Anda di halaman 1dari 36

Bagian Ilmu THT Refarat

Fakultas Kedokteran Juni 2019


Universitas Pattimura

KARSINOMA TONSIL

Oleh:
Ridwan Moersalaat Husni
NIM. 201884036

Pembimbing:
dr. Billy Talakua, Sp. THT- KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu THT
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Ambon
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, atas karunia dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas Referat yang berjudul “Tumor Tonsil”. Refrat ini disusun
untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Profesi
Dokter di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Saya juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua Dokter pembimbing di bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon, dr. Billy Talakua,
Sp. THT- HL . Semoga Laporant ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ambon, juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR _________________________________________________

DAFTAR ISI _________________________________________________________

BAB I PENDAHULUAN ______________________________________________ 1

1.1. Latar Belakang _________________________________________________ 1


1.2. Tujuan _______________________________________________________ 1
1.3. Manfaat ______________________________________________________ 1
BAB II PEMBAHASAN ______________________________________________ 3

2.1. Anatomi dan Fisiologi Tonsila Palatina ______________________________ 3


2.2.1. Tumor Tonsil _____________________________________________ 9
2.2.2. Epidemiologi ____________________________________________ 10
2.2.3. Etiologi _________________________________________________ 10
2.2.4. Tanda dan Gejala _________________________________________ 11
2.2.5. Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi _________________________ 12
2.2.6. Pemeriksaan penunjang ____________________________________ 16
2.2.7. Stadium Tumor Tonsil _____________________________________ 18
2.2.8. Penatalaksanaan __________________________________________ 25
2.2.9. Komplikasi _____________________________________________ 26
2.2.10. Prognosis _______________________________________________ 27
BAB III PENUTUP _________________________________________________ 28

3.1. Kesimpulan __________________________________________________ 28


3.2. Saran ________________________________________________________ 28
Daftar Pustaka ______________________________________________________ 30

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut ............................................................ 3

Gambar 2.2. Anatomi limfa pada leher ............................................................ 6

Gambar 2.3. Regio kelenjar limfa leher .......................................................... 7

Gambar 2.4. Sistim limfa pada leher dan insidensi metastasenya............... 8

Gambar 2.5. Kista Tonsil ............................................................................ 12

Gambar 2.6. Papiloma Tonsil .......................................................................... 13

Gambar 2.7. Polip Tonsil ................................................................................. 13

Gambar 2. 8. Karsinoma Sel Skuamosa........................................................... 14

Gambar 2.9. T tahap: massa tumor utama ....................................................... 20

Gambar 2.10. N tahap: menyebarkan kanker ke kelenjar getah bening di leher. 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sistim limfa pada leher dan insidensi metastasenya ....................... 8

Tabel 2.2. Faktor yang masuk stadium kangker................................... .......... 18

Tabel 2.3. T tahap: massa tumor utama............................................... ........... 20

Tabel 2.4. N tahap: menyebarkan kanker ke kelenjar getah bening di leher.... 22

Tabel 2.5. M tahap: menyebarkan kanker di luar kepala dan leher ................. 22

Tabel 2.6. Menetapkan tahap kanker ............................................................... 23

Tabel 2.7. STAGE KLINIK............................................................................ . 24

Tabel 2.8. STAGE patologis............................................................................ 25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
National Cancer Institute di Amerika Serikat, melaporkan bahwa pada tahun
1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas tersebut,
insiden karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa ialah sebanyak 600.000
penderita. Tercatat pula jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher sebanyak
78.000 orang, lebih dari 75% adalah karsinoma sel skuamosa. (1)

Dari semua karsinoma sel skuamosa kepala dan leher primer, karsinoma
orofaringeal adalah keganasan ketiga yang paling umum dengan tonsil menjadi lokasi
yang paling umum dari keganasan orofaring. (2)

Sebagian besar kanker tonsil terkait dengan paparan dari human


papillomavirus (HPV). Alkohol dan penggunaan tembakau juga merupakan faktor
risiko utama untuk perkembangan kanker tonsil. Kanker tonsil lebih banyak diderita
pria daripada wanita.

Gejala – gejala dari kanker tonsil bervariasi seperti sakit tenggorokan


persisten, kesulitan menelan, atau benjolan di tenggorokan atau leher. (3)

Pada pasien yang lebih tua, ukuran tonsil yang asimetris (dikenal juga sebagai
hipertrofi tonsil asimetris) dapat menjadi indikator tonsil yang terinfeksi virus atau
tumor seperti limfoma atau karsinoma sel skuamosa.

1.2.Tujuan
Tujuan penulisan Referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas
kepaniteraan klinik stase THT di RSUD Dr M. Haulussy Ambon. Serta mengetahui

1
2

lebih dalam lagi mengenai tumor tonsil yang akan dibahas mulai dari anatomi,
penjalaran kelenjar getah bening, serta penyebab dari tumor tonsil.

1.3. Manfaat
Menambah pengetahuan tentang penyakit karsinoma tonsil sehingga para
dokter muda kelak dapat dengan mudah mendiagnosis dan member terapi awal
sehingga prognosis penyakit lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Anatomi dan Fisiologi Tonsila Palatina

Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring
yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid) dan tonsil lingual.

3
4

2.1.2. Tonsil palatina


Tonsil palatine atau dikenal tonsil fausial merupakan jaringan limfoid yang
berbentuk bulat telur. Ukurannya bervariasi secara individu, ukuran panjang 20-25
mm, lebar 15-20 mm dan tebal 12 mm. Kripta tonsil berbentuk saluran yang tidak
sama panjang dan masuk ke dalam jaringan tonsil, umumnya terdiri dari 8-20 kripta.
Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial
tonsil. Pada fosa supratonsil, kripta meluas kea rah bawah dan luar, karena fosa ini
dianggap sebagai kripta terbesar. Secara klinik kripta merupakan sumber infeksi,
karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan kuman-kuman. Tonsil
terletak di lateral orofaring. (1)

2.1.3. Fosa Tonsil


Fosa tonsil dibentuk oleh batas anterior di bagian depan yang mengandung
otot palatoglosus, sedangkan batas posterior yang merupakan batas belakang
mengandung otot palatofaringeus, batas lateral atau dinding luar adalah otot
konstriktor faring superior.Bagian luar dinding faring terdapat nervus ke XI yaitu N.
glosofaringeal. (1)

1. Perdarahan tonsil (1)


Tonsil medapata pendarahan dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu:

 Arteri maksilaris eksterna yang merupakan cabang a. fasialis yang


selanjutnya bercabang menjadi a. tonsilaris dan a. palatine asenden.
 Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatine
 Arteri lingualis dengan cabangnya arteri dorsalis dan arteri faringeal
asenden.
2. Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
5

Sternomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus


torasikus. Kelenjar tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Hal ini menyebabkan tumor
primer di tonsil harus menembus lamina proria sebelum masuk system limfatik
aferen. (1)

Sistim aliran limfe leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua
bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke
kelenjar limfe regional. Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan
retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Mempunyai fungsi penting berupa
barier atau filter terhadap kuman – kuman / bakteri – bakteri yang masuk kedalam
badan dan barier pula untuk sel – sel tumor ganas ( kanker ). Disamping itu bertugas
pula untuk membentuk sel – sel limfosit darah tepi. Ukuran normal dari kelenjar
getah bening adalah < 1cm.
Berdasarkan letaknya kelenjar limfa dileher terdiri atas kelenjar preaurikuler,
retroaurikuler, submandibula, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah,
segitiga leher dorsal, dan supraklavikula.

Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan
pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalau
terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian juguler interna,
yang terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian juguler interna
ini dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe
yang lain adalah submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring,
paratrakela, spinal asesorius, sklaneus anterior dan supraklavikula.
6

Gambar 2.2. Anatomi limfa pada leher

Kelenjar limfe jugularis interna superior menerima aliran limfe yang berasal
dari palatum mole tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan
supraglotik laring. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe retro
faring, spinal asesorius, parotis, servikalis superfisial dan kelenjar limfe
submandibula.
Kelenjar jugularis interna media menerima aliran limfe yang berasal langsung
dari subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior.
Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior
dan kelenjar limfe retrofaring bagian bawah.
Kelenjar jugularis interna inferior menerima aliran limfe yang berasal
langsung dari glandula tiroid, trakea, esofagus, baguan servikal,. Juga menerima

aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan
media dan kelenjar limfe paratrakeal.
Kelenjar limfe submental, terletak pada segitiga submental diantara platisma
dan m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfe
yang berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian
depan dan 1/3 bagian bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar
7

limfa submandibula sisi homolateral atau kontralateral, kadang-kadang dapat


langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.
Kelenjar limfa submandibula, terletak disekitar kelenjar liur submandibula
dan didalam kelenjar ludahnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang
berasal kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga
hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole dan
2/3 depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa kekelenjar jugularis interna
superior.

Gambar 2.3. Regio kelenjar limfa leher

Kelenjar limfa servikalis superfisial, terletak disepanjang vena jugularis


eksterna, menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis,
daerah retroaurikula, kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen
mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior.
7

Kelenjar limfa retrofaring, terletak diantara faring dan fasia prevertebra, mulai
dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen
menerima aliran limfe dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius.
Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke limfa jugularis interna dan kelenjar limfa
spinal asesorius bagian superior.
Kelenjar limfa paratrakeal menerima aliran limfa yang berasal dari laring
bagian bawah, hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid.
Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau
kelenjar limfa mediastinum superior.
Kelenjar limfa spinal asesorius, terletak disepanjang saraf spinal asesorius,
menerima aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal, dan bagian
belakang leher. Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring,
orofaring, dan sinus paranasal. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa
supraklavikula.
Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna mengalirkan limfa ke trunktus
jugularis dan selanjutnya masuk keduktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dan untuk
sisi sebelah kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung kesistim vena
pada pertemuan vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan
duktus limfatikus kanan menerima aliran limfe dari kelenjar limfa supraklavikula.
Tabel 2.1. Sistim limfa pada leher dan insidensi metastasenya

Gambar 2.4. Sistim limfa pada leher dan insidensi metastasenya


8

Pembesaran kelenjar getah bening dengan konsistensi keras seperti batu mengarah
kepada keganasan, padat seperti karet mengarah kepada limfoma, lunak megarah
kepada proses infeksi, fluktuatif mengarah telah terjadi abses. Pembesaran kelenjar
getah bening leher bagian posterior terdapat pada infeksi rubel dan mononukleosis.
Supraklavikula atau kelenjar getah bening leher bagian belakang memiliki resiko
keganasan lebih besar dari pada pembesaran kelenjar getah bening bagian anterior.
(4)
Pada pembesaran kelenjar getah bening oleh infeksi virus, KGB
umumnya bilateral, lunak dan dapat digerakkan. Bila infeksi oleh bakteri kelenjar
biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan
dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya
mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila
limfadenopati disebabkan oleh keganasan maka tanda-tanda peradangan tidak ada,
konsistensi keras dan tidak dapat digerakkan. (4)

2.2. 1. Tumor tonsil


Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering tejadi
dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga
yang terkait adalah keluhan yang paling sering ditemukan pada kunjungan pasien ke
Puskesmas, terutamanya pada anak kecil dan remaja.

Peranan tonsil dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan


meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit. Berdasarkan peneletian, ternyata
tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi
mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk kedalam saluran nafas
bagian bawah.

Hasil penelitian, mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan bahwa


parenkim tonsil memang mampu memproduksi antibodi. Penelitian terakhir
9

menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang


menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai ‘centrum


germinativum’, biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu habis, barulah mulai
terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa kanak-
kanak dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu
pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai
proses involusi. (1; 5)

2.2.2. Epidemiologi
Tumor ganas tonsil termasuk bagian dari tumor orofaring disamping tumor
dasar lidah, dinding faring dan palatum mole. Tumor ini sangat jarang terjadi. Di
Amerika insiden tumor ini hanya 0,8 per 100.000 penduduk. Di Bagian THT FKUI
RSCM angka kejadian tumor tonsil ini banyak ditemukan pada usia decade 4-6, 54%
pada laki-laki dan 46% pada perempuan. (1)

Secara geografis, tumor ktonsil ditemukan di seluruh dunia, tetapi ada variasi
yang signifikan dalam insiden. Penyakit ini terjadi dengan insiden tertinggi di negara-
negara Eropa Barat, seperti Perancis. (6)

2.2.3. Etiologi
Penyebab pasti tumor ganas tonsil sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Beberapa faktor predisposisi dilaporkan mempengaruhi terjadinya tumor ini
antara lain pada perokok berat, peminum alcohol, kebersihan mulut yang kurang baik
(1)
.

Infeksi virus kronis juga berhubungan dengan perkembangan kanker kepala dan
leher. Virus Epstein-Barr berhubungan dengan kanker nasofaring, sementara HPV,
Herpes Simplex Virus dan Human Immunideficiency Virus berhubungan dengan
10

perkembangan sejumlah kanker yang berbeda pada kepala dan leher (6). HPV tipe 16
dan 18 merupakan tipe yang paling sering menyebabkan kanker tonsil. Virus ini
sangat umum dan berhubungan dengan kontak seksual yang intim (7).

2.2.4. Tanda dan Gejala (7)


Tanda dan gejala kanker tonsil sama seperti kanker orofaring lainnya,
tergantung pada letak dan ukuran tumor. Pasien mungkin akan melihat atau
merasakan pertumbuhan di dalam mulut pada salah satu tonsil, atau ketika dokter
memeriksa tonsil tampak ukuran yang lebih besar di banding yang satunya. Namun,
terkadang gejala awalnya adalah timbulnya benjolan pada leher. Dalam beberapa
kasus, kanker orofaring dapat memiliki gejala yang berbeda, termasuk:

 Nyeri atau kesulitan menelan: Hal ini dapat terjadi karena tumor
menghalangi proses menelan, sehingga menjadi sulit atau sakit untuk
menelan. Selain itu juga kadang terdapat ulserasi dan perdarahan sebagai
pertumbuhan tumor tumbuh, yang menyebabkan rasa sakit.
 Benjolan pada leher: Ini akan menjadi gejala kanker oropharyngeal jika
telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher. Ini dapatmenjadi gejala
pertama yang membawa pasien ke dokter. Jika terdapat massa leher, wajib
dicurigai itu merupakan penyebaran kanker dari tempat lain, salah satu
tempat pertama akan terlihat di orofaring orofaring.
 Nyeri telinga (terutama pada satu sisi, dengan tidak ada masalah telinga
lainnya): sakit telinga, juga dikenal sebagai otalgia, terjadi karena saraf
tenggorokan mencapai otak melalui jalur yang sama dengan saraf di telinga.
Oleh karena itu, otak mungkin menafsirkan rasa sakit di tenggorokan berasal
dari telinga. Ini disebut nyeri disebut menjalar. Akibatnya, sakit telinga tidak
dapat di jelaskan dan tidak hilang, ini harus dievaluasi oleh dokter spesialis.
Hal ini penting untuk memahami bahwa sebagian besar penyebab sakit
11

telinga karena masalah sederhana seperti infeksi telinga tengah atau


dysfucntion dari tabung Eustachian. nyeri TMJ karena masalah pada sendi
yang terletak di depan telinga mungkin juga hadir sebagai otalgia.
Gejala lain yang mungkin ada:

 Trismus
 Mengeluh ada benjolan di leher
 Perdarahan dari mulut
 Penurunan berat badan
 Kesulitan berbicara,
 Intoleransi makan atau minum yang asam (8)
 Bau mulut (8)

2.2.5. Klasifikasi Berdasarkan Histopatologi


1. Tumor Tonsil Jinak
a) Kista tonsil
Kista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya
berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak
memberikan gejala apapun, akan tetapi kista yang lebih besar akan
menyebabkan suatu benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu di operasi.

Gambar 2.5. Kista Tonsil


12

Gambar 2.6. Papiloma Tonsil


13

b) Papilloma tonsil
Papilloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil
atau pilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada
bagian posteriornya.

Gambar 2.7. Polip Tonsil

c) Polip tonsil
Massa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan
histologi.

2. Tumor Tonsil Ganas


a) Karsinoma sel skuamosa tonsil
Karsinoma sel skuamosa tonsil menunjukkan pembesaran dan ulserasi dari
tonsil, tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi. Tampilannya hampir sama
dengan limfoma dan hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan histologis. Sekitar
14

90% kanker tonsil adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor ini relatif sering terjadi
terutama pada usia 50 dan 70. Perbandingan laki – laki dan perempuan adalah 3 – 4 :
1 dan sering dikaitkan dengan perokok dan peminum alcohol. 60% pasien datang
dengan metastase ke serviks bilateral sebanyak 15%, sedangkan metastase jauh
ditemukan sekitar 7%.2

Gambar 2. 8. Karsinoma Sel Skuamosa

b) Limfoma
Limfoma sulit dibedakan dengan “ undifferentiated “ karsinoma dan
limfoma marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan
sejumlah besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar ( dalamnormal saline,
bukan dalam larutan formaldehida ) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan
mengapa setelah tonsilektomi lebih baik di periksa jaringannya.

Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan


tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran
asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati , maka pembesaran
kelenjar getah bening diamati pada sisi yang sama.
15

Definisi

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul


dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan
proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-
sel dan derivatnya).

Epidemiologi

Di negara maju, limfoma relatif jarang, yaitu kira-kira 2% dari jumlah


kanker yang ada.Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia,
tumor ini merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara, dan kulit.
Limfoma hodgkin sering pada Usia 20-40 tahun dan sesudah 50 tahun sedangkan
limfoma non-hodgin sering pada usia tua dengan puncak di atas 60 tahun.

Etiologi

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif.Penyebabnya


tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang
ditemukan pada limfoma Burkitt.Adanya peningkatan insidens penderita limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok penderita AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) pengidap virus HIV.

Klasifikasi

Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik


dari kelenjar limfe yang terlibat.Kategori tersebut adalah limfoma Hodgkin dan non-
Hodgkin.

Gejala Klinis

 Pembengkakan kelenjar getah bening


Pada limfoma Hodgkin, 80% terdapat pada kelenjar getah bening leher,
kelenjar ini multiple, tidak nyeri dan bebas. Pada limfoma non-Hodgkin, dapat
16

tumbuh pada kelompok kelenjar getah bening lain misalnya pada traktus
digestivus atau pada organ-organ parenkim.
 Demam
 Gatal-gatal
 Keringat malam
 Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya.
 Nafsu makan menurun.
 Daya kerja menurun
 Terkadang disertai sesak nafas
 Nyeri setelah mendapat intake alkohol (15-20%)

Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih lambat,
sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis dan relatif
lebih cepat bermetastasis ke tempat yang jauh.

2.2.6. Pemeriksaan penunjang


 Laboratorium
o Pembekuan dan koagulasi (termasuk jumlah trombosit dan lain – lain).
Kepala dan leher adalah salah satu daerah yang paling kaya akan
vaskularisasi dalam tubuh manusia. Perdarahan adalah salah satu masalah
besar dalam operasi tonsil
o Tes fungsi hati, diperlukan pengetahuan tentang fungsi hati karena untuk
mengetahui riwayat diet pasien dan penyalahgunaan etanol yang sering
menyebabkan fungsi hati. Selain itu untuk mengetahui metabolisme hepar
terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya dan terakhir
metastase ke hati yang selalu mungkin terjadi.
17

o Tes fungsi ginjal ketika akan memulai kemoterapi, tes fungsi ginjal
diperlukan untuk memastikan apakah pasien dapat menghilangkan agen
yang ditangani oleh ginjal.
o Tes fungsi paru diperlukan pada setiap bedah kepala dan leher yang dapat
membawa risiko tambahan komplikasi pernapasan perioperative dan pasca
operatif.
 X-rays untuk menentukan tumor sudah menyebar ke paru-paru (8)
dan
karenanya harus menjadi modalitas pilihan, setidaknya pada pasien berisiko
tinggi (stadium 4, T4, N2 atau N3 ataupun tumor yang timbul dari orofaring,
laring, hipofaring, atau supraglotis). (9)
 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNA) Biopsi adalah satu – satunya alat untuk
mendiagnosis keganasan tonsil berupa limfoma, sebuah jarum tipis ditempatkan
di mulut. Sel-sel diaspirasi (disedot) dan kemudian diperiksa di bawah
mikroskop untuk menentukan apakah benjolan tersebut adalah kanker. (8)

 Radiologi
Pencitraan untuk menentukan apakah tumor telah menyerang jaringan di
dekatnya atau organ tubuh lainnya. Ini mungkin termasuk:
o Orthopantomography (Panorex). Panorama X-ray merupakan foto dari
rahang atas dan bawah. Ini menunjukkan pandangan dari telinga ke telinga
dan membantu menentukan apakah tumor telah tumbuh ke dalam tulang
rahang. (8)
o Computerized tomography (CT). Sebuah komputer yang terhubung ke
mesin X-ray yang menciptakan serangkaian gambar rinci, dengan sudut yang
berbeda, daerah di dalam mulut dan leher. Sebuah pewarna mungkin
disuntikkan ke dalam vena atau pil ditelan untuk membantu menyoroti organ
atau jaringan di X-ray. Prosedur ini juga dapat disebut sebagai komputerisasi
(8)
aksial tomografi (CAT) . CT scan leher dengan atau tanpa kontras
18

o diperlukan untuk mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana


perkembangan tumor. Hal ini penting dalam staging tumor tonsil. (9)
o Magnetic Resonance Imaging (MRI). Mesin ini menggunakan magnet,
gelombang radio dan komputer untuk membuat gambar rinci dari daerah di
dalam mulut dan leher, sehingga dapat menilai ukuran tumor dan invasi
(8; 9)
jaringan lunak . Prosedur ini juga dapat disebut pencitraan resonansi
magnetik sebagai nuklir (NMRI). (8)
o Positron Emission Tomography (PET) scan. Selama scan PET, sejumlah
glukosa radioaktif (gula) disuntikkan ke pembuluh darah. Pemindai
menciptakan gambar terkomputerisasi daerah dalam tubuh. Sel-sel kanker
menyerap lebih banyak glukosa radioaktif dari sel normal sehingga tumor
disorot pada gambar. (8)

2.2.7. Stadium Tumor Tonsil (7)


Langkah terakhir sebelum membahas pilihan pengobatan adalah penentuan
stadium kanker. Sama dengan kanker kepala dan leher, dokter di AS menggunakan
Kanker AJCC Staging Manual (7 Ed) untuk menentukan tahap berdasarkan tiga
faktor.

Tabel 2.2. Faktor yang masuk stadium kangker

Faktor yang masuk ke menentukan stadium kanker

T Karakteristik massa tumor utama

N Status kelenjar getah bening di leher (misalnya, bukti penyebaran kanker)

M Status kanker menyebar ke bagian tubuh luar kepala dan leher

Pada awalnya, informasi akan di dapatkan dari tahap klinis berdasarkan


semua informasi yang tersedia.
19

Clinical staging (cTNM) ditentukan dari informasi dokter mengenai sekitar


seberapa luas kanker sebelum memulai pengobatan apapun. Tahap ditentukan
berdasarkan ujian pemeriksaan fisik oleh dokter, pencitraan, laboratorium dan biopsi.
Klasifikasi stadium klinis digambarkan menggunakan huruf awalan kecil c (misalnya,
cT, CN, cM).

Jika ada operasi pengangkatan kanker sebagai bagian dari perawatan, ahli
patologi akan menganalisis tumor dan setiap kelenjar getah bening yang diangkat.
Kemudian akan dilakukan tahap patologis.

Pathologic staging (pTNM) menyediakan lebih banyak data. Klasifikasi


tahap patologi digambarkan menggunakan huruf awalan kecil p (misalnya, pT, pN,
pM). Hal ini tidak jauh berbeda dari tahap klinis.

Ada juga sejumlah prefiks huruf kecil lainnya yang mungkin digunakan
dalam stadium kanker Anda.

Subscript y (yTNM) digunakan untuk menetapkan tahap kanker setelah


semacam medis, pengobatan sistemik atau radiasi diberikan (Posttherapy atau
Postneoadjuvant Tahap). Hal ini biasanya dikombinasikan dengan baik tahap klinis
atau patologis. Misalnya, ycT2N0M0 menunjukkan bahwa setelah semacam terapi
non-bedah, tahap klinis baru T2N0M0.

Subscript r (rTNM) digunakan ketika tumor telah berulang setelah beberapa


periode waktu di mana ia pergi. Ini disebut Penafsgiran Klasifikasi Stage. Dokter
Anda akan menggunakan semua informasi yang tersedia untuk menetapkan Anda
tahap penafsiran.
20

T tahap: massa tumor utama

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan peninjauan pencitraan apapun, dokter


Anda harus dapat memberikan tahap T yang jatuh dalam salah satu kategori berikut.

Gambar 2.9. T tahap: massa tumor utama


Tabel 2.3. T tahap: massa tumor utama

tx Dokter tidak dapat menilai tumor primer.

T0 Dokter tidak dapat menemukan tumor primer.

tis Karsinoma in situ (atau displasia berat); ini berarti ada kanker jenis sel,
namun mereka belum menyerang jauh ke dalam jaringan. Ini lebih dari lesi
pra-kanker.

T1 Tumor adalah 2 cm atau kurang dalam dimensi terbesar.

T2 Tumor ini lebih dari 2 cm tetapi kurang dari atau sama dengan 4 cm dalam
dimensi terbesar.

T3 Tumor ini lebih dari 4 cm dalam ukuran besar atau telah tumbuh menjadi sisi
lidah epiglotis.
21

T4a Hal ini cukup maju penyakit lokal. tumor telah tumbuh menjadi laring, di
luar otot lidah, langit-langit keras, tulang rahang bawah dan / atau otot
pterygoideus medial.

Ini
T adalah penyakit lokal yang sangat canggih. tumor telah menyerang ke
4b otot pterygoideus lateral, piring pterygoideus, hingga sisi nasofaring, ke
dasar tengkorak atau sepenuhnya di sekitar arteri karotis.

* Perhatikan bahwa ekstensi kecil ke permukaan lingual dari epiglotis dari


dasar tumor lidah tidak merupakan menyebar ke laring.

N tahap: menyebarkan kanker ke kelenjar getah bening di leher

Selanjutnya, dokter akan menggunakan semua informasi yang tersedia dan


menetapkan Anda tahap N. Hal ini didasarkan pada penilaian apakah kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening di leher.

Gambar 2.10. N tahap: menyebarkan kanker ke kelenjar getah bening di leher


22

Tabel 2.4. N tahap: menyebarkan kanker ke kelenjar getah bening di leher

nx Kelenjar leher bening tidak dapat dinilai.

N0 Tidak ada bukti dari setiap penyebaran ke kelenjar.

N1 Ada satu simpul, pada sisi yang sama dari tumor utama, yaitu 3 cm atau
kurang dalam ukuran besar.

N2a Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening, pada sisi yang sama
dengan tumor utama, dan itu lebih dari 3 cm tetapi kurang dari atau sama
dengan 6 cm dalam dimensi terbesar.

N2B Ada beberapa kelenjar getah bening yang terkena kanker, di sisi yang sama
dengan tumor utama, tetapi tidak ada yang lebih dari 6 sentimeter dalam
ukuran.

N2 Ada kelenjar getah bening di leher di kedua sisi yang berlawanan sebagai
C kanker utama atau di kedua sisi leher, tetapi tidak ada yang lebih dari 6
sentimeter.

N3 Ada menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening leher, dan ukuran
lebih besar dari 6 cm.

M tahap: menyebarkan kanker di luar kepala dan leher


Akhirnya, berdasarkan penilaian pada seluruh tubuh, akan diberi tahap M.
Tabel 2.5. M tahap: menyebarkan kanker di luar kepala dan leher

M0 Tidak ada bukti yang jauh (di luar kepala dan leher) yang tersebar.

M1 Ada bukti dari penyebaran di luar kepala dan leher (misalnya, di paru-paru,
tulang, otak, dll).
23

Stadium kanker

Setelah TNM pementasan, dokter Anda dapat menetapkan tahap kanker


berdasarkan pada grafik berikut.

Tabel 2.6. Menetapkan tahap kanker

tahap I T1 N0 M0

tahap II T2 N0 M0

tahap III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

tahap T4a N0 M0
IVA
T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

tahap T4b pa saja M0


IVB
setiap T 3 M0

tahap setiap T pa saja M1


IVC
24

Tahap klinis Anda

Setelah tes diagnostik selesai, sebelum memutuskan apa jenis perawatan


Anda akan menjalani, Anda harus diberikan tahap klinis yang akan terlihat mirip
dengan contoh di bawah ini.

Tabel 2.7. STAGE KLINIK

STAGE KLINIK

Contoh

Situs Orofaring

Subsite kiri Amandel

Mengetik Karsinoma sel skuamosa

cT CT3

cN CN1

cM CM0

cStage CIII

* The huruf kecil subscript c menunjukkan bahwa ini adalah STAGE KLINIK,
tahap ditetapkan berdasarkan semua informasi yang tersedia dengan dokter Anda sebelum
memulai pengobatan.
Setelah operasi, Anda harus mendapatkan tahap patologis tumor Anda. Ini akan
terlihat hampir seperti tahap klinis yang Anda terima sebelum memulai pengobatan, tetapi
melihat "p" yang menunjukkan kelompok tahap didasarkan pada analisis dari seluruh tumor,
dengan atau tanpa kelenjar getah bening, di bawah mikroskop oleh ahli patologi. Dalam
banyak kasus, tahap patologis akan sama dengan stadium klinis, tapi kadang-kadang akan
berubah.
25

Setelah operasi, dan setelah ahli patologi telah mengevaluasi semua tumor yang
telah dihapus, Anda harus diberikan tahap patologis yang terlihat seperti ini:
Tabel 2.8. STAGE patologis

STAGE patologis

Contoh

Situs Orofaring

Subsite kiri Amandel

Mengetik Karsinoma sel skuamosa

pT PT3

pN pN2b

cM CM0

pStage Piva

* The huruf kecil subscript p menunjukkan bahwa ini adalah STAGE patologis,
tahap ditetapkan setelah pengangkatan tumor dan konfirmasi kanker oleh ahli patologi.
* Perhatikan juga bahwa tahap M biasanya klinis, berdasarkan semua data yang
tersedia tanpa benar-benar menganalisis jaringan apapun.

2.2.8. Penatalaksanaan
Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole. Jika
tumor kecil (T1,T2,N0) mungkin diatasi dengan penyinaran, sedangkan tumor yang besar
(T3,T4) memerlukan reseksi pembedahan, seringkali disertai terapi radiasi sebelum dan pasca
operasi. Lesi-lesi yang kecil dengan metastasis yang dapat dipalpasi biasanya diatasi dengan
reseksi pembedahan dan penutupan primer. Reseksi ini dianggap sebagai tindakan gabungan.
Flap lidah lateral, dahi, otot kulit, atau servikal dapat menutup cacat yang besar (5).
1. Pembedahan
Karsinoma tonsil seringkali bermetastasis ke segitiga digastric atau kelenjar getah
bening jugularis bagian atas yang dikenal sebagai kelenjar getah bening tonsil. Karena
metastasis dini dari lesi yang berukuran sedang, pembedahan leher biasanya termasuk dalam
tindakan pembedahan. (5)
Indikasi (10):
 high risk occult cervical metastasis
 teraba KGB leher secara klinis
26

 KGB residu paska radiasi


 KGB muncul setelah mendapat radiasi
 Tumor primer dapat diangkat radikl.
Kontraindikasi (2):
 Kondisi medis yang menghalangi dilakukannya anestesi umum.
 Penurun keadaan pasien saat pengobatan pembedahan
 Invasi ke otot paraspinous
 Invasi columna vertebral
 Invasi otot pterygoid lateral
 Invasi plate pterygoid
 Metastasis yang jauh

2. Radioterapi
Biasa dilakukan setelah operasi, banyak pasien menjalani radiasi untuk membunuh
jaringan kanker yang tersisa.

3. Kemoterapi
Jika tumor tonsil stadium III atau IV, cenderung membutuhkan kemoterapi.

2.2.9. Komplikasi (11)


Komplikasi dari berbagai bentuk terapi adalah:

 Rasa sakit
 Xerostomia
 Infeksi
 Penyembuhan luka yang buruk
 Disfagia
 Pembentukan fistul
 Trismus
 Insufisiensi velopharingeal
 Potensi kecacatan
 Kelelahan
Keluarga harus memahami komplikasi tersebut sebelum melanjutkan pengobatan.
27

2.2.10. Prognosis
Prognosis ditentukan berdasarkan tingkat ketahan pasien selam 5 tahun dari
pengobatan karsinoma sel squamous daerah tonsil sebagai berikut (11):

 Stage I – 80%
 Stage II – 70%
 Stage III – 40%
 Stage IV – 30%
Kelangsungan hidup dari karsinoma tonsil secara historis dianggap buruk, terutama
untuk stage III dan IV. Namun, literatur yang lebih baru telah menunjukkan hasil
yang menjanjikan dengan terapi bedah karsinoma tonsil bahkan untuk stadium yang
lanjut. Moore dkk melaporkan sebanyak 94% bertahan hidup pada stadium III dan IV
karsinoma tonsil yang diobati dengan reseksi transoral dan terapi adjuvan. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan tepat dapat
memiliki kelangsungan hidup yang baik, meskipun secara historis hasilnya buruk (12)
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Tumor tonsil di klasifikasikan menjadi 2 yaitu tumor tonsil jinak dan tumor
tonsil ganas.

Tonsil menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya keganasan dari
orofaring. Keganasan tersebut meliputi karsinoma sel skuamosa tonsil dan limfoma
maligna. National Cancer Institute di Amerika Serikat, melaporkan bahwa pada
tahun 1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas tersebut,
insidens karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa sebanyak 600.000
penderita. Tercatat pula jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher sebanyak
78.000 orang, lebih dari 75% adalah karsinoma sel skuamosa.

Gejala – gejala dari kanker tonsil bervariasi seperti sakit tenggorokan


persisten, kesulitan menelan, atau benjolan di tenggorokan atau leher.

Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnostik meliputi tes laboratorium,


radiologi ( CT scan atau MRI ) dan biopsi.

Penatalaksaana tumor tonsil dilakukan bila termasuk ganas tergantung dari


stadium tumor tersebut, mulai dari penyinaran/radiasi, pembedahan ataupun dengan
kemoterap.

3.2.Saran
Bila seseorang menemukan gejala – gejala seperti kesulitan menelan, sakit
tenggorokan persisten, atau ada benjolan di tenggorokan / leher sebaiknya segera
memeriksakan diri ke dokter karena bila terdiagnosa adanya suatu tumor ganas maka
prognosisnya pada stadium awal sangat baik

28
Daftar Pustaka

1. Musa, Zanil. Tumor Ganas Tonsil. [penyunt.] Prof.Dr.Efiaty Soepardi


Soepardi,Sp.THT-KL(K), et al. BUKU AJAR ILMU KESEHATAN
TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER. edisi 7.
Jakarta : FKUI, 2014.
2. Niels Kokot, MD. Malignant Tonsil Tumor Surgery. [Online] 16 maret
2016.[Dikutip:4maret2017.] http://emedicine.medscape.com/article/848034-
overview#showall.
3. Mayo clinic staff. Diseases and Conditions Tonsil Cancer. Mayo Clinic.
[Online] November 12, 2014. [Cited: Maret 1, 2017.]
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/tonsil-
cancer/basics/definition/con-20036669.
4. Soepardi, Efiaty Arsyad dan dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. edisi 7. Jakarta : FKUI, 2015.
5. George, L. dan Adams, M. D. Tumor-Tumor Ganas Kepala dan Leher. [pengar.
buku] M.D., George L. Adams, et al. [penyunt.] Effendi Harjanto. [penerj.]
Caroline Wijaya. BOIES BUKU AJAR PENYAKIT THT. edisi 6. Jakarta :
EGC.
6. Throat cancer (Squamous Cell Carcinoma of the Tonsil). Virtual Medical
Center. [Online] myVMC. [Dikutip: 2 Maret 2017.]
https://www.myvmc.com/diseases/throat-cancer-squamous-cell-carcinoma-
of-the-tonsil/.
7. Tonsil Cancer. HEAD AND NECK CANCER GUIDE. [Online] 30 September
2015. [Dikutip: 2 Maret 2017.]
http://www.headandneckcancerguide.org/adults/introduction-to-head-and-
neck-cancer/throat-cancer/oropharyngeal-cancer/tonsil-cancer/stage-cancer/.

29
. 8. Anonim. Tonsil Cancer. CEDARS-SINAL. [Online] [Dikutip: 3 Maret 2017.]
https://www.cedars-sinai.edu/Patients/Health-Conditions/Tonsil-
Cancer.aspx.
9. A rational approach to pulmonary screening in newly diagnosed head and
neck cancer. Loh, KS, et al. November 2005, Head Neck., hal. 990-4.
10. Diseksi Leher Pada Kanker Kepala Leher. Pasaribu, EMIR Taris. 16, s.l. :
USU, September 2006, MAJALAH KEDOKTERAN NUSANTARA, Vol.
39.
11. Niels, Kokot MD. Malignant Tonsil Tumor Surgery Treatment & Management.
[Online] 16 Maret 2016. [Dikutip: 2 Maret 2017.]
http://emedicine.medscape.com/article/848034-treatment#showall.
12. Transoral resection of tonsillar squamous cell carcinoma. Moore, EJ, et al.
s.l. : Laryngoscope, Maret 2015.

30

Anda mungkin juga menyukai