Anda di halaman 1dari 16

laporan pendahuluan AV BLOCK

LAPORAN PENDAHULUAN
AV BLOK

I. Konsep AV BLOK
1.1 Definisi AV BLOK
Merupakan gangguan pada nodus AV dan/atau system konduksi menyebabkan kegagalan
transmisi gelombang P ke ventrikel , AV block merupakan komplikasi infark miokardium yang
sering terjadi (Davey, 2005).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system konduksi AV yang
menyebabkan transmisi gelombang P ke ventrikel dan ditimbulkan sebagai bagian
komplikasi IMA

1.2 Klasifikasi
1.3.1 AV Blok derajat pertama
Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls akhirnya
dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap QRS dengan perbandingan
1:1, interval PR konstan tetapi durasi melebihi di atas batas 0,2 detik

1.3.2 AV Blok derajat ke dua Mobitz I (Wenckebach)


Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara progresif pada masing-
masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok secara komplit. Siklus kemudian
berulang dengan sendirinya.

Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di dalam sebuah pola
siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap denyut sampai kompleks QRS
tidak dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval
antara kompleks QRS berturut-turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
1.3.3 AV Blok derajat ke dua Mobitz II
AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum perpanjangan
interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi AV ada dan gelombang P tidak
dikondusikan saat blok terjadi. Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola
konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1, karena tidak ada gangguan pada nodus sinus, interval PP
teratur. Sering kali ada bundle branch block (BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai
sehingga QRS akan melebar.

1.3.4 AV Blok derajat ke tiga ketiga (komplit)


Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara normal, tetapi tidak ada
impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan
dipertemu (frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut/menit)
tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG gelombang P dan kompleks QRS ada
tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR
bervariasi. Jika pacu jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung
idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.

1.3 Etiologi
1.3.1 AV Blok derajat pertama
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung. PR yang memanjang
lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti digitalis, ß blocker, penghambatan
saluran kalsium, serta penyakit arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital.

1.3.2 AV Blok derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)


Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His. Demikian juga beberapa obat
atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV seperti digitalis atau infark dinding inferior
dari miocard dapat menghasilkan AV blok tipe ini.

1.3.3 AV Blok derajat kedua Mobitz II


Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini terlihat pada infark dinding
anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi

1.3.4 AV Blok derajat ketiga (komplit)


Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat yang lebih kecil. Blok
jantung lengkap atau derajat tiga bisa terlihat setelah IMA. Dalam irama utama ini, tidak ada
koordinasi antara kontraksi atrium dan ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar 20
sampai 40 kali permenit, maka sering penderita menyajikan tanda-tanda curah jantung yang
buruk seperti hipotensi dan perfusi serebrum yang buruk.

1.4 Tanda dan gejala


1.4.1 AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang dibandingkan
dengan kelainan fungsi nodus SA.
1.4.2 Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat menyebabkan
kematian mendadak
1.4.3 AV blok derajat I
 Sulit dideteksi secara klinis
 Bunyi jantung pertama bisa lemah
 Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
1.4.1 AV blok derajat II
 Denyut jantung < 40x/menit
 Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga kompleks QRS menghilang.
 Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih sering menyebabkan
kompleks QRS menghilang. Penderita blok Mobitz tipe II sering menderita gejala penurunan
curah jantung dan akan memerlukan atropine dalam dosis yang telah disebutkan sebelumnya.

1.4.2 AV blok derajat III (komplit)


 Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang kontraksi saat katup tricuspid
sedang menutup. Darah tidak bisa keluar dari atrium dan malah terdorong kembali ke vena leher,
sehingga denyut tekanan vena jugularis (JVP) nampak jelas seperti gelombang “meriam
(cannon)”
 Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan perfusi serebrum yang buruk
(Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

1.5 Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium dan venrikel.
Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur internodal menuju
nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel terjadi
dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung yang berturut-
turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat satu semua impuls dihantarkan melalui
sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang. Pada blok jantung derajat dua, sebagian
impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis
blok jantung derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu
penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut tidak
dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls dengan waktu
hantaran AV yang tetap dan impuls yanglain tidak dihantarkan.

Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel, terjadi henti
jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler mulai
berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang
memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik (Price & Wilson, 2005).

1.6 Pemeriksaan penunjang


 EKG : Pada EKG akan ditemukan adanya AV blok sesuai dengan derajatnya
 Foto dada : Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel dan katup
 Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat menyebabkan
disritmia
1.7 Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
1.8.1 Obat antiaritmia
Reseptor Kelas Obat Cara kerja obat
Saluran Na+, K+ 1A Procainamide,- Mencegah masuknya Na ke dalam
Quinidine, sel
Amiodarone - Menghambat konduksi,
Saluran Na+ 1B Lidocaine, memperlambat masa pemulihan
Phenitoin (recovery) dan mengurangi kecepatan
otot jantung untuk discharge secara
spontan
- Class 1A memperpanjang aksi
potensial
ß-adrenergik 2 Esmolol, - Anti simpatetik, mencegah efek
Metoprolol, katekolamin pada aksi potensial
Propanolol, - Termasuk golongan ß-adrenergik
Sotalol*, antagonis
Amiodarone
Saluran K+ 3 Sotalol*, Memperpanjang waktu aksi potensial
Bretylium,
Ibutilide,
Dofetilide
Saluran Ca+ 4 Verapamil, - Mencegah masuknya Ca ke dalam
Diltiazem, sel otot jantung
Amiodarone - Mengurangi waktu plateau aksi
potensial, efektif memperlambat
konduksi di jaringan nodal.
1.8.2 AV blok derajat I
 Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
 Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut,
 Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui

1.8.3 AV blok derajat II Molitz I


 Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat jika ini merupakan agen
pengganggu
 Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
 Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS menghilang dengan akibat gejala
klinis hipotensi dan penurunan perfusi serebrum. Bila ada gejala ini maka pada penderita bisa
diberikan 0,5 sampai 1,0 mg atropine IV sampai total 2,0 mg.

1.8.4 AV blok derajat II Molitz II


 Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat III.
 Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin diperlukan bila pasien
menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam situasi IMA akut pada dinding anterior.

1.8.5 AV blok derajat III (komplit)


 Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila tidak ada kenaikan denyut
nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai tetesan isoproterenol 1 mg dalam 500 ml
D5W dengan tetesan keciluntuk meningkatkan kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang
menunjukkan blok jantung derajat tiga memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk
menjamin curah jantung yang mencukupi.
 Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara

1.8.6 Implantasi pacu jantung (pace maker)


Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung permanen adalah suatu
alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular untuk mendepolarisasi jantung melalui
electrode yang dimasukkan ke sisi kanan jantung melalui system vena.

Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel kanan atau atrium kanan. Pacu
jantung dua bilik memberikan impuls ke atrium dan ventrikel melalui dua electrode dan bisa
menghasilkan impuls yang sinkron pada ventrikel setelah tiap gelombang P yang terjadi di
atrium. Sehingga timbul impuls yang mendekati depolarisasi fisiologis pada jantung, dan
memungkinkan jantung berdenyut sesuai dengan nodus sinus.

Nomenklatur pacu jantung :


 Huruf pertama -- rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D : keduanya)
 Huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
 huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas listrik jaunting (I : diinhibisi, T :
dipicu, D : keduanya)
 huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi lebih cepat saat aktivitas fisik
yang disimbolkan dengan huruf R, artinya denyut responsive (misal VVI-R) (Davey, 2005).
1.8 Pathway
Hipertensi, DM, Hiperlipidemia, life style, usia, genetik
Gangguan endotel pembuluh darah Spasme pembuluh darah
Endotel mengekskresikan Suplai oksigen ke jaringan otot jantung meningkat
Monosit bergerak dan menempel ke endotel Gangguan aliran koronari
Monosit menembus lapisan endotel Kerusakan miokard (Ischemic jaringan otot jantung)
Masuk ke intima area Nekrosis

Monosit berubah menjadi macrofag IMA

Macrofag memfagositosit lemak menjadi foam cell Potensial membran terganggu

Foam cell mensekresi IL-1 Sistem konduksi jantung terganggu

Sel otot polos berploriferasi Simpul sinus (pemacu jantung utama) terganggu

ing arteri melebar Potensial aksi melalui atrium kanan da kiri menuju sim
AV terganggu
Arteriosklorosis
AV Blok Total

Aritmia (Bradi Aritmia)

Pemasangan Pace maker

Tindakan invasif dan pemasangan jangka panjang

Resiko Infeksi
Hipertermi
Kurang pengetahuan

Kontraksi otot-otot ventrikel meningkat


Tidak ada gelombang P yang di teruskan
Volume curah jantung meningkat
Simpul AV gagal memicu jantung
Sistole ventrikuler meningkat
Terjadi irama lolos ventrikular
Volume darah di ventrikel kanan meningkat

Volume darah di atrium kanan meningkat

Monitor vena pressure di ventrikel


Kanan Pemberian dopamin, dobutamin
Pemberian balance cairan:
excess
Pemasangan CVP Reseptor βdi jantung terstimulasi
Venous return adekuat
Mempertahankan vena pressure Inotrop positif aktif
>12 mmHg Suplai darah di vena supp
dan
Kontraktilitas jantung meningkat Inf meningkat
Gangguan Keseimbangan
Cairan dan elektrolit Curah jantung meningkat Curah jantung meningkat

Suplai O2 untuk jaringan yang luka (Iskemik) adekuat www.skribd.com


II. Rencana Asuhan Keperawatan dengan gangguan AV BLOK
2.1 Pengkajian
Pengkajian primer :
2.2.1 Airway : Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan
misalnya stridor
2.2.2 Breathing : Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan seperti
ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan takipnea dan dispnea.
2.2.3 Circulation : Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output
serta adanya perdarahan. Monitor secara teratur status hemodinamik, warna kulit, nadi.
2.2.4 Disability : Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.

Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (Alergi,
Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment, yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan).

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Hipertermia (NANDA, 2012)
2.2.1 Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diural karena kegagalan termoregulasi
2.2.2 Batasan karakteristik
- Apneu
- Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Hipotensi
- Kejang
- Koma
- Kulit kemerahan
- Kulit terasa hangat
- Latergi
- Postural abnormal
- Stupor
- Takikardia
- Takipnea
- Vasodilatasi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
- Ages farmaseutikal
- Aktivitas berlebihan
- Dehidrasi
- Iskemia
- Pakaian yang tidak sesuai
- Peningkatan laju metabolisme
- Penurunan perspirasi
- Penyakit
- Sepsis
- Suhu lingkungan tinggi
- Trauma

Diagnosa 2 : Risiko Infeksi (NANDA, 2012)


2.2.1 Definisi
Rentan mengalami invasindan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu
kesehatan
2.2.2 Faktor resiko
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen
- Malnutrisi
- Obesitas
- Penyakit kronis (DM)
- Prosedur invasif
Pertahan tubuh primer tidak adekuat
- Gangguan integritas kulit
- Gangguan peristalsis
- Merokok
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lambat
- Penurunan kerja siliaris
- Perubahan pH sekresi
- Stasis cairan tubuh
Pertahan tubuh sekunder tidak adekuat
- Imunosupresi
- Keukopenia
- Penurunan hemoglobin
- Supresi respon inflamasi
- Vaksinasi tidak adekuat
Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan (NANDA, 2012)
2.2.1 Definisi
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
2.2.2 Batasan karakteristik
- Memverbalisasikan adanya masalah
- Ketidakakuratan mengikuti instruksi
- Perilaku tidak sesuai
2.2.3 Faktor yang berhubungan
- Keterbatasan kognitif
- Interpretasi terhadap informasi yang salah
- Kurangnya keinginan untuk mencari informasi
- Tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

Diagnosa 4 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (NANDA, 2012)


2.2.1 Definisi
Ketidakmampuan tubuh menyeimbangkan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan
elektrolit dalam jumlah banyak
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
- Haus
- Objektif
- Perubahan status mental
- Penurunan turgor kulit dan lidah
- Penurunan haluaran urin
- Penurunan pengisian vena
- Kulit dan membrane mukosa kering
- Kematokrit meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume dan tekanan nadi
- Konsentrasi urin meningkat
- Penurunan berat badan yang tiba-tiba
- Kelemahan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
- Kehilangan volume cairan aktif
- Konsumsi alcohol yang berlebihan terus menerus
- Kegagalan mekanisme pangaturan
- Asupan cairan yang tidak adekuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Hipertermia (NANDA, 2012)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam Maka suhu tubuh klien mulai normal
dengan kriteria hasil :
- Warna kulit normal
- Suhu tubuh normal seperti semula
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
- Monitor warna dan TTV terutama suhu kulit
- Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan paha
- Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian tipis
- Berikan cairan parental sesuai program medis
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik

Diagnosa 2 : Resiko infeksi (NANDA, 2012)


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam maka infeksi dapat dicegah dengan kriteria
hasil :
- Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptic
- Pertahankan teknik cuci tangan yang baik
- Catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi
- Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil dan perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran)
- Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami
infeksi saluran nafas bagian atas
- Berikan antibiotik sesuai indikasi
- Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi

Diagnosa 3 : Kurang pengetahuan (NANDA, 2012)


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali penkes klien dan keluarga dapat
memahami proses dan penyembuhan penyakit dengan kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC
Teaching : disease Process
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
- Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
- Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat.

Diagnosa 4 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (NANDA, 2012)


2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria): Berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 15 gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akan teratasi, dengan kriteria hasil :
- Memiliki konsentrasi urin yang normal. Sebutkan nilai dasar berat jenis urin
- Memiliki Hb dan Ht dalam batas normal untuk pasien
- Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang normal
- Tidak mengalami haus yang tidak normal
- Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
- Menampilkan hidrasi yang baik
- Memiliki asupan cairan oral atau intravena yang adekuat

2.3.2 Intervensi Keperawatan : Berdasarkan NIC


Catatan: fokus dari intervensi ini adalah volume cairan, walaupun beberapa intervensi
berhunganan denga asam-basa
Pengkajian
- Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
- Observasi khususna terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
- Pantau perdarahan
- Identifikasi factor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi
- Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
- Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
- Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
- Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit terminal
tepat dilakukan
Manajemen cairan (NIC):
- Pantau status hidrasi
- Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
- Pertaruhkan keakuratan catatan asupan dan haluaran

III. Daftar Pustaka


Davey. (2005). AT a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2.
Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intrevensi
NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
https://id.scribd.com/doc/55544082/WOC-new (diakses tanggal 19 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai