Anda di halaman 1dari 15

Referat

Pneumonia

Oleh:
Muhammad Fawwazi Multazam, S. Ked 04084821921100

Pembimbing:
dr. Sudarto, Sp.PD, K-P, FINASIM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
Bronkopneumonia

Oleh:
Muhammad Fawwazi Multazam, S. Ked 04084821921100

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Palembang, Agustus 2019

dr.Sudarto, Sp. PD, K-P, FINASIM

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Pneumonia”. Laporan ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang. Penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dr. Sudarto, Sp.PD, K-P, FINASIM
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II BRONKIOLITIS AKUT .......................................................................... 3
2.1 Etiologi. ........................................................................................... 3
2.2 Faktor Risiko ................................................................................... 3
2.3 Patogenesis ...................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 5
2.5 Diagnodis Banding .......................................................................... 6
2.6 Penegakkan Diagnosis ..................................................................... 7
2.7 Tatalaksana ...................................................................................... 7
2.8 Prognosis ......................................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Temuan klinis dan patofisiologi bronkiolitis viral ............................... 5
Gambar 2 Algoritma pendekatan penyakit bronkiolar .......................................... 6

v
BAB I
PENDAHULUAN

lnfeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan


dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai
dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan
pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan
pneumonia yang terjadi di rumah sakit-Pneumonia Nosokomial (PN) kepada
kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV)
(ventilator Associated pneumonia-VAP) dan yang didapat di pusat perawatan
kesehatan (PPK). Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal 2 kelompok utama
yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN) dan Pneumonia Komunitas (PK) yang
didapat di masyarakat. Di samping kedua bentuk utama ini terdapat pula pneumonia
bentuk khusus yang masih sering dijumpai.
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di
dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/PN atau pnuemonia
di pusat perawatan/PPP). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas
bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Kejadian PN di
ICU lebih sering daripada PN di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25%
dari semua infeksi di lCU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. PBV
didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Risiko PBV tertinggi pada saat
awal masuk ke lCU.

1
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan
hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab
yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar negara, antara satu
daerah dengan daerah lain pada satu negara, di luar RS dan di dalam RS, antara RS
besar/ tersier dengan RS yang lebih kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik
pola kuman di suatu tempat. lndonesia belum mempunyai data mengenai pola
kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun pola kuman di luar negeri tidak
sepenuhnya cocok dengan pola kuman di lndonesia, maka pedoman yang
berdasarkan pola kuman diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara umum.

2
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Etiologi
Bronkiolitis bisa disebabkan oleh RSV. Secara global, pada 2005, RSV
(respiratory syncytial virus) saja diperkirakan menyebabkan 66.000 hingga
199.000 kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun. Selain pada kasus anak,
RSV sekarang diakui sebagai masalah yang signifikan pada populasi orang
dewasa tertentu, termasuk pasien usia lanjut, orang dengan penyakit
kardiopulmoner, dan immunocompromised.2
Selain RSV, virus lain (adenovirus, influenza, parainfluenza) dan
patogen nonviral (mikoplasma, klamidia) dapat menyebabkan sindrom
serupa.1 Pada orang dewasa dengan bronkiolitis akut gambarannya tidak
begitu jelas, namun telah dilaporkan kejadiannya pada pasien dengan
Mycoplasma pneumoniae, RSV, campak, influenza, pertusis, parainfluenza,
dan adenovirus.2
Penyebab lain bronkiolitis bisa dari cidera inhalasi, infeksi, proses yang
diinduksi obat atau paparan terhadap faktor predisposisi sebelum timbulnya
penyakit berhubungan dengan bronkiolitis akut. Penyebab potensial lainnya
dapat berupa aspirasi, transplantasi paru-paru dan sumsum tulang, penyakit
jaringan ikat dan sindrom Stevens-Johnson.3

2.2 Faktor Risiko


Beberapa faktor yang dapat menyebabakan atau meningkatkan risiko
bronkiolitis akut adalah inhalasi nitrogen oksida, amonia, asap pengelasan,
atau asap penyedap makanan (mis. Diacetyl), infeksi dengan RSV,
adenovirus, atau Mycoplasma pneumoniae, dan menelan busulfan, emas, atau
penicillamine.3

3
2.3 Patogenesis
Patogenesis bronkiolitis dimulai dari inokulasi virus langsung pada
epitel pernapasan yang menyebabkan radang saluran pernafasan kecil.
Mekanisme penyebaran RSV di sepanjang saluran pernapasan masih belum
sepenuhnya diketahui, tetapi kemungkinan disebabkan oleh transfer sel ke sel
di sepanjang jembatan intracytoplasmic atau aspirasi sekresi nasofaring. RSV
juga dapat merusak sel-sel jalan napas struktural dan merusak sel-sel
kekebalan yang berada di paru-paru.4
Respon inflamasi inang berkontribusi terhadap patofisiologi dan
simptomatologi: Sel inang mengenali RSV melalui reseptor, dan
mengeluarkan sitokin inflamasi seperti IFN-γ, IL-1β, IL-4, IL-8. Efektor ini
memengaruhi lingkungan jaringan lokal secara langsung, dan juga
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dengan menarik sel-sel imun dari
perifer. Banyak sitokin diketahui berperan dalam patogenesis bronkiolitis
RSV, dan beberapa bahkan terlibat dalam mempertahankan infeksi. Sebagai
contoh, sitokin utama sel T helper, IL-17, meningkatkan infeksi RSV dengan
meningkatkan produksi lendir, menghambat aktivasi sel T CD8, dan
mengurangi pembersihan virus.4 Secara sederhana, patofisiologi bronkiolitis
dijelaskan pada Gambar 1.

4
Gambar 1. Temuan klinis dan patofisiologi bronkiolitis viral5

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tes dan pencitraan biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis
bronchiolitis. Dokter biasanya dapat mengidentifikasi masalah dengan
mengamati gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Namun, mungkin diperlukan
lebih dari satu atau dua kunjungan untuk membedakan kondisi dari pilek atau
flu.5
Salah satu pemeriksaan penunjang pencitraan yang bisa dilakukan pada
kecurigaan bronkiolitis adalah high resolution CT (HRCT), berikut ini adalah
algoritma yang bisa dilakukan dalam melakukan pendekatan
penyakitpemeriksaan HCRT sebagai penunjang penegakkan diagnosis pada
gangguan bronkiolar atau bronkiolitis.

5
Gambar 2. Algoritma pendekatan penyakit bronkiolar6

2.5 Diagnosis Banding


Bronkiolitis bisa terjadi tumpang tindih dengan kondisi lainnya seperti
viral-induced wheezing dan asma. Diagnosis banding bronkiolitis bisa dari
berbagai penyebab infeksius dan non infeksius. Tidak adanya gejala saluran
pernapasan atas meningkatkan kecurigaan penyebab lain dari gangguan
napas. Infeksi lain bisa menyerupai atau memperparah bronkiolitis. Infeksi
bakteri juga bisa memperberat bronkiolitis virus, hal ini termasuk otitis media
atau pneumonia, yang bisa timbul sebagai demam atau memperburuknya
suatu kondisi perjalanan penyakit.5
Pada orang dewasa, asma dibedakan dengan bronkiolitis berdasarkan
adanya obstruksi aliran udara reversibel pada spirometri. Penurunan DLCO
(diffusing capacity of the lung for carbon monoxide) jarang terjadi pada asma
namun cukup sering pada bronkiolitis. Pada HRCT (high resolution CT)
menunjukkan lebih banyak terjadi perubahan pada bronkiolitis dibanding

6
asma, dan biopsi paru menunjukkan prominent infiltration dari dinding
bronkiolar dengan eosinofil.2
Sarkoidosis mungkin memiliki gejala yang sama dalam hal batuk dan
dispnea, dan kadang-kadang sarkoid saluran napas berhubungan dengan
keterbatasan aliran udara. Umumnya, sarkoidosis dikaitkan dengan pola
restriktif dan penurunan DLCO dan fungsi paru yang abnormal mungkin
normal. Namun pada biopsi paru akan menunjukkan granuloma non kaseosa
yang terbentuk dengan baik yang membuat diagnosis sarkoidosis lebih
mungkin ditegakkan.2

2.6 Penegakkan Diagnosis


Penegakkan diagnosis bronkiolitis dilakukan dengan pengamatan dari
tanda dan gejala klinis pasien. Data diperoleh dengan anamnesis pasien serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan jika diperlukan.
Gejala klinis klasik pada bronkiolitis bermula dari gejala infeksi viral
saluran pernapasan atas, seperti nasal discharge, kemudian berkembang ke
saluran pernapasan bawah setelah beberapa hari (Gambar 1). Gejala saluran
napas bawah berupa batuk, takipnea, dan meningkatnya usaha napas yang
ditunjukkan dengan retraksi interkostal atau supraklavikula, pernapasan
dengan bantuan otot perut, atau napas cuping hidung. Pada pemeriksaan
auskultasi paru dapat terdengar crackles dan wheezing. Demam bisa juga
muncul di awal perjalanan penyakit dengan suhu di bawah 39oC. Waktu
progresifitas gejala bisa beragam, namun median durasi berbagai gejala ini
adalah lebih kurang dua minggu.5

2.7 Tatalaksana
Perawatan yang paling umum untuk bronkiolitis biasanya adalah obat
untuk membantu mengendalikan gejala tertentu. Misalnya, obat batuk
digunakan untuk menekan batuk, dan inhaler digunakan untuk membantu
sesak napas.7

7
Perawatan lain untuk bronkiolitis biasanya tergantung pada apa yang
menyebabkan cedera pada saluran udara. Jika bronkiolitis disebabkan oleh
obat atau inhalasi zat beracun, maka membatasi paparan terkadang sudah
cukup. Jika bronkiolitis adalah akibat penyakit tertentu, maka pengobatan
mungkin termasuk obat-obatan untuk melawan penyakit-penyakit tersebut.7
Ketika gejalanya parah, mungkin diperlukan juga steroid. Steroid
digunakan untuk melawan peradangan. Steroid bekerja dengan menekan
sistem kekebalan tubuh. Meskipun sering efektif, steroid juga memiliki efek
samping, termasuk peningkatan nafsu makan, peningkatan kadar gula darah,
dan kenaikan berat badan.7
Inovasi yang paling penting dalam pengobatan bronkiolitis adalah
dukungan oksigen non-invasif dengan kanula nasal aliran tinggi/noninvasive
oxygen support with a high-flow nasal cannula (HFNC), yang sejauh ini telah
terbukti aman, layak dan hemat biaya. HFNC dapat mengurangi resistansi
jalan nafas dengan memberikan oksigen yang dilembabkan dan dipanaskan
pada inspired gas flow yang lebih tinggi sembari memberikan contiunuous
positive airway pressure (CPAP) terus menerus untuk meningkatkan
ventilasi. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan akan dukungan pernapasan
invasif/invasive respiratory support, sehingga berpotensi menurunkan biaya
serta memiliki keunggulan klinis dan efek samping yang lebih sedikit.
Namun, untuk membuktikan efektivitas HFNC, dibutuhkan observasi lebih
lanjut.8

2.8 Prognosis
Prognosis bronkiolitis dilihat dari faktor risiko dan klinis yang muncul
pada pasien. Namun penderita bronkiolitis biasanya memiliki prognosis yang
baik dan rata-rata akan mengalami perbaikan dengan pengobatan.

8
BAB III
KESIMPULAN
1. Bronkiolitis adalah kondisi gangguan saluran pernapasan bawah yang
umum terjadi pada populasi anak dibanding dewasa.
2. Pada populasi dewasa, bronkiolitis tidak hanya disebabkan oleh infeksi
RSV namun juga bisa disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, campak,
influenza, pertusis, parainfluenza, adenovirus, atau karena pajanan terhadap
faktor predisposisi seperti inhalasi.
3. Patofisiologi bronkiolitis bermula dari inokulasi patogen pada epitel
pernapasan yang menyebabkan radang saluran pernafasan kecil dan timbul
respon inflamasi inang yang juga berkontribusi pada simptomatologi.
4. Penatalaksanaan bronkiolitis tergantung dari penyebab yang mendasarinya

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Ryu, Jay H., Jeffrey L. Myers, & Stephen J. Bronchiolar Disorders.


SwensenAm J Respir Crit Care Med 2003, Vol 168: 1277–1292.
2. Alvarado, Alcibey & Isabel Arce. Bronchiolitis in adult: A review. Clin Res
Trials 2017, Vol 3(2): 3-7.
3. Ravaglia, Claudia & Venerino Polett. Recent advances in the management
of acute bronchiolitis. F1000Prime Reports 2014, 6:103.
4. Vecchio et al. New perspectives in Respiratory Syncitial Virus infection. J
Matern Fetal Neonatal Med, 2013; 26(S2): 55–59.
5. Florin, Todd A., Amy C Plint & Joseph J Zorc. Viral bronchiolitis. 2016.
Diakses melalui http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(16)30951-5.
6. Devakonda et al. Bronchiolar Disorders: A Clinical-Radiological
Diagnostic Algorithm. CHEST 2010, 137(4).
7. Feinstein, Marc. Bronchiolitis. 2018. Diakses melalui
https://foundation.chestnet.org/patient-education-
resources/bronchiolitis/#learn.
8. L, Petrarca., Jacinto T. & Nenna R. The treatment of acute bronchiolitis:
past, present and future. Breathe 2017, 13(1): e24–e26.

10

Anda mungkin juga menyukai