Anda di halaman 1dari 2

INKLUSIFITAS PEMUDA DAN HARMONISASI BANGSA

Oleh : Abd. Latif (*)


Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi menuju Indonesia emas 2045. Hal
tersebut memungkinkan Indonesia akan mengalami panen sumber daya manusia yang cukup
tinggi. Meledaknya generasi muda dengan usia produktif menjadi tantangan bagi negara agar
bisa memfungsikan sumber daya manusia tersebut sebaik mungkin.
Pramoedya Ananta Toer dalam wawancara dengan majalah Playboy mengatakan,
“Sejarah Indonesia itu sejarah angkatan muda, angkatan tua itu menjadi beban”. Menurutnya,
hanyak kalangan muda yang mampu menggerakkan sejarah, dan melakukan perubahan. Artinya,
di tangan generasi pemudalah masa depan bangsa Indonesia dipertaruhkan.
Di era millennial ini, tantangan betul-betul dialami oleh generasi muda, mudahnya akses
informasi berbasis digital menjadi bagian penting menentukan masa depan generasi muda. Jika
mudah terpengaruh dan tidak mampu mengaturnya dengan baik bisa menjadi ancaman bagi masa
depan mereka. Banyaknya kasus terorisme, penyebaran hoax, dan kecanduan game online
menjadi cermin lemahnya anak-anak muda dan gagalnya menghadapi perkembangan zaman.
Tetapi, jika mampu mengatur dan ditopang dengan sumber daya manusia yang baik, akan
menjadi kesempatan emas untuk mengembangkan bakat yang dimiliki. Buktinya, tidak sedikit
anak muda yang mengekspresikan kemampuannya dalam berbagai sektor. Di sektor ekonomi,
banyak anak muda yang mulai menciptakan start-up atau pasar online yang di desain untuk
memudahkan kehidupan masyarakat dalam melakukan transaksi dan jual beli.
Semakin mudahnya akses informasi tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi,
budaya, dan politik. tetapi dengan semakin berkembangpesatnya teknologi ini juga semakin
mempermudah membuka lebar pintu berbagai macam ideologi yang masuk dan mempengaruhi
cara pandang dan cara pikir bangsa Indonesia. Banyak anak muda yang sudah terjebak dalam
beberapa aksi kekerasan dan terorisme. Mereka mulai bergabung dengan organisasi radikal yang
bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kebangsaan. Walaupun pemerintah sudah menutup
akses dan membubarkan ormas yang dianggap bertentangan dengan NKRI tetapi paham dan
ideologinya masih banyak ditemukan di tengah-tengah masyarakat.
Ideologi semacam ini membentuk pikiran-pikiran yang dangkal dan radikal. Susah
menerima perbedaan, dan sekali berbeda langsung divonis kafir bahkan bisa berujung pertikaian
antar saudara. Pemikiran eksklusif ini bukan hanya menjadi ancaman, tetapi bisa menjadi awal
hancurnya sebuah negara yang berpegang teguh kepada persaudaraan ditengah perbedaan ras,
suku, dan agama. Apalagi hal ini dialami oleh generasi muda, yang sejatinya menjadi harapan
untuk keberlangsungan sebuah negara, malah akan menjadi virus kehancuran sebuah negara.
Sesuai dengan pedoman berbangsa dan bernegara, Indonesia memiliki asas Pancasila
sebagai sebuah ideologi negara. Yang mementingkan persatuan dan kesatuan ditengah
perbedaan. Mencintai negara berarti juga mencintai persatuan dan kesatuan, sebaliknya, sering
melakukan berbagai macam tindakan perpecahan dan pertikaian berarti sama sekali tidak
mengakui asas tunggal Pancasila yang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Eksklusifitas dalam berpikir dan bertindak bertentangan dengan asas Pancasila.
Menganut ideologi Pancasila menuntut untuk berpikir terbuka dan inklusif serta menerima segala
macam perbedaan. Agama telah mengajarkan untuk berbuat baik antar sesama. Gus Dur juga
menegaskan, bahwa menolong seseorang tidak perlu ditanya soal apa agama dan sukunya. Tetapi
jika menganggapnya manusia yang membutuhkan pertolongan, sudah selayaknya agar ditolong
dan dibantu selama dia membutuhkan tanpa melihat dulu perbedaan agama, ras, dan sukunya.
Pikiran inklusif seperti itulah yang akan membawa generasi muda Indonesia menjadi lebih baik.
Jika generasi mudanya baik, negaranya kedepan dipastikan juga akan membaik.
Melalui kecanggihan teknologi dan pesatnya informasi di era millennial seperti saat ini,
pembentukan karakter menjadi sangat penting. Jauh sebelum berbicara soal persaingan pasar
global dan percepatan siklus kehidupan yang menuntut pemuda mengambil bagian penting
didalamnya. Kalau karakter pemudanya sudah terbentuk dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
kebangsaan dan berpikir serta bertindak inklusif, baru bisa berbicara tentang bagaimana
pembentukan sumber daya manusia yang baik menghadapi bonus demografi dan menyongsong
Indonesia emas. Tetapi jika masih karakter belum terbentuk, gagap berbicara kebangsaan,
berpikir eksklusif terhadap perbedaan, maka jangan heran jika kasus kekerasan dan tindakan
terorisme, kerusuhan masih sering ditemukan di negeri ini. Bangsa yang besar memiliki pemuda
yang kuat, sehat, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan menjadikan perbedaan
sebagai media untuk merajut persatuan dan kesatuan sesama bangsa Indonesia.

(*) Tulisan ini diikutkan dalam kegiatan ASEAN Youth Interfaith Camp 2019 oleh Deputi 2
Kemenpora RI

Anda mungkin juga menyukai