Anda di halaman 1dari 33

Kimia Aditif

Pematang Tepung dan Peningkat Volume

Disusun Oleh : Kelompok 4


-Anazia Rahma
-Ariawan Darar
-Firda Apriyani

-Indira Puspa D
-Jeni Setyowati
-Yessinta K
Materi Pematang Tepung dan Peningkat
Volume
1. Latar Belakang (Definisi BTP)
2. Definisi Pematang Tepung
3. Bahan Pematang Tepung
4. Mekanisme Pematang Tepung
5. Aturan Penggunaan Pematang Tepung
6. Analisis Pematang Tepung
7. Definisi Peningkat Volume
8. Jenis-jenis bulkin g agent
9. Fungsi Peningkat Volume
10. Aturan Penggunaan Peningkat Volume
11. Jurnal Aplikasi BTP Pematang Tepung
1. Latar Belakang
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan.
Di bidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan
datang yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih
mampu bersaing dalam pasar global. Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan
untuk mendapatkan mutu yang optimal. Dalam hal ini penggunaan bahan tambahan
makanan tentunya tidak terlepas dari aspek pemilihan, penetapan, pembelian, aplikasi,
cara mendapatkannya, ketersediaan bahan tambahan makanan dan peraturan
pemerintah mengenai bahan tambahan pangan.
Menurut Winarno 1980 BTP atau ´food additive´ yang digunakan harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
• dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut
• tidak mengurangi zat-zat essensial dalam makanan
• dapat mempertahankan atau memperbaiki mutu makanan
• dan menarik bagi konsumen dan tidak merupakan penipuan.
2. Definisi Pematang Tepung
Pematang tepung adalah bahan tambahan pangan yang dijadikan untuk
pematangan tepung. Penambahan bahan pematang tepung diharapkan dapat
mempercepat proses pematangan dan untuk mendorong pengembangan
adonan oleh yeast dan untuk mencegah kemunduran roti selama penyimpanan.
Proses pematangan dengan bahan kimia berarti meniadakan pematangan
dengan menyimpan dalam jangka lama dan mahal, memerlukan pencegahan
kerusakan tepung oleh hama dan lain-lain.
3. Bahan Pematang Tepung
a. Asam askorbat(vitamin C)
Vitamin C adalah kristal padat,berwarna putih,tidak berbau,mencair pada suhu 190-192˚C.
Asam askorbat berbentuk Kristal stabil di udara. Tetapi dalam bentuk larutan mudah teroksidasi
dan ketidakstabilannya meningkat dengan kenaikan pH larutan.
b. Aseton peroksida
Senyawa berwujud cairan,bersifat oksidator,larut dalam air dan alkohol,tidak larut dalam
pelarut organik seperti petroleum eter, kloroform dan lain-lain.
c. Azodikarbonamida
Berbentuk kristal berwarna merah oranye, titik leleh 225 ˚C, mudah terbakar. Larut dalam air
panas, tak larut dalam air dingin.
d. Kalsium steroil-2-laktilat, natrium stearil fumarat, dan natrium stroil-2-laktilat.
Senyawa-senyawa tersebut berbentuk kristal atau granul, larut dalam air dan alkohol, serta
tidak larut dalam pelarut organik (seperti petroleum eter, benzen, n-hexan), dapat di hidrolisis.

e. L-sistein (uthidroklorida)
Sistein merupakan asam amino nonesensial, bentuk L-sistein disebut gelucysteine, berbentuk
tablet heksagonal dalam pelarut air.
4. Mekanisme Pematang Tepung
Proses pemutihan pada tepung dapat terjadi akibat proses oksidasi senyawa karotenoid
yang terdapat dalam tepung. Kelompok pemutih dan pematang tepung bersifat
oksidator, meskipun mekanisme keduanya berbeda dalam melakukan fungsi masing –
masing. Proses oksidasi menyangkut perubahan ikatan rangkap konjugasi menjadi
berkurang, akibatnya senyawa karotenoid teroksidasi menjadi tidak berwarna.

Oksidator yang berfungsi sebagai pematang adonan,bukan berfungsi terhadap


perbaikan warna tepung adalah potassium bromat, potassium iodat, kalsium iodat,
kalsium peroksida, garam persulfat dan perborat,serta vitamin C .
5. Aturan Penggunaan Pematang Tepung

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988


tentang Bahan Tambahan Pangan, Pemutih dan pematang tepung adalah bahan
tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau
pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pematangan.
6. Analisis Pematang Tepung
a. Asam Askorbat
▪ Metode analisis titrasi dengan 2,6-diklorofenol indofenol
▪ Metode analisis dengan titrasi yodium
▪ Metode analisis dengan Spektrofotometri
▪ Metodologi analisis dengan mikrofluorometri
▪ Metodologi penentuan vitamin C dengan HPLC.
b. Aseton Peroksida
▪ Metode analisis dengan titrasi permanganometri
▪ Metode analisis kualitatif dengan Spektrofotometri.
c. Metode HPLC dari Asam Stearoil-2-Laktilat dan Asam Stearil Fumarat
▪ Preparasi sampel
▪ Kondisi kromatograf
▪ Kalibrasi dan efisiensi ekstraksi.

d. L-sisteina (Hidroklorida)
▪ Metode gas cairan (GLC).
7. Definisi Peningkat Volume
• Peningkat volume (bulking agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan volume makanan atau berat makanan yang menjaga fungsi
atau kegunaanya tetap utuh, bulking agent hanya meningkatkan volume
makanan dan tidak mempengaruhi nilai nutrisinya.
Jenis-jenis bulking agent
• Propilen glikol alginat (Propylene glycol alginate); • Ester gliserol resin kayu (Glycerol ester of wood rosin);
• Agar-agar (Agar) • Selulosa mikrokristalin (Microcrystalline cellulose);
• Karagen (Carrageenan) • Selulosa bubuk (Powdered cellulose);
• Gom guar (Guar gum) • Metil selulosa (Methyl cellulose);
• Gom tragakan (Tragacanth gum) • Etil selulosa (Ethyl cellulose);
• Gom arab (Arabic gum) • Hidroksipropil metil selulosa (Hydroxypropyl methyl
cellulose);
• Gom karaya (Karaya gum)
• Natrium laktat (Sodium lactate)
• Natrium karboksimetil selulosa (Sodium carboxymethyl
cellulose);
• Asam alginat (Alginic acid ) • Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and di-glycerides of
• Natrium alginat (Sodium alginate) fatty acids);

• Kalsium sulfat (Calcium sulphate) • Pati modifikasi basa (Alkaline treated starch)
• Polidekstrosa (Polydextroses) • Pati pucat (Bleached starch)
• Pati modifikasi asam (Acid treated starch) • Pati oksidasi (Oxidized starch)
8. Fungsi Peningkat Volume
• Bulking agent memiliki dua fungsi dasar. Mereka bertindak sebagai pengencer atau
pengangkut untuk microingredients seperti warna dan rasa, di mana volume campuran
yang meningkat memungkinkan untuk diukur atau dikemas dengan lebih mudah. Mereka
juga menemukan penggunaan yang luas sebagai pengisi yang murah untuk bahan makanan
yang mahal seperti mentega kakao atau susu kering tanpa lemak.
• Bulking agent digunakan dalam berbagai aplikasi makanan dan minuman, dimana beratnya
dapat ditingkatkan dan pada saat yang sama tekstur dapat diubah tanpa melakukan
modifikasi terhadap citarasanya
• Agen bulking adalah serat makanan tanpa kalori. Mereka melewati usus tanpa dicerna dan
oleh karena itu, mereka adalah ramuan umum dari berbagai makanan pelangsingan.
9. Aturan Penggunaan Peningkat Volume
• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomer 033 tahun 2012
peningkatan volume (bulking agent adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan volume pangan
• Bahan tambahan peningkat volume juga diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomer 25 tahun
2013
10. Jurnal Aplikasi BTP Pematang Tepung
Abstrak
Enzim dapat memperbaiki proses fermentasi pada pembuatan roti dan memperbaiki mutu
simpannya. Belum banyak diketahui bagaimana pengaruh α-amilase dan glukoamilase pada roti
yang terbuat dari imbangan pasta ubi jalar ungu dan terigu. Penelitian ini bertujuan mencari
seberapa besar aktivitas α-amilase dan glukoamilase dari ragi Saccharomycopsis fibuligera yang
optimum sehingga dihasilkan roti kompositpasta ubi jalar ungu : terigu (30:70) dengan tekstur
empuk dan volume pengembangan sama dengan roti tawar kontrol (100% terigu).
Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif. Roti komposit yang dihasilkan dengan
tambahan α-amilase dan glukoamilase dari ragi S. fibuligerasebesar 50 U/300g tepung
menghasilkan volume pengembangan yang masih rendah dibandingkan roti kontrol yaitu 63%
dengankadar air 39%, kadar gula pereduksi 4,5% dan kekerasan crumb(remah) 225,52 gf.Roti
komposit yang dihasilkan mempunyai volume pengembangan yang masih rendah jika
dibandingkan dengan roti control namun memiliki kadar air dan kadar gula reduksi lebih tinggi
dari roti control sehingga roti komposit mempunyai tingkat keempukkan hamper sama dengan roti
kontrol.
Pendahuluan
Pembuatan roti dari terigu dan pasta ubi jalar ungu adalah salah satu usaha
untuk mengurangi penggunaan gandum di Indonesia.
Penggantian terigu dengan pasta ubi jalar ungu dilakukan karena ubi jalar
merupakan sumber karbohidrat yang tinggi.
Bentuk granula ubi jalar berupa poligonal atau hamper bulat dengan ukuran
sekitar 42μm
Ukuran granula ini mempengaruhi sifat-sifat fungsionalseperti volume,
pengembangan, kelarutan dan ketercernaan.
Dari perkembangan sejarah teknologi roti, enzim dan ragi sudah digunakan sejak
beberapa ratus tahun yang lalu.
Di dalam terigu terkandung berbagai enzim yang sangat tergantung pada beberapa
faktor seperti faktor selama produksi, umur panen, dan kondisi penyimpanan. Aktivitas
enzim tersebut, misalnya α-milase, akan memengaruhi mutu terigu
Tujuan utama aplikasi enzim amilase adalah memperbaiki proses fermentasi (dough
leavening) dalam proses pembuatan roti dan memperbaiki mutu simpannya (keeping
quality) dengan mempertahankan kesegaran yang lebih lama
Penambahan glukoamilase dapat meningkatkan terbentuknya glukosa yang lebih cepat
dapat dimanfaatkan oleh ragi, sehingga penambahan glukoamilase dapat lebih
mengaktifkan ragi dan mempercepat proses fermentasi atau pengembangan adonan
Penambahan enzim dalam adonan roti komposit ini menyebabkan hidrolisis
secara enzimatis yang diharapkan dapat meningkatkan fungsionalitas
karbohidrat pada roti. Dalam hal pembuatan roti, gelatinisasi adalah suatu
peristiwa yang terjadi selama pemanggangan, sementara selama proses
penyimpanan, retrogradasi pati (amilopektin) biasanya diketahui untuk
menentukan banyaknya pengerasan (staling) pada roti
Metode Penelitian
• Bahan
Bahan yang digunakan adalah bahan-bahan untuk membuat roti tawar
sesuai dengan formulasi dan ekstrak enzim (-amilase dan glukoamilase) dari S.
fibuligera R-64 yang telah dipreparasi di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia
FMIPA Unpad. Alat yang digunakan adalah peralatanpengolahan roti dan alat
kaca serta instrument untukan alisis
Hasil dan Pembahasan
• Aktivitas α-amilase dan Glukoamilase
Pada penelitian pendahuluan digunakan perbandingan pasta ubi jalar ungu : terigu (30 :
70) dengan penambahan -amilase dan glukoamilase dari ragi S. fibuligera yaitu 25 U/g
tepung, 50 U/g tepung dan 75 U/g tepung,. Dari berbagai penambahan -amilase dan
glukoamilase menghasilkan adonan yang semakin bertambah tingkat keelastisan dan
kehalusannya. Untuk adonan dengan penambahan -amilase dan glukoamilase 25 U/g tepung
masih dihasilkan adonan yang agak kasar sama dengan roti yang terbuat dari pasta ubi jalar
ungu : terigu (30 : 70) tanpa penambahan enzim. Adonan dengan penambahan -amilase dan
glukoamilase 50 U/g tepung mulai terasa halus dan elastis, tetapi untuk adonan dengan
penambahan -amilase dan glukoamilase 75 U/g tepung mulai terasa lengket.
Roti yang dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih padat, elastis, manis dan memiliki
aroma khas ragi yang semakin meningkat dengan bertambahnya -amilase dan glukoamilase
yang diberikan pada adonan
• Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin
tinggi aktivitas -amilase dan Elastisitas
adonan tergantung pada tingginya kandungan
gluten di dalam adonan. Kandungan gluten
dalam adonan roti komposit akan menurun.
Elastisitas adonan setelah fermentasi semakin
meningkat karena selama fermentasi terjadi
pembentukan alkohol dan asam-asam seperti
asam cuka oleh bakteri asam asetat dan asam
laktat sehingga terjadi penurunan pH dari 5,3
menjadi 4,5. Penurunan pH tersebut
memengaruhi hidrasi dan gluten menjadi
lebih lunak dan elastis (Herschdoerfer, 1986
dikutip Marlon, 1994)
Dari Gambar 3, dapat dilihat bahwa semakin tinggi aktivitas
-amilase dan glukoamilase, maka semakin tidak seragam dan
besar pori-pori roti. Menurut Sultan (1986), pori-pori besar
dan rongga pada roti terbentuk karena rusaknya struktur
adonan selama pembentukan adonan dan pemanggangan.
Penambahan -amilase dan glukoamilase akan mengalami
proses liberasi granula pati sehingga granula pati pasta ubi
ungu dan terigu lebih mengembang dan diharapkan dapat
menggantikan kerja gluten dalam memerangkap gas yang
terbentuk selama proses fermentasi. Bila gluten dan granula
pasta ubi ungu dan terigu yang terdapat dalam adonan cukup
kuat maka akan terbentuk lapisan film yang dapat menahan
gas CO2 dengan baik sehingga terbentuk pori-pori yang
mempunyai gelembung udara yang seragam.
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi aktivitas -amilase dan
glukoamilase, maka roti yang dihasilkan memiliki volume pengembangan yang
semakin besar. Penambahan -amilase dalam tepung pada roti menyebabkan
meningkatnya proses dektrinisasi (Hugo et al., 2000). Adanya -amilase dan
glukoamilase mengakibatkan pemecahan amilosa yang menghasilkan gula-gula
sederhana lebih banyak sehingga diperkirakan dapat membantu proses
fermentasi gula oleh ragi. Peningkatan fermentasi gula menghasilkan gas
karbondioksida yang lebih banyak mendorong roti untuk mengembang.
Tetapi, pada aktivitas -amilase dan glukoamilase 75 U/g tepung, terlihat roti
menjadi kurang mengembang. Hal ini dapat disebabkan pada saat awal proses
pemanggangan terjadi penurunan viskositas adonan dan terjadi peningkatan
aktivitas enzim. Ketika suhu mencapai 56C, maka mulai terjadi gelatinisasi pati
dan memudahkan terjadinya amilolisis. Hidrolisis pati yang tergelatinisasi akan
membentuk dekstrin dan gula sederhana, dan pada saat yang bersamaan terjadi
pelepasan air. Amilolisis pada penambahan -amilase dan glukoamilase 25 U/g
tepung dan 50 U/g tepung masih terbatas sehingga adonan tidak lengket dan
memiliki volume pengembangan yang cukup sedangkan penambahan -amilase
dan glukoamilase 75 U/g tepung memiliki karakteristik adonan yang agak
lengket sehingga volume pengembangannya menjadi terhambat.
Volume Pengembangan Roti
• 

 
Kadar Air Crumb
• 

Kadar air roti komposit ubi jalar ungu yang dihasilkan pada
penelitian ini berkisar antara 36,21 – 40,76 %. Kadar air
tersebut masih memenuhi syarat mutu roti menurut SNI
nomor 01-3945-1998, yaitu maksimum 40% (Badan
Standardisasi Nasional, 1998).
Kadar Gula Pereduksi

Kadar gula pereduksi dari roti ini berkisar antara 3,00% -


5,20%, hal ini diduga karena laju reaksi perombakan
karbohidrat menjadi gula sederhana tidak lebih cepat
dibanding laju perombakan gula sederhana menjadi alkohol
dan karbondioksida oleh khamir. Hal ini memungkinkan
tidak terjadinya akumulasi gula pereduksi pada roti.
Kekerasan Roti Bagian
Crumb
• 

Substitusi terigu oleh sorgum akan menghasilkan pengurangan


keempukan roti akibat dari kadar gluten yang berkurang dan
diperlukannya penambahan jumlah lemak agar roti yang
dihasilkan memiliki keempukan yang baik.
Kesimpulan

Aktivitas optimum -amilase dan glukoamilase dari ragi S. Fibuligeraadalah 50 U/300g tepung ,
menghasilkan volume pengembangan 63%;kadar air 39%; kadar gula pereduksi 4,5% dan
kekerasan crumb 225,52 gf. Roti komposit yang dihasilkan mempunyai volume pengembangan
yang masih rendah jika dibandingkan dengan roti control (100% terigu) namun memiliki kadar
air dan kadar gula reduksi lebih tinggi dari roti control sehingga roti komposit mempunyai
tingkat keempukkan hamper sama dengan roti kontrol.
Daftar Pustaka
• Ahza, A.B. 1998. Aspek Pengetahuan Material dan Diversifikasi Produk Sorgum sebagai Substitutor
Terigu/Pangan Alternatif. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum sebagai Bahan
Substitusi Terigu. PT. ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.
• Antara, N.S. 2010. Meningkatkan Mutu Roti dengan Penambahan Enzim. Food Review Edisi Mei
2010. Jakarta.
• Aurand, L. W, A.E. Woods & M. R. Wells. 1987. Food Composition and Analysis. Van Nostrand
Reinhold, New York, NY.
• Badan Standardisasi Nasional. 2000. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. SNI 01-3751-2000.
Jakarta.
• Bennion, M. 1980. The Science of Food. John Wiley & Sons, Inc., New York, NY.
• Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1992. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai