Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kelainan refraksi mata merupakan keadaan dimana berkurangnya


ketajaman penglihatan diakibatkan berkurangnya kemampuan refraksi lensa mata
sehingga bayangan tidak jatuh tepat diretina. Kelainan refraksi mata merupakan
penyakit yang sangat umum sekali dialami oleh setiap orang. Menurut country-
level analysis, kelainan refraksi mata menyebabkan sekitar 27,7 juta kecacatan di
dunia pada tahun 2004, dimana hal ini menjadikan kelainan refraksi mata menjadi
penyakit mata yang paling umum baik di negara berkembang maupun negara
maju (Ono, 2010).3

Kelainan refraksi mata bermacam-macam. Diantaranya yang paling umum


diderita adalah miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Faktor penyebab
kelainan mata ini pun bermacam, seperti pengaruh lingkungan, adanya trauma,
bahkan hereditas juga menjadi faktor penyebab kelainan refraksi mata ini.

Banyak sekali macam-macam dari kelainan refraksi mata, dan kelainan ini
sering dialami oleh banyak orang. Karena alasan itulah yang membuat peneliti
tertarik membuat penelitian tentang prevalensi kelainan refraksi mata. Oleh
karena itu, peneliti berharap agar hasil skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1.2.1 Pernyataan Masalah

Adanya kelainan refraksi mata di puskesmas kecamatan Tambora.

1.2.2 Pertanyaan Masalah

UNIVERSITAS TARUMANGARA 1
Dari pernyataan diatas, dapat ditarik beberapa pertanyaan
diantaranya:

1. Berapa banyak mata pengunjung polimata puskesmas kecamatan


Tambora yang mengalami kelainan refraksi mata?
2. Dari jumlah mata pengunjung yang mengalami kelainan refraksi mata,
berapakah jumlah kelainan refraksi mata pada mata pengunjung yang
menderita miopia, hipermetropia, dan astigmatisma?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Dari hasil penelitian ini diharapkan kita dapat mengetahui jumlah


pengunjung polimata pada puskesmas kecamatan Tambora yang
mengalami kelainan refraksi mata.

1.3.2 Tujuan Khusus

Hasil penelitian ini diharapkan:

 Dapat diketahui jenis kelainan refraksi mata yang dominan diderita


oleh pengunjung polimata pada puskesmas kecamatan Tambora.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi


tambahan mengenai penyakit refraksi mata yang dominan dialami di
masyarakat, sehingga menambah wawasan umum bagi peserta didik
lainnya.

1.4.2 Bagi Para Peneliti Lainnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi


peneliti lain yang ingin mencari informasi tentang kelainan refraksi mata

UNIVERSITAS TARUMANGARA 2
yang dominan dialami masyarakat. Selain itu diharapkan dapat dijadikan
suatu ide baru bagi peneliti lain yang ingin melakukan riset/penelitian.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini menambah wawasan umum


masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran kecil
mengenai kelainan refraksi mata yang dominan diderita oleh masyarakat,
sehingga masyarakat dapat mengetahui penyebab utama kelainan refraksi
mata serta penanganannya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.

UNIVERSITAS TARUMANGARA 3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENELUSURAN LITERATUR

2.1.1 Refraksi Mata

Dalam mata manusia, terdapat empat bagian dari mata yang berperan
dalam pembiasan cahaya/refraksi. Bagian itu diantaranya adalah kornea, lensa,
aqueous dan vitreous humors. Sinar cahaya yang masuk ke mata akan
direfraksikan/dibiaskan tepat di retina, dimana kemudian akan mentrasmisi suatu
impuls ke otak untuk proses penglihatan (melalui saraf optic).3

Kelainan refraksi mata terjadi jika mata tidak dapat melakukan proses ini
dengan baik/akurat, sehingga sinar cahaya yang masuk ke mata tidak dibiaskan
tepat pada retina. Akibatnya orang yang menderita kelainan refraksi mata
memiliki pandangan yang kabur pada jarak tertentu. Umumnya kelainan refraksi
mata disebabkan karena adanya perubahan panjang bola mata (terlalu panjang
atau pendek). Penyebab lain juga bisa disebabkan karena adanya gangguan pada
media refraktor mata (biasanya kornea dan lensa).3

2.1.2 Miopia

Miopia merupakan kelainan refraksi mata yang sangat umum di


masyarakat dunia, dengan prevalensi miopia paling besar di benua asia bagian
timur. Miopia merupakan kelainan refraksi mata yang bersifat kompleks
mutifaktorial seperti genetik dan faktor lingkungan. Namun besarnya
kemungkinan miopia diturunkan dari keluargan masih belum diketahui secara
pasti. Berdasarkan kasus miopia yang bersifat herediter, sebagian besar
mengalami tingkat keparahan miopia yang tinggi.3 Miopia dapat bersifat ringan
(mild), sedang (moderate), maupun berat (severe).2

UNIVERSITAS TARUMANGARA 4
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya miopi ini, misalnya
keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan.1 Faktor
keturunan biasanya tidak sering terjadi jika dibanding dengan ketegangan visual.
Jika disimpulkan, miopi lebih sering terjadi tergantung dari cara penglihatannya,
dalam hal ini seseorang yang sering menggunakan penglihatanya didepan
komputer atau membaca buku dalam waktu yang lama dan tidak adanya istirahat
memiliki kemungkinan besar untuk terkena miopi dibanding yang lain. Faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi, misalnya pada rabun malam yang
disebabkan oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan
membesarnya pupil, menyebabkan cahaya yang masuk kedalam mata tidak
difokuskan dengan baik.1 Menurut The economics of myopia, miopia merupakan
kelainan refraksi mata yang sangat umum secara global, sekitar 14,4 miliar orang
terkena miopia, atau sama dengan 22,6% dari populasi dunia (Lim, 2011). 3
Prevalensi miopia meningkat seiring masuk ke abab ke-20, terutama beberapa
populasi di asia timur, juga menyumbang dalam peningkatan prevalensi miopia di
dunia (Lin, 2004).3

Miopia disebabkan karena panjang bola mata yang terlalu panjang, atau
juga bisa disebabkan karena adanya perubahan bentuk kornea atau lensa mata.
Hasilnya sinar cahaya yang masuk ke mata dibiaskan didepan retina.3 (gambar
2.1)2

Gambar 2.1.

UNIVERSITAS TARUMANGARA 5
Pada miopia, penglihatan terhadap benda yang jauh menjadi kabur, tetapi
dapat melihat benda yang dekat dengan jelas.3 (gambar 2.2)2

Gambar 2.2 Source: National Eye Institute, U.S. National Institutes


of Health. Available online: http://www.nei.nih.gov

2.1.3 Hipermetropia

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan


pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokus jatuh di belakang retina.1 (gambar 2.3)2

Gambar 2.3

Pada hipermetropia, penglihatan pada benda pada jarak dekat akan tampak
kabur, tetapi dapat melihat benda yang jaraknya jauh dengan jelas. (gambar 2.4)2

UNIVERSITAS TARUMANGARA 6
Gambar 2.4

Faktor yang paling umum sebagai penyebab dari hipermetropia adalah penuaan.
Pada penuaan, elastisitas lensa akan berkurang sehingga lensa mata sulit mencembung,
selain itu penuaan juga berpengaruh terhadap kekuatan otot siliaris yang dimana memiliki
fungsi membuat lensa mata menjadi lebih cembung. Tidak hanya penuaan, kebiasaan
tidak melihat benda dekat atau kecil pun juga dapat menyebabkan hipermetropia, oleh
karena itu faktor pekerjaan juga berpengaruh. Biasanya orang yang bekerja sebagai supir
dan pelaut memiliki kemungkinan yang lebih besar terkena hipermetropia. 1

Hipermetropia dapat disebabkan karena:

 Hipermetropia aksial, disebabkan karena sumbu bola mata terlalu pendek


 Hipermetropi kurvatur, disebabkan kurangnya kelengkungan kornea dan
lensa sehingga titik bayangan jatuh di belakang retina
 Hipermetropi refraktif, disebabkan karena indeks bias yang kurang dari
system optik mata.

2.1.4 Astigmatisma

Astigmatisma berasal dari bahasa yunani yaitu “a” berarti “tanpa” dan
“stigma” berarti “tempat”, dari arti tersebut menunjukan bahwa astigmatisma
merupakan kelainan refraksi mata dimana menurunnya ketajaman penglihatan
akibat bentuk kornea mata yang tidak simetris, sehingga cahaya difokuskan pada
2 tempat yang berbeda.4

UNIVERSITAS TARUMANGARA 7
Tidak seperti miopia atau hipermetropia (kelainan refraksi spherical),
astigmatisma mempunyai variasi yang berbeda-beda tergantung besar, sudut serta
arahnya.4

Astigmatisma disebabkan karena bentuk kornea yang asimetris. Pada mata


normal, permukaan kornea berbentuk spherical (bulat) dengan sudut yang sama.
Sedangkan pada mata astigmatisma, permukaan kornea berbentuk toric (lonjong)
dengan sudutnya berbeda.2

Astigmatisma dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu4:

 Astigmatisma reguler : jika memiliki meridian yang teratur,


biasanya astigmatisma ini bersifat herediter.
 Astigmatisma irreguler: jika memiliki meridian yang tidak teratur,
biasanya disebabkan oleh trauma, luka, infeksi, dll.

2.2 KERANGKA TEORI

Berdasarkan jurnal yang berjudul “Prevalence rates of refractive errors in


Sumatra, Indonesia”, dikatakan bahwa prevalensi miopia di provinsi Sumatra
lebih tinggi daripada populasi orang berkulit putih, tetapi lebih rendah dibanding
negara Asia lainnya seperti Singapura. Prevalensi miopia berat lebih sedikit
dibanding populasi lainya, dan kelainan refraksi mata lainnya yang umum.5

UNIVERSITAS TARUMANGARA 8
2.3 KERANGKA KONSEP

Berikut merupakan diagram mengenai kerangka konsep untuk penelitian


ini:

Jumlah
populasi
masyarakat
Beberapa
populasi
mengalami
kelainan
refraksi mata

Hipermetropi Astigmatism
Miopia
a a

Prevalensi
kelainan
refraksi mata
?

UNIVERSITAS TARUMANGARA 9
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah deskriptif


cross sectional, dengan melakukan pemeriksaan mata untuk mendapatkan
informasi tentang kelainan refraksi mata yang dialami serta faktor yang memicu
timbulnya kelainan.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU

Tempat: Puskesmas Kecamatan Tambora.

Waktu : Januari 2015 – Juli 2015

3.3 POPULASI DAN SAMPEL

Populasi : Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan untuk


penelitian ini adalah pengunjung polimata Puskesmas
Kecamatan Tambora.

Sampel : Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah


pengunjung puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi, atau mengunakan teknik non random consecutive
sampling (pengambilan sampel dengan menetapkan subjek
yang memenuhi kriteria penelitian atau kriteria inklusi).

3.4 PERKIRAAN BESAR SAMPEL

Untuk menentukan besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini,


digunakan rumus sebagai berikut:

2
Za2 PQ (1 , 96) . 0 , 05 . 0 . 95
= =96 , 04=97
d2 (0 , 1)2

UNIVERSITAS TARUMANGARA 10
Untuk mengatasi drop out peneliti menambahkan sampel sebanyak 20%,
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

97+ ( 20 . 97 )=97+20=127

Dikarenakan setiap sampel memiliki sepasang mata, maka jumlah sampel


dikalikan 2 sehingga didapatkan jumlah sampel mata sebagai berikut:

127.2=25 4

3.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria inklusi:

 Semua orang yang memiliki kelainan refraksi mata (miopia,


hipermetropia, astigmatisma) dan dapat dikoreksi sampai visus normal
 Emetropia
 Bersedia untuk dilakukan penelitian

Kriteria eksklusi:

 Amblyopia
 Semua orang yang mengalami penyakit/cacat mata selain kelainan refraksi
mata (katarak, kebutaan, dll)

3.6 CARA KERJA PENELITIAN

Sebelum melaksanakan penelitian ini, pertama peneliti akan persiapan


penelitian diantaranya menentukan tempat penelitian, persiapan instrumen yang
dibutuhkan, menkonfirmasi kepada puskesmas kecamatan Tambora, serta
menentukan jadwal penelitian yang akan dilaksanakan.

Penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan mata kepada


masyarakat yang menjadi sampel penelitian secara langsung. Sampel akan
mendatangi tempat penelitian pada jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Hal
ini dikarenakan jumlah sampel yang cukup banyak sehingga tidak memungkinkan
untuk mendatangi rumah penduduk secara langsung. Pemeriksaan mata yang akan
dilakukan menyangkut kelainan refraksi mata. Setelah dilakukan pemeriksaan,

UNIVERSITAS TARUMANGARA 11
dapat diketahui jenis kelainan refraksi mata yang dialami sampel. Lalu dari hasil
pemeriksaan mata seluruh sampel, akan dilakukan analisa data dan hasilnya
berupa jumlah masyarakat yang mengalami miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma.

3.7 VARIABEL PENELITIAN

Variabel tergantung:

 Adanya kelainan refraksi mata

Variabel bebas:

 Umur
 Faktor lingkungan
 Pekerjaan
 Riwayat keluarga
 Kebiasaan (membaca, menonton, dll)

3.8 INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini diantaranya:

 Trial frame
 Trial lenses
 Snellen chart
 Pengaris
 Senter
 Alat tulis

3.9 DEFINISI OPERASIONAL

3.9.1 Refraksi Mata

Definisi : Merupakan pembiasan sinar yang masuk kedalam mata


oleh media refraksi mata (kornea, lensa, cairan mata, dll) guna
membiaskan sinar tepat di retina, sehingga seseorang dapat melihat dengan
fokus yang baik (penglihatan tidak kabur).

Alat ukur : Trial frame, trial lenses, snellen chart

UNIVERSITAS TARUMANGARA 12
Cara ukur : Sebelum melakukan pemeriksaan refraksi mata, harus
dilihat terlebih dahulu bagaimana keadaan bola mata sampel, seperti posisi
(juling), ada pterigium atau tidak, keadaan kornea (ada parut atau tidak),
keadaan lensa (jernih atau keruh),dll. Pemeriksaan dimulai dengan
mengantungkan SNELLEN CHART sejajar dengan mata sampel dengan
jarak 6 meter. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, mata kiri ditutup
dengan penutup mata tanpa menekan bola mata. Kemudian sampel
disarankan untuk membaca huruf dari kiri ke kanan tiap baris snellen, atau
dari huruf yang besar ke huruf terkecil (angka 20/20). Bila pada baris
tertentu, sampel hanya dapat membaca huruf KURANG dari setengah,
maka catat angka yang tertera di baris atasnya. Jika LEBIH dari setengah,
maka catat angka yang tertera di baris itu. Jika sampel tidak dapat melihat
huruf terbesar pada snellen chart dengan jelas, mulai HITUNG JARI pada
jarak 3 meter (jika dapat melihat, catat 03/060). Bila belum terlihat, maju 1
meter (catat 02/060), bila belum juga, maju lagi 1 meter (catat 01/060).
Jika belum juga terlihat, GOYANGKAN TANGAN pada jarak 1 meter
(1/300). Jika belum juga terlihat, tanyakan apakah sampel dapat melihat
SINAR SENTER (1/888). Jika sampel tidak dapat melihat sinar lampu
senter, berarti sampel BUTA TOTAL (00/000).

Hasil ukur : Dari pemeriksaan refraksi mata, didapatkan hasil


pengukurannya berupa skala dioptri (-/+)

Skala ukur : Numerik

3.10 PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pemeriksaan mata sampel


secara langsung untuk mendapatkan jenis kelainan yang didapat. Setelah
pemeriksaan, peneliti akan melakukan pencatatan dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan. Setelah itu, peneliti akan melakukan analisa terhadap data yang sudah
didapat.

3.11 ANALISIS DATA

UNIVERSITAS TARUMANGARA 13
Untuk analisa data yang didapat dari pemeriksaan mata, peneliti akan
membandingkan jumlah masyarakat yang miopia, hipermetropia, serta
astigmatisma. Setelah itu, peneliti akan membuat grafik untuk membandingkan
jumlah dari jenis-jenis kelainan refraksi mata yang dialami oleh para pengunjung
puskesmas Tambora.

3.12 ALUR PENELITIAN

Jadi dari seluruh kegiatan penelitian yang akan dilakukan, berikut adalah
rangkaian kegiatan/alur penelitian yang akan dilaksanakan:

Pencatatan hasil pemeriksaan

UNIVERSITAS TARUMANGARA 14
3.13 JADWAL PELAKSANAAN

Untuk jadwal pelaksanaan penelitian ini, diperkirakan akan dimulai pada


awal Febuari 2015.

No Kegiatan penelitian Jadwal penelitian (semester)

3 4 5 6 7

1 Penelusuran pustaka X

2 Penyusulan usulan penelitian X

3 Pengajuan proposal penelitian X

4 Pelaksanaan penelitian X

5 Pengumpulan data X

6 Pengolahan data X

7 Analisis hasil penelitian X

8 Penyusunan laporan penelitian X

9 Penyajian hasil penelitian X

10 Publikasi dijurnal terakreditasi X

UNIVERSITAS TARUMANGARA 15
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 DISTRIBUSI KARAKTERISTIK PENGUNJUNG POLIMATA


PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA PERIODE JULI 2015
BERDASARKAN USIA

Dari kegiatan penelitian mengenai prevalensi kelainan refraksi mata pada


pengunjung puskesmas kecamatan Tambora periode Juli 2015 didapatkan jumlah
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 130 orang.
Dari 130 responden didapatkan karakteristik berdasarkan usia yang diurai sebagai
berikut:

 Responden dengan umur 0 – 11 tahun sebanyak 12 orang (9,2%), umur 12


– 25 tahun sebanyak 46 orang (35,4%), umur 26 – 45 tahun sebanyak 43
orang (33,1%), umur 46 – 65 tahun sebanyak 27 orang (20,8%), dan umur
diatas 66 tahun sebanyak 2 orang (1,5%)
 Seluruh responden memiliki rerata usia 31,46 tahun, nilai median 32,50
tahun, usia minimum 7 tahun, usia maksimum 69 tahun, dan standar
deviasi ± 16,081.

UNIVERSITAS TARUMANGARA 16
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Pengunjung Polimata Puskesmas
Kecamatan Tambora Periode Juli 2015 Berdasarkan Usia

Variabel Jumlah Mean ± SD Median


responden (Min ;
(%) Max)
n = 130
Usia - 31,46 ± 16,081 32,5 (7 ; 69)

Golongan usia
0 – 11 tahun 12 (9,2%)

12 – 25 tahun 46 (35,4%)

26 – 45 tahun 43 (33,1%)

46 – 65 tahun 27 (20,8%)

> 66 tahun 2 (1,5%)

4.2 PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI MATA PADA PENGUNJUNG


POLIMATA PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA PERIODE 2015

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada 260 mata responden,


didapatkan 130 mata responden emetropia (50%), 60 mata responden mengalami
miopia (23,1%), 8 mata responden mengalami hipermetropia (3,1%), dan 62 mata
responden mengalami astigmatisma (23,8%).

UNIVERSITAS TARUMANGARA 17
Tabel 4.2 Prevalensi Kelainan Refraksi Mata pada Pengunjung Polimata
Puskesmas Kecamatan Tambora Periode Juli 2015

Variabel Jumlah mata Persentase


responden (%)
n = 260
Emetropia 130 50%

Miopia 60 23,1%

Hipermetropia 8 3,1%

Astigmatisme 62 23,8%

Total 260 100%

4.3 PREVALENSI MIOPIA PADA PENGUNJUNG POLIMATA


PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA PERIODE 2015
BERDASARKAN DERAJAT KEPARAHANNYA

Dari hasil penelitian didapatkan dari 260 mata responden, 60 mata


responden mengalami miopia. Lalu dari jumlah mata yang mengalami miopia
dilakukan pembagian berdasarkan derajat keparahannya, sehingga didapatkan data
bahwa dari 60 mata responden yang miopia, 48 mata responden merupakan
miopia ringan (80%), 7 mata responden merupakan miopia sedang (11,7%), dan 5
mata responden merupakan miopia berat (8,3%).

UNIVERSITAS TARUMANGARA 18
Tabel 4.3 Prevalensi Miopia pada Pengunjung Polimata Puskesmas
Kecamatan Tambora Periode Juli 2015 Berdasarkan Derajat Keparahan

Variabel Jumlah mata Persentase


responden (%)
n = 60
Miopia

Miopia ringan 48 80%

Miopia sedang 7 11,7%

Miopia berat 5 8,3%

Total 60 100%

4.4 PREVALENSI HIPERMETROPIA PADA PENGUNJUNG POLIMATA


PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA PERIODE 2015
BERDASARKAN DERAJAT KEPARAHANNYA

Dari hasil penelitian didapatkan dari 260 mata responden, 8 mata


responden mengalami hipermetropia. Lalu dari jumlah mata yang mengalami
hipermetropia dilakukan pembagian berdasarkan derajat keparahannya, sehingga
didapatkan data bahwa dari 8 mata responden yang hipermetropia, seluruhnya
merupakan hipermetropia ringan (100%). Sedangkan hipermetropia sedang dan
berat tidak ditemukan pada penelitian ini (0%).

UNIVERSITAS TARUMANGARA 19
Tabel 4.4 Prevalensi Hipermetropia pada Pengunjung Polimata Puskesmas
Kecamatan Tambora Periode Juli 2015 Berdasarkan Derajat Keparahan

Variabel Jumlah mata Persentase


responden (%)
n=8
Hipermetropia

Hipermetropia ringan 8 100%

Hipermetropia sedang 0 0%

Hipermetropia berat 0 0%

Total 8 100%

4.5 PREVALENSI ASTIGMATISMA PADA PENGUNJUNG POLIMATA


PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA PERIODE 2015
BERDASARKAN JENISNYA

Dari hasil penelitian didapatkan dari 260 mata responden, 62 mata


responden mengalami astigmatisma. Lalu dari jumlah mata yang mengalami
astigmatisma dilakukan pembagian berdasarkan jenisnya, sehingga didapatkan
data bahwa dari 62 mata responden yang astigmatisma, 2 mata responden
merupakan astigmatisma miopia simpleks (3,2%), 46 mata responden merupakan
astigmatisma miopia komposito (74,2%), dan 14 mata responden merupakan
astigmatisma mixtus (22,6%). Sedangkan astigmatisma hipermetropia simpleks
maupun komposito tidak ditemukan pada penelitian ini.

UNIVERSITAS TARUMANGARA 20
Tabel 4.5 Prevalensi Astigmatisma pada Pengunjung Polimata Puskesmas
Kecamatan Tambora Periode Juli 2015 Berdasarkan Jenisnya

Variabel Jumlah mata Persentase


responden (%)
n = 62
Astigmatisma

Astigmatisma miopia simpleks 2 3,2%

Astigmatisma hipermetropia simpleks 0 0%

Astigmatisma miopia komposito 46 74,2%

Astigmatisma hipermetropia 0 0%
komposito

Astigmatisma mixtus 14 22,6%

Total 62 100%

UNIVERSITAS TARUMANGARA 21
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Hasil dari penelitian pada polimata puskesmas kecamatan Tambora


periode Juli 2015 didapatkan bahwa dari 260 mata responden yang diperiksa,
setengahnya mengalami kelainan refraksi mata. Kelainan refraksi mata yang
dialami antara lain miopia, hipermetropia, dan astigmatisma sebanyak masing-
masing adalah 23,1% , 3,1% , dan 23,8%. Jika dibandingkan dengan penelitian
“Prevalensi Refraksi Mata di Sumatera, Indonesia” oleh Seang-Mei Saw dan
kawan-kawan, yang dipublikasi pada Maret 2002, didapatkan bahwa prevalensi
miopia, hipermetropia, dan astigmatisme pada 1043 responden yang berumur
diatas 21 tahun (rata-rata usia 36,7 tahun, standar deviasi ± 12,7 tahun) adalah
26,1% , 9,2% , dan 18,5%.5

UNIVERSITAS TARUMANGARA 22
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 130 pengunjung


polimata puskesmas kecamatan Tambora dengan jumlah 260 mata yang diperiksa,
dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Jumlah mata pengunjung polimata puskesmas kecamatan Tambora yang


mengalami kelainan refraksi mata adalah sebanyak 130 mata (50%).

2. Dari 130 mata pengunjung polimata puskesmas kecamatan Tambora yang


mengalami kelainan refraksi mata, didapatkan yang mengalami miopia adalah
sebanyak 60 mata (23,1%). Yang mengalami hipermetropia adalah sebanyak 8
mata (3,1%), dan yang mengalami astigmatisma adalah sebanyak 62 mata
(23,8%).

6.2 Saran

UNIVERSITAS TARUMANGARA 23
DAFTAR PUSTAKA

1. ilmu penyakit dalam

2. Kathleen R, Christopher JR. Nearsightedness (myopia) article: Healthwise


corp. (Update 2011-05-24; cited 2013-12-19). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/nearsightedness_myopia-health/page4_em.htm

3. Justin CS, David AM. Update on the epidemiology and genetics of myopic
refractive error: Expert rev ophthalmol. 2013;8(1):63-87. (Update 2013; cited
2013-12-24). Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/779114_1

4. Bryan SL, Richard LL. Modern management of astigmatism: Int ophthalmol


clin. 2013;53(1):65-78. (Update 2013; cited 2013-12-25). Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/778010

5. Saw SM, Gazzard G. Prevalence rates of refractive errors in Sumatra,


Indonesia: Invest Ophthalmol Vis Sci. 2002 Oct;43(10):3174-80. (Update 2002;
cite 2013-12-25).Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12356821

UNIVERSITAS TARUMANGARA 24

Anda mungkin juga menyukai