Anda di halaman 1dari 15

Referat

BRONKIOLITIS AKUT

Oleh:
Zabila Adwie Prilishia, S. Ked 04084821921098

Pembimbing:
dr. Sudarto, Sp.PD, K-P, FINASIM

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
BRONKIOLITIS AKUT

Oleh:
Zabila Adwie Prilishia, S. Ked 04084821921098

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Palembang, April 2019

dr.Sudarto, Sp. PD, K-P, FINASIM

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Bronkiolitis Akut”. Laporan ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang. Penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dr. Sudarto, Sp.PD, K-P,
FINASIM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi yang
membacanya.

Palembang, April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II BRONKIOLITIS AKUT .......................................................................... 3
2.1 Etiologi. .......................................................................................... 3
2.2 Faktor Risiko ................................................................................... 3
2.3 Patogenesis ...................................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 5
2.5 Diagnodis Banding .......................................................................... 6
2.6 Penegakkan Diagnosis ..................................................................... 7
2.7 Tatalaksana ...................................................................................... 7
2.8 Prognosis ......................................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Temuan klinis dan patofisiologi bronkiolitis viral ............................... 5
Gambar 2 Algoritma pendekatan penyakit bronkiolar .......................................... 6

v
BAB I
PENDAHULUAN

Abnormalitas bronkiolar relatif umum dan dapat terjadi pada berbagai


kondisi klinis. Beberapa pola histopatologis penyakit bronkiolar mungkin relatif
unik untuk kondisi klinis tertentu tetapi dapat pula tidak spesifik sehubungan
dengan etiologi atau patogenesis. Ada beberapa kondisi yang dapat membedakan
abnormatilas bronkiolar yaitu gangguan dimana penyakit bronkiolar adalah
kelainan dominan (gangguan bronkiolar primer), gangguan parenkim dengan
keterlibatan bronkiolar yang menonjol (prominent), dan keterlibatan bronkiolar
pada penyakit saluran napas besar.1
Bronkiolitis akut adalah gangguan bronkiolar yang termasuk dalam
gangguan bronkiolar primer, sama seperti bronkiolitis konstriktif (bronkiolitis
obliteratif, bronkiolitis obliterans), panbronkiolitis difus, bronkiolitis pernapasan,
penyakit saluran udara debu mineral (mineral dust airway disease), bronkiolitis
folikel, dan beberapa varian langka lainnya.1
Bronkiolitis adalah penyakit saluran udara kecil, yang didefinisikan
sebagai saluran udara dengan diameter kurang dari 2 mm dan tidak ada tulang
rawan. Bronkiolus membran dipenuhi oleh dinding fibromuskular, tetapi dinding
ini sangat tipis. Bronkiolus berasal dari bronkus tersier dan membentuk area
transisi antara saluran udara utama dan parenkim paru-paru dan pada umumnya
memiliki lokasi sentrilobular. Melihat strukturnya (menempati area penting jalan
napas) dan mekanika pernapasannya (tanpa tulang rawan dan diameter kecil),
membuat bronkiolus sangat rentan terhadap cedera infeksi, inhalasi, vaskular,
farmakologis, dan imunologi.2
Bronkiolitis akut adalah istilah yang paling sering digunakan untuk
menggambarkan penyakit pada bayi dan anak-anak yang ditandai oleh mengi akut
dengan tanda-tanda infeksi virus pernapasan yang bersamaan. Bronkiolitis akut
simtomatik pada orang dewasa relatif jarang tetapi dapat disebabkan oleh agen
infeksi respiratory syncytial virus (RSV). Karena saluran udara kecil pada orang
dewasa berkontribusi lebih sedikit terhadap resistensi paru total, bronkiolitis

1
infeksi akut dapat membuat orang dewasa kehilangan gejala-gejala parah yang
merupakan karakteristik bronkiolitis pada bayi. Bronkiolitis akut pada orang
dewasa juga dapat terlihat pada kondisi aspirasi, inhalasi toksik, penyakit jaringan
ikat, transplantasi paru-paru dan sumsum tulang, dan sindrom Stevens-Johnson.1
Mempertimbangkan hal-hal seperti rentannya bronkiolus terhadap infeksi
serta gejala-gejala yang tidak cukup spesifik pada dewasa, maka penting
khususnya bagi dokter umum untuk mengenal lebih jauh mengenai bronkiolitis
akut.

2
BAB II
BRONKIOLITIS AKUT

2.1 Etiologi
Bronkiolitis bisa disebabkan oleh RSV. Secara global, pada 2005,
RSV (respiratory syncytial virus) saja diperkirakan menyebabkan 66.000
hingga 199.000 kematian pada anak-anak di bawah 5 tahun. Selain pada
kasus anak, RSV sekarang diakui sebagai masalah yang signifikan pada
populasi orang dewasa tertentu, termasuk pasien usia lanjut, orang dengan
penyakit kardiopulmoner, dan immunocompromised.2
Selain RSV, virus lain (adenovirus, influenza, parainfluenza) dan
patogen nonviral (mikoplasma, klamidia) dapat menyebabkan sindrom
serupa.1 Pada orang dewasa dengan bronkiolitis akut gambarannya tidak
begitu jelas, namun telah dilaporkan kejadiannya pada pasien dengan
Mycoplasma pneumoniae, RSV, campak, influenza, pertusis, parainfluenza,
dan adenovirus.2
Penyebab lain bronkiolitis bisa dari cidera inhalasi, infeksi, proses
yang diinduksi obat atau paparan terhadap faktor predisposisi sebelum
timbulnya penyakit berhubungan dengan bronkiolitis akut. Penyebab
potensial lainnya dapat berupa aspirasi, transplantasi paru-paru dan sumsum
tulang, penyakit jaringan ikat dan sindrom Stevens-Johnson.3

2.2 Faktor Risiko


Beberapa faktor yang dapat menyebabakan atau meningkatkan risiko
bronkiolitis akut adalah inhalasi nitrogen oksida, amonia, asap pengelasan,
atau asap penyedap makanan (mis. Diacetyl), infeksi dengan RSV,
adenovirus, atau Mycoplasma pneumoniae, dan menelan busulfan, emas,
atau penicillamine.3

3
2.3 Patogenesis
Patogenesis bronkiolitis dimulai dari inokulasi virus langsung pada
epitel pernapasan yang menyebabkan radang saluran pernafasan kecil.
Mekanisme penyebaran RSV di sepanjang saluran pernapasan masih belum
sepenuhnya diketahui, tetapi kemungkinan disebabkan oleh transfer sel ke
sel di sepanjang jembatan intracytoplasmic atau aspirasi sekresi nasofaring.
RSV juga dapat merusak sel-sel jalan napas struktural dan merusak sel-sel
kekebalan yang berada di paru-paru.4
Respon inflamasi inang berkontribusi terhadap patofisiologi dan
simptomatologi: Sel inang mengenali RSV melalui reseptor, dan
mengeluarkan sitokin inflamasi seperti IFN-γ, IL-1β, IL-4, IL-8. Efektor ini
memengaruhi lingkungan jaringan lokal secara langsung, dan juga
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dengan menarik sel-sel imun dari
perifer. Banyak sitokin diketahui berperan dalam patogenesis bronkiolitis
RSV, dan beberapa bahkan terlibat dalam mempertahankan infeksi. Sebagai
contoh, sitokin utama sel T helper, IL-17, meningkatkan infeksi RSV
dengan meningkatkan produksi lendir, menghambat aktivasi sel T CD8, dan
mengurangi pembersihan virus.4 Secara sederhana, patofisiologi bronkiolitis
dijelaskan pada Gambar 1.

4
Gambar 1. Temuan klinis dan patofisiologi bronkiolitis viral5

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tes dan pencitraan biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis
bronchiolitis. Dokter biasanya dapat mengidentifikasi masalah dengan
mengamati gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Namun, mungkin diperlukan
lebih dari satu atau dua kunjungan untuk membedakan kondisi dari pilek
atau flu.5
Salah satu pemeriksaan penunjang pencitraan yang bisa dilakukan
pada kecurigaan bronkiolitis adalah high resolution CT (HRCT), berikut ini
adalah algoritma yang bisa dilakukan dalam melakukan pendekatan
penyakitpemeriksaan HCRT sebagai penunjang penegakkan diagnosis pada
gangguan bronkiolar atau bronkiolitis.

5
Gambar 2. Algoritma pendekatan penyakit bronkiolar6

2.5 Diagnosis Banding


Bronkiolitis bisa terjadi tumpang tindih dengan kondisi lainnya seperti
viral-induced wheezing dan asma. Diagnosis banding bronkiolitis bisa dari
berbagai penyebab infeksius dan non infeksius. Tidak adanya gejala saluran
pernapasan atas meningkatkan kecurigaan penyebab lain dari gangguan
napas. Infeksi lain bisa menyerupai atau memperparah bronkiolitis. Infeksi
bakteri juga bisa memperberat bronkiolitis virus, hal ini termasuk otitis
media atau pneumonia, yang bisa timbul sebagai demam atau
memperburuknya suatu kondisi perjalanan penyakit.5
Pada orang dewasa, asma dibedakan dengan bronkiolitis berdasarkan
adanya obstruksi aliran udara reversibel pada spirometri. Penurunan DLCO
(diffusing capacity of the lung for carbon monoxide) jarang terjadi pada
asma namun cukup sering pada bronkiolitis. Pada HRCT (high resolution
CT) menunjukkan lebih banyak terjadi perubahan pada bronkiolitis

6
dibanding asma, dan biopsi paru menunjukkan prominent infiltration dari
dinding bronkiolar dengan eosinofil.2
Sarkoidosis mungkin memiliki gejala yang sama dalam hal batuk dan
dispnea, dan kadang-kadang sarkoid saluran napas berhubungan dengan
keterbatasan aliran udara. Umumnya, sarkoidosis dikaitkan dengan pola
restriktif dan penurunan DLCO dan fungsi paru yang abnormal mungkin
normal. Namun pada biopsi paru akan menunjukkan granuloma non kaseosa
yang terbentuk dengan baik yang membuat diagnosis sarkoidosis lebih
mungkin ditegakkan.2

2.6 Penegakkan Diagnosis


Penegakkan diagnosis bronkiolitis dilakukan dengan pengamatan dari
tanda dan gejala klinis pasien. Data diperoleh dengan anamnesis pasien serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan jika diperlukan.
Gejala klinis klasik pada bronkiolitis bermula dari gejala infeksi viral
saluran pernapasan atas, seperti nasal discharge, kemudian berkembang ke
saluran pernapasan bawah setelah beberapa hari (Gambar 1). Gejala saluran
napas bawah berupa batuk, takipnea, dan meningkatnya usaha napas yang
ditunjukkan dengan retraksi interkostal atau supraklavikula, pernapasan
dengan bantuan otot perut, atau napas cuping hidung. Pada pemeriksaan
auskultasi paru dapat terdengar crackles dan wheezing. Demam bisa juga
muncul di awal perjalanan penyakit dengan suhu di bawah 39oC. Waktu
progresifitas gejala bisa beragam, namun median durasi berbagai gejala ini
adalah lebih kurang dua minggu.5

2.7 Tatalaksana
Perawatan yang paling umum untuk bronkiolitis biasanya adalah obat
untuk membantu mengendalikan gejala tertentu. Misalnya, obat batuk
digunakan untuk menekan batuk, dan inhaler digunakan untuk membantu
sesak napas.7

7
Perawatan lain untuk bronkiolitis biasanya tergantung pada apa yang
menyebabkan cedera pada saluran udara. Jika bronkiolitis disebabkan oleh
obat atau inhalasi zat beracun, maka membatasi paparan terkadang sudah
cukup. Jika bronkiolitis adalah akibat penyakit tertentu, maka pengobatan
mungkin termasuk obat-obatan untuk melawan penyakit-penyakit tersebut.7
Ketika gejalanya parah, mungkin diperlukan juga steroid. Steroid
digunakan untuk melawan peradangan. Steroid bekerja dengan menekan
sistem kekebalan tubuh. Meskipun sering efektif, steroid juga memiliki efek
samping, termasuk peningkatan nafsu makan, peningkatan kadar gula darah,
dan kenaikan berat badan.7
Inovasi yang paling penting dalam pengobatan bronkiolitis adalah
dukungan oksigen non-invasif dengan kanula nasal aliran tinggi/noninvasive
oxygen support with a high-flow nasal cannula (HFNC), yang sejauh ini
telah terbukti aman, layak dan hemat biaya. HFNC dapat mengurangi
resistansi jalan nafas dengan memberikan oksigen yang dilembabkan dan
dipanaskan pada inspired gas flow yang lebih tinggi sembari memberikan
contiunuous positive airway pressure (CPAP) terus menerus untuk
meningkatkan ventilasi. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan akan
dukungan pernapasan invasif/invasive respiratory support, sehingga
berpotensi menurunkan biaya serta memiliki keunggulan klinis dan efek
samping yang lebih sedikit. Namun, untuk membuktikan efektivitas HFNC,
dibutuhkan observasi lebih lanjut.8

2.8 Prognosis
Prognosis bronkiolitis dilihat dari faktor risiko dan klinis yang muncul
pada pasien. Namun penderita bronkiolitis biasanya memiliki prognosis
yang baik dan rata-rata akan mengalami perbaikan dengan pengobatan.

8
BAB III
KESIMPULAN
1. Bronkiolitis adalah kondisi gangguan saluran pernapasan bawah yang
umum terjadi pada populasi anak dibanding dewasa.
2. Pada populasi dewasa, bronkiolitis tidak hanya disebabkan oleh infeksi
RSV namun juga bisa disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, campak,
influenza, pertusis, parainfluenza, adenovirus, atau karena pajanan
terhadap faktor predisposisi seperti inhalasi.
3. Patofisiologi bronkiolitis bermula dari inokulasi patogen pada epitel
pernapasan yang menyebabkan radang saluran pernafasan kecil dan timbul
respon inflamasi inang yang juga berkontribusi pada simptomatologi.
4. Penatalaksanaan bronkiolitis tergantung dari penyebab yang mendasarinya

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Ryu, Jay H., Jeffrey L. Myers, & Stephen J. Bronchiolar Disorders.


SwensenAm J Respir Crit Care Med 2003, Vol 168: 1277–1292.
2. Alvarado, Alcibey & Isabel Arce. Bronchiolitis in adult: A review. Clin
Res Trials 2017, Vol 3(2): 3-7.
3. Ravaglia, Claudia & Venerino Polett. Recent advances in the management
of acute bronchiolitis. F1000Prime Reports 2014, 6:103.
4. Vecchio et al. New perspectives in Respiratory Syncitial Virus infection. J
Matern Fetal Neonatal Med, 2013; 26(S2): 55–59.
5. Florin, Todd A., Amy C Plint & Joseph J Zorc. Viral bronchiolitis. 2016.
Diakses melalui http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(16)30951-5.
6. Devakonda et al. Bronchiolar Disorders: A Clinical-Radiological
Diagnostic Algorithm. CHEST 2010, 137(4).
7. Feinstein, Marc. Bronchiolitis. 2018. Diakses melalui
https://foundation.chestnet.org/patient-education-
resources/bronchiolitis/#learn.
8. L, Petrarca., Jacinto T. & Nenna R. The treatment of acute bronchiolitis:
past, present and future. Breathe 2017, 13(1): e24–e26.

10

Anda mungkin juga menyukai