heffner & Schust,
2005).
Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran basal. Di dekat membran
basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang
mengandung spermatozoa yang sedang berkembang di sepanjang tubulus disebut
epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis,
spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara
spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural
untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli memfagosit
sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini merupakan satu-satunya sel
nongerminal dalam epitel seminiferous. Semua sel Sertoli berhubungan dengan
membrane basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang
berkembang pada kutub yang lain. Sel Sertoli memilki jari-jari sitoplasma yang
besar dan kompleks yang dapat mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu
waktu(Heffner & Schust, 2005).
Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi
estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel
Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel Sertoli juga menghasilkan
protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

dari sel khusus (sel Leydig) yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-
tubulus seminiferus (Heffner & Schust, 2005).

2.6.4. Produksi Sperma


Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4 x 106/mL, tidak
berbeda signifikan dengan manusia yakni sebesar 45,5 x 106/mL. Tubulus
seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni 347+5 μm vs 262+9 μm , tetapi
pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis dibanding manusia (1,4+1 μm vs
15,9+3,4 μm). Epitel seminiferus tikus mengandung40% lebih sel spermatogenik
dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas,
2007).
Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies
mamalia lainnya, termasuk manusia dan hewan domestik lainnya dan biasanya
panjangnya sekitar 150 – 200 mm. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal
ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).

Gambar 2.4 Spermatozoa tikus

2.6.5. Spermatogenesis pada Tikus


Dasar pengetahuan yang cukup telah dibangun tentang spermatogenesis
pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti bermigrasi diliputi oleh sel
Sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus seminiferus pada alat
kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai sebelum masa
pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka
mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah
sampai hewan kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

Gambar 2.5. Siklus Spermatogenesis pada Tikus

Tahapan siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai searah


jarum jam dan kiri bawah A, spermatogenium tipe A; In, spermatogenium
tipe intermediate, B, spermatogenium tipe B; R, resting spermatosit
primer, L, Leptotene sprmatosit; Z, zygotene sprmatosit; P (I), P (VII), P
(XII), awal pertengahan dan akhir spermatsit pakiten. Angka romawi
menunjukkan tahap siklus dimana mereka ditemukan; DI, diplotene; II,
spermatosit sekunder; 1-19, langkah-langkah spermatogenesis. Tabel di
tengah memberikan komposisi seluler tahapan siklus epitel semniferus (I-
XIV). M, superscipt mengindikasikan terjadinya mitosis. Di adaptasi dari
Clermount dengan sedikit modifikasi (1962) (Krinke,2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis


melalui suatu perkembangan yang komplek yang disebut dengan spermatogenesis.
Spermatogenesis memerlukan suatu seri komplek dimana spermatozoa dihasilkan
melalui tahap mitosis, meiosis, dan diferensiasi sel untuk menjadi spermatozoa
matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi spermatozoa disebut dengan
spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam lumen tubulus.
Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).
Spermatogonium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis:
tipe A, tipe intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi
tipe AO (disebut juga sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap
pada membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk
membelah menjadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang
seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya
sebagai sel induk. Pada tikus, spermatogonium A1 kemudian memiliki enam
pembelahan mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton.
Kemudian spermatosit dalam fase meiosis, di mana berkembang menjadi
leptolene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder di komponen
adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferous. Selama fas e meiosis,
masing-masing spermatosit membelah menjadi satu dari empat spermatid haploid,
yang kemudian memasuki fase akrosom, selama akrosom berkembang.
Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase eliminasi
dan pelepasan sitoplasma(Krinke, 2000).
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus
seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima
generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik
lainnya biasanya menunjukkan pola mosaic di beberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap.
Spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap
spermatogenesis (Krinke, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

2.6.6. Peran Hormon pada Spermatogenesis


Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan
oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testis memproduksi sejumlah
hormone jantan yang kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari
androgen adalah testosterone. Fungsi testosterone adalah merangsang
pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferous,
merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori dan merangsang pertumbuhan
sifat jantan (Partodihardjo,1980).
Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang
epididimis dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol
pertumbuhan dan fungsi vesikula seminalis serta kelenjar prostat.
Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah pengaruh hormon-hormon
yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi
pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel di bawah pengaruh FSH.
Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah
peranan LH dan testosterone. Tanpa testosterone spermatozoa tidak dapat
mencapai pendewasaan yang baik.
Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya peningkatan
sekresi gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis anterior. FSH dianggap hormon
penting untuk induksi spermatogenesis dan merangsang secara langsung pada
tubulus seminiferus, karena spermatogenesis lengkap pada tikus
hypophysectomise dipulihkan oleh perlakuan FSH dalm kombinasi dengan LH
dan testosteron. Di sisi lain, efek LH dari spermatogenesis yang terkadang disebut
interstitial cell stimulating hormone (ICSH) pada pria, karena aksi androgenik
pada sel-sel Leydig di interstitial, dianggap dimediasi oleh androgen, setidaknya
pada tikus. Dalam konteks ini,sekresi LH juga merangsang sintesis testosteron
pada sel Leydig di dalam testis (Krinke, 2000).
Aksi FSH pada spermatogenesis diduga diperantarai oleh sel Sertoli,
karena hormon peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan
spermatid karena barier darah testis, yang terbentuk selama 16 – 19 hari setelah
dilahirkan. Sebaliknya, testosteron dapat dengan mudah melintasi barier darah
testis melalui difusi (dan mungkin juga melalui beberapa sistem transportasi).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

Telah dilaporkan bahwa testosteron pada tikus dewasa yang terdapat dalam cairan
interstitial (lebih dari 50 ng/mL) jauh lebih tinggi dibanding yang terdapat dalam
testis (sekitar 30 ng/mL) maupun yang terdapat pada cairan vena perifer
(<10ng/mL), menunjukkan aksi parakrin atau autokrin dari testosteron pada
spermatogenesis di dalam testis. Adanya reseptor androgen pada sel germinal
masih kontroversial, sementara ini reseptor tersebut telah ditemukan dalam sel
Leydig, sel peritubular, sel Sertoli dan lapisan otot pembuluh darah pada sebagian
arteri dalam testis tikus. Hal ini menunjukkan bahwa peran testosteron pada
spermatogenesis adalah pada mediasi terakhir. Salah satu peran sel Sertoli adalah
memproduksi protein-pengikat androgen, yang dirangsang oleh FSH dan
testosteron (Krinke, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga bulan
Maret 2015. Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan
Fitokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Fitokimia, Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia. Penapisan fitokimia di Laboratorium Kimia Obat,
pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Panasonic),
timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), vacuum rotary
evaporator (EYELA), botol maserasi, Freeze Dryer (EYELA FDU-1200),
erlenmeyer, beakerglass, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong
gelas, tabung reaksi, pipet tetes, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific),
aluminium foil, timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat
makanan dan minum, sonde oral, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek
dan penutupnya, cawan penguap, mikropipet (Eppendorf Research plus),
mikroskop cahaya (Moticdan Epson) dan Hemositometer Improved Neubauer
(NESCO).

3.2.2. Bahan Penelitian


Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba kemangi
(Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari kebun kemangi Desa Grogol,
Kecamatan Limo, Depok pada tanggal 28 Oktober 2014. Kemangi dipanen pada
umur 3 bulan, tanpa pestisida dan sistem pengairan menggunakan air hujan dan
air kali di dekat kebun. Kemangi di determinasi di Herbarium Bogoriensis, LIPI

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Puslit Biologi, Cibinong Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah aquades, timbal asetat, etanol 70%, eter, larutan buffer netral
formalin, larutan George, larutan Eosin Y1%, larutan NaCl, Na CMC, pereaksi
untuk penapisan fitokimia (HCl pekat, pereaksi Bouchard, pereaksi Mayer, serbuk
magnesium, NaOH, FeCl3 0,1%).

3.2.3. Hewan Uji


Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan strain Sprague-Dawley yang sehat berumur 4 – 4,5 bulan dengan berat
badan 300 – 350 gram yang diperoleh dari peternakan Universitas Pakuan Bogor.

3.3. Rancangan penelitian


3.3.1. Besar Sampel
Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5 kelompok
perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan
strain Sprague-Dawley (WHO, 2000).

3.3.2. Dosis Perlakuan


Untuk perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Pemberian ekstrak dilakukan selama 14 hari sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menggunakan paparan timbal (Yulianto, 2013).

Tabel 3.1. Rancangan Percobaan Dosis


Kelompok Jumlah Perlakuan Keterangan
Tikus
I 5 Diberikan pembawa Na CMC 0,5% 14 hari
(kelompok Normal)
II 5 Diberikan 14 hari
(Kontrol Negatif) Timbal asetat 2,33 mg/kgBB
III 5 Diberikan suspensi ekstrak dosis 50 mg/kgBB 14 hari
(Dosis Rendah) dan Timbal asetat 2,33 mg/kgBB
IV 5 Diberikan suspensi ekstrak dosis 100 mg/kgBB 14 hari
(Dosis Sedang) dan Timbal asetat 2,33 mg/kgBB
V 5 Diberikan suspensi ekstrak dosis 200 mg/kgBB 14 hari
(Dosis Tinggi) dan Timbal asetat 2,33 mg/kgBB
Keterangan : Pada kelompok III, IV dan V timbal asetat diberikan satu jam
setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

3.4. Prosedur kerja


3.4.1. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Kemangi diambil dalam keadaan segar kemudian ditimbang sebanyak 9 kg
kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan segala jenis kotoran
yang melekat. Setelah pencucian selesai, kemangi dikering-anginkan untuk
mengurangi kadar air dan di rajang. Kemudian dilakukan proses maserasi selama
72 jam kemudian disaring. Proses maserasi ini diulang hingga dihasilkan maserat
yang lebih jernih/ tidak berwarna dibanding maserat awal (pucat). Maserat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak
kental. Jika belum kental, ekstrak kemudian di freeze dry hingga dihasilkan
ekstrak yang lebih kental. Nilai hasil rendemen ekstrak dihitung dengan rumus
sebagai berikut :

3.4.2. Penapisan Fitokimia ekstrak


1. Identifikasi Alkaloid (Depkes RI, 1996; Farmsworth 1966)
Beberapa mg ekstrak ditambah 1 mL asam klorida 2N dan 9mL aquades,
dipanaskan di pengas air selama beberapa menit, dan didinginkan. Kemudian
disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan
selanjutnya:
a. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Bouchard LP, terbentuk endapan coklat
sampai dengan hitam (positif alkaloid).
b. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk endapan
menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol (positif alkaloid).

2. Identifikasi Saponin (Depkes RI, 1995; Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh,2012)


Beberapa mg ekstrak ditambahkan 10mL air panas dan didinginkan.
Kemudian dikocok vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit.
Terbentuk buih setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

3. Identifikasi Flavonoid
a. Ekstrak 0,5 gram dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70% kemudian
diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 gram dan 3 tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon, merah
sampai merah padam menunjukkan flavanol, merah padam sampai merah
keunguan menunjukkan flavanon (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, &
Vahidipour, 2003)
b. Ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH, terbentuk warna kuning
yang pekat. Warna kuning menghilang bila dilakukan penambahan beberapa
tetes asam encer menunjukkan adanya flavonoid (Tiwari et al., 2011).

4. Identifikasi Tanin (Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh, 2012)


2ml ekstrak ditambahkan 0,1% FeCl3. Apabila terbentuk warna hijau
kecoklatan mengidentifikasikan tanaman mengandung tanin.

3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik


3.4.3.1. Parameter Spesifik
1. Identitas ekstrak.
Deskripsi tata nama :
 Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
 Nama latin tumbuhan (sistematika Botani)
 Bagian tumbuhan yang digunakan
 Nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).

2. Organoleptik.
Penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna,bau, rasa sebagai
berikut :
 Bentuk : padat, serbuk - kering, kental, cair.
 Warna : kuning, coklat, dll.
 Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
 Rasa : pahit, manis, kelat, dll.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

3.4.3.2.Parameter Non Spesifik


1. Kadar abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan,
timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas
saring melalui kertas saring bebas abu. Pijar kan sisa kertas dan kertas saring
dalam krus yang sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uap kan, pijar kan
hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara. (Depkes RI, 2000)

2. Susut pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan
dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum
ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyangkan
botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm.
Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan batang pengaduk.
Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan
pada suhu 105ºC hingga berat tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol
dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar.Jika
ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silika
pengering yang telah ditimbang secara seksama, setelah dikeringkan dan
disimpan dalam desikator pada suhu kamar. Campurkan silika tersebut secara
rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu
penetapan hingga berat tetap (Depkes RI, 2000).

3.4.4. Persiapan Penelitian


3.4.4.1. Persiapan Larutan Timbal Asetat
Berdasarkan dosis yang telah ditentukan yaitu 2,33 mg/kgBB, dilakukan
persiapan untuk pembuatan larutan timbal asetat. Dilakukan penimbangan serbuk
timbal asetat sesuai dengan perhitungan, kemudian timbal asetat digerus hingga
didapatkan serbuk yang lebih halus. Untuk pembutaan larutan timbal asetat ini,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

serbuk yang telah halus dilarutkan ke dalam aquades hingga volume yang telah di
tentukan.

3.4.4.2. Persiapan Suspensi Ekstrak


Ekstrak kental yang telah didapat ditimbang sesuai dengan perhitungan
dosis. Ekstrak kental kemudian dibuat menjadi larutan suspensi dengan cara
mencampurkan Na CMC 0,5 % ke dalam air hangat yang dipanaskan di penangas
air, kemudian dilakukan penambahan ekstrak sesuai dengan perhitungan. Untuk
mempermudah proses dispersi, ekstrak digerus di dalam larutan Na CMC hingga
dihasilkan suspensi ekstrak yang homogen.

3.4.4.3. Persiapan Hewan Coba


Tikus jantan diaklimatisasi di laboratorium farmakologi. Diberi makan dan
minum ad libitum serta ditimbang berat badannya. Ekstrak etanol 70% herba
kemangi diberikan kemudian selang waktu satu jam diberikan timbal asetat.
Pemberian dilakukan yaitu pada pagi hari selama 14 hari secara oral
menggunakan sonde dengan dosis seperti yang tertera pada tabel rancangan
percobaan (Tabel 3.1). Pada hari ke-15 masing-masing kelompok diterminasi
dengan eter kemudian dibedah dan diambil testis dan kauda epididimisnya.

3.4.5. Pengukuran Parameter


3.4.5.1. Morfologi Spermatoza
Morfologi spermatozoa dapat diamati pada sediaan apus yang dibuat
dengan cara 50 μL sperma ditambah 300 μL eosin Y 1%, lalu didiamkan selama
45-60 menit. Setelah itu diresuspensikan dengan menggunakan pipet.
Pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan dengan membedakan bentuk
sperma normal dan abnormal dari 200 spermatozoaa yang diamati, hingga
diperoleh data bentuk sperma dalam persen. Pengamatan dilakukan dibawah
mikroskop dengan pembesaran 400 kali (Inveresk Research, 2000).

3.4.5.2. Berat Testis


Pengukuran berat testis dilakukan dengan cara menimbang organ testis
dengan timbangan analitik kemudian hasil berat testis tikus yang diberikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

perlakuan dibandingkan dengan berat testis tikus kelompok normal dan kelompok
kontrol negatif.

3.4.5.3. Perhitungan Konsentrasi Spermatoza


Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil
spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada
cawan penguap yang berisi cairan NaCl fisiologis 0.9% sebanyak 500 μL.
Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Hemasitometer)
sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada
salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang
akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2)
Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No Jumlah spermatozoa Faktor Kotak kecil
dalam 1 kotak pengenceran yang dihitung
1 >40 50 kali 5
2 15-40 20 kali 10
3 <15 10 kali 25

Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran


spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).
Tabel 3.3 Cara pengenceran
No Pengenceran Pembuatan pengenceran
1 50 kali a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa
b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
2 20 kali 950 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
3 10 kali a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa
b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih).

Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa


dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara
pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa
sesuai rumus di bawah ini (Ilyas, 2007).
= × 10.000 × × 25 ×
Keterangan :
n = jumlah spermatozoa yang terhitung.
Angka 10.000 = volume kamar hitung Neubauer.
Fp = faktor pengenceran yang dilakukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

Angka 25 = total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer
k = jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan.
vNaCl = volume NaCl (mL) fisiologis yang digunakan untuk membantu
mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4
berikut.
Tabel 3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa
1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5
3 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5

3.4.5.4. Motilitas Spermatozoa


Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara
mencampurkan satu tetes semen dari cauda epididimis dengan disayat dan
dipencet perlahan dengan dua tetes NaCl fisiologis 0,9% di atas object glass
secara merata. Kemudian dari campuran tersebut diambil sedikit dan ditutup
dengan cover glass untuk selanjutnya dilakukan pengamatan di bawah mikroskop
dengan pembesaran objektif 10 kali. Spermatozoa yang bergerak ke depan diamati
dibandingkan dengan yang tidak bergerak atau bergerak di tempat, dan dinyatakan
dalam presentase (Nurcholidah et al., 2013).

3.5. Perencanaan Analisis Data


Hasil percobaan yang dianalisis untuk melihat adanya perbedaan yang
nyata pada berat testis, konsentrasi spermatozoa, profil morfologis spermato, dan
motilitas spermatozoa dari masing–masing kelompok perlakuan. Analisis data
diolah menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji
normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA) atau non
parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis
menunjukkan perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05) maka analisis data dilanjutkan
menggunakan uji Least Significant Difference (LSD).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Determinasi
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
tanaman sampel uji adalah benar tanaman kemangi (Ocimum americanum L.)
suku Lamiaceae. Surat pernyataan determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.1.2. Karakterisasi Sampel


Herba kemangi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa
Grogol, Kecamatan Limo, Depok. Sebanyak 420 gram serbuk herba kemangi
(Ocimum americanum L.) dimaserasi menggunakan etanol 70% hingga
dihasilkan maserat yang berwarna pucat (lebih bening daripada maserat awal).
Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan freeze
dry. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 26 gram, sehingga dihasilkan
rendemen 6,19 %.

4.1.3. Hasil Uji Penapisan Fitokimia


Kandungan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etanol 70% herba
kemangi diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Kandungan yang diuji
antara lain golongan flavonoid, golongan alkaloid, golongan tanin, dan golongan
saponin. Hasil penapisan fitokimia ekstrak air herba kemangi dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)
Golongan Hasil
Flavonoid +
Alkaloid +
Tanin +
Saponin +

38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

4.1.4. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik


Setelah dilakukan uji penapisan fitokimia pada ekstrak, uji parameter
spesifik dan non spesifik dilakukan terhadap ekstrak etanol 70% herba kemangi,
dimana uji parameter spesifik diantaranya adalah uji identitas ekstrak dan uji
organoleptis sedangkan uji parameter non spesifik yang dilakukan adalah susut
pengeringan dan uji kadar abu. Hasil uji parameter spesifik dan non spesifik
ekstrak etanol 70% herba kemangi dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Uji Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik Ekstrak
Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.)
Parameter Hasil Pengujian
Parameter Spesifik a. Identitas ekstrak
 Nama lain tumbuhan Ocimum americanum L.
 Bagian tumbuhan yang Herba
digunakan
 Nama Indonesia Kemangi
b. Organoleptis
 Warna Coklat
 Bau Khas
 Bentuk Kental padat
 Rasa Pahit
Parameter a. Susut pengeringan 16,695 %
Nonspesifik b. Kadar abu 12,31 %

4. 1. 5.Pengukuran Berat Badan Tikus


Hasil pengukuran berat badan tikus pada masing-masing kelompok, baik
pada kelompok normal, kelompok kontrol negatif dan pada kelompok yang
mendapat perlakuan dosis rendah (50 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB),
dosis tinggi (200 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.1.
Dari data grafik, dapat dilihat terjadi kenaikan berat badan tikus setiap
penimbangan yang dilakukan setiap hari. Kenaikan berat badan tikus
menunjukkan bahwa tikus berada dalam kondisi sehat dan telah mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

Tabel 4.3. Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok


Rerata Berat Badan Tikus Tiap Tiap Kelompok (gram)
Kontrol Dosis 50 Dosis 100 Dosis 200
No. Tanggal Normal Negatif mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
1 9 Februari 2015 322,4 311,2 298,0 290,2 313,0
2 10 Februari 2015 324,0 315,4 299,0 292,2 317,4
3 11 Februari 2015 325,8 317,4 301,6 294,8 318,8
4 12 Februari 2015 326,4 319,4 304,2 295,8 320,6
5 13 Februari 2015 327,2 320,2 306,6 298,0 321,2
6 14 Februari 2015 327,8 321,2 309,0 299,8 321,8
7 15 Februari 2015 328,2 322,0 309,6 300,6 322,6
8 16 Februari 2015 328,6 322,8 311,6 301,4 323,8
9 17 Februari 2015 330,0 324,0 312,8 302,4 324,0
10 18 Februari 2015 330,2 325,2 314,0 303,8 324,4
11 19 Februari 2015 331,8 326,8 315,4 304,4 325,2
12 20 Februari 2015 332,2 327,6 317,0 307,2 326,6
13 21 Februari 2015 334,2 329,0 318,6 307,6 327,4
14 22 Februari 2015 335,0 330,4 321,8 309,4 330,6
15 23 Februari 2015 336,2 331,6 324,6 311,8 335,6

Rerata Berat Badan Tikus


340
Berat Badan Tikus (gram)

330

320

310

300 Normal
Kontrol negatif
290
Dosis rendah
280
Dosis Sedang
270 Dosis tinggi
260
09-Feb-15
10-Feb-15
11-Feb-15
12-Feb-15
13-Feb-15
14-Feb-15
15-Feb-15
16-Feb-15
17-Feb-15
18-Feb-15
19-Feb-15
20-Feb-15
21-Feb-15
22-Feb-15
23-Feb-15

Tanggal Penimbangan

Gambar 4.1 Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (gram)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

4. 1. 6. Pengukuran Berat Testis


Hasil pengukuran berat testis tikus pada masing-masing kelompok, baik
pada kelompok normal, kelompok kontrol negatif dan pada kelompok yang
mendapat perlakuan dosis rendah (50 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB),
dosis tinggi (200 mg/KgBB ) dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.2.

Tabel 4.4.Rerata berat testis tikus tiap kelompok


No. Kelompok Rerata berat testis (gram)
1 Normal 1,39±0,05
2 Kontrol Negatif 1,12±0,05
3 Dosis 50 mg/kgBB 1,41±0,09
4 Dosis 100 mg/kgBB 1,67±0,08
5 Dosis 200 mg/kgBB 1,70±0,05

Rerata Berat Testis


1,8 1,67 1,7
1,6 1,41
1,39
1,4
Berat Testis (gram)

1,2 1,12
1
0,8
0,6 Rerata Berat…
0,4
0,2
0
Normal Kontrol 50 100 200
Negatif

Kelompok Hewan Uji

Gambar 4.2 Hasil rerata berat testis (gram) setelah pemberian ekstrak etanol 70%
herba kemangi selama 14 hari

Data rerata berat testis diperoleh dengan menimbang masing-masing testis


25 ekor tikus jantan. Data rerata berat testis tikus yang telah diperoleh selanjutnya
dilakukan uji persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan bahwa data berat testis terdistribusi normal (p≥0,05). Setelah
dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas Levene. Hasil uji
homogenitas menghasilkan data homogen (p≥0,05). Hasil uji tersebut
menunjukkan nilai signifikan 0,518 (p≥0,05). Hasil uji Anova yang dilakukan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

terhadap rerata berat testis tikus menunjukkan nilai signifikan 0,000 (p≤0,05),
sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh
menunjukkan berat testis pada seluruh kelompok dosis memberikan hasil berbeda
secara bermakna terhadap tikus kelompok normal dan kelompok kontrol negatif
(p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% herba
kemangi dapat meningkatkan berat testis secara bermakna terhadap kelompok
normal maupun kelompok kontrol negatif.

4. 1. 7. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa


Hasil pengukuran konsentrasi spermatozoa tikus pada masing-masing
kelompok, baik pada kelompok normal, kelompok kontrol negatif dan pada
kelompok yang mendapat perlakuan dosis rendah (50 mg/KgBB), dosis sedang
(100 mg/KgBB), dosis tinggi (200 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.5 dan
gambar 4.3.
Tabel 4.5. Rerata konsentrasi spermatozoa tikus tiap kelompok
No. Kelompok Rerata Konsentrasi Sperma
(juta/mL)
1 Normal 33,63±5,57
2 Kontrol Negatif 18,69±10,68
3 Dosis 50 mg/kgBB 34,81±13,73
4 Dosis 100 mg/kgBB 53,75±22,94
5 Dosis 200 mg/kgBB 112,50±14,07

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Rerata Konsentrasi Spermatozoa


Rerata Konsentrasi Spermatozoa (juta/mL) 120 112,50

100

80

60 53,75
Rerata Konsentrasi
40 33,63 34,81
Spermatozoa
18,69
20

0
Normal Kontrol 50 100 200
Negatif
Kelompok hewan uji

Gambar 4.3 Hasil rerata konsentrasi spermatozoa setelah pemberian


ekstrak etanol 70% herba kemangi selama 14 hari

Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil
uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene konsentrasi
spermatozoa menunjukkan bahwa data konsentrasi sperma terdistribusi normal
(p≥0,05) dan homogen (p≥0,05). Data konsentrasi sperma selanjutnya diuji
menggunakan statistika parametric one way Anova (untuk data yang terdistribusi
normal (p≥0,05) dan homogen (p≥0,05). Hasil uji Anova yang dilakukan terhadap
rerata konsentrasi spermatozoa menunjukkan nilai signifikan 0,000 (p≤0,05),
sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh
menunjukkan konsentrasi spermatozoa pada kelompok dosis sedang dan dosis
tinggi berbeda secara bermakna terhadap kelompok normal dan kelompok kontrol
negatif (p≤0,05). Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70%
herba kemangi pada dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB dapat meningkatkan
konsentrasi spermatozoa secara bermakna terhadap kelompok normal dan kontrol
negatif.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

4. 1. 8. Perhitungan Morfologi Spermatozoa


Hasil pengukuran morfologi sperma tikus pada masing-masing kelompok,
baik pada kelompok normal, kelompok kontrol negatif dan pada kelompok yang
mendapat perlakuan dosis rendah (50 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB),
dosis tinggi (200 mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.4.

Tabel 4.6. Rerata % morfologi spermatozoa yang abnormal tikus tiap kelompok
No. Kelompok Rerata morfologi spermatozoa abnormal (%)
1 Normal 18,53±10,57
2 Kontrol Negatif 20,55±9,16
3 Dosis 50 mg/kgBB 17,85±7,05
4 Dosis 100 mg/kgBB 17,2±3,76
5 Dosis 200 mg/kgB 16,28±2,71

Rerata Morfologi Spermatozoa

25,00
20,55
Abnormalitas Morfologi Sperma (%)

20,00 18,53 17,85 17,2


16,28
15,00

Rerata morfologi sperma


10,00

5,00

0,00
Normal Kontrol 50 100 200
Negatif

Kelompok hewan uji

Gambar 4.4 Hasil rerata persen abnormalitas morfologi spermatozoa setelah


pemberian ekstrak etanol 70% herba kemangi selama 14 hari

Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil
uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene morfologi
spermatozoa menunjukkan bahwa data morfologi spermatozoa terdistribusi
normal (p≥0,05) dan homogen (p≥0,05). Data morfologi spermatozoa selanjutnya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

diuji menggunakan statistika parametric one way Anova. Hasil uji Anova yang
dilakukan terhadap rerata morfologi spermatozoa menunjukkan nilai signifikan
0,444 (p≥0,05), sehingga tidak dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana
data yang diperoleh menunjukkan morfologi spermatozoa tidak berbeda secara
bermakna. Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% herba
kemangi tidak dapat mengurangi % abnormal secara bermakna pada morfologi
spermatozoa terhadap kelompok normal dan kelompok kontrol negatif.

4. 1. 9. Perhitungan Motilitas Spermatozoa


Hasil pengukuran motilitas spermatozoa baik pada kelompok tikus normal,
kelompok kontrol negatif dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis
rendah (50 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB), dosis tinggi (200
mg/KgBB) dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 4.5.
Tabel 4.7. Rerata % motilitas spermatozoa tikus tiap kelompok
No. Kelompok % Motil
1 Normal 47,4±10,03
2 Kontrol negatif 39,3±3,33
3 50 mg/kgBB 61,3±6,99
4 100 mg/kgBB 62,2±12,26
5 200 mg/kgBB 67,8±4,27

80
67,8
70 61,3 62,2
60
47,4
50
Prsentase motilitas spermatozoza

39,3
40
30
Rerata motilitas (%)
20
10
0
Normal Kontrol 50 100 200
Negatif

Kelompok hewan uji

Gambar 4.5 Hasil rerata persen motilitas spermatozoa setelah pemberian


ekstrak etanol 70% herba kemangi selama 14 hari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Data yang telah diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil
uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene motilitas
spermatozoa menunjukkan bahwa data motilitas spermatozoa terdistribusi normal
(p≥0,05) dan homogen (p≥0,05). Data motilitas spermatozoa selanjutnya diuji
menggunakan statistika parametric one way Anova (untuk data yang terdistribusi
normal (p≥0,05) dan homogen (p≥0,05)). Hasil uji Anova yang dilakukan terhadap
rerata motilitas spermatozoa menunjukkan nilai signifikan 0,000 (p≤0,05),
sehingga dilanjutkan dengan uji BNT jenis LSD dimana data yang diperoleh
menunjukkan motilitas spermatozoa pada dosis rendah, sedang dan tinggi berbeda
secara bermakna terhadap kelompok kontrol negatif dan kelompok normal. Dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% herba kemangi dapat meningkatkan %
motilitas spermatozoa secara bermakna.

4. 2. Pembahasan
Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor, menunjukkan bahwa
tanaman kemangi yang diperoleh dari kebun kemangi Desa Grogol, Kecamatan
Limo, Depok pada Oktober 2014 merupakan spesies Ocimum americanum L. dari
famili Lamiaceae yang selanjutnya digunakan sebagai sampel di dalam penelitian.
Kemangi yang dipanen tidak menggunakan pestisida dan sistem pengairan
menggunakan air hujan dan air kali di dekat kebun.
Herba kemangi yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran,
selanjutnya dipotong untuk mempercepat proses pengeringan. Sampel tersebut
kemudian dikeringkan tanpa terkena sinar matahari secara langsung, namun
sirkulasi udaranya baik. Paparan sinar matahari secara langsung pada suhu tinggi
dapat merusak dan menyebabkan terdegradasinya senyawa kimia dalam sampel
yang dianalisis. Herba kemangi yang telah kering selanjutnya dihaluskan dengan
menggunakan blender hingga dihasilkan serbuk kemangi ±750 g. Sampel yang
berbentuk serbuk bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sehingga
memudahkan tertariknya komponen-komponen kimia yang terdapat dalam bahan.
Serbuk herba kemangi (Ocimum americanum L.) sebanyak 420 gram
diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol teknis 70%. Pemilihan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

proses maserasi sebagai metode ekstraksi disebabkan karena memiliki beberapa


keuntungan diantaranya maserasi dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang
tidak tahan terhadap pemanasan, peralatan yang sederhana serta proses
pengerjaannya cukup mudah. Etanol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi
pendahuluan (J.B. Harbone, 1987). Selain itu etanol juga memiliki kemampuan
menyari dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa non polar sampai dengan
polar (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Pada proses maserasi, serbuk kering herba kemangi direndam dengan
etanol 70% pada suhu kamar selama 72 jam, kemudian disaring sehingga
didapatkan filtrat dan residu. Maserasi dilakukan secara berulang dengan
menggunakan pelarut etanol 70% hingga senyawa yang terkandung di dalamnya
diperkirakan tertarik semuanya. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada tekanan rendah dan suhu
40⁰C – 50⁰C untuk menguapkan pelarut etanol yang terdapat dalam filtrat. Hasil
penguapan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator tersebut berupa
ekstrak cair yang belum terlalu kental. Sehingga dilakukan proses freeze dry untuk
menguapkan pelarut air yang ada dalam etanol 70%. Dari hasil freeze dry
diperoleh ekstrak kental yang berwarna cokelat sebanyak 26 gram sehingga
dihasilkan rendemen 6,19 %.
Pemeriksaan parameter non spesifik yaitu susut pengeringan dan kadar abu
dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui
jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan (Depkes, 2000). Tujuan
dari pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes, 2000). Hasil
pengukuran susut pengeringan, didapatkan susut pengeringan pada sampel yang
digunakan yaitu 16,695 %. Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar abu ekstrak
etanol 70% herba kemangi yaitu 14,11 %. Cara perhitungan susut pengeringan
dan kadar abu dapat dilihat pada lampiran 4.
Untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak
kental kemangi ini dilakuakn uji fitokimia. Uji fitokimia yang dilakukan adalah
uji alkaloid, uji flavonoid, uji saponin dan uji tanin. Hasil dari pengujian ini pada
ekstrak etanol 70% herba kemangi terkandung senyawa alkaloid, flavonoid,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

saponin dan tanin. Dari penelitian Nur Khoirani (2013), yang berjudul
“Karakterisasi Simplisia dan Standardisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi
(Ocimum americanum L.)”, diketahui bahwa pada ekstrak etanol 70% herba
kemangi mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid,
triterpenoid dan minyak atsiri.
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus jantan
galur Sprague Dawley berusia 4 – 4,5 bulan yang diperoleh dari peternakan
Universitas Pakuan Bogor. Tikus yang digunakan merupakan tikus sehat dan fertil
dengan berat tikus yaitu sekitar 300 – 350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley
dikarenakan mayoritas penelitian mengenai reproduksi pada tikus menggunakan
galur ini. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai dengan
jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkinson
et al., 1999).
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari kelompok normal,
kelompok kontrol negatif, dan 3 kelompok perlakuan dengan dosis masing-
masing 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB. Hewan uji kemudian
diaklimatisasi agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru.
Setiap kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan
masing-masing kandang terdiri dari 5 ekor tikus. Selama aklimatisasi, dilakukan
pengamatan kondisi umum serta ditimbang berat badannya. Adanya peningkatan
berat badan menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan. Tabel peningkatan berat badan tikus dapat terlihat pada tabel
4.3 dan grafik pada gambar 5.
Data berat badan menunjukkan perkembangan berat badan pada setiap
kelompok mengalami kenaikan tiap minggunya. Pertumbuhan yang baik
merupakan suatu proses pertambahan massa, sehingga hewan mengalami
pertambahan berat badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang atau
pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi
tiap kelompok tikus kemungkinan dikarenakan konsumsi pakan harian yang
diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya pertumbuhan.
Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan sesuai
dengan kelompoknya menggunakan alat penyekok oral (sonde). Periode ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

dilakukan selama 14 hari. Sebelum perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu


untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak etanol herba kemangi yang akan
diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan mensuspensikan ekstrak dengan Na
CMC konsentrasi 0,5%. Na CMC 0,5% digunakan sebagai pembawa karena
ekstrak etanol 70% herba kemangi mudah terdispersi dalam Na CMC 0,5%
tersebut.
Pada hari ke-15, tikus dikorbankan dengan cara dibius dengan eter. Dari
hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter, yaitu: berat testis,
konsenstrasi spermatozoa, morfologi sperma, serta motilitas spermatozoa. Data
dari beberapa parameter tersebut yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji
normalitas, uji homogenitas dan selanjutnya dilakukan uji Anova dan uji BNT
jenis LSD. Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan
uji normalitas dan homogenitas maupun uji Anova.
Produksi spermatozoa tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan
alat kelamin jantan baik alat kelamin primer yang berupa testis maupun alat
kelamin sekunder berupa saluran-saluran reproduksi (Partodihardjo,1980). Testis
merupakan salah satu organ yang penting dalam reproduksi jantan. Testis
berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon reproduksi yaitu testosteron
(Falk, 2001). Testis berkedudukan di dalam skrotum dan memiliki temperatur
sekitar 4⁰C lebih rendah dibandingkan tubuh. Ini merupakan temperatur yang
optimal untuk memproduksi sperma.
Dari hasil pengukuran rerata berat testis tikus menunjukkan perbedaan
antara tikus normal, tikus kontrol negatif dan tikus yang mendapat tambahan
ekstrak kemangi sesuai dosisnya masing-masing. Pada tikus kelopok kontrol
negatif, terlihat nilai berat testis yang paling kecil bila dibandingkan dengan
kelompok normal dan kelompok tikus yang diberikan ekstrak herba kemangi.
Rerata berat testis tikus dapat terlihat pada tabel 4.4 dan grafik pada gambar 6.
Peningkatan berat testis terdistribusi secara normal (p≥0,05) berdasarkan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan analisis Post Hoc LSD, pemberian
ekstrak herba kemangi menunjukkan hasil perbedaan bermakna secara statistik
(p≤ 0,05) terhadap berat testis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Peningkatan berat testis tersebut mengindikasikan konsentrasi spermatozoa


dalam testis bertambah. Pernyataan tersebut diperjelas dari data konsentrasi
sperma yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi sperma sejalan
dengan meningkatnya dosis. Selain berat testis, konsentrasi sperma dihitung untuk
mengetahui pengaruh ekstrak herba kemangi terhadap konsentrasi spermatozoa
tikus. Spermatozoa yang diamati dalam penelitian ini adalah spermatozoa yang
berasal dari kauda epididimis. Kauda epididimis merupakan tempat pematangan
spermatozoa sebelum siap diejakulasikan keluar tubuh, sehingga diprediksikan
bahwa spermatozoa yang telah matang terkonsentrasi paling banyak di kauda
epididimis (Suckow, 2006).
Berdasarkan data konsentrasi spermatozoa sebagaimana dilihat pada tabel
4.5 dan analisis Post Hoc LSD menunjukkan pengaruh pemberian ekstrak herba
kemangi terhadap peningkatan konsentrasi sperma yang bermakna secara statistik
(p≤0,05) antara dosis sedang dan dosis tinggi terhadap kelompok normal dan
kelompok kontrol negatif. Hal ini menyatakan bahwa perlakuan timbal asetat
berdampak terhadap penurunan jumlah spermatozoa, dan pemberian ekstrak herba
kemangi bersamaan dengan timbal asetat menunjukkan terjadi peningkatan
jumlah spermatozoa di dalam seksresi kauda epididimis hewan uji sesuai dengan
peningkatan dosis. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, semakin besar
pula pengaruhnya terhadap peningkatan konsentrasi spermatozoa. Dari penelitian
yang ada sebelumnya dengan menggunakan timbal dan vitamin E selama 14 hari,
menunjukkan bahwa vitamin E dengan dosis 2,16 mg dapat berpengaruh dalam
menangkal radikal bebas dari timbal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
antioksidan dengan dosis tinggi berpengaruh dalam menangkal radikal bebas dari
timbal.
Terdapat banyak sumber radikal bebas pada lingkungan. Radikal bebas
merupakan salah satu bentuk Reactive Oxygen Species (ROS). ROS juga mampu
secara langsung merusak DNA sperma dengan menyerang basa purin dan
pirimidin. ROS juga dapat menginisiasi terjadinya apoptosis dalam sperma,
menyebabkan aktifnya enzim-enzim caspase untuk mendegradasi DNA sperma
(Hayati et al. 2006). Beberapa sumber radikal bebas antara lain sumber eksternal
yaitu: rokok, polutan lingkungan, radiasi, obat-obatan, sedangkan yang berasal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

dari sumber internal yaitu: mitokondria, fagosit, xantin oksidase, arachidonat


pathway, olah raga, peradangan, iskemia/reperfusi reaksi yang melibatkan besi
dan logam transisi lainnya, salah satunya adalah timbal (Percival 1998).
Penelitian terbaru membuktikan bahwa infertilitas pria dapat disebabkan
oleh pajanan logam berat pada konsentrasi yang lebih rendah dari yang telah
ditetapkan WHO. Penelitian lainnya juga mengatakan bahwa jumlah timbal dan
kadmium yang rendah pun dapat mengganggu fertilitas pria (Mayo, 2005;
Telisman, 2000). Timbal dan kadmium dapat menggangu metabolisme seng
(zink) dalam tubuh. Seng dibutuhkan oleh tubuh untuk menjalankan proses
reproduksi, sintesis protein, proses reparasi jaringan, dan fungsi imun. Seng juga
penting di dalam protein, DNA, dan metabolisme untuk menghasilkan energi
(Telisman, 2000).
Timbal merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan
titik leleh 327⁰C dan titik didih 1740⁰C (Anies 2005). Efek toksik timbal pada
fungsi reproduksi laki -laki yaitu mempengaruhi proses spermatogenesis sehingga
terjadi penurunan kualitas semen dalam jumlah, morfologi, motilitas dan bentuk
abnormal spermatozoa (Adnan, 2001). Beberapa penelitian pada hewan percobaan
menunjukkan bahwa keracunan Pb dapat mengakibatkan penurunan berat testis
dan kerusakan tubulus seminiferus testis tikus putih (Hariono 2006).
Adapun mekanisme akibat paparan timbal yang memberikan efek berupa
penurunan konsentrasi spermatozoa diantaranya adalah timbal diduga dapat
menghambat Na+K--ATP pump, yang akan berdampak terhadap membran sel dan
mitokondria dan selanjutnya akan meningkatkan fragilitas sel (bisa lisis). Timbal
akan berinteraksi dengan HP2 (Human Protamine 2). Selama proses
spermatogenesis secara normal, histon akan digantikan oleh protamin yang akan
memadatkan dan melindungi DNA sperma. Pada manusia, zink berperan pada
stabilitas kromatin sperma dan berikatan dengan HP2. Timbal mempunyai
kemampuan berikatan dengan HP2 dengan cara bersaing dengan zink, karena HP2
mempunyai afinitas yang hampir sama, akan tetapi HP2 juga mempunyai tempat
pengikatan tambahan untuk timbal yang tidak berhubungan dengan zink. Interaksi
antara timbal dan HP2 akan menurunkan ikatan HP2-DNA melalui beberapa cara,
yaitu perubahan langsung pada molekul protein, interaksi langsung dengan DNA,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

atau memindahkan HP2 dari tempat pengikatannya dengan DNA. Hal tersebut
mengakibatkan gangguan pada kondensasi kromatin sperma dan meningkatkan
kerusakan DNA, dengan begitu kesuburan akan menurun (Panggabean et al.
2008).
Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan
elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadi reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Christijanti
dan Iswara, 2010).
Kemangi memiliki kandungan antioksidan tinggi. Kandungan senyawa
kimia dalam herba kemangi adalah 1,8 sineol, anethol, apigenin fenkhona,
stigmaasterol, triftofan, tannin, sterol, dan boron (Dharmayanti, 2003) serta
minyak atsiri, pati, lignin, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, saponin,
flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Sarma dan Babu, 2011). Kandungan
kemangi yang berupa boron dan seng secara tidak langsung berperan dalam
meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Boron dan seng mempunyai peran untuk
merangsang keluarnya hormon androgen (testosteron) (Gunawan, 2004).
Antioksidan berperan dalam melindungi DNA dan molekul penting lainnya dari
oksidasi dan kerusakan, dan dapat meningkatkan kualitas sperma sehingga dapat
meningkatkan kesuburan pria (Yang et al, 2006).
Parameter yang diamati selanjutnya adalah morfologi spermatozoa.
Morfologi spermatozoa merupakan salah satu faktor penentu fertilitas
spermatozoa. Menurut Rafiqa et al (2013), abnormalitas sprematozoa dibagi
menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Abnormalitas primer dari spermatozoa di
dalam testis dikarenakan kesalahan spermatogenesis ataupun spermiogenesis yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keturunan, penyakit, dan pengaruh
lingkungan yang buruk (Salisbury dan Vandemark, 1985). Spermatozoa yang
abnormal meliputi kepala yang terlampau besar atau terlampau kecil, kepala
pendek, kepala pipih memanjang, kepala rangkap dan ekor ganda. Abnormalitas
sekunder merupakan spermatozoa yang mengalami kelainan setelah meninggalkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

tubulus seminiferus yang ditandai dengan ekor putus, kepala tanpa ekor dan
kepala pecah (Fitriani et al, 2010).
Data rerata morfologi spermatozoa abnormal didapat dengan cara melihat
preparat apusan sperma di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Morfologi
abnormal yang diamati di antaranya adalah leher patah, tanpa kepala, kepala
pipih, kepala rangkap, tanpa ekor dan ekor patah. Dari data yang diperoleh
menunjukkan presentase morfologi spermatozoa abnormal mengalami
peningkatan pada kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok
normal. Kelompok perlakuan dengan penambahan ekstrak herba kemangi
mengalami penurunan jumlah morfologi spermatozoa abnormal sesuai dengan
peningkatan dosis. Pemberian ekstrak herba kemangi sebagai antioksidan
berdasarkan analisis Post Hoc LSD menunjukkan tidak memiliki perbedaan
bermakna secara statistik (p≤ 0,05) terhadap penurunan abnormalitas morfologi
spermatozoa. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian sebelumnya dengan
menggunakan penginduksi timbal terhadap kualitas spermatozoa selama 14 hari,
menunjukkan bahwa terjadi penurunan sperma normal pada kelompok yang
terpapar oleh timbal.
Motilitas merupakan suatu kemampuan spermatozoa untuk bergerak
secara progresif. Motilitas spermatozoa ini berasal dari gerakan mendorong
spermatozoa pada bagian ekor yang menyerupai gerakan cambuk. WHO dan
beberapa ahli berpendapat bahwa motilitas spermatozoa yang dianggap normal
adalah apabila 50% atau lebih bergerak maju dengan lambat atau 25 % bergerak
maju dengan cepat (Kuswondo, 2002).
Nilai persen motilitas dapat terlihat pada tabel 4.7, dimana dalam
penelitian ini motilitas yang diamati adalah spermatozoa gerak maju dengan
cepat. Nilai presentase motilitas untuk kelompok kontrol negatif mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan nilai presentase motilitas sperma kelompok
normal dan kelompok yang meskipun diberikan paparan timbal namun juga
diberikan ekstrak etanol 70% herba kemangi. Nilai presentase motilitas
spermatozoa meningkat sesuai dengan peningkatan dosis. Nilai motilitas
spermatozoa terdistribusi normal (p≥0,05) berdasarkan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene. Berdasarkan hasil uji analisis Post

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Hoc LSD, pemberian ekstrak herba kemangi berbeda bermakna secara statistik
(p≤0,05) terhadap nilai motilitas spermatozoa yang menunjukkan ada pengaruh
signifikan antara masing-masing perlakuan.
Energi untuk motilitas spermatozoa disuplai dalam bentuk adenosin
trifosfat yang disintesis oleh mitokondria pada bagian ekor, sehingga apabila
terjadi kerusakan pada membran mitokondria akan dapat mengganggu motilitas
spermatozoa (Faranita, 2009). Stres oksidatif berperan sebagai mediator
kerusakan pada membran plasma, sehingga mengurangi fungsi spermatozoa. D-
allethrin akan menyebabkan timbulnya radikal bebas yang akan memicu
terjadinya stres oksidatif, sehingga akan menyebabkan kerusakan membran
mithokondria dan menurunnya motilitas pada spermatozoa.
Parameter konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan testis tidak cukup
untuk mendiagnosa fertil atau infertil. Oleh karena itu, konsentrasi pengembangan
sebaiknya ditekankan juga pada motilitas spermatozoa. Meskipun jumlah
spermatozoa banyak sekali tetapi tidak motil maka pembuahan tidak akan pernah
terjadi. Sebaliknya dengan jumlah spermatozoa yang sedikit tetapi memiliki
morfologi dan kecepatan yang normal maka masih bisa fertil.
Ekstrak etanol 70% herba kemangi dapat meningkatkan berat testis,
konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa yang normal, dan motilitas
spermatozoa, selain itu ekstrak etanol 70% herba kemangi juga mempengaruhi
spermatogenesis karena memiliki aktivitas antioksidan. Sistem antioksidan pada
semen berperan penting dalam melindungi membran spermatozoa terhadap efek
merusak dari radikal bebas (Surai, 2003). Dari penelitian Nurul Komariah (2013)
diketahui antioksidan pada kemangi yaitu stigmasterol.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus
jantan strain Sprague-Dawley dengan dosis 50 mg/KgBB, 100 mg/KgBB,
dan 200 mg/KgBB tidak memberikan perbedaan secara bermakna dalam
meningkatkan perbaikan profil morfologi spermatozoa yang diberi paparan
timbal.
2. Ekstrak etanol 70% herba kemangi (Ocimum americanum L.) pada tikus
jantan strain Sprague-Dawley dengan dosis 50 mg/KgBB, 100 mg/KgBB,
dan 200 mg/KgBB dapat memberikan peningkatan secara bermakna
terhadap konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang diberi paparan timbal.

5.2. Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang sama untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol 70% herba kemangi terhadap kadar
hormonal (FSH, LH dan testosteron dalam serum darah).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa untuk
mengetahui struktur senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antifertilitas.

55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Adnan S. 2001. Pengaruh pajanan timbal terhadap kesehatan dan kualitas semen
pekerja laki-laki. Majalah Kedokteran Indonesia 51 (5):168-174.

Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2003. Lead toxicity.
Case Study in Environmental Medicine. US Department of Health and Human
Services. Toronto. p. 84-223.
Anies. 2005. Penyakit akibat kerja. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Antonio G, Joao RS, & Maria LP. 2004. Effect of lead clorida on spermatogenesis
and sperm parameters in mice. Asian J. Androl 6 (3):237-241.

Benoff S, Jacob A, Hurley IR. 2000. Male infertility and environmental exposure to
lead and cadmium. Hum Repro; 6(2): 107-21.
Correia M.A, Becker C.E. 1998. Chelator and heavy metals intoxications. In Katzung
B.G. : Basic and Clinical Pharmacology, 7th Ed. London : Prentice Hall
International. p. 913-935Clermont, 1962.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : UI-Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika Indonesia Jilid VI.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Dirjen POM.
Dhale, Birari, & Dhulgande. 2010. Premliminary Sreening of Antibacterial and
Phytochemical Studies of Ocimum americanum Linn. Journal of
Ecobiotechnology ISSN 2077-0464.

Dhanasekaran, M., Tharakan, B., Manyam, B. V., 2008. Antiparkinson drug-Mucuna


pruriens shows antioxidant and metal chelating activity. Phytother Res.
22(1):6-11.
Dharmayanti, S. 2003. Berbagai Khasiat Herba Kemangi. http:
//www.Pikiranrakyat.com/ cetak/0103/19/1003.htm (1 Pebruari 2010).

Ditjen POM, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, Departemen Kesehatan
RI.

56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Dohle GR, Weidner W, Jungwirth A, Colpi G, Papp G, Pomerol J. 2004. Guidelines


on male infertility. European Association of Urology.

Faranita, O.V. 2009. Kualitas Spermatozoa Pada Tikus Wistar Jantan Diabetes
Melitus. Semarang : Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal
of Pharmaceutical Sciences, 55 (3), pp. 225-276.

Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi Bloom & Fawcetr. 12th ed Trans
Tambayong J. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Hal : 687.

Goodman, S. 1995. Ester-C : Vitamin C Generasi III. Cetakan ketiga. Penerbit


Gramedia Pustaka Utama hal 97-100.

Hadipoentyanti, Endang., Wahyuni, Sri. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum spp.)


Berdasarkan Karakter Morfologi Produksi dan Mutu Herba. Jurnal Litri, Vol
14(4). hal. 141-148.

Hayati A, Rahmaninta DA, Pidada IB. 2005. Spermatozoa motility and


morphologycal recovery process in mice (Mus muculus) after the induction of
2-methoxymethanol. J of Folia Medica Indonesiana 41(2): 90-95.

Heffner, L.J., Schust, D.J. 2005. At a Glance Sistem ReproduksiEdisi 2. Jakarta:


Erlangga. Hal 26-27.
Hutasuhut, Riamayanti. 2014. Uji aktivitas ekstrak etanol 70% herba kemangi
(ocimum americanum l.) Terhadap kualitas sperma dan densitas sel
spermatogenik tikus sprague-dawley jantan secara in vivo. Jakarta :
Universitas Islam Negeri Jakarta.

Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel


Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA.
Disertasi. Program doktor Ilmu Biomedik FKUI.
Inveresk Research, Huntingdon Life Sciences., Sequani., Glaxo Wellcome. 2000. Rat
Sperm Morphogical Assesment Guidline Document.

Joko Suyono. 1995. Deteksi dini penyakit akibat kerja (World Health Organization).
Jakarta : EGC EGC hal 86-92.
[KPBB] Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal. 2006. Bahaya Bensin Bertimbal. On
line at http://www.kpbb.org/pengaruh-timbal-pada-jumlah-sperma/ [diakses
tanggal 18 Oktober 2014].

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego. CA: Academic Press. Hal : 150-
152.

Kurniawan, Setyo. 2013. Daun kemangi, bawang merah, bawang putih & bengkuang,
terapi herbal kesehatan & kecantikan. Yogyakarta : DIVA press.

Mangoting, D., Irawan, L., Abdullah, S, 2005. Tanaman Lalal Berkhasiat Obat.
Jakarta : Penebar Swadaya, pp: 42-3

Maryati., dkk. 2007. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemangi(Ocimum
basillicum L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichiacoli. Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 8, No. 1 : 30- 38.

Mayo. 2005. Diseases and Conditions; Infertility. Mayo Foundation for Medical
Education and Research (MFMER)

Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghaderi, N., Vahidipour, H.R. 2003.Phytochemical


Screening of Some Species Of Iranian Plants. Iranian Journal Of
Pharmaeutical Research Pp. 77-82

Naria E. 2005. Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) di Lingkungan


Terhadap Kesehatan. Jurnal komunikasi penelitian. 17(4): 2.

Nugraheni, Titisari., Astirin, Okid Prama., Widiyani, Tetri. 2003. Pengaruh Vitamin
C terhadap Perbaikan Spermatogenesis dan Kualitas Spermatozoa Mencit
(Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Tembakau (Nicotiana tabacum
L.). Jurnal Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Nurcahyanti, Agustina. D. R., dkk. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri
Ekstrak Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum Linn). Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII, No.1

Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta

Panggabean PCT, Sylvia S, & July I. 2008. Efek Pajanan Timbal terhadap Infertilitas
Pria. Jkm. 8(1): 87 – 93

Pradipta Viensa, 2013. Pengaruh ekstrak daging biji karabenguk (Mucuna pruriens)
asal bantul terhadap fertilitas mencit albino jantan (Mus musculus). Bandung
: Universitas Pendidikan Indonesia.

Puspitasari, Juli Dwiandi. 2012. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Air Campuran Daun
Sirih (Piper Betle L.), Gambir (Uncaria Gambir R.), Dan Kapur Sirih (Cao)
Secara In Vivo. Jakarta : Program Studi Farmasi, FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Rafiqa, A., Ramadhan., Tureni, Dewi.. 2013. The Influence of The Extract of
Netherland Eggplant Fruit (Solanum bataceum) Towards Morphology and
Motility Of Spermatozoa of Mice (Mus musculus). Jurnal Biologi FMIPA,
Univesitas Tadulako. Sulawesi Tengah.
Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh. 2012. Phytochemical Analysis and Comparative
Effect of Cinnamomum zeylanicum, piper nigrum and Pimpinella anisum with
Selected Antibiotics and Its Antibacterial Activity against Enterobacteriaceae
Family. India : Departement of Microbiolog, Annamalai University,
Annamalai Nagar.
Riyadina W. 1997. Pengaruh pencemaran plumbum terhadap kesehatan. Jakarta :
Media Litbangkes. Balitbang Departemen Kesehatan RI.

Richard, B. 1995. Environmental hazards and human health. Lewis Publisher. p. 126

Robbins et al. 1995. Buku Patologi I. Edisi 4. EGC Penerbit Buku Kedokteran. p.
304-305.
Saifudin, A., dkk., 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Salisbury, G.W. dan N.L. Vandemark. 1988. FisiologiReproduksi dan Inseminasi


Buatan pada Sapi.Penerjemah: Djanuar, R.. Yogyakarta : UGM Press.

Sarma, D. Sai Koteswar and Babu, A. Venkata Suresh. 2011. Pharmacognostic and
phytochemical studies of Ocimum americanum. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research., Volume 3, Nomor 3. Hal. 337 – 347.

Saryan LA, Zenz C. 1994. Lead and its compounds. In: Occupational Medicine. Edisi
3. New York. p. 506-539.
Setyo Kurniawan. 2013. Daun Kemangi, Bawang Merah, Bawang Putih dan
Bengkuang Terapi Herbal Kesehatan dan Kecantikan. Diva Press

Shukla, K. K, Mahdi, A. A., Ahmad, M. K., Shankhwar, S. N., Rajender, S., Jaiswar,
S. P., 2008. Fertil steril. Mucuna pruriens improves male fertility by its action
on the hypothalamus pituitarygonodal axis. Epub. 92(6):1934-40

Siemonsma, J. S., and Piluek, K. 1994. Plant Resources of South – East Asia No. 8
Vegetables. Bogor : Prosea Foundation.

Siswanto. 1991. A Toksikologi industri. Balai Hiperkes & Keselamatan Kerja.


Depnaker Jatim.
Smith, Mangkoewijoyo ,S. 1998. Pemeliharaan,Pembiakan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Edisi 1. Jakarta : UI Press. Hal : 37-39.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Suckow, M.A., Weisbroth, S.H., Franklin, C.L. (2006).The Laboratory Rat (Second
Edition). USA : Elsevier Inc. Page: 113.

Telisman, S., Cvitkovic, P., Jurasovic, J., Pizent, A., Gavella, M., Rocic, B. 2000.
Semen quality and reproductive endocrine function in relation to biomarkers
of lead, cadmium, zinc, and copper in men. Environmental Health
Perspectives; 108:45-53.

Tiwari, Prashant., Kumar, Bimlesh., Kaur, Mandepp., Kaur, Gurpreet., Kaur, Harleen.
2011. Phytochemical screening and Extraction: A Review. Department of
Pharmaceutical Sciences, Lovely School of Pharmaceutical Sciences.
Phagwara : Punjab.

United States Departement of Agriculture. Classification for Kingdom Plantae Down


to Species Ocimum canum Sims. [online].
http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=profile&symbol=OC
CA4&display=31

Venugopal B & Lukkey TD. 1978. Metal Toxicity in Mammals. New York Plenum
Pers 2:185-195.

Wilkinson, J.M., Halley,S., Towers, P.A. 2000. Comparison of male reproductive


parameters in three rat strains: Dark Agouti, Sprague- Dawley and Wistar.
Australia : Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animals 34, 70-75

William O. R. 2005. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals Third


Edition. USA : Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13 hal 379-
399.

World Health Organization. 1995. Environmental health criteria its inorganic lead.
Geneva : The United Nation Environment Programe.

World Health Organization. 2011. Prevalence and incidence of selected sexually


transmitted infections: methods and results used by WHO to generate 2005
estimates. Geneva : World Health Organization

World Health Organization. 2014.


www.who.int/reproductivehealth/topics/infertility/definitions/en/index.html.
18th Oktober, 2014.

Yulianto, Rezha Alfy. 2013. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kualitas


sperma tikus putih yang dipapar timbal. Semarang : Universitas Negeri
Semarang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


LAMPIRAN

61 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 2. Gambar Alat, Bahan dan Kegiatan Penelitian Uji Fertilitas


Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi

Blender Timbangan analitik oven Tanur

Vacum rotary Timbangan hewan Alat bedah minor Kandang tikus


evaporator

Mikropipet Mikroskop cahaya


Hemasitometer Pemasukan
Improved Neubauer spermatozoa ke
dalam bilik hitung

Pzroses maserasi
Herba kemangi Proses pengeringan Etanol 70%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Pembuatan suspensi
Penyaringan maserat Pemekatan ekstrak Pembuatan suspensi ekstrak etanol 70%
dengan vacum rotary Na CMC 0.5% herba kemangi
evaporator

Proses Terminasi
Proses Terminasi Kauda epididimis
Hewan Uji
Penyondean Hewan Uji

Testis Proses pengenceran Proses pengenceran Penghomogenan


sperma dengan sperma dengan sperma dengan
larutan George larutan eosin vortex

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi

Penapisan Ekstrak Hasil Uji Penapisan Keterangan Gambar


Alkaloid 1) (+) Filtrat diberi pereaksi Mayer
membentuk kabut putih
2) (+) Filtrat diberi pereaksi
Bouchard membentuk warna
hjingga kecoklatan

Flavonoid
1) (+) Flavonid, ditambah serbuk
magnesium dan HCl pekat
membentuk warna jingga
merah kecoklatan.
2) (+)Flavonoid, ditambahkan
NaOH membentuk warna
kuning kecoklatan
Tanin (+) Tanin setelah ditambahkan
FeCl3 memberikan warna hijau
kecoklatan

Saponin (+) Saponin : buih stabil 1cm - 2


cm setelah dikocok kuat-kuat
dan didiamkan 10 menit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Lampiran 4. Pemeriksaan Parameter Ekstrak

a. Perhitungan Rendemen
Berat serbuk simplisia yang diekstraksi = 420 gram
Berat ekstrak yang didapat = 26 gram
% Rendemen =

= 6,19 %

b. Susut pengeringan
Berat botol kosong = 22,64681 gram
Berat ekstrak awal (W0) = 1,0842 gram
Berat botol kosong + ekstrak sebelum dikeringkan = 23,73101 gram
Berat botol kosng + ekstrak setelah dikeringkan = 23,550 gram
Berat ekstrak setelah dikeringkan (W1) = 0,90319 gram

% Susut Pengeringan =

=
=16,6952 %

c. Kadar abu
Berat cawan kosong (W0) = 25,2235 gram
Berat sampel (W1) = 1,6189 gram
Berat cawan kosong + ekstrak setelah diabukan (W2) = 25,4520 gram
% Kadar Abu =

=
= 14,11452 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 5. Alur Kerja Pembuatan Ekstrak

Determinasi herba kemangi

Herba basah kemangi 9 kg


dikeringkan kemudian
dihaluskan

Dimaserasi dengan etanol 70%


berulang, hingga maserat
berwarna bening

Pekatkan dengan vacuum


rotary evaporator, Ekstrak cair
kemudian apabila belum
pekat, pekatkan kembali
dengan Fresze dry

Ekstrak kental

Penapisan fitokimia dan


pengujian parameter
spesifik dan nonspesifik
Pembuatan suspensi ekstrak
dengan dosis 50 mg/kgBB; 100
mg/kgBB; 200 mg/kgBB

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Lampiran 6. Alur kerja Efek Perlindungan Ekstrak Kemangi terhadap Pb asetat

25 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley

Aklimatisasi

Dikelompokkan secara acak (@dosis 5 ekor)

Kelompok Kelompok Kelompok dosis Kelompok dosis Kelompok dosis


kontrol negatif kontrol positif Pb 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB
0,5 % Na CMC asetat 0,7 g/L Pb asetat 0,7 g/L dan Pb asetat
Pb asetat 0,7 g/L
0,7 g/L

Pemberian larutan Na Pemberian larutan Pemberian larutan ekstrak pada tikus


CMC pada tikus peroral Pb asetat pada tikus peroral, 1 jam kemudian dilanjutkan
selama 14 hari peroral selama 14 pemberian Pb asetat. Pemberian dilakukan
hari selama 14 hari

Pada hari ke-15 tikus dikorbankan dan


diambil organ reproduksinya

testis Kauda epididimis

Pengukuran
berat testis
Motilitas Pengukuran Morfologi
spermatozoa konsentrasi spermatozoa
spermatozoa

Analisis Data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 7. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Herba Kemangi

Perhitungan dosis uji ekstrak daun sambiloto digunakan rumus volume


administrasi oral (VAO), sebagai berikut :

1. Dosis rendah (50mg/kg BB)

Konsentrasi = 15 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL sekali, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 15 mg/mL
Ekstrak = 750 mg

2. Dosis sedang (100 mg/kg BB)

Konsentrasi = 30 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL sekali, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 30 mg/mL
Ekstrak = 1500 mg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

3. Dosis tinggi (200 mg/kg BB)

Konsentrasi = 60 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL sekali, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = volume (mL) x konsentrasi (mg/mL)
Ekstrak = 50 mL x 60 mg/mL
Ekstrak = 3000 mg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Lampiran 8. Berat Badan Tikus

Berat Badan Tikus per Kelompok (gram)


Kontrol
No Tanggal Tikus ke Normal Negatif 50 mg/kgBB 100 mg/kgBB 200 mg/kgBB
1 Senin 1 303 353 301 290 287
09-Feb-15 2 344 352 328 317 358
3 314 243 308 292 337
4 381 262 274 298 239
5 270 346 279 254 344
rata-rata 322,4 311,2 298 290,2 313
2 Selasa 1 304 353 303 290 300
10-Feb-15 2 348 359 330 319 362
3 315 244 308 298 340
4 382 271 274 298 241
5 271 350 280 256 344
rata-rata 324 315,4 299 292,2 317,4
3 Rabu 1 307 355 304 290 303
11=Feb-
15 2 350 359 332 327 362
3 317 250 313 303 342
4 384 272 276 298 241
5 271 351 283 256 346
rata-rata 325,8 317,4 301,6 294,8 318,8
4 Kamis 1 308 358 307 290 303
12-Feb-15 2 351 360 336 328 368
3 317 253 313 306 342
4 384 273 280 299 242
5 272 353 285 256 348
rata-rata 326,4 319,4 304,2 295,8 320,6
5 Jumat 1 307 359 309 292 304
13-Feb-15 2 352 361 337 332 368
3 319 254 315 308 344
4 385 273 282 302 242
5 273 354 290 256 348
rata-rata 327,2 320,2 306,6 298 321,2
6 Sabtu 1 308 359 312 292 304
14-Feb-15 2 351 361 338 332 369
3 320 254 318 314 344
4 386 275 285 304 243
5 274 357 292 257 349

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

rata-rata 327,8 321,2 309 299,8 321,8


7 Minggu 1 309 360 314 293 305
15-Feb-15 2 351 362 338 334 369
3 320 255 318 315 345
4 386 276 285 304 244
5 275 357 293 257 350
rata-rata 328,2 322 309,6 300,6 322,6
8 Senin 1 309 363 314 295 307
16-Feb-15 2 352 362 347 334 370
3 320 255 319 316 346
4 387 277 285 305 245
5 275 357 293 257 351
rata-rata 328,6 322,8 311,6 301,4 323,8
9 Selasa 1 311 364 315 295 308
17-Feb-15 2 354 364 348 338 370
3 320 257 320 317 346
4 390 277 287 305 245
5 275 358 294 257 351
rata-rata 330 324 312,8 302,4 324
10 Rabu 1 310 365 316 295 308
18-Feb-15 2 354 366 350 340 371
3 321 259 322 318 347
4 390 277 288 307 245
5 276 359 294 259 351
rata-rata 330,2 325,2 314 303,8 324,4
11 Kamis 1 311 367 318 296 308
19-Feb-15 2 355 367 350 341 371
3 323 259 325 319 347
4 394 280 289 307 247
5 276 361 295 259 353
rata-rata 331,8 326,8 315,4 304,4 325,2
12 Jumat 1 312 367 320 298 310
20-Feb-15 2 355 367 354 345 374
3 323 261 325 323 348
4 394 280 290 310 247
5 277 363 296 260 354
rata-rata 332,2 327,6 317 307,2 326,6
Sabtu 1 312 369 321 298 311
13
21-Feb-15 2 357 369 355 345 374

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

3 325 262 326 325 349


4 395 280 293 310 248
5 282 365 298 260 355
rata-rata 334,2 329 318,6 307,6 327,4
Minggu 1 314 370 326 299 314
22-Feb-15 2 357 371 357 346 378
3 325 263 329 326 353
14
4 395 281 297 311 249
5 284 367 300 265 359
rata-rata 335 330,4 321,8 309,4 330,6
Senin 1 314 371 333 302 316
23-Feb-15 2 359 372 358 350 385
3 326 265 331 330 358
15
4 397 281 298 312 255
5 285 369 303 265 364
rata-rata 336,2 331,6 324,6 311,8 335,6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Lampiran 9. Hasil Pengukuran Berat Testis

Rata-rata
Beratt Testis Rata-rata
Berat Berat Testis
Standar
No Kelompok HewanUji Kanan Kiri Testis Tiap
deviasi
(gram) (gram) TiapTikus Kelompok
(gram) (gram)
Tikus 1 1,455 1,462 1,4585
Tikus 2 1,388 1,393 1,3905
1 Tikus 3 1,3905 0,0543
Normal 1,281 1,332 1,3065
Tikus 4 1,574 1,225 1,3995
Tikus 5 1,295 1,5 1,3975
Tikus 1 1,298 0,992 1,145
Tikus 2 1,112 0,98 1,046
2 Tikus 3 1,1231 0,0457
Kontrol 1,303 1,021 1,162
Negatif Tikus 4 1,142 1,097 1,1195
Tikus 5 1,012 1,274 1,143
Tikus 1 1,334 1,3 1,317
Tikus 2 1,414 1,373 1,3935
Dosis rendah
3 (50 mg/kgBB) Tikus 3 1,492 1,352 1,422
1,4055 0,0866
Tikus 4 1,518 1,568 1,543
Tikus 5 1,449 1,255 1,352

Tikus 1 1,658 1,72 1,689


Tikus 2 1,766 1,662 1,714
Dosis sedang
4 (100 mg/kgBB) Tikus 3 1,714 1,809 1,7615 1,6677 0,0797
Tikus 4 1,423 1,795 1,609
Tikus 5 1,452 1,678 1,565

Tikus 1 1,867 1,652 1,7595


Tikus 2 1,772 1,622 1,697
Dosis tinggi
5 (200 mg/kgBB) Tikus 3 1,65 1,734 1,692 1,7026 0,0547
Tikus 4 1,636 1,853 1,7445
Tikus 5 1,577 1,663 1,62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Lampiran 10. Perbandingan Berat Tikus dan Berat Testis


Tikus Rerata Berat Tikus Rerata berat
No Kelompok
ke (gram) testis (gram)
1 309,267 1,459
2 352,667 1,391
1 Normal
3 300,200 1,307
4 388,667 1,400
5 275,733 1,398

1 362,200 1,145
2 363,400 1,046
2 kontrol negatif 3 255,600 1,162
4 275,667 1,120
5 357,800 1,143

1 314,200 1,317
2 343,867 1,394
3 Dosis 50mg/kgBB 3 319,333 1,422
4 285,533 1,543
5 291,667 1,352

1 294,333 1,689
2 335,200 1,714
4 Dosis 100 mg/kgBB 3 314,000 1,762
4 304,667 1,609
5 258,267 1,565

1 305,867 1,760
2 369,933 1,697
5 Dosis 200 mg/kgBB 3 345,867 1,692
4 244,867 1,745
5 351,133 1,620

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa


Jumlah
Konsentrasi Rata-rata
spermatozoa Rata-rata
Spermatozoa Konsentrasi
dalam 10 kotak Konsentrasi Standar
No Kelompok HewanUji (Juta/mL) Tiap
(ekor) Tiap Tikus Deviasi
Kelompok
(Juta/ml)
Kanan Kiri Kanan Kiri (Juta/ml)

tikus 1 121 132 30,25 33 31,625


tikus 2 127 129 31,75 32,25 32
1 Normal
tikus 3 93 118 23,25 29,5 26,375 33,625 5,5685

tikus 4 157 142 39,25 35,5 37,375

tikus 5 172 154 43 38,5 40,750

tikus 1 16 29 10 18,125 14,062


tikus 2 15 20 9,375 12,5 10,937
2 Kontrol Negatif
tikus 3 28 21 17,5 13,125 15,312 18,6872 10,6788

tikus 4 26 24 16,25 15 15,625

tikus 5 33 87 20,625 54,375 37,5

tikus 1 40 35 25 21,875 23,437


tikus 2 68 43 42,5 26,875 34,687
3
tikus 3 38 32 23,75 20 21,875 34,8122 13,7297

Dosis rendah tikus 4 65 57 40,625 35,625 38,125


(50 mg/kgBB)
tikus 5 111 68 69,375 42,5 55,937

tikus 1 124 80 77,5 50 63,75


tikus 2 146 130 91,25 81,25 86,25
4 Dosis sedang
tikus 3 58 40 36,25 25 30,625 53,7498 22,9375
(100 mg/kgBB)
tikus 4 64 43 40 26,875 33,437

tikus 5 89 86 55,625 53,75 54,687

tikus 1 172 246 107,5 153,75 130,625


tikus 2 188 176 117,5 110 113,75
5 Dosis tinggi
tikus 3 227 154 141,875 96,25 119,062 112,4998 14,0677
(200 mg/kgBB)
tikus 4 194 145 121,25 90,625 105,937
tikus 5 191 107 119,375 66,875 93,125

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Morfologi Spermatozoa

juml rata-rata rata-


ah morfologi Rata-rata rata
sper abnormal tiap Persen
Persen Sperma Abnormal (%) Persen Sperma standar
ma morfologi sperma abnormal tikus Sperma
Abnormal (%) Abnorm deviasi
He yang
wa kanan kiri al Tiap
dihit Kelomp
n ung
No Kelompok Uji head tail head tail head tail head tail jumlah head tail ok

1 200 30 28 41 26 35,5 27 17,75 13,5 31,25

2 200 23 34 21 14 22 24 11 12 23
8,1 28,95 18,525 10,5673
1 Normal 3 200 15 102 16 70 15,5 86 7,75 43 50,75

4 200 5 85 3 76 4 80,5 2 40,25 42,25

5 200 2 80 6 64 4 72 2 36 38

1 200 38 48 31 40 34,5 44 17,25 22 39,25

2 200 37 49 29 40 33 44,5 16,5 22,25 38,75


kontrol 15,8 25,3 20,55 9,1645
2 3 200 51 55 58 54 54,5 54,5 27,25 27,25 54,5
Negatif
4 200 16 52 35 72 25,5 62 12,75 31 43,75

5 200 2 61 19 35 10,5 48 5,25 24 29,25

1 200 23 40 14 25 18,5 32,5 9,25 16,25 25,5

2 200 31 43 28 41 29,5 42 14,75 21 35,75


Dosis 10,9 24,8 17,85 7,0520
3 3 200 21 48 26 62 23,5 55 11,75 27,5 39,25
rendah
4 200 16 64 7 47 11,5 55,5 5,75 27,75 33,5

5 200 33 48 19 78 26 63 13 31,5 44,5

1 200 21 53 13 65 17 59 8,5 29,5 38

2 200 14 61 19 59 16,5 60 8,25 30 38,25


Dosis 5,15 29,25 17,2 3,7608
4 3 200 4 51 6 57 5 54 2,5 27 29,5
sedang
4 200 6 46 12 65 9 55,5 4,5 27,75 32,25

5 200 5 66 3 62 4 64 2 32 34

1 200 5 43 6 70 5,5 56,5 2,75 28,25 31

2 200 5 62 5 63 5 62,5 2,5 31,25 33,75


Dosis 2,5 30,05 16,275 2,7122
5 3 200 10 60 3 70 6,5 65 3,25 32,5 35,75
tinggi
4 200 7 77 1 49 4 63 2 31,5 33,5

5 200 3 49 5 58 4 53,5 2 26,75 28,75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Motilitas Spermatozoa


% bergerak %
% motil ditempat % bergerak
motil di %rata- % rata2
No kelompok rata- tempat rata bergerak
rata rata-rata motil ditempat
tikus tiap tiap tiap tiap standar deviasi
ke kanan kiri kanan kiri tikus tikus tikus kelompok motil
1 39 67 61 33 53 47
2 54 32 46 68 43 57
1 Normal 3 31 37 69 63 34 66 47,4 52,6 10,0337
4 68 53 32 47 60,5 39,5
5 51 42 49 58 46,5 53,5
1 34 41 66 59 37,5 62,5
2 43 45 57 55 44 56
Kontrol
2 3 30 42 70 58 36 64 39,3 60,7 3,3279
Negatif
4 47 36 53 64 41,5 58,5
5 41 34 59 66 37,5 62,5
1 57 74 43 26 65,5 34,5
2 79 49 21 51 64 36
Dosis
3 3 41 57 59 43 49 51 61,3 38,7 6,9875
rendah
4 86 39 14 61 62,5 37,5
5 48 83 52 17 65,5 34,5
1 73 67 27 33 70 30
2 89 63 11 37 76 24
Dosis
4 3 63 53 37 47 58 42 62,2 37,8 12,2556
sedang
4 61 65 39 35 63 37
5 47 41 53 59 44 56
1 72 68 28 32 70 30
2 55 66 45 34 60,5 39,5
Dosis
5 3 61 76 39 24 68,5 31,5 67,8 32,2 4,2661
tinggi
4 65 72 35 28 68,5 31,5
5 72 71 28 29 71,5 28,5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Lampiran 14. Analisis Data Berat Testis


1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Berat Testis
a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data berat testis tikus
Hipotesis : Ho : Data berat testis terdistribusi normal
Ha : Data berat testis tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

bobot_testis
N 25
Normal Parametersa Mean 1.45788
Std. Deviation .223969
Most Extreme Differences Absolute .129
Positive .107
Negative -.129
Kolmogorov-Smirnov Z .645
Asymp. Sig. (2-tailed) .800
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Uji normalitas berat testis seluruh kelompok terdistribusi
normal (p≥ 0,05)

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data berat testis tikus homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data berat testis homogen
Ha : Data berat testis tidak homogen
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Tabel. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

bobot_testis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.836 4 20 .518
Keputusan : Uji homogenitas berat testis seluruh kelompok homogen (p≥ 0,05)
sehingga bisa dilanjutkan dengan uji Anova.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap berat testis kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data berat testis
Hipotesis : Ho: Data berat testis tidak berbeda secara bermakna
Ha: Data berat testis berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA
bobot_testis
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.116 4 .279 63.777 .000
Within Groups .088 20 .004
Total 1.204 24
Keputusan : Berat testis berbeda secara bermakna (p≤ 0,05), lalu pengujian
dilanjutkan dengan uji BNT/LSD

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap berat testis kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk menentukan data berat testis kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data berat
testis kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data berat testis tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data berat testis berbeda secara bermakna

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Multiple Comparisons

bobot_testis
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
VAR00 VAR00 Mean Difference
001 001 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
0 1 .267400 .041838 .000 .18013 .35467
50 -.015000 .041838 .724 -.10227 .07227
*
100 -.277200 .041838 .000 -.36447 -.18993
*
200 -.312100 .041838 .000 -.39937 -.22483
1 0 -.267400* .041838 .000 -.35467 -.18013
*
50 -.282400 .041838 .000 -.36967 -.19513
100 -.544600* .041838 .000 -.63187 -.45733
*
200 -.579500 .041838 .000 -.66677 -.49223
50 0 .015000 .041838 .724 -.07227 .10227
*
1 .282400 .041838 .000 .19513 .36967
*
100 -.262200 .041838 .000 -.34947 -.17493
200 -.297100* .041838 .000 -.38437 -.20983
*
100 0 .277200 .041838 .000 .18993 .36447
*
1 .544600 .041838 .000 .45733 .63187
50 .262200* .041838 .000 .17493 .34947
200 -.034900 .041838 .414 -.12217 .05237
200 0 .312100* .041838 .000 .22483 .39937
*
1 .579500 .041838 .000 .49223 .66677
*
50 .297100 .041838 .000 .20983 .38437
100 .034900 .041838 .414 -.05237 .12217

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

Lampiran 15. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa


a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa tikus
Hipotesis : Ho : Data berat testis terdistribusi normal
Ha : Data berat testis tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

konsentrasi_spermatozoa
N 25
Normal Parametersa Mean 50.67480
Std. Deviation 36.065253
Most Extreme Differences Absolute .248
Positive .248
Negative -.135
Kolmogorov-Smirnov Z 1.242
Asymp. Sig. (2-tailed) .091

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas kosentrasi spermatozoa seluruh kelompok


terdistribusi normal (p≥ 0,05)

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa tikus homogen atau
tidak
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa homogen
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak homogen
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

Tabel. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

konsentrasi_spermatozoa

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.458 4 19 .254
Keputusan : Uji homogenitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok
homogen (p≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji
Anova.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa


kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi
spermatozoa
Hipotesis : Ho: Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA

konsentrasi_spermatozoa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 26986.553 4 6746.638 31.897 .000
Within Groups 4230.307 20 211.515
Total 31216.860 24

Keputusan : Konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna (p≤ 0,05), lalu


pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok


hewan uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

Tujuan : Untuk menentukan data konsentrasi spermatozoa kelompok mana


yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
konsentrasi spermatozoa kelompok lainnya.
Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Multiple Comparisons

konsentrasi_spermatozoa
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
VAR00 VAR00 Mean Difference
001 001 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0 1 14.937800 9.198159 .120 -4.24922 34.12482
50 -1.187200 9.198159 .899 -20.37422 17.99982
*
100 -20.124800 9.198159 .041 -39.31182 -.93778
*
200 -78.874800 9.198159 .000 -98.06182 -59.68778
1 0 -14.937800 9.198159 .120 -34.12482 4.24922
50 -16.125000 9.198159 .095 -35.31202 3.06202
*
100 -35.062600 9.198159 .001 -54.24962 -15.87558
200 -93.812600* 9.198159 .000 -112.99962 -74.62558
50 0 1.187200 9.198159 .899 -17.99982 20.37422
1 16.125000 9.198159 .095 -3.06202 35.31202
100 -18.937600 9.198159 .053 -38.12462 .24942
200 -77.687600* 9.198159 .000 -96.87462 -58.50058
100 0 20.124800* 9.198159 .041 .93778 39.31182
*
1 35.062600 9.198159 .001 15.87558 54.24962
50 18.937600 9.198159 .053 -.24942 38.12462
*
200 -58.750000 9.198159 .000 -77.93702 -39.56298
*
200 0 78.874800 9.198159 .000 59.68778 98.06182
*
1 93.812600 9.198159 .000 74.62558 112.99962
*
50 77.687600 9.198159 .000 58.50058 96.87462
*
100 58.750000 9.198159 .000 39.56298 77.93702

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

Lampiran 16. Analisis Data Morfologi Spermatozoa

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Morfologi Spermatozoa


a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data morfologi spermatozoa tikus
Hipotesis : Ho : Data morfologi spermatozoa terdistribusi normal
Ha : Data morfologi spermatozoa tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

morfologi_abnormal
N 25
Normal Parametersa Mean 36.16000
Std. Deviation 7.289362
Most Extreme Differences Absolute .136
Positive .136
Negative -.075
Kolmogorov-Smirnov Z .679
Asymp. Sig. (2-tailed) .746

a. Test distribution is Normal.


Keputusan : Uji normalitas morfologi spermatozoa seluruh kelompok
terdistribusi normal (p≥ 0,05)

b. Uji Homogenitas Levene


Tujuan : Untuk melihat data morfologi spermatozoa tikus homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data morfologi spermatozoa homogen
Ha : Data morfologi spermatozoa tidak homogen
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Tabel. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

morfologi_abnormal

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.606 4 20 .212
Keputusan: Uji homogenitas morfologi spermatozoa seluruh kelompok
homogen (p≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji Anova.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap morfologi spermatozoa


kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data morfologi
spermatozoa
Hipotesis : Ho: Data morfologi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha: Data morfologi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA

morfologi_abnormal

Sum of Squares df Mean Square F Sig.


Between Groups 207.685 4 51.921 .973 .444
Within Groups 1067.550 20 53.378
Total 1275.235 24
Keputusan : Morfologi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna (p≤ 0,05),
sehingga tidak dilanjutkan dengan uji BNT/LS

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Lampiran 16. Analisis Data Motilitas Spermatozoa

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Motilitas Spermatozoa


a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data motilitas sperma tikus
Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa terdistribusi normal
Ha : Data motilitas spermatozoa tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

MOTILITAS
N 25
Normal Parametersa Mean 53.40000
Std. Deviation 16.463343
Most Extreme Differences Absolute .187
Positive .121
Negative -.187
Kolmogorov-Smirnov Z .934
Asymp. Sig. (2-tailed) .347

a. Test distribution is Normal.


Keputusan : Uji normalitas motilitas spermatozoa seluruh kelompok
terdistribusi normal (p≥ 0,05)
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data motilitas spermatozoa tikus homogen atau tidak
Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa homogen
Ha : Data motilitas spermatozoa tidak homogen
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Tabel. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

MOTILITAS

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.752 4 20 .178
Keputusan: Uji homogenitas motilitas spermatozoa seluruh kelompok
homogen (p≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji Anova.

2. Uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah terhadap motilitas spermatozoa


kelompok hewan uji
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data motilitas
spermatozoa
Hipotesis : Ho: Data motilitas spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha: Data motilitas spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA
MOTILITAS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2789.100 4 697.275 10.598 .000
Within Groups 1315.900 20 65.795
Total 4105.000 24

Keputusan : Motilitas spermatozoa berbeda secara bermakna (p≤ 0,05), lalu


pengujian dilanjutkan dengan uji BNT/LSD

4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap motilitas spermatozoa kelompok hewan
uji
Tujuan : Untuk menentukan data motilitas spermatozoa kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data
motilitas spermatozoa kelompok lainnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

Hipotesis : Ho : Data motilitas spermatozoa tidak berbeda secara bermakna


Ha : Data motilitas spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan
 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Multiple Comparisons

MOTILITAS
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
VAR00 VAR00 Mean Difference
001 001 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0 1 8.100000 5.130107 .130 -2.60122 18.80122
50 -13.900000* 5.130107 .013 -24.60122 -3.19878
*
100 -14.800000 5.130107 .009 -25.50122 -4.09878
*
200 -20.400000 5.130107 .001 -31.10122 -9.69878
1 0 -8.100000 5.130107 .130 -18.80122 2.60122
50 -22.000000* 5.130107 .000 -32.70122 -11.29878
*
100 -22.900000 5.130107 .000 -33.60122 -12.19878
200 -28.500000* 5.130107 .000 -39.20122 -17.79878
*
50 0 13.900000 5.130107 .013 3.19878 24.60122
*
1 22.000000 5.130107 .000 11.29878 32.70122
100 -.900000 5.130107 .863 -11.60122 9.80122
200 -6.500000 5.130107 .220 -17.20122 4.20122
*
100 0 14.800000 5.130107 .009 4.09878 25.50122
1 22.900000* 5.130107 .000 12.19878 33.60122
50 .900000 5.130107 .863 -9.80122 11.60122
200 -5.600000 5.130107 .288 -16.30122 5.10122
*
200 0 20.400000 5.130107 .001 9.69878 31.10122
*
1 28.500000 5.130107 .000 17.79878 39.20122
50 6.500000 5.130107 .220 -4.20122 17.20122
100 5.600000 5.130107 .288 -5.10122 16.30122

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

Multiple Comparisons

MOTILITAS
LSD
(I) (J) 95% Confidence Interval
VAR00 VAR00 Mean Difference
001 001 (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0 1 8.100000 5.130107 .130 -2.60122 18.80122
*
50 -13.900000 5.130107 .013 -24.60122 -3.19878
*
100 -14.800000 5.130107 .009 -25.50122 -4.09878
*
200 -20.400000 5.130107 .001 -31.10122 -9.69878
1 0 -8.100000 5.130107 .130 -18.80122 2.60122
*
50 -22.000000 5.130107 .000 -32.70122 -11.29878
100 -22.900000* 5.130107 .000 -33.60122 -12.19878
*
200 -28.500000 5.130107 .000 -39.20122 -17.79878
*
50 0 13.900000 5.130107 .013 3.19878 24.60122
1 22.000000* 5.130107 .000 11.29878 32.70122
100 -.900000 5.130107 .863 -11.60122 9.80122
200 -6.500000 5.130107 .220 -17.20122 4.20122
*
100 0 14.800000 5.130107 .009 4.09878 25.50122
*
1 22.900000 5.130107 .000 12.19878 33.60122
50 .900000 5.130107 .863 -9.80122 11.60122
200 -5.600000 5.130107 .288 -16.30122 5.10122
200 0 20.400000* 5.130107 .001 9.69878 31.10122
1 28.500000* 5.130107 .000 17.79878 39.20122
50 6.500000 5.130107 .220 -4.20122 17.20122
100 5.600000 5.130107 .288 -5.10122 16.30122

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

Lampiran 18. Gambaran Morfologi Spermatozoa Normal dan Abnormal

Gambar. Normal Gambar. Ekor patah dan Gambar. 1. Tanpa ekor


tanpa kepala 2. leher patah

Gambar. Tanpa kepala Gambar. Leher patah Gambar. Ekor bengkok


(menggulung)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai